Anda di halaman 1dari 3

Zahrina Zatadini. 15/389742/PMU/08701.

KRITIK SENI RUPA

Patung Jenderal Sudirman di DPRD DIY dan Museum Sasmitaloka.

Gambar 1. Patung Jenderal Sudirman karya Hendra Gunawan

di DPRD DIY

Sumber : Dokumentasi Pribadi


Di depan gedung DPRD DIY ‘tersembunyi’ Patung Jenderal Sudirman yang di buat oleh
Hendra Gunawan, seorang seniman yang dipenjara selama belasan tahun karena
keterlibatannya dalam Lekra saat orde baru. Lebatnya pohon beringin dan pedagang kaki lima
yang berada di depan gedung membuat patung tersebut tenggelam dan tidak terlihat dari pinggir
jalan malioboro. Tak heran jika ternyata banyak warga yang tidak mengetahui keberadaan
patung Jenderal Sudirman yang berdiri tegar membelakangi gedung DPRD DIY.

Patung tersebut terbuat dari batu andesit yang biasa digunakan untuk membuat candi dan
patung arca. Batu yang memiliki karakter sangat keras ini semakin mempertegas patung
Jenderal Sudirman yang sangat gigih dan tegar. Terlihat tangan kanan Sudirman seperti
merapatkan jubahnya dan memegang mantap ‘teken’ di kanan kirinya. Wajahnya begitu tirus
karena sakit dengan tulang pipi yang dibuat menonjol. Patung tersebut semakin dramatis dengan
garis-garis keras pahatannya. Tatapan lurus kedepan dan fokus padahal terlihat bahwa tubuhnya
lemah dengan jubah yang kebesaran untuk melindungi tubuhnya dan teken yang beliau gunakan.
Di pusteknya terdapat tulisan “Berjuanglah terus, korban tjukup banjak” dan dibawahnya
tertulis “Bapak Sudirman, Pahlawan Panglima Besar”. Dari kutipan yang dipahat pada
pusteknya, Jenderal Sudirman seolah sedang menyemangati para prajuritnya, ditengah
Zahrina Zatadini. 15/389742/PMU/08701.

peperangan dan kondisi fisik yang sangat terbatas, beliau tidak ingin meninggalkan para
prajuritnya di tengah-tengah pertempuran hanya karena beliau sakit. Beliau begitu bersemangat
berangkat memimpin medan perang dengan jubah tebal kebesaran dan teken yang mantap beliau
genggam.

Patung ini menggambarkan sosok Jenderal Sudirman yang apa adanya dan apa yang
benar-benar Sudirman alami. Tidak seperti patung atau lukisan pahlawan yang sengaja dibuat
gagah untuk memperlihatkan semangat membara dan patriotisme. Patung Jenderal Sudirman ini
justru memperlihatkan keadaan beliau yang sakit. Namun begitu, Hendra Gunawan telah
berhasil memperlihatkan realitas, keadaan yang sesungguhnya dari Jenderal Sudirman,
bagaimana beliau terus berjuang melawan penjajah dan melawan sakit paru-paru yang
menggerogoti tubuhnya. Patung ini menjadi begitu dramatis dan menyentuh ketika patung
tersebut juga membawa realitas yang ada, tidak semata-mata hanya dipahat dan di ukir dengan
kesan yang gagah berani dan kondisi fisik yang sempurna.

Gambar 2. Patung Jenderal Sudirman Karya Saptoto. Museum Sasmitaloka Yogyakarta

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Berbeda dengan patung Jenderal Sudirman yang berada di depan museum Sasmitaloka di
daerah Bintaran. Patung tersebut memperlihatkan Jenderal Sudirman yang menunggang kuda
dan jelas terlihat sehat. Patung karya Saptoto ini memperlihatkan kegagahan Jenderal Sudirman
seperti patung-patung pahlawan kebanyakan. Di sisi selatan pustek terdapat tulisan “Anak2ku
tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit yang berideologi, yang
sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu. Percaya dan yakinlah,
bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan diatas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta
benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapapun juga.”
Zahrina Zatadini. 15/389742/PMU/08701.

Kutipan tersebut menyiratkan bahwa Sudirman akan terus berjuang bersama, membela prajurit
dan terus menyemangati para prajuritnya untuk kemerdekaan. Dibagian depan pustek terdapat
tulisan “Jenderal Soedirman Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia. Mulai menjabat
tanggal: 18 Desember 1945. Wafat pada tanggal: 29 Januari 1950.”

Pahatan patung Jenderal Soedirman ini lebih halus dibandingkan dengan patung yang
berada di depan DPRD DIY, serta finishing yang melapisi patung tersebut membuat patung ini
lebih terlihat bersih dan memperlihatkan garis-garis halus realis. Jenderal Sudirman
mengenakan seragam lengkap, bukan jubah kebesaran yang seperti patung Sudirman karya
Hendra. Mungkin bisa diprediksi bahwa patung ini adalah kondisi Jenderal Sudirman pada
masa-masa awal jabatannya, dan patung karya Hendra menggambarkan masa-masa terakhir
beliau. Tatapan mata dan mimik muka tidak sekuat patung Sudirman karya Hendra. Tatapan
mata cenderung sayu dan tanpa ekspresi, sekilas seperti patung GWK di Bali dengan patung
Wisnu yang melirikkan matanya kebawah, sebagai bentuk merendah hati dan bijaksana. Kuda
yang ditunggangi Sudirman mengangkat satu kakinya yang bisa memiliki arti bahwa pahlawan
tersebut meninggal karena sakit saat perang atau hanya sebagai simbol bahwa Jenderal
Sudirman dalam posisi siap untuk melangkah menuju pertempuran dan bisa jadi hanya sebagai
penambah nilai estetis agar patung terasa lebih dinamis.

Nilai dramatis dan cerita pada patung Sudirman di Sasmitaloka tidak sekental yang
berada di DPRD DIY. Namun keduanya memiliki maksud tersendiri untuk tujuan tertentu.
Masing-masing memiliki nilai plus minus yang sebenarnya apabila dikombinasikan akan saling
melengkapi. Walaupun patung Sudirman karya Hendra terlihat agak terlihat berlebihan di
bagian bahu, sehingga membuat Sudirman terlihat lebih pendek, namun kesannya tidak kalah
dengan patung yang berada di Sasmitaloka yang mencerminkan kepahlawanan dari sisi yang
lebih ‘anggun’ yang mendekati ukuran sesungguhnya walaupun tatapan Sudirman terlihat
kosong dan sayu.

Anda mungkin juga menyukai