Psikologi Islam /C
• Mubeng Beteng
Pada malam 1 Suro, di Yogyakarta terdapat tradisi yang disebut Tapa Bisu
Mubeng Beteng. Tradisi yang dilakukan oleh Abdi Dalem Kraton Yogyakarta
tersebut digelar setiap malam 1 Suro sesuai penganggalan kalender Jawa yang
dilakukan dengan berjalan kaki mengelilingi benteng Kraton Yogyakarta pada malam
hari tanpa berbicara. Tujuan dilakukannya Mubeng Beteng adalah ngiwake atau
membuang hal-hal buruk.
• Jamasan Pusaka
Upacara Jamasan Pusaka dilaksanan rutin setiap tahun pada bulan Suro yang
bertujuan untuk membersihkan benda-benda pusaka peninggalan Kesultanan
Yogyakarta. Dilansir dari laman kebudayaan.jogjakota.go.id, sebelum memasuki
acara inti Jamasan Pusaka yaitu pembersihan Tombak Kyai Wijoyo Mukti, terlebih
dahulu dilaksanakan Sugengan Agung (pemanjatan doa) supaya diberikan kelancaran
dalam proses Jamasan.
Pada acara puncak, Pusaka dibersihkan dengan cairan jeruk nipis agar minyak
dan kotoran-kotoran yang menempel pada pusaka selama satu tahun lalu dapat larut.
Permukaan Pusaka diberi warangan dengan cara dioleskan berkali-kali ketika Pusaka
tersebut telah kering. Pemberian warangan bertujuan melinfungi Pusaka dari karat.
Terakhir, Pusaka diolesi minyak kelapa dicampur minyak cendana.
• Larung Sesaji
Ilustrasi: Warga mengarak kepala kerbau yang akan dilarung ke laut dalam
upacara Bumi Langit Segara di Pantai Samas, Selasa(11/9/2018). (Tribun Jogja/
Ahmad Syarifudin)
Tradisi wujud syukur atas nikmat Tuhan yang berupa rezeki, keselamatan
serta hasil alam, bumi maupun laut yang melimpah dikenal dengan Larung Sesaji.
Tradisi yang sampai saat ini masih dilestarikan setiap tanggal 1 Suro/Muharram.
Dampak positif dan negatif dibalik Ritual Upacara Adat atau Tradisi Sakral dan Mistis
di Jawa terhadap:
1. Nilai psikologis dan interaksi sosial.
Malam 1 Suro adalah tradisi yang dirayakan oleh masyarakat Jawa pada tanggal 1
Muharram dalam penanggalan Hijriah. Tradisi ini memiliki nilai psikologis yang kuat bagi
masyarakat Jawa karena memiliki beberapa makna dan simbolisme yang melibatkan
spiritualitas.
Spiritualisme : Malam 1 Suro dihubungkan dengan peristiwa hijrahnya Nabi
Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah, yang memiliki makna penting dalam agama
Islam. Masyarakat Jawa menghubungkan malam ini dengan semangat keagamaan dan
kesalehan. Oleh karena itu, malam 1 Suro dianggap sebagai malam yang suci dan diisi
dengan doa, ibadah, dan introspeksi diri.
Kebersamaan dan solidaritas: Malam 1 Suro juga memperkuat ikatan sosial
antarindividu dan masyarakat. Masyarakat Jawa sering kali merayakannya dengan melakukan
berbagai kegiatan bersama seperti kirab keliling, pengajian, saling berbagi makanan, atau
mendengarkan ceramah agama. Hal ini memperkuat rasa persatuan dan kebersamaan di
antara mereka.
https://www.kompas.tv/nasional/313897/sejarah-malam-1-suro-berikut-tradisi-perayaannya-
di-yogyakarta-dan-solo?page=all