Anda di halaman 1dari 7

Ahmad Andriansyah (21104086)

Psikologi Islam /C

TRADISI MALAM 1 SURO


Awal mula keterkaitan penanggalan Jawa dengan penanggalan Islam adalah dengan
membawa penanggalan Islam di kalangan masyarakat Jawa. 1 suro biasanya diperingati pada
malam hari setelah magrib, ini karena pergantian hari dikalender jawa dimulai pada saat
matahari terbenam..
Malam 1 suro di wilayah Jawa identik dengan perayaan berupa ritual adat, kenduri,
hingga macapatan..Orang Jawa memiliki banyak pandangan tentang 1 Sura, salah satunya
dianggap sakral, apalagi jika jatuh pada bagian hari Jumat. Bahkan sebagian orang meyakini
bahwa pada malam 1suro, dilarang pergi ke mana pun kecuali untuk shalat atau melakukan
ibadah lainnya.
1 Suro, bagi masyarakat Jawa memiliki banyak pandangan sebagai hari yang
dianggap keramat, terlebih jika jatuh pada Jumat Legi.Biasanya dilakukan beberapa tradisi
untuk memperingatinya.
Adapun tradisi yang dilakukan saat malam 1 Suro diantaranya:

• Mubeng Beteng
Pada malam 1 Suro, di Yogyakarta terdapat tradisi yang disebut Tapa Bisu
Mubeng Beteng. Tradisi yang dilakukan oleh Abdi Dalem Kraton Yogyakarta
tersebut digelar setiap malam 1 Suro sesuai penganggalan kalender Jawa yang
dilakukan dengan berjalan kaki mengelilingi benteng Kraton Yogyakarta pada malam
hari tanpa berbicara. Tujuan dilakukannya Mubeng Beteng adalah ngiwake atau
membuang hal-hal buruk.
• Jamasan Pusaka
Upacara Jamasan Pusaka dilaksanan rutin setiap tahun pada bulan Suro yang
bertujuan untuk membersihkan benda-benda pusaka peninggalan Kesultanan
Yogyakarta. Dilansir dari laman kebudayaan.jogjakota.go.id, sebelum memasuki
acara inti Jamasan Pusaka yaitu pembersihan Tombak Kyai Wijoyo Mukti, terlebih
dahulu dilaksanakan Sugengan Agung (pemanjatan doa) supaya diberikan kelancaran
dalam proses Jamasan.
Pada acara puncak, Pusaka dibersihkan dengan cairan jeruk nipis agar minyak
dan kotoran-kotoran yang menempel pada pusaka selama satu tahun lalu dapat larut.
Permukaan Pusaka diberi warangan dengan cara dioleskan berkali-kali ketika Pusaka
tersebut telah kering. Pemberian warangan bertujuan melinfungi Pusaka dari karat.
Terakhir, Pusaka diolesi minyak kelapa dicampur minyak cendana.
• Larung Sesaji
Ilustrasi: Warga mengarak kepala kerbau yang akan dilarung ke laut dalam
upacara Bumi Langit Segara di Pantai Samas, Selasa(11/9/2018). (Tribun Jogja/
Ahmad Syarifudin)
Tradisi wujud syukur atas nikmat Tuhan yang berupa rezeki, keselamatan
serta hasil alam, bumi maupun laut yang melimpah dikenal dengan Larung Sesaji.
Tradisi yang sampai saat ini masih dilestarikan setiap tanggal 1 Suro/Muharram.
Dampak positif dan negatif dibalik Ritual Upacara Adat atau Tradisi Sakral dan Mistis
di Jawa terhadap:
1. Nilai psikologis dan interaksi sosial.
Malam 1 Suro adalah tradisi yang dirayakan oleh masyarakat Jawa pada tanggal 1
Muharram dalam penanggalan Hijriah. Tradisi ini memiliki nilai psikologis yang kuat bagi
masyarakat Jawa karena memiliki beberapa makna dan simbolisme yang melibatkan
spiritualitas.
Spiritualisme : Malam 1 Suro dihubungkan dengan peristiwa hijrahnya Nabi
Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah, yang memiliki makna penting dalam agama
Islam. Masyarakat Jawa menghubungkan malam ini dengan semangat keagamaan dan
kesalehan. Oleh karena itu, malam 1 Suro dianggap sebagai malam yang suci dan diisi
dengan doa, ibadah, dan introspeksi diri.
Kebersamaan dan solidaritas: Malam 1 Suro juga memperkuat ikatan sosial
antarindividu dan masyarakat. Masyarakat Jawa sering kali merayakannya dengan melakukan
berbagai kegiatan bersama seperti kirab keliling, pengajian, saling berbagi makanan, atau
mendengarkan ceramah agama. Hal ini memperkuat rasa persatuan dan kebersamaan di
antara mereka.

2. Nilai ekonomi rakyat Indonesia.


Malam 1 Suro dapat memberikan dorongan ekonomi lokal, terutama bagi para
pedagang kecil dan pelaku usaha mikro. Perayaan ini sering kali dihadiri oleh masyarakat
setempat yang membelanjakan uang mereka dalam berbagai bentuk, seperti membeli
makanan khas atau persembahan untuk ritual. Ini dapat memberikan dampak positif pada
pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

3. Nilai sosial, budaya, dan pendidikan.


Malam 1 Suro adalah tradisi yang dirayakan setiap tahun pada tanggal 1 Muharram, bulan
pertama dalam kalender Hijriah, oleh masyarakat Jawa, termasuk di Yogyakarta. Tradisi ini
memiliki nilai sosial, budaya, dan pendidikan yang kaya. Berikut ini adalah beberapa nilai-
nilai yang terkait dengan tradisi Malam 1 Suro di Yogyakarta:
• Nilai Sosial:
- Kebersamaan: Malam 1 Suro dianggap sebagai momen untuk berkumpul bersama
keluarga dan kerabat. Masyarakat saling berbagi kebahagiaan dan kebersamaan dalam
menjalankan tradisi ini.
- Toleransi: Malam 1 Suro merangkul keragaman budaya dan agama di Yogyakarta. Tradisi
ini diikuti oleh masyarakat Jawa, tetapi juga melibatkan peserta dari berbagai latar belakang
agama yang hidup berdampingan dengan damai.
• Nilai Budaya:
- Warisan Budaya: Malam 1 Suro merupakan tradisi yang telah diwariskan secara turun
temurun dari generasi ke generasi. Tradisi ini mencerminkan identitas budaya Jawa yang
kaya dan memperkuat keberlanjutan budaya Jawa di tengah perubahan zaman.
- Seni dan Pertunjukan: Malam 1 Suro sering disertai oleh berbagai pertunjukan seni
tradisional seperti tari, musik, wayang, dan berbagai kesenian Jawa lainnya. Hal ini
memperkaya pengalaman budaya bagi peserta dan penonton.
• Nilai Pendidikan:
- Pemahaman Sejarah: Tradisi Malam 1 Suro dapat menjadi kesempatan untuk mempelajari
sejarah Islam di Indonesia dan pentingnya bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Generasi
muda dapat belajar tentang akar budaya dan nilai-nilai yang tertanam dalam tradisi ini.
- Penghargaan terhadap Keberagaman: Tradisi ini mengajarkan penghargaan terhadap
keberagaman budaya dan agama. Melalui perayaan ini, generasi muda dapat memperluas
pemahaman mereka tentang keragaman sosial dan budaya yang ada di Indonesia.
Malam 1 Suro di Yogyakarta merupakan momen yang penting untuk menjaga dan
memperkaya warisan budaya serta meningkatkan pemahaman sosial dan pendidikan di antara
masyarakat. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi, menjaga persatuan,
dan memperkokoh keberagaman di Indonesia.

4. Nilai Agama dan filsafat.


Dalam tradisi Malam 1 Suro di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), nilai agama
memiliki peran yang sangat penting. Tradisi ini terkait dengan perayaan awal tahun baru
Islam, bulan Muharram, yang memiliki makna religius bagi umat Islam. Melalui tradisi
Malam 1 Suro di DIY, nilai-nilai agama yang meliputi penghormatan, kebaktian, penanaman
nilai-nilai keagamaan, kehidupan spiritual, dan amalan keagamaan diaktualisasikan dan
dipraktikkan. Tradisi ini memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk merenungkan dan
memperkuat keyakinan serta menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan dalam
konteks budaya dan sosial DIY.

5. Nilai seni dan keindahan dari sudut pandang Islam.


Dalam pandangan Islam, nilai seni dan keindahan dalam tradisi Malam 1 Suro dapat
dievaluasi melalui apresiasi terhadap keagungan ciptaan Allah, pemeliharaan identitas
budaya, dan ekspresi spiritualitas yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Tetaplah
berpegang pada prinsip-prinsip agama dan nilai-nilai Islam dalam melibatkan diri dalam
tradisi tersebut.

6. Nilai moral, hukum dan nilai kemanusiaan.


Tradisi Malam 1 Suro di DIY memiliki beberapa nilai moral yang sering terkait
dengan budaya dan kepercayaan masyarakat Jawa. Berikut adalah beberapa nilai moral yang
mungkin terkait dengan tradisi tersebut:
• Menghormati leluhur: Malam 1 Suro sering dianggap sebagai waktu yang sakral dan
dihormati oleh masyarakat Jawa. Nilai moral yang muncul adalah menghargai dan
menghormati leluhur serta mewarisi nilai-nilai budaya yang mereka tinggalkan.
Dalam tradisi Malam 1 Suro di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat nilai-nilai
kemanusiaan yang dapat diidentifikasi. Meskipun nilai-nilai ini mungkin tidak terkait
langsung dengan tradisi itu sendiri, namun dapat tercermin dalam sikap dan tindakan
masyarakat yang melaksanakan tradisi tersebut. Berikut adalah beberapa contoh nilai
kemanusiaan yang mungkin terkait dengan tradisi Malam 1 Suro di DIY:

• Persaudaraan dan tolong-menolong


• Menghormati sesame
• Kerukunan antaragama dan budaya
• Keadilan sosial

7. Perkembangan kebudayaan dan peradaban di Indonesia


Tradisi Malam 1 Suro di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dapat memiliki dampak
signifikan terhadap perkembangan kebudayaan dan peradaban di daerah tersebut. Berikut
adalah beberapa dampak yang mungkin terkait dengan tradisi tersebut:
• Pelestarian budaya lokal: Tradisi Malam 1 Suro merupakan bagian dari warisan
budaya Jawa yang kaya di DIY. Dengan melaksanakan tradisi ini secara terus-
menerus, masyarakat DIY dapat mempertahankan dan melestarikan aspek-aspek
budaya tradisional mereka, termasuk bahasa, musik, tarian, dan pengetahuan lokal.
• Peningkatan kesadaran budaya: Tradisi Malam 1 Suro menjadi momen di mana
masyarakat DIY secara aktif terlibat dalam kegiatan budaya dan keagamaan. Melalui
partisipasi dalam tradisi ini, masyarakat dapat meningkatkan pemahaman mereka
tentang nilai-nilai budaya dan memperkuat identitas budaya mereka sendiri.
PENDAPAT
Sebagai Mahasiswa dan Warga Negara Indonesia, saya berpendapat bahwa penting
untuk menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya dan nilai-nilai moral, hukum, nilai
kemanusiaan, dan nilai luhur Pancasila. Suku-suku di Indonesia memiliki tradisi dan ritual
adat yang telah diwariskan secara turun-temurun. Saya menghargai dan mengakui pentingnya
melestarikan keberagaman budaya ini sebagai bagian dari identitas bangsa kita.
Namun, dalam melaksanakan "Ritual Adat," penting bagi masyarakat suku untuk
mengevaluasi apakah praktik-praktik yang terlibat dalam ritual tersebut melanggar nilai-nilai
moral, hukum, dan kemanusiaan, serta bertentangan dengan nilai luhur Pancasila sebagai
dasar negara. Jika ada praktik yang merugikan atau melanggar hak asasi manusia, merugikan
individu, atau bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila seperti persatuan, keadilan, dan
demokrasi, maka sikap saya sebagai anggota suku tersebut akan bergantung pada konteks dan
dampak dari "Ritual Adat" tersebut.
Jika saya menyadari bahwa "Ritual Adat" tersebut melanggar nilai-nilai moral,
hukum, dan kemanusiaan, serta bertentangan dengan nilai luhur Pancasila, maka sikap saya
akan menjadi kritis dan bertanggung jawab. Saya akan berusaha untuk membawa perubahan
dan kesadaran di dalam masyarakat suku, dengan cara berdiskusi dan berdialog secara
terbuka untuk mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai universal dan
prinsip-prinsip yang dianut oleh Pancasila.
Saya akan berpartisipasi aktif dalam upaya mengadaptasi "Ritual Adat" tersebut
dengan menghilangkan atau mengubah praktik-praktik yang melanggar nilai-nilai moral,
hukum, dan kemanusiaan. Saya akan mengajak masyarakat suku untuk mempertimbangkan
alternatif yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip yang diakui secara universal, serta
mendorong kesadaran tentang pentingnya menjaga keadilan sosial, hak asasi manusia, dan
persatuan dalam keragaman.
Penting untuk dicatat bahwa setiap situasi akan berbeda dan penilaian terhadap
"Ritual Adat" harus dilakukan dengan hati-hati dan kontekstual. Tujuan utama haruslah
mencapai keselarasan antara pelestarian budaya dan nilai-nilai yang sesuai dengan
perkembangan zaman dan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia.
Sejarah Malam 1 Suro, Berikut Tradisi Perayaannya di Yogyakarta dan Solo

https://www.kompas.tv/nasional/313897/sejarah-malam-1-suro-berikut-tradisi-perayaannya-
di-yogyakarta-dan-solo?page=all

Anda mungkin juga menyukai