net/publication/340395183
CITATIONS READS
0 945
1 author:
Mustolehudin Mustolehudin
Ministry of Religious Affairs Indonesia
47 PUBLICATIONS 23 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Mustolehudin Mustolehudin on 03 April 2020.
Oleh
Mustolehudin
Pendahuluan
Di Jawa Timur, terdapat beberapa kearifan budaya lokal yang
mempunyai fungsi sebagai perekat kerukunan. Pemetaan budaya yang
dilakukan oleh Ayu Sutarto (2008) dan kawan-kawan, setidaknya dapat
memberikan gambaran bahwa, budaya lokal masih dijaga dengan baik
oleh sebagian besar masyarakat Jawa Timur. Sutarto (2008 : iv)
memetakan sepuluh wilayah kebudayaan yang masih eksis hingga saat
ini. Kesepuluh wilayah kebudayaan yang dimaksud adalah wilayah
kebudayaan Jawa Mataraman, Jawa Ponorogan, Arek, Samin (sedulur
sikep), Tengger, Osing (Using), Pandalangan, Madura Pulau, Madura
Bawean, dan Madura Kangean.
Termasuk dalam budaya Arek atau pesisiran timur adalah budaya
masyarakat Gresik. Di Kabupaten ini masih banyak terdapat tradisi
lokal yang masih lestari sampai saat ini. Tradisi-tradisi tersebut adalah;
tradisi pasar bandeng, jaran jinggo, haul, ziarah kubur makam wali,
maleman, malam 23 (sanggring), sedekah bumi, sedekah laut, pencak
silat, tilikan, buwuhan, bancaan tempeh, mitoni, ngobar, nyonjok, kupatan,
155
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
muludan, cinjon, bubur suro, kentrung, dan tradisi mocopatan (FGD 4 Juni
2014). Tradisi-tradisi tersebut, di satu sisi merupakan kekayaan
adiluhung bangsa Indonesia yang memiliki nilai sosial, keagamaan, dan
budaya yang amat dalam. Kemudian disisi lain budaya-budaya tersebut
dapat menjadi sarana untuk mempererat kerukunan di masyarakat.
Salah satu budaya yang masih dijaga oleh masyarakat Gresik adalah
tradisi gulat “okol”. Tradisi ini dilestarikan oleh masyarakat Desa Setro,
Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik. Gulat “okol” awal mulanya
merupakan permainan yang dilakukan oleh beberapa cah angon
(penggembala) untuk menyambut datangnya musim hujan. Gulat
“okol” tersebut pada akhirnya berkembang dari masa ke masa dan
menjadi tradisi masyarakat Desa Setro. Tradisi ini dilakukan oleh warga
masyarakat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dengan
berakhirnya kemarau panjang yang mengakibatkan terjadinya paceklik
di desa tersebut pada masa lampau. Tradisi gulat “okol” yang dijaga
oleh masyarakat Desa Setro, sejatinya masyarakat desa tersebut sudah
membangun dan melestarikan komunitas budaya.
Budaya menurut Tylor dalam (Liliweri, 2007:107–110) merupakan
kompleksitas dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan lain serta kebiasaan yang
dimiliki oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Lebih lanjut
Liliweri menjelaskan budaya adalah 1) keseluruhan (total) atau
pengorganisasian way of life termasuk nilai-nilai, norma-norma, institusi,
dan artifak yang dialihkan dari satu generasi kepada generasi berikutnya
melalui proses belajar. 2) Pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh
interaksi sosial atau semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan
oleh seseorang sebagai anggota suatu masyarakat yang ditemukan
melalui interaksi simbolik, 3) Sesuatu yang terbentuk oleh
pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-
simbol tertentu.
Sementara itu, Williams sebagaimana dikutip Sutrisno dan Putranto
(2005:7) mendefinisikan budaya dengan “kultivasi” (cultivation) yakni
pemeliharaan ternak, hasil bumi, dan upacara-upacara religius (yang
156
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
darinya diturunkan istilah kultus atau “cult”). Sejak abad ke-16 hingga
19, istilah ini mulai diterapkan secara luas untuk pengembangan akal
budi manusia dan sikap-pribadi pribadi lewat pembelajaran.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, dapat ditarik benang
merah bahwa kebudayaan merupakan reka cipta atau hasil kreasi
manusia (masyarakat) yang diwujudkan dalam nilai-nilai, norma-norma,
simbol-simbol, yang dilakukan secara kolektif oleh masyarakat melalui
proses pembelajaran dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Kreatifitas masyarakat dalam melakukan reka cipta budaya telah
menjadi alat solidaritas sosial bagi masyarakat tersebut.
Solidaritas sosial sebagaimana dijelaskan Durkheim (dalam Jones,
2010: 56-57) bagi kelompok masyarakat Arunta merupakan “panji klen”
untuk hidup berkerabat. Solidaritas sosial menurut Durkheim
merupakan instrument penting bagi sistem sosial orang Arunta yang
berfungsi sebagai totem. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sistem sosial
mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah bersama-sama dan
menjadikannya sebagai suatu kesatuan.
Demikian pula bagi masyarakat Jawa, solidaritas sosial merupakan
sarana penting untuk membangun kerukunan. Solidaritas sosial yang
dibangun oleh masyarakat Jawa diwujudkan dengan praktik-praktik
ritual. Ritual dalam pandangan masyarakat Jawa, memiliki peran
penting dalam membangun harmoni di masyarakat. Masyarakat Jawa
dalam setiap aktifitasnya tidak terlepas dari aspek-aspek ritual. Upacara
ritual yang dilakukan oleh orang Jawa meliputi berbagai macam ritual,
dari upacara kelahiran bayi hingga upacara kematian (siklus hidup)
maupun nonsiklik, semuanya tidak terlepas dari upacara-upacara ritual.
Kemudian upacara ritual yang dipraktikkan masyarakat tidak dapat
lepas dari tradisi selametan.
Tradisi selametan, secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
bentuk yakni, 1) yang semata-mata menyangkut kepentingan
keagamaan, 2) yang menyangkut persoalan rumah tangga, 3) dan yang
menyangkut persoalan pertanian (Nasution dkk, 2002 : 1053). Slametan
seperti dijelaskan Geertz (2013 : 3 - 8) disebut sebagai pesta komunal
157
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
158
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
159
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
tradisi gulat “okol”. Tradisi sedekah bumi dan gulat “okol” telah
menjadi identitas Desa Setro tersebut yang memang unik. Keunikan
tersebut adalah bahwa masyarakat mampu menjaga tradisi budaya yang
diwariskan oleh nenek moyang mereka dan bertahan ditengah gempuran
budaya modern.
Secara geografis desa ini berada di wilayah pinggiran bagian selatan
tepatnya berada di Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik. Luas
wilayah desa ini adalah 328, 325 ha, yang terdiri dari 145,258 Ha
merupakan areal pertanian, 64,200 Ha pemukiman penduduk, 90,340
Ha tanah tegalan, dan 28,527 Ha lain-lain. Desa Setro di sebelah timur
berbatasan dengan Desa Laban, sebelah barat berbatasan dengan Desa
Sidowungu, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Randegansari, dan
sebelah utara berbatasan dengan Desa Pengalangan (Profil Desa Setro
2014). Dalam hal transportasi desa ini lebih dekat ke Surabaya, karena
merupakan jalur alternatif menuju kota Surabaya. Namun demikian
kultur pedesaan masih sangat kental di desa ini.
Penduduk Desa Setro berjumlah 5624 jiwa yang terdiri dari 2805
berjenis kelamin laki-laki dan 2819 berjenis kelamin perempuan. Jumlah
penduduk tersebut tersebar di 7 wilayah rukun warga (RW) dan terdapat
14 rukun tetangga (RT). Berdasarkan data pendidikan, penduduk Desa
Setro dapat diketahui sebagai berikut: penduduk berpendidikan S1
berjumlah 169 orang, Diploma 88 orang, SLTA 1302 orang, SLTP 790
anak, SD 1265 anak, dan TDK 893 orang. Kemudian berdasakan jenis
pekerjaan, penduduk Desa Setro sebagian besar adalah swasta. Hal ini
dapat diketahui bahwa jumlah mereka adalah 1055 orang. adapun
pekerjaan penduduk lainnya adalah petani berjumlah 340 orang,
wiraswasta 467 orang, PNS 90 orang, dan lainnya 435 orang (Data
Desa Setro 2014).
Desa Setro memiliki visi yakni “Mewujudkan masyarakat bersatu
membangun desa, kuat berkeyakinan beragama, sejahtera, aman dan
tentram serta melestarikan kearifan budaya lokal. Sedangkan misinya
adalah sebagai berikut; 1) Mewujudkan masyarakat yang beriman,
160
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
161
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
162
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
163
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
upacara, seksi gulat, seksi publikasi, seksi kesenian, seksi dekorasi dan
dekomentasi, seksi perlengkapan, seksi keamanan, seksi logistik, seksi
pembantu umum, seksi tenaga umum, dan seksi penggalian dana. Seksi
penggalian dana dibagi menjadi dua yaitu seksi penggali dana intern
(dalam desa) dan seksi penggali dana ekstern (luar desa). Seksi
penggalian dana dari dalam desa dikoordinasi oleh masing-masing ketua
RT, yaitu dari RT 01 hingga RT 08. Sedangkan seksi penggali dana
untuk luar desa dikoordinasi oleh satu orang koordinator yang dibantu
oleh 7 (tujuh) orang anggota.
Di lihat dari cara kerja dan susunan panitia yang sangat detail serta
melibatkan semua komponen masyarakat dalam pelaksanaan tradisi
gulat okol dan tradisi sedekah bumi, dapat dinilai bahwa masyarakat
telah membentuk komunitas interaksi sosial yang kuat yang
menyuguhkan kerukunan dan solidaritas sosial. Kerukunan dan
solidaritas sosial yang dibangun masyarakat Desa Setro, sejatinya
masyarakat desa tersebut telah membangun integrasi sosial. Integrasi
sosial seperti dijelaskan Parsons dalam (Goodman dan Ritzer, 2011:
121) bahwa sistem yang dibangun masyarakat Desa Setro merupakan
sistem yang mengatur antarhubungan bagian-bagian yang menjadi
komponennya. Masyarakat Desa Setro telah melakukan adaptasi,
pencapaian tujuan, integrasi, dan memelihara serta memperbaiki
komunitas sosial dalam penyelenggaraan tradisi gulat okol dan sedekah
bumi.
Persiapan lain yang dilakukan warga masyarakat Desa Setro
adalah mendirikan arena atau gelanggang gulat okol. Panggung gulat
okol dibuat dengan ukuran 6 meter x 8 meter. Arena ini mirip ring
tinju yang di sekeliling panggung diberi tali tambang besar. Alas
yang digunakan pada arena ini adalah tumpukan jerami yang dilapisi
dengan kain goni. Sehingga ketika seorang pegulat jatuh terbanting
tidak cidera. Pekerjaan membuat panggung gelanggang gulat okol
ini dilakukan oleh bapak-bapak dan pemuda yang dilaksanakan
secara bergotong-royong. Anggota panitia juga memasang pamlet,
164
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
165
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
penentuan waktu prosesi sedekah bumi dan gulat okol setiap tahunnya
selalu berbeda-beda. Namun umumnya tradisi ini dilaksanakan setelah
panen raya biasanya dilakukan pada sekitar bulan Juli – September.
Setelah tradisi sedekah bumi dilakukan di Balai Desa Setro, dapat
dipastikan prosesi ritual dilaksanakan pada hari Minggu. Sebelum
acara inti ritual sedekah bumi, berbagai tradisi kesenian ditampilkan
untuk mengiringi kemeriahan tradisi ini. Jenis seni yang kadang tampil
adalah wayang, ludruk, orkes dan lain-lain. Acara ini diadakan pada
malam hari sebelum sedekah bumi atau tepatnya malam Minggu. Pada
sepuluh tahun terakhir ini, pada malam Jum’at diadakan pula
pengajian.
Sarana prasarana (ubo rampe) pelaksanaan sedekah bumi dibuat oleh
semua warga masyarakat penduduk desa Setro. Sebelum acara perayaan
ritual sedekah bumi, malamnya ibu-ibu dan remaja putri menyiapkan
berbagai masakan, seperti membuat tumpeng (menurut masyarakat desa
Setro istilahnya membuat asahan), memasak berbagai macam hasil bumi
(tela pendem) dan buah-buahan untuk di arak pada Minggu pagi. Selain
itu ibu-ibu menyiapkan kembang kaulan. Bahan-bahan yang disediakan
untuk membuat tumpeng yaitu beras, minyak goreng, ayam, bumbu
dan sayuran. Adapun bahan untuk menghias tumpeng adalah lobak,
peterslay, wortel, tomat dan sawi putih. Sedangkan lauk-pauk tumpeng
adalah daging, ayam, bandeng, telor, telur puyuh, tahu dan tempe.
Untuk buah-buahan yang disediakan adalah nanas, apel merah, apel
manalagi, jeruk, salak, tomat, pisang, pir, wortel dan blimbing. Adapun
bahan polo pendem untuk tumpeng adalah bengkuang, telo, tales,
gembili, pohong, uwi, dan mbothe (Sumber: Proposal Sedekah Bumi
Tahun 2011).
Segala sarana dan prasarana pada prosesi ritual sedekah bumi
dibebankan kepada semua warga desa yang dikoordinasi oleh panitia
desa Setro. Selain iuran warga sebesar Rp. 25.000 per-KK, kegiatan
Sedekah Bumi Desa Setro (SBDS) juga dibantu oleh berbagai sumber
donator maupun sponsor, baik donator di wilayah Gresik maupun dari
166
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
167
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
Gambar 1.
Warga Berebut Uang Receh yang Disebar Tandak
168
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
Gambar 2.
Tradisi Gulat Okol
169
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
Tradisi gulat okol yang kurang lebih berusia satu abad telah
melahirkan tokoh-tokoh gulat okol di Desa Setro. Berikut adalah tokoh-
tokoh gulat okol sekaligus pelandang yang lahir dari Desa Setro dan
melestarikan tradisi ini seperti Salam, Sujiatno, Suhardi, Fauzi,
Karimun, Anang Aceh, dan Hari Cakil (Suhanandi, 13-3-2014).
Tradisi sedekah bumi dan gulat okol ini menurut keterangan tokoh
masyarakat Desa Setro, (Ahmad Junaidi, 14-3-2014) tidak hanya
dihadiri oleh warga desa Setro saja, akan tetapi juga diikuti oleh warga
Kecamatan Menganti, wilayah Gresik, bahkan orang-orang diluar
Gresik juga mengikuti tradisi ini. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tradisi
ini lebih meriah ketimbang perayaan idul fitri yang juga diadakan setiap
tahun oleh umat Islam. Pada hari dilaksanakan SBDS panitia telah
menyediakan girik atau kupon masuk ke desa Setro. Setiap gang yang
menuju arah desa Setro dijaga oleh panitia yang dibantu Polsek
Kecamatan Menganti.
Berdasarkan paparan di atas tentang tradisi ritual sedekah bumi
dan gulat okol, baik dilihat dari perspektif slametan maupun dilihat
dari konteks kerukunan beragama maupun kemasyarakatan, bahwa
tradisi SBDS memuat nilai-nilai filosis. Nilai filosofis yang dapat
ditangkap adalah nilai kebersamaan, nilai kekerabatan, nilai social, nilai
gotong royong, nilai kerja sama, nilai ekonomi, dan nilai estetika atau
seni budaya.
170
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
171
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
172
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
173
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
174
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
175
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
Penutup
Berpijak dari fenomena budaya dan tradisi sedekah bumi dan gulat
okol yang dirayakan dan dilestarikan masyarakat Desa Setro Kecamatan
Menganti Kabupaten Gresik tersebut dapat disimpulkan sebagai
berikut. Pertama: bahwa masyarakat Desa Setro telah berhasil menjalan
visi misi yang tertuang dalam program desa. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam misi nomor Sembilan dan nomor sepuluh yaitu
meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai seni dan budaya, serta
melaksanakan kegiatan “selamatan desa/sedekah bumi sebagai warisan
nenek moyang masyarakat desa. Kedua, dengan semangat gotong
royong, kerja sama antar semua warga, pemerintah desa, kecamatan,
dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Gresik, tradisi gulat okol
dan sedekah bumi dapat terus dilestarikan. Hal tersebut adalah karena
adanya kesadaran dari semua pihak untuk menjaga kearifan lokal dalam
mewujudkan desa yang rukun, damai, aman yang dibalut dengan tradisi
budaya.
176
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
DAFTAR PUSTAKA
177
Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama
178
Membangun Harmoni Melalui Gulat Okol di Desa Setro Gresik
179
BIODATA PENULIS
227
Aboge : pelestarian nilai-nilai lama di tengah perubahan social,
dan kepuasan jamaah haji terhadap pelayanan KBH di Jepara.
228
penelitian yang dilakukannya antara lain: Corak Kerukunan
Umat Kristen dan Umat Islam di Kelurahan Naikolan, Tradisi
Upacara Kematian Umat Khonghucu dalam Perspektif
Psikologis, Problematika Perkawinan di Bawah Umur,
Pelayanan Kantor Urusan Agama (KUA) Terhadap Masyarakat
Di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan D.I. Yogyakarta
(Studi Kasus KUA Kecamatan Pemalang Kabupaten
Pemalang Jawa Tengah), Pemberdayaan Zakat, Infaq, dan
Sodaqoh (ZIS) Di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa
Tenggara Barat (Studi Kasus BAZDA Kota Surakarta Jawa
Tengah), Studi Tentang Pemberdayaan Perempuan Islam Pada
Organisasi Nasyiyatul Aisyiyah Di Kota Yogyakarta D.I.
Yogyakarta, Kehidupan Beragama di Kalangan Golongan
Miskin DI Kota Kecil Di Jawa Tengah, Bimbingan Manasik
Haji di Gresik, dan Indeks modal Sosial dalam membingkai
kerukunan umat beragama di Surakarta.
Joko Tri Haryanto, S.Ag, M.S.I. : Peneliti pada jenjang peneliti madya
di Balai Litbang Agama Semarang. Menyelesaikan pendidikan
S1 dan S2 di IAIN Walisongo Semarang. Sekarang juga
menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Jurnal SMaRT (Studi
Masyarakat Religi dan Tradisi) di Balai LItbang Agama. Hasil
penelitian yang diterbitkan sebagai karya ilmiah antara lain :
Norma Sosial Nyama Braya bagi Kerukunan Umat Beragama
(Studi terhadap Masyarakat Angantiga Bali), Interaksi dan
Harmoni Umat Beragama di Singkawang Kalimantan Barat,
Pola Kerukunan Umat Beragama (Studi terhadap Interaksi
Sosial Antarumat Beragama di Kota Singkawang), Pelayanan
KUA Terhadap Persoalan Keagamaan di Kabupaten Belu
NTT, Dakwah Sufistik (Kajian Sistem Dakwah dalam
Perkembangan Tasawuf Modern), Kearifan Lokal Memelihara
Harmoni di Kampung Islam Angantiga Bali, Dinamika Kristen
Kalimantan Barat dalam Upaya Mempertemukan Dogma
229
Kristen dengan Tradisi Tionghoa, Dinamika Kerukunan Intern
Umat Islam dalam Relasi Etnisitas dan Agama di Kalteng.
230
Tafsir Al-Qur’an (Studi Gerakan Purifikasi Islam di Surakarta),
Pendekatan Sosiologis dalam Penanganan Potensi Konflik
Pendirian Rumah Ibadah (Kasus Vihara Prajna Maitreya
Purwokerto), Melacak Nilai-Nilai Perdamaian melalui Teks
Keagamaan Interpretasi terhadap Wacan Sindujoyo Babad
Kroman Gresik, dan Geneologi ulama Banjar abad 15 – 20.
231
View publication stats