Anda di halaman 1dari 5

Arisal / Nilai-nilai Budaya dalam Prosesiritual Mallangi Arajang pada Masyarakat Bugis Soppeng Sulawesi selatan 248

Nilai–nilai Budaya dalam Prosesiritual Mallangī Arajang pada Masyarakat Bugis Soppeng
Sulawesi Selatan

Arisal
Program Pascasarjana, Universitas Negeri Makassar
Email: Arisalical012@gmail.com

Abstrak – Tulisan yang disajikan ini merupakan hasil penelitian lapangan yang bertujuan untuk mengungkap dan
mendeskripsikan nilai-nilai budaya dalam prosesi ritual mallangī Arajang pada masyarakat Bugis Soppeng Sulawesi Selatan.
Penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung, wawancara,pencatatan, dan dokumentasi.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ritual mallangī Arajang atau pencucian benda pusaka sebagai salah satu produk budaya lokal yang
diwariskan secara turun-temurun oleh leluhuryang masih eksis dan bertahan hingga era globalisasi sekarang, di samping itu
tidak terlepas pula nilai-nilai budaya yang melekat secara beriringan pada setiap tahapan ritual itu berlangsung. Tutur kata
dan perbuatanpimpinan dan masyarakat ritual menjadi fokus utama untuk mengungkap nilai-nilai budaya tersebut. Ritual
mallangī Arajang pada masyarakat Bugis Soppengmengandung nilai-nilai budaya yang setidaknya dapat dijadikan sebagai
acuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang lebih baik, seperti sikapketakwaan kepada Tuhan yang Maha
Esa(mappésona ri Déwataé), sikap saling menghormati(sipakatau), bawaan hati yang baik (wawang ati mapaccing),persatuan
(asséddingeng), danmusyawarah (assipétanngareng).

Kata kunci: Nilai-nilai budaya, mallangī Arajang, masyarakat Bugis Soppeng

I. PENDAHULUAN nenek moyang diharapkan bersarang dalam benda-benda


Indonesia merupakan bangsa yang multikultural karena pusaka tersebut dan menjelma kepada pemiliknya saat
memiliki berbagai jenis suku, bahasa, ras, etnis, serta agama mereka memerlukannya.
(kepercayaan) serta bentuk-bentuk kehidupan yang beraneka Masyarakat Bugis Soppeng pada khususnya, tradisi
ragam yang memiliki corak tersendiri. Sejalan dengan hal turun temurun yang diwariskan oleh nenek moyang
itu, Tilaar (2004: 117-118) Mengemukakan bahwa terdahulu disimbolkan dalam bentuk upacara keadatan yang
Indonesia dikaruniai berbagai jenis budaya yang unik dan tentunya masih kental dengannilai - nilai kesakralannya, di
merupakan kebanggaan tersendiri bagi setiap komunitas samping itu tidak terlepas pula adanya kandungan nilai -
pemiliknya.Kebudayaan yang beraneka ragam merupakan nilai budaya yang tergambar dari tahapan – tahapan ritual
kekayaan yang tak ternilai harganya dari suatu komunitas keadatan itu. Nilai budaya itu setidaknya dapat memberikan
yang memilikinya. sumbangsih yang sangat berharga bagi perkembangan
Sejak dahulu, masyarakat Bugis Sulawesi Selatan kepribadian dan karakter anak didik.Pembentukan karakter
dikenal memiliki keragaman budaya yang bernilai tinggi dan anak didik harus dimulai sejak dini dengan mengacu pada
memiliki ciri khas yang berbeda-beda.keragaman budaya kearifan lokal sebagai identitas jati dirinya.
seperti upacara kesakralan, permainan rakyat, kesenian Upaya untuk membentuk karakter dan tidak melupakan
rakyat, dan berbagai macam sistem kepercayaan nenek identitas dirinya dapat dilakukan dengan cara membangun
moyang yang masih eksis dan tetap bertahan di tengah budaya bangsa yang majemuk itu. Diperlukan peran aktif
pesatnya arus globalisasi yang semakin kompleks. pemerintah dalam memikirkan keselamatan bangsa yang
Kebudayaanyang masih bertahan itu sebagai generasi terus diambang oleh derasnya arus globalisasi dan tentunya
terakhir dari peninggalan kebudayaan Bugis yaitu La diikuti pula oleh teknologi yang semakin menunjukkan
Galigo. eksistensinya di seluruh penjuru dunia.Dipertegas pula oleh
Pada masyarakat Bugis Soppeng Sulawesi Selatan (Joesoef, 16: 2017)yang mengatakan bahwa, pemerintah kita
terdapat sebuah upacara adat yang dinamakan mallangī tidak memakai prinsip yang seharusnya yaitu to Govern is to
Arajang.Upacara adat itu masih tetap eksis dan bertahan di forsee atau mempediksi hari ini. pemerintah seharusnya
tengah derasnya arus globalisasi.mallangī Arajang dapat mengantisipasi masa depan dan sudah tahu yang akan
merupakan salah satu tradisi ritual turun temurun yang terjadi hari ini karena sudah dipikirkan. Olehnya itu,
terdapat pada masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya pemerintah sebagai pengambil kebijakan diharapkan tidak
dan masyarakat Bugis pada khususnya yang dilakukan hanya memikirkan masalah perkembangan perekonomian
dengan cara membersihkan benda pusaka serta merupakan semata akan tetapi harus pula diiringi oleh perekembangan
suatu bentuk kesyukuran kepada (Déwata Séuwaé). kebudayaan.
Kegiatan seperti ini dilaksanakan satu kali dalam tiga tahun
atau sesuai dengan kesepakatan bersama antara masyarakat
pemiliknya dan pimpinan ritual. Berdasarkan pengamatan
awal penulis pada salah satu ritual mallangī Arajang (ritual II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN)
kerajaan)masyarakat Bugis Soppeng, bahwa dalam 1. Pengertian Nilai Budaya
ritualtersebut semua benda-benda kerajaan (Arajang) seperti Menurut Koentjaraningrat (1984: 8-25), bahwa nilai
gendang, tombak, dan terdapat pula alat-alat musik dengan budaya adalah lapisan abstrak dan luas ruang
berbagai bentuk dikeluarkan dan digunakan pada saat ritual lingkupnya.tingkat ini adalah ide ide yang mengonsepsikan
itu berlangsung, mereka mempercayainya bahwa roh-roh hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat.
Arisal / Nilai-nilai Budaya dalam Prosesiritual Mallangi Arajang pada Masyarakat Bugis Soppeng Sulawesi selatan 249

Suatu sistem nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi dan dokumentasi.Data yang telah dikumpulkan kemudian
yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masyarakat diklasifikasi dan dianalisisis berdasarkan masalah yang telah
mengenai hal-hal yang amat berharga dalam hidupsebagai dirumuskan. Hasil dari analisis inilah yang kemudian
konsepsi-konsepsi, nilai-nilai budaya bukan hanya sekedar dipaparkan pada pembahasan.
informasi kognitif. Nilai-nilai budaya mengandung gagasan-
gagasan emosional yang mendalam. Karena itu nilai budaya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
menjadi dasar dari kehidupan manusia atau menjadi Sebelum menyajikan kandungan nilai-nilai budaya yang
pedoman tentang apa yang harus orang lakukan. terkandung dalam ritual mallangī Arajang pada masyarakat
Selanjutnya nilai budaya dapat pula diartikan sebagai Bugis Soppeng Sulawesi Selatan, terlebih dahulu dijelaskan
pedoman untuk menentukan baik-buruk, harus-tidak harus, mengenai tahapan-tahapan prosesi ritual mallangī Arajang
perlu-tidak perlu dan sebagainya berkenaan dengan hal-hal itu sendiri.Tahapan-tahapan itu dibagi atas tiga bentuk
yang penting dalam kehidupan manusia. Nilai budaya itu yakni, pra ritual (mappassadia), ritual (maggauq), penutup
selalu ada di balik perilaku manusia, karena diwujudkannya (mappaleppeq).
perilaku-perilaku tertentu menunjukkan bahwa perilaku- Gambaran tahapan ritual itu dipaparkan sebagai berikut:
perilaku itulah yang dianggap baik dan perlu untuk a. Pra ritual (mappassadia)
ditampakkan dan bukan perilaku yang lain (Faisal, 2005:3). Pra ritual atau biasa juga disebut sebagai salah satu
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional memberi tahapan awal sebelum melaksanakan sebuah prosesi
pandangan, bahwa nilai budaya mengandung pengertian ritual.Tahapan ini merupakan suatu proses untuk
tentang apa yang diharapkan atau dapat diharapkan, apa menyediakan berbagai perlengkapan-pelengkapan yang
yang baik atau dianggap baik. Nilai budaya itu mencakup akan digunakan dalam setiap tahapan prosesi itu. Dalam
perhatian, minat, kesenangan, keinginan, kebutuhan, dan tahap persiapan bahan serta alat-alat yang akan digunakan
rangsangan yang menjadi kerangka acuan dalam pada acara ritual mallangī Arajang dibahas dalam tudang
menentukan sikap dan tindakan.Nilai-nilai budaya tersebut sipulung (musyawarah) oleh pelaksana upacara. Tudang
antara lain tercermin dalam sikap mental, moral, etika, Sipulung ini dihadiri oleh para sanak keluarga yang berasal
tingkah laku, serta nilai-nilai hidup dalam rangka hubungan dari desa tetangga.Tudang sipulung dilaksanakan satu bulan
antara sesama manusia, manusia dengan lingkungan alam sebelum acara ritual itu berlangsung.Tudang sipulung
dan dengan Maha Pencipta. (dalam Ansar, 2016 : 2). dimaksudkan untuk mendapatkan keputusan-keputusan dan
Nilai adalah sesuatu yang dipandang berharga oleh kepastian mengenai perlengkapan-perlengkapan yang
seseorang atau masyaraka, dipakai setiap hari tapi mewujud diperlukan dalam acara tersebut dan membuat konsep yang
pada perilaku seseorang.Nilai sebagai keyakinan matang demi kelancaran suatu acara.
mempunyai sisi kognitif (pengetahuan dan rasional) dan sisi b. Ritual (maggauq)
afektif (dihayati secara emosional) dan memengaruhi Maggauq merupakan inti dari pada bentuk keseluruhan
perilaku seseorang.Sutrisno (dalam Sunario & Bagiono, tahapan prosesi ritual.maggauqyang di dalamnya terdapat
2017: 52). berbagai bentuk ritual seperti mappaleppeq yang bertujuan
Dalam menjalankan sistem pemerintahan berbangsa dan untuk mempersembahkan sesajian kepada dewa-dewa yang
bernegara diperlukan dua tindakan pokok pada dua bidang bersemayang dalam kalbu masyarakat.
yang meliputi pembangunan nasional dan pendidikan Fase maggauq dipimpin langsung oleh beberapa orang
nasional.Keduanya merupakan tindakan strategis yang Sanro Déwata.Sanro Déwata sebagai pimpinan ritual
saling terkait, saling menunjang, dapat dibedakan namun dipercaya memiliki banyak kelebihan diantaranya
tidak bisa dipisahkan, bagai lepat dengan daun.Maka itu kemampuan berkomunikasi dengan para dewa-dewa
diperlukan nilai-nilai tertentu sebagai pegangan, paling tidak leluhur.kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh para
sedikitnya nilai-nilai yang kita utamakan (Daoed Joesoef, Sanro Déwata menjadi penentu diterimanya persembahan
2017: 18). sesajian atau tidak. dalam tahap maggauq ini tidak hanya
Dari ulasan nilai yang telah dipaparkan sebelumnya, pimpinan ritual dan pelaksana upacara saja yang turut
maka selanjunya nilai budaya dalam ritual mallangī Arajang mengambil bagian akan tetapi masyarakat setempat maupun
tergambar dari setiap tutur kata maupun tingkah laku tamu-tamu yang datang juga mengambil peran demi
masyarakat ritual sendiri.di samping itu, nilai budaya juga terlaksananya suatu kegiatan upacara sakral yang
terkandung dalam berbagai simbol-simbol yang ada dalam diharapkan sesuai dengan rencana.
ritual itu. nilai-nilai budaya yang ada setidaknya mampu c. Ritual penutup (mappaleppeq)
memberikan keseimbangan perilaku suatu kelompok Upacara mappaleppeq sebagai ritual penutup merupakan
masyarakat untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan suatu bentuk prosesi dengan cara menebang pohon
ajaran maupun cerminan dari suatu suku yang kaya akan Wélenréngyang bisa juga dikenal dengan istilah mattubbang
nilai kearifan lokalnya. Wélenréngatau mattubbang aleq. Tahapan ritual mattubbang
Wélenréngjuga dipimpin langsung oleh Sanro Déwata.Alat
yang digunakan untuk menebang pohon Wélenréng tersebut
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN pada umumnya benda tajam yang berbentuk
Jenis penelitian ini termasuk deskriptif kualitatif, yaitu parang.Keberadaan Wélenréngdalam ritual tersebut
penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan fakta dimaksudkan sebagai tempat berkumpulnya para dewa yang
yang ada di lapangan.Kegiatan Penelitian diawali dengan yang datang dari berbagai pejuru.Ritual mattubbang
melakukan pengamatan terlibat di dalam prosesi ritual Wélenréng bertujuan untuk mempersilahkan para dewa-
mallangi Arajang. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan dewa untuk kembali ke tempat asalnya.Nyanyian-nyanyian
data lapangan melalui teknik catat, wawancara (interview) yang dilantunkan oleh para Sanro Déwata sebagai ungkapan
Arisal / Nilai-nilai Budaya dalam Prosesiritual Mallangi Arajang pada Masyarakat Bugis Soppeng Sulawesi selatan 250

kasih sayang (pakkuruq sumangeq) kepada dewa agar Makkedatopi Tomatoaé: “Atutuiwi atimmu, anngolona
meninggalkan tempat ritual dengan perasaan gembira. ajaq muamminasaianngi ri majaq é padammu rupa tau.
Apaq mattantu ikoq mattiq majaq, muni madécéng muna
Nilai – nilai budaya dalam prosesi ritual mallangī gauqmu. Apaq riturungengritu gauq madécénngé ri ati
Arajang majaé. Déqsa narituttungeng ati madécénngé ri gauq majāé.
1. Tawakkal (mappésona ri Déwataé) Aga nakko majaq iatimmu, lettuq I ri tomunrimmu jaqna.”
Mappēsona ri DēwataÉ merupakan suatu bentuk ‘Berkata juga orang tua-tua: “peliharalah hatimu, jangan
pemikiran religius yang menyangkut keyakinan tertinggi menginginkan kejelekan pada sesamamu sebab tetulah
tentang kebesaran dan kekuasan Dēwata (Tuhan) terhadap engkau akan meperoleh kejelekan itu, meskipun
segala bentuk ciptaannya.Ungkapan seperti yang dilisankan perbuatanmu sendiri tetap baik, karena sesungguhnya
oleh Sanro Déwata pada saat ritual berlangsung “Céddimi perbuatan baik itu dipengaruhi oleh perbuatan yang jelek,
Puang Allah Taala déq nagenneq dua.”Ungkapan tersebut sedangkang hati yang jelek tidak dipengaruhi oleh perbuatan
berarti Tuhan itu hanya satu tidak lebih dari satu. Ungkapan yang jelek. Jika hatimu jelek, maka kejelekannya akan
tersebut memberikan rasa keyakinan utuh kepada menurun sampai kepada anak cucumu.’
masyarakat ritual bahwa janganlah menyembah selain
daripada Tuhanmu (Allah SWT) yang telah menciptakan
segalanya dan menikmati semua apa yang telah
diciptakannnya. Segala bentuk upacara kesakralan yang
dilakukan hanyalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Allah Subhana Wataala dan sikap saling menghormati dan
saling memanusiakan antara sesama makhluk yang nampak
maupun yang tidak nampak.
Selanjutnya, mappésona ri Déwataé dipertegas pula
oleh pappasenna To riolota bahwa, duampuangenngitu
gauq sisappā nasilolongeng. gauq madécénngé nenniya
gauq sitinajaé. iyyapa ritu namadécéng narékko 3. Persatuan (asséddi-séddingeng)
silolongenngi yaro duaé. naiyya lolongenna décénngé Nilai persatuan tergambar pada setiap tahapan-tahapan
iyyapa narilolongeng narékkoq ripabiasai alétaq mangkauq ritualnya, mulai dari fase mappassadia, maggauq, dan
madécéng mumaperī pabbiasai alému mangkauq madécéng mappaleppeq.perhatikan gambar berikut di atas.
maduanna pakkutanai alému ri silasanaé. matellunna Dari foto tersebut, tergambar bentukasséddi-séddingeng
saroko masé ri sitinajaé maeppāna akkréso patujué. atau persatuan kelompok masyarakat dalam mempersiapkan
malimanna molaé roppo-roppo naréweq. maenenna, molaé tempat pertunjukan padendang sebagai bagian dari ritual
laleng namatikeq, nasanresenngi ri Déwataé. iyyanaritu mallangī Arajang.Bentuk persatuan masyarakat menjadi
gauq ennenngé ennenngé wuwangenna riallolongenngi salah satu faktor suksesnya suatu upacara ritual
décéng. keadatan.Pentingnya persatuan itu disampaikan pula oleh
Dari kutipan tersebut menunjukan bahwa, apa yang Sanro Daddi sebagai pimpinan ritual bahwa “pakessingi
disampaikan dalam pappaseng tersebut sangat menentukan asséddi-séddimmu lao ri pabbanuamu” yang artinya
warna kehidupan seseorang sebab hati nurani itulah yang kuatkanlah persatuanmu antara sesamamu manusia
dapat menerima kebenaran yang bersumber dari cahaya (kelompok masyarakat). Ungkapan tersebut tertuju bagi para
keilahian, cahaya kebenaran, dari sang Pencipta umat manusia secara umum, bahwa dalam menjalankan
(Syamsudduha, 2014: 308). kehidupan di tengah-tengah masyarakat, dibutuhkan tekad
2. Bawaan hati yang baik (wawang ati mapaccing) persatuan (asséddi-séddingeng) yang kuat karena tanpa
Ungkapan yang dilisankan oleh Sanro Déwataadalah persatuan antara sesama masyarakat, maka sebuah tujuan
nasehat tentang pentingnya sikap dan tingkah laku dalam hidup itu tidak akan tercapai. Ungkapan itu juga tertuju
berinteraksi sesama anggota masyarakat.“Pakessingi kepada pelaksana upacara, agar dalam mengadakan
angolona atimmu” yang makna sebenarnya adalah kegiatan-kegiatan ritual keadatan maupun di luar daripada
“Perbaikilah arah dan tujuan hatimu”, sedangkan makna itu, sangatlah dibutuhkan persatuan (asséddi-séddingeng)
kiasnya adalah “Jagalah sifat-sifatmu, jangan saling untuk mengankat hal-hal yang terasa berat menjadi ringan.
menjatuhkan, jangan iri serta dengki terhadap sesamamu Ungkapan lainnya yang dilisankan oleh Sanro Kaya “yaku
manusia”. Ungkapan tersebut mengandung nilai-nilai etis déq muasséddi masolang wanuwaé” artinya; apabila engkau
serta ajaran-ajaran moral yang dapat dijadikan sebagai tidak bersatu maka daerahmu akan hancur, ungkapan
pegangan serta pedoman hidup agar dapat menjadi pribadi tersebut tertuju kepada seluruh pabbanuaé agar tetap bersatu
yang lebih baik dalam menjalani proses kehidupan, serta dalam mengerjakan sesuatu hal. Ungkapan tersebut juga
penting dalam upaya membangun jadi diri masyarakat menekankan bahwa betapa persatuan itu sangatlah penting
Bugis. Selanjutnya dalam kaitannya dengan Arajang, untuk dijadikan sebagai dasar dalam mengerjakan segala
ungkapan tersebut dimaksudkan agar seluruh masyarakat sesuatunya.
ritual yang datang dalam ritual mallangī Arajang memiliki
prinsip keyakinan (teppeq) terhadap benda-benda ciptaan
Allah Subhana Wataala (Déwata Séuwaé) atau Tuhan yang
satu.salah satupappasennna To-riolota yang dikutip dalam
Syamsudduha, 2013:214 dapat dilihat pada kutipan berikut
ini.
Arisal / Nilai-nilai Budaya dalam Prosesiritual Mallangi Arajang pada Masyarakat Bugis Soppeng Sulawesi selatan 251

para Sanro tersebut juga diikuti oleh gerakan tangan kanan


lurus di samping lutut dengantubuh yang sedikit
menunduksambil mengucapkan tabéq dan tersenyum atau
yang biasa juga dikenal dengan istilah mappatabéq.Hal lain
pula tergambar dari masyarakat ritual yang hendak kembali
dan lewat di tengah-tengah para masyarakat ritual lainnya.
Budaya mappatabéq itu masih tetap menjadi adat kebiasaan
masyarakat yang masih tetap dilestarikan.

Bentuk persatuanitu tergambarpula dari ibu-ibu dalam


mempersiapkan berbagai macammakanandan minuman baik
yang akan dijadikan sebagai sesajian maupun yang akan
disantap oleh tamu. Kalangan Ibu – Ibu yang turut serta
berasal keluarga, masyarakat setempat, serta tamu-tamu
undangan yang datang luar daerah Gambaran tersebut
menjadi cerminan identitaslokalsuatu kelompok masyarakat
setempat.
4. Sikap saling menghormati (sipakatau) 5. Musyawarah (assipetanngareng)
Salah satu warisan luhur Bugis yang termuat dalam Musyawarah sebagai salah satu hal wajib yang harus
naskah.Pappaseng yang termuat dalam naskan menekankan dilakukan oleh pelaksana upacara, pimpinan ritual dan tokoh
tentang pengtingnya sifat saling menghormati. adat setempat untuk mendapatkan suatu keputusan yang
Séuwatopi adeqna makkasuwianngé ri arung tepat dalam melaksanakan suatua bentuk prosesi
mangkauq. Nakko kui ri olona arung mangkauqé, ajjaq kesakralan.Musyawarah atau biasa dikenal dengan istilah
nalainngé taita. Arunngémusa tamata-mata, muitai tudang sipulung seperti yang diungkapakan oleh Abdul
paturung élona enrenngé adanna. Ajjaq muassailé Kadir (dalam Syamsudduha: 2014: 448) bahwa, naiyya
uleng nakko naéwako ada arunngé, ajjaqto muammiccu riasenngé tudang sipulung engka manenniro mai sininna
ri olomu, ajjaqto muattulekkeng, ajjaq muakkita uleng, liseqna kamponngé tudang makkatuq mappasiduppa rapang
apaq nakko siduppa matao liseq bolaé musicabéruseng, maéloq mappatabbukkaq bunga puté. artinya: yang
ripettu tigeroqko, muko siseng rigangkamuna. Padatoi dikatakan tudang sipulung adalah berkumpulnya seluruh
nakko siéwao ada liseq bolaé, itai baténa mappau, kalangan masyarakat yang duduk berjejeran sambil
baténa moloiwi paturung élona arunngé naitao mengungkapkan ide atau gagasan pemikiran untuk
mupappadai. mendapatkan satu keputusan yang tepat.
Artinya: Kaitannya dengan upacara mallangī Arajang bahwa
Satu lagi adatnya mengabdi pada raja yang memerintah, tudang sipulung dilaksanakan satu bulan sebelum acara
jika kita berada di hadapan raja jangan melihat yang lain. ritual itu berlangsung.Tudang sipulung dimaksudkan untuk
Raja sajalah yang dipandang agar Anda melihat mendapatkan keputusan-keputusan dan kepastian mengenai
keinginannya.jangan menoleh kiri kanan jika raja bercakap perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan dalam acara
denganmu. Jangan meludah dihadapannya.Jangan juga tersebut dan membuat konsep yang matang demi kelancaran
bertelekan. Jangan melihat ke sana- kemari sebab jika Anda acara tersebut. Adapun pokok-pokok permasalahan yang
bertemu pandang denga bii-perwara lalu Anda saling dibahas sepertipenentuan tanggal dan waktu
tersenyum, Anda akan dibunuh meskipun anda saling pelaksanaan,pengadaan Tédongatau kerbau sebagai syarat
mengenal. Seperti juga halnya jika Anda bercakap Biti utama dalam melaksanakan ritual tersebut, pengadaan
perwara lihatlah caranya bercakap melayani kehendak raja, berbagai macam kesenian dan permainan rakyat dan
dan itulah yang anda tiru. berbagai macam perlngkapan-perlengkapan lainnya yang
Sikap saling menghormati (sipakatau) dalam suatu akan digunakan dalam ritual tersebut. Selain itu disela-sela
interaksi sosial masyarakat menjadi ciri khas manusia pelaksanaaan ritual para Sanro, keluarga atau pelaksana
Bugis.Salah satu ciri khas itu terlihat pada prosesi ritual ritual, dan maupun masyarakat ritual sendiri selalu
mallangī Arajangkhususnya pada masyarakat Bugis menyempatkan untuk berdiskusi ataupun bermusyawarah
Soppeng Sulawesi Selatan.seperti yang diungkapkan oleh yang dalam bahasa Bugis disebut dengan istilah
para pimpinan upacara sebelum meninggalkan tempatpusat mappasilolongeng.Kegiatan mappasilolongeng tersebut
ritualbahwa,Meloqna méllau simaq lao ri pabbanua bertujuan untuk membicarakan beberapa tahapan ritual yang
éUngkapan tersebut berarti “saya mohon pamit kepada sudah berlangsung maupun tahapan baru akan dilakukan.
seluruh pelosok negeri” ungkapan tersebut mengajarkan
kita untuk saling menghormati, sifat sopan santun, tata
krama dalam menjalani kehidupan bermasyarakat yang lebih
baik. Hal itu pula dapat menjadi pelajaran khususnya bagi
masyarakat ritual bahwa saling menghormati dan
menghargai antara sesama makhluk ciptaan Allah SWT
adalah hal yang paling utama.Hal yang diungkapkan oleh
Arisal / Nilai-nilai Budaya dalam Prosesiritual Mallangi Arajang pada Masyarakat Bugis Soppeng Sulawesi selatan 252

[3] Faisal. 2005. Aktualisasi Nilai-Nilai Budaya Etnik


Mandar Dalam Arena Sosial.
[4] Joesoef Daoed & Pontjo Sutowo. 2017. Nilaiinilai
keindonesiaan. Jakarta: Kompas.
[5] Koenjtaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: Rineka Cipta.
[6] Iriani.2015. Maccéraq Tasi’: sebagai ritual nelayang di
Luwu. Makassar.
[7] Arus Timur.
[8] Maleong, J.Lexy, 2001. Metode Penelitian Kualitatif.
Cetakan ke-15. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[9] Mattulada. 1995. LATOA: Satu Analitis Terhadap
V. KESIMPULAN
Antropologi Politik orang Bugis. Ujung Pandang:
Upacara ritual mallangī Arajang sebagai salah satu
Hasanuddin Universiy Press.
produk budaya lokal yang masih tetap bertahan dan kaya
akan nilai-nilai budaya di dalamnya serta merupakan [10] Pelras, Cristian. 2006. Manusia Bugis. Jakarta: Forum
cerminan bagi masyarakat sosial pada umumnya. Lokalitas Jakarta –Paris Ecole Francais d’ Extreme-Orient.
[11] Puji, Leksono. 2017.Pengantar Antropologi: memahami
tidak hanya berfungsi sebagai suatu adat kebiasaan semata
realitas sosial budaya. Malang: Intrans Publishing.
akan tetapi terkandung berbagai macam ajaran moral yang
[12] Rafiuddin Nur, Muhammad. 2008. Aku Bangga
dapat dijadikan sebagai modal dasar dalam menjalani
Berbahasa Bugis. Makassar: Rumah Idi.
kehidupan sehari-hari yang lebih baik dari sebelumnya.
Kandungan nilai-nilai itu seperti tawakal, bawaan hati yang [13] Syamsudduha, 2013.Dimensi Kewacanaan Pappaseng:
Kajian Wacana Kritis. Makassar: Disertasi.
baik, persatuan, musyawarah, serta sikap saling
[14] Tilar, H. A. R. 2004.Multikulturalisme: Tantangan –
menghormatiyang diharapkan mampu memberikan
Tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi
kontribusi dalam upaya pembentukan karakter masyarakat
Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
dan pada khususnya generasi penerus bangsa.
[15] Wikipedia Bahasa Indonesia, 2010.“Suku Bugis”
PUSTAKA
[1] Ansar. 2016. Nilai-nilai budaya dalam Sinrilik Online.
Kappalak Tallumbatua. Makalah.BPNB Makassar.
(http://id.wikipedia.org/w/indeks.php?title=suku_Bugis
[2] Arisal.2016. Makna Ungkapan dan Simbol dalam
Prosesi Ritual Maccéraq Arajang Masyarakat Bugis &oldid=5322600”. Diakses 9 juli 2017.
Soppeng Sulawesi-Selatan.Skripsi.Tidak diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai