ABSTRAK
Tradisi bongka’a ta’u merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Lombe di Kelurahan Bombonawulu
yang dilakukan pada saat musim panen jagung muda. Pelaksanaan bongka’a ta’u ini merupakan bentuk
penghargaan dan penghormatan terhadap para pejuang terdahulu sebagai peletak batu pertama di Benteng
Bombonawulu dan ungkapan rasa syukur atas limpahan panen yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan proses pelaksanaan tradisi bongka’a ta’u, untuk menganalisis makna simbolik tradisi bongka’a
ta’u dan untuk mengalisis nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi bongka’a ta’u. Lokasi penelitian yang dipilih
adalah di Lombe Kelurahan Bombonawulu Kecamatan Gu Kabupaten Buton Tengah. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis dilakukan melalui tiga tahap yaitu reduksi data,
display data, dan menarik kesimpulan/verifikasi. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive
sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan tradisi bongka’a ta’u terdiri dari beberapa tahap
pelaksanaan yaitu tahap persiapan diantaranya, pengibaran bendera berwarna putih hitan, kafowanuno sumanga
(pemberitahuan), dan persiapan sesajen. Tahap pelaksanaan yaitu pokalapa dan pobha. Tahap akhir haroa yang
diakhiri dengan makan bersama. Makna simbolik yang terkandung dalam tradisi bongka’a ta’u dibagi menjadi dua
yaitu makna simbolik alat dan bahan diantaranya makna kampana’a, makna enjelai (sejenis tebu), kelapa muda, dan
bambu. Makna simbol perilaku diantaranya makna kafowanuno sumanga (pemberitahuan), makna menyediakan
dalam dua talang haroa dan makna merentangkan kedua tangan sambil menggenggam batang enjelai. Tradisi
bongka’a ta’u mengandung nilai estetika, nilai religius, nilai budaya hubungan manusia dengan alam, dan nilai
solidaritas(kebersamaan).
Kata kunci:
Tradisi, Bongka’a Ta’u, Proses, Makna Simbolik dan Nilai
ABSTRACT
The bongka’a ta’u is a tradition carried out by Lombe people in the Bombonawulu, which is carried out during the
harvest season for young corn. The implementation of this bongka’a ta’u is a form of appreciation and respect for
the previous fighters as the first stone layers in the Bombonawulu fortress and an expression of gratitude for the
abudance of the harvest produced. The purpose of this research is to describe the process of carrying out the
traditional bongka’a ta’u. to analyse symbolic meanings in bongka’a ta’u tradition, and to analyse the values
embodied in bongka’a ta’u tradition. The selected research site is the Bombonawulu, Gu district, central Buton
Regency. Data collection is done with observation techniques, interviews, and documentation. The analyses done
though three stages, namely the reduction of data, display data and draw conclusions/verification. The method of
determining the informant using the purposive sampling techniques. Studies have shown that the process of
executing a bongka’a ta’u tradition consists of several stages of preparation between them the raising of the white,
black flag, kafowanuno sumanga (notification) and sacrifices preparation. The execution stage is pokalapa and
pobha. The final stage of the haroa is a group meal. The symbolic meaning contained in the bongka’a ta’u tradition
is divided into two that is the meaning of the device and the material between which is the kampana’a, enjelai
meaning, the coconuts meaning and bamboo meaning. The meaning of behaviour between them is kafowanuno
sumanga (notification), meaning provides in two haroa gutters, meaning stretches out both hands while grasping
the rod of enjelai. The bongka’a ta’u tradition contains aesthetic, religious, cultural value human relations with
nature and solidarity.
Keywords:
Tradition, Bongka’a Ta’u, Process, Symbolic Meaning, and Value
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa Masing-masing suku bangsa di Indonesia ini
baru yang terdiri dari berbagai suku bangsa. berdiri sendiri dan terpisah-pisah, baik
secara sosial, budaya, maupun politik. bongka’a ta’u adalah salah satu tradisi yang
Budaya-budaya yang dimiliki oleh manusia ada di Kabupaten Buton Tengah yang masih
Indonesia hingga dewasa ini secara dilestarikan hingga saat ini. Tradisi
keseluruhan dapat digambarkan sebagai bongka’a ta’u merupakan awal pergerakan
hasil dari pengalaman budaya dan masyarakat Bombonawulu dalam
pembangunan budaya yang terdiri dari menentang perbudakan yang diterapkan oleh
lapisan-lapisan budaya yang terbentuk Belanda dan sekutunya. Sekarang bongka’a
sepanjang sejarahnya (Sedyawati, 2012 : ta’u berubah arti menjadi pesta panen
315-317). Kebudayaan tidak akan ada dan dengan tujuan untuk menarik perhatian
tidak akan berkembang tanpa manusia masyarakat setempat maupun di luar daerah
sebagai masyarakat pendukungnya. Dengan Lombe agar tertarik dengan tradisi tersebut,
demikian, suatu kebudayaan akan ada bila tetapi tidak mengubah proses dari tradisi itu
ada masyarakat selaku subyek sehingga oleh sendiri. Adanya tradisi bongka’a ta’u dalam
Koentjaraningrat (2015 : 180) menyatakan pesta panen tersebut, dapat menjalin
bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan hubungan silahturahim yang baik antara satu
sistem gagasan ide, tindakan dan hasil karya sama lain karena dalam tradisi ini dihadiri
manusia dalam rangka kehidupan oleh seluruh masyarakat sekitar dan daerah
masyarakat yang dijadikan milik dari lain di luar Kabupaten Buton Tengah. Selain
manusia dengan belajar. itu, tradisi ini juga mengajarkan kita agar
Sistem nilai budaya terdiri dari kita senantiasa bersyukur kepada Allah
konsep-konsep yang hidup dalam alam SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
pikiran manusia sebagai masyarakat Nya.
pendukungnya, mengenai hal-hal yang harus Tradisi ini terdapat proses, makna dan
mereka anggap sangat bernilai dalam hidup. nilai-nilai yang dapat membangun karakter
Oleh karena itu, suatu sistem nilai budaya masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai yang
biasanya sebagai pedoman hidup yang terkandung dalam setiap tradisi dapat
tertinggi bagi perbuatan manusia, hal ini memberikan manfaat sebagai pedoman bagi
sebagai bagian dari adat-istiadat dan wujud setiap masyarakatnya sehingga senantiasa
ideal dari kebudayaan. Sistem nilai-budaya terus berlindung kepada Allah SWT.
semata-mata berada di luar dan di atas dari Berdasarkan survei yang peneliti lakukan
individu-individu yang menjadi warga sekitar 90% generasi muda tidak mengetahui
masyarakat yang bersangkutan. Individu- tahap pelaksanaan tradisi bongka’a ta’u,
individu tersebut sejak kecil telah diresapi mereka hanya mengetahui bahwa bongka’a
dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam ta’u adalah tradisi yang dilaksanakan
masyarakatnya sehingga konsepsi-konsepsi setahun sekali yang di dalamnya terdapat
itu sejak lama sudah ada dalam jiwa mereka. seni pertunjukan tarian daerah dan acara
Itulah sebabnya nilai-nilai budaya dalam makan bersama. Mereka hanya menganggap
suatu kebudayaan tidak dapat diubah dengan tradisi ini sebagai hiburan semata. Tanpa
nilai-nilai budaya yang lain dalam kurun mereka sadari bahwa sebelum diadakannya
waktu yang singkat (Koentjaraningrat, 2015 pertunjukan tersebut ada ritual-ritual yang
: 153). Tradisi merupakan kebiasaan turun dilakukan terlebih dahulu misalnya
temurun (dari nenek moyang) yang masih mengibarkan bendera berwarna putih dan
dijalankan masyarakat sampai saat ini ( hitam, persiapan kampana’a, pokalapa dan
KBBI, 2008 : 1483). pobha, dimana pada saat itu pula banyak
Pada masyarakat Lombe di Kelurahan simbol-simbol yang memiliki makna serta
Bombonawulu Kecamatan Gu Kabupaten nilai yang erat kaitannya dengan kehidupan
Buton Tengah secara turun temurun manusia (Survei Ariyani, Maret 2020).
melakukan tradisi bongka’a ta’u (pesta Berdasarkan kenyataan sekarang ini,
panen). Berdasarkan penelitian, tradisi proses tradisi bongka’a ta’u hanya diketahui
muda sebagai tanda syukur kepada Allah dilaksanakan. Alat dan bahan yang
SWT. Atas limpahan rahmat dan karunia- dimaksud sangat penting dan harus dipenuhi
Nya, kekuatan Bombonawulu dapat dalam pelaksanaan bongka’a ta’u agar
mengalahkan Belanda dan sekutunya. terlaksana dengan baik. Alat dan bahan ini
Sekarang ini, bongka’a ta’u mengalami adalah bendera putih hitam, gong, gendang,
perubahan arti yaitu sebagai awal enjelai, sesajen terdiri dari kampana’a,
kesyukuran masyarakat atas limpahan rezeki jagung, ikan, nasi, kelapa muda dan
sehingga hasil panen masyarakat kalampaea. Tahap persiapan pelaksanaan
Bombonawulu berhasil. Selain itu, diadakan bongka’a ta’u terbagi atas tiga tahap: (1)
acara tambahan seperti pertunjukan tarian pengibaran bendera putih hitam sebagai
daerah dan makanan kuliner khas Buton identitas masyarakat Bombonawulu, (2)
Tengah. Pada zaman dahulu, tujuan kafowanuno sumanga (pemberitahuan)
bongka’a ta’u sebagai media perbincangan dengan memumukul gong dan gendang pada
dan latihan perang (dalam hal ini malam hari sebagai tanda bongka’a ta’u
menombak) untuk mengalahkan Belanda akan dilaksanakan, (3) persiapan sesajen
dan sekutunya, sedangkan sekarang selain berupa kampana’a (terdiri dari rokok finde,
untuk memperingati perjuangan pejuang tembakau, sirih, gambir, pinang dan kapur
terdahulu juga sebagai hiburan serta tanda sirih), jagung rebus, jagung bakar, kambewe,
syukur kepada Allah SWT atas limpahan nasi, ikan, kelapa muda dan kalampaea
rezeki dan keberhasilan panen masyarakat (tempat sesajen).
Bombonawulu.
Tahap Pelaksanaan
Proses Pelaksanaan Tradisi Bongka’a Tahap pelaksanaan tradisi bongka’a
Ta’u ta’u adalah kegiatan inti dari seluruh
Tradisi bongka’a ta’u dilakukan oleh rangkaian kegiatan sebagai ungkapan rasa
masyarakat Bombonawulu dan dihadiri oleh syukur atas hasil panen pada masyarakat
9 kampung di Kecamatan Gu pada saat Lombe Kelurahan Bombonawulu
musim panen jagung. Tradisi ini sudah Kecamatan Gu Kabupaten Buton Tengah.
menjadi salah satu kebiasaaan yang Tahap pelaksanaan tradisi bongka’a ta’u
dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat terbagi atas dua yaitu: (1) Pokalapa adalah
setempat. Proses pelaksanaan tradisi permainan batang enjelai yang akan
bongka’a ta’u oleh masyarakat ditancap secara menyilang untuk dijadikan
Bombonawulu berlangsung selama dua hari. sebagai sasaran bagi pelempar. Hal ini
Pertama, pelaksanaannya dilakukan secara dimainkan secara bergantian oleh dua
adat, yakni masyarakat mengadakan kelompok yakni kelompok saha dan
seserahan dari tanaman kebun yang hukumu. Pokalapa tidak boleh sembarang
dihasilkan. Seserahan tersebut dibagikan ke dimainkan, sebelum dimainkan batang-
tempat-tempat bersejarah di Benteng batang enjelai tersebut dimantrai terlebih
Bombonawulu oleh bhisa. Kedua, dahulu oleh bhisa agar pelaksanaan
pelaksanaannya dilaksanakan secara umum pokalapa berjalan dengan baik. Masyarakat
yang dihadiri oleh 9 kampung di Kecamatan Bombonawulu meyakini bahwa apabila
Gu dan pemerintah setempat. Adapun tahap yang melempar batang enjelai tepat
pelaksanaan tradisi bongka’a ta’u sebagai mengenai sasaran menandakan hasil
berikut: tanaman berikutnya lebih subur. Selain itu,
mereka juga yakin cita-cita mereka tercapai
Tahap Persiapan atau berhasil misalnya menempuh
Tujuan tahap persiapan lebih pendidikan, karir maupun bisnis. Begitu
ditekankan kepada persiapan alat dan bahan pula sebaliknya tidak masalah jika tidak
terkait dengan tradisi yang akan mengenai sasaran karna semua tergantung
dari niat dan kesungguhan masing-masing Beberapa benda tersebut memiliki makna
individu. (2) Setelah tahap pokalapa selesai, tersendiri dan pada saat pelaksanaan tradisi
selanjutnya bhisa akan melakukan pobha bongka’a ta’u terjadi interaksi antara
yaitu mengelilingi benteng dengan manusia dengan alam serta manusia dengan
membagikan sesajen pada tempat-tempat sesamanya. Pada tahap pokalapa harus
yang bersejarah. Pobha merupakan menggunakan batang enjelai, sebelum
berkunjung ke makam-makam untuk dimainkan dimantrai terlebih dahulu.
memanjatkan doa kepada Allah SWT agar Setelah itu, pelempar menombak ke arah
arwah yang telah meninggal diterima dan sasaran yang dibuat menyilang. Pada tahap
diberikan tempat yang layak di sisi Allah pobha, bhisa mengelilingi benteng dengan
SWT. Pobha ini dilakukan sebagai bentuk membagikan sesajen. Terakhir ada tahap
saling menghargai satu sama lain atas apa haroa, dalam tahap tersebut imam akan
yang telah dilakukan oleh moyang membakar đupa lalu membacakan doa
terdahulu. selamat dan tolak bala bagi masyarakat yang
hadir khususnya yang melaksanakan
Tahap Akhir bongka’a ta’u. Makna simbolik dalam
Tahap akhir dalam tradisi bongka’a tradisi bongka’a ta’u ini dibagi menjadi dua,
ta’u adalah haroa. Haroa diartikan baca- pertama; makna simbol alat dan bahan,
baca yang berguna sebagai ungkapan rasa kedua; makna simbol perilaku/tindakan
syukur dengan memanjatkan do’a kepada dalam tradisi bongka’a ta’u. Untuk lebih
Allah SWT atas kelancaran acara bongka’a jelasnya dapat dideskripsikan makna
ta’u dari tahap awal hingga akhir dan simbolik yang terkandung dalam tradisi
memohon keberkahan untuk musim panen bongka’a ta’u sebagai berikut:
berikutnya. Dalam pelaksanaan haroa ini
dihadiri oleh Saha hobine, Saha moane, Makna Alat dan bahan
hukumu (pegawai masjid) dan masyarakat Makna Kampana’a (pinang, sirih, kapur
yang sempat hadir, dipimpin oleh imam sirih, gambir dan rokok)
dengan membaca doa (doa selamat dan doa Makna dari isi kampana’a tersebut
tolak bala) agar diberi rezeki, keselamatan, adalah menjelaskan bagian-bagian organ
dan dijauhkan dari mara bahaya. Kemudian tubuh manusia dimana pinang sebagai
diakhiri dengan berjabat tangan dan makan jantung, sirih sebagai hati, kapur sirih
bersama sebagai bentuk silahrahim antara sebagai sel darah putih, rokok finde sebagai
satu sama lain. usus dua belas jari, gambir sebagai sel darah
merah. Kemudian isi kampana’a bongka’a
Makna Simbolik Yang Terkandung ta’u terdiri atas 4 potongan karena proses
Dalam Tradisi Bongka’a Ta’u kejadian manusia berasal dari 4 unsur yaitu
Berdasarkan pokok pemikiran air, tanah, api dan angin.
Blummer tentang interaksionisme simbolik
disimpulkan bahwa didalam tradisi Makna enjelai (sejenis tebu)
bongka’a ta’u terdapat banyak simbol- Batang enjelai ini dalam pelaksanaan
simbol yang memiliki makna tertentu yang bongka’a ta’u digunakan sebagai alat dalam
telah diwariskan nenek moyang terdahulu, permainan pokalapa dan mengandung
tahap kafowanuno sumanga. Dalam tahap makna sebagai tombak.
tersebut orang tua adat memukul gong pada
malam hari sebagaimana yang telah Makna kelapa muda (kalimbungu)
dilakukan turun temurun. Selain itu terdapat Buah kelapa dalam kehidupan
beberapa benda yang disiapkan diantaranya masyarakat Bombonawulu memiliki makna
batang enjelai, kapur sirih, pinang, gambir, bheteno ne ka ua bhangka yang berarti
rokok, bambu, buah sirih, dan kelapa muda. muncul dari dalam buah kelapa, sebagai asal
(makhluk gaib) dan pecinta alam (Tuhan). yang dilakukan oleh bhisa; (3) tahap
Nilai budaya hubungan manusia dengan akhir yaitu haroa yakni baca doa
alam mengajarkan kita agar saling selamat dan tolak bala yang dipimpin
menghargai terhadap baik sesama manusia oleh imam dan dilanjutkan dengan
maupun dengan makhluk gaib demi menjaga makan bersama.
kelestarian lingkungan hidup yang ada 2. Makna simbolik dalam tradisi bongka’a
dalam suatu daerah tersebut. selain itu, ta’u dibagi menjadi dua yaitu (1) makna
untuk terciptanya daerah yang damai dan simbol alat dan bahan diantaranya
sejahtera. makna kampana’a (berupa pinang, sirih,
gambir, rokok dan kapur sirih), makna
Nilai Solidaritas (Kebersamaan) enjelai, makna kelapa muda, sebagai
Nilai solidaritas dalam hubungannya bhetene ka ua bhangka dan bambu
antar sesama manusia dalam tradisi sebagai bheteno ne wulu; (2) makna
bongka’a ta’u dapat dilihat dari wujud simbol perilaku diantaranya makna
sebagai nilai budaya solidaritas. Nilai kafowanuno sumanga (pemberitahuan),
budaya solidaritas dalam kaitannya makna menyediakan dalam dua talang
merupakan suatu sikap alamiah manusia dan makna merentangkan kedua tangan
yang menyadari pentingnya bantuan orang sambil menggenggam haroa batang
lain dalam memenuhi aktivitas budayanya. enjelai.
nilai solidaritas dalam tradisi bongka’a ta’u 3. Dalam tradisi bongka’a ta’u memiliki
terlihat dalam bentuk kerja sama antara nilai-nilai diantaranya (1) Nilai estetika;
panitia dan masyarakat Bombonawulu untuk (2) Nilai budaya religius; (3) nilai
kesuksesan acara tersebut. Nilai solidaritas budaya hubungan manusia dengan
mengajarkan kita untuk saling menghargai alam; (4) nilai solidaritas
dan menghormati satu sama lain. Selain itu, (kebersamaan). Nilai-nilai yang
bahwa nilai solidaritas tampak terlihat dari terkandung dalam tradisi ini dapat
berbaurnya berbagai lapisan masyarakat dijadikan sebagai pedoman bagi
yang turut berpartisipasi pada acara kehidupan masyarakat itu sendiri.
bongka’a ta’u. Mereka menjadikan acara ini
sebagai ajang pemersatu kebudayaan tanpa Saran
membeda-bedakan ras maupun suku untuk Adapun saran yang disampaikan
menumbuhkan rasa solidaritas sosial, saling yang berhubungan dengan penelitian adalah
mengenal antara individu lainnya, saling sebagai berikut:
menghormati, saling menghargai satu sama 1. Bagi masyarakat Bombonawulu kiranya
lain, sesama peserta tamu undangan tradisi tetap melestarikan dan mempertahankan
bongka’a ta’u yang datang dari berbagai budaya daerah Bombonawulu
daerah. khususnya tradisi bongka’a ta’u karna
banyak nilai moral yang dapat
PENUTUP diterapkan yang berkaitan dengan
Kesimpulan kehidupan manusia
Adapun yang menjadi kesimpulan 2. Diharapkan kepada generasi muda agar
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: terus berupaya mengetahui dan
1. Proses pelaksanaan tradisi bongka’a melestarikan budaya daerah khususnya
ta’u diantaranya (1) tahap persiapan tradisi bongka’a ta’u ta’u yang
yaitu mengibarkan bendera berwarna merupakan warisan turun temurun
putih hitam, memukul gong dan nenek moyang kita terdahulu agar tetap
gendang dan menyiapkan sesajen; (2) terjaga kelestariannya.
tahap pelaksanaan yaitu pokalapa yang 3. Bagi pemerintah kiranya tradisi
dimainkan oleh perangkat adat, pobha bongka’a ta’u ini dikembangkan karena
DAFTRAR PUSTAKA
Depdikbud. 2008. Kamus besar bahasa Milles, Mattew, B. dan Huberman, A. Micha
indonesia. Jakarta: PT. Gramedia el. 2009. Analisis Data Kualitatif.
Pustaka utama Jakarta: UI Press
Koentjaraningrat. 2015. Pengatar Ilmu Sedyawati, Edi. 2012. Budaya Indonesia
Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. (kajian arkeologi, seni dan sejarah).
Ligtvoet. 1877. Beschrijving en geschidenis Jakarta : Rajawali Perss.
van boeton : Museum Granvanhagen, Wirawan. I. B. 2012. Teori-teori Sosial
18 Agustus 1887. Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial,
Definisi Sosial, Dan Perilaku Sosial).
Jakarta: Prenamedia Group.