Abstract
The Baliya Jinja traditional ceremony carried out by the Kaili people will discuss what is
contained in the ceremony. Baliya Jinja for the people of the Kaili Tribe is a non-medical ritual
healing ceremony and has been known for hundreds of years. For the Kaili people, this
ceremony is not just a traditional routine, but substantially has its own meaning through an
integrated system. Through semiotic analysis with the theory used by Ferdinand de Saussure,
it can be seen that the Baliya Jinja traditional ceremony applied to the Kaili Tribe is a contextual
language system that clearly contains certain meanings. The elements that make up the Baliya
Jinja ceremony to be meaningful are of course the sign system as a symbol, grammar. The
Baliya Jinja ceremony for the Kaili people will be described through a syntagma and system
study.
Keywords: baliya jinja ceremony, kaili tribe, semiotic saussure.
metode untuk memeroleh data dilakukan dipastikan bahwa tidak ada satu kelompok
dengan cara menyimak disini tidak hanya masyarakat pun yang mengadakan upacara
berkaitan dengan penggunaan bahasa secara asal-asalan. Masalah bentuk,
secara lisan tetapi penggunaan bahasa struktur, sistem, bahkan bagian-bagian
secara tertulis (Hamuddin, et al., 2020). terkecil yang ada pada sebuah upacara
Metode cakap adalah cara yang ditempuh suatu kelompok masyarakat di daerah
dalam pengumpulan data adalah tertentu memiliki makna tersendiri.
percakapan antara peneliti dengan informan Upacara adat merupakan upaya untuk
(Astari et al., 2019). Adanya percakapan melestarikan nilai-nilai budaya suatu
antara peneliti dengan informan daerah. Melalui upacara tersebut kita dapat
mengandung arti terdapat kontak antar mengetahui makna, serta harapan yang
mereka, karena itulah data yang diperoleh dijelaskan oleh kelompok masyarakat
melalui penggunaan bahasa secara lisan. penganut upacara tersebut.
Untuk memperoleh data dan informasi Klasifikasi penanda tidak lain
yang sesuai dengan permasalahan yang adalah strukturalisasi terhadap sistem.
diteliti, maka peneliti menggunakan teknik Mengelompokkan satuan-satuan signifikan
studi lapangan. Teknik studi lapangan yaitu terkecil dari mata rantai pesan itu ke dalam
pengumpulan data secara langsung kelas-kelas paradigmatik, dan akhirnya
dilapangan dengan menggunakan beberapa mengklasifikasi relasi-relasi sintagmatik
teknik. yang menjadi perekat satuan-satuan
Dalam mengkaji suatu objek tersebut.
(upacara Baliya Jinja) dalam hal ini melalui Upacara adat adalah salah satu
tinjauan semiotik, penulis akan tradisi masyarakat tradisional yang masih
menggunakan teori dari Ferdinan de di anggap memiliki nilai-nilai yang masih
Saussure untuk membedah objek kajian. cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat,
Selain itu, juga akan disesuaikan dengan dan Koencaraningrat menyatakan bahwa
realitas substansi dari sistem pembentuk upacara adalah aktivitas atau rangkaian
upacara tersebut yaitu Baliya Jinja. Dengan tindakan yang ditata oleh adat atau hukum
demikian, dari beberapa teori semiotika yang berlaku dalam masyarakat yang
yang dapat dijadikan aspek analisis di bersangkutan. Upacara bukanlah hanya
antaranya adalah: sintagma, sistem, sekadar rutinitas yang bersifat teknis saja,
penanda, dan petanda. melainkan tindakan yang didasarkan pada
keyakinan religious terhadap suatu
HASIL DAN PEMBAHASAN kekuasaan atau kekuatan mistis.
Upacara Adat sebagai Sistem Melalui upacara, sekelompok
Pertandaan masyarakat memberikan tanda kepada
orang-orang yang hendak memahami
Upacara adat erat kaitannya dengan makna dari upacara adat tersebut. Upacara
keyakinan sekelompok masyarakat atau tersebut diterima oleh orang-orang sebagai
suku tertentu. Pada setiap kelompok petanda untuk mengurai makna yang
masyarakat atau suku yang ada di Indonesia terkandung di dalamnya. Sebagai sistem
terdapat upacara adat tertentu yang pertandaan, maka upacara sekelompok
memiliki makna dari setiap bagian masyarakat di sebuah daerah menjadi
upacaranya. Upacara yang terdapat di satu sesuatu yang dapat direpresentatif oleh
daerah tentunya berbeda dengan upacara orang-orang. Upacara sekelompok
yang ada di daerah lainnya. Setiap upacara masyarakat tidak semata-mata menjadi
masyarakat pasti memiliki makna tersendiri sebuah tontonan atau kebiasaan yang
yang terkandung di dalamnya. Dapat sebatas memiliki nilai keindahan saja,
196 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
melihat hati ayam. Menurut bapak tahapan nombangu tava kayu ini
Masrin Judin jika hati ayam rusak berbagai macam daun kayu, tombak,
(hancur, busuk, atau timbul bercak- kapak dan parang yang sudah diikat di
bercak) sebagai petanda bahwa dalam tiang utama rumah kemudian
pelaksanaan upacara adat akan dibungkus dengan kain putih sebagai
mengalami hambatan dan berbagai petanda bahwa semua yang terlibat
kesulitan yang tidak terduga, hal dalam ritual tersebut berhati tulus dan
tersebut dikarenakan si penderita suci. Dalam tahapan ini pemimpin
penyakit atau tuan rumah yang upacara adat membacakan mantra yang
menyelenggaran pengobatan tersebut berisi pemanggilan kepada penghuni
hati mereka tidak ikhlas untuk alam gaib dan roh nene moyang agar
menyelenggarakan upacara adat, dating dan melihat upacara adat
sebaliknya jika hati ayam tampak bersih tersebut, selain iu pemimpin upacara
dan tidak rusak menandakan bahwa adat juga meminta kepada Allah SWT
dalam pelaksanaan upacara adat akan agar diberi Kesehatan, umur panjang,
berjalan lancer sesuai dengan rencana dan kekuatan selama pelaksanaan ritual
tanpa mengalami hambatan dan dari tahap awal hingga akhir.
gangguan, hal ini dikarenakan keluarga
atau tuan rumah yang berobat hatinya
mereka ikhlas dan menyanggupi semua
syarat-syarat yang harus dipersiapkan
dalam upacara adat, setelah melihat hati
ayam yang dilakukan oleh pemimpin
upacara adat dan seorang bule,
pemimpin upacara adat atau dukun
mengikatkan manik-manik atau Botiga
disalah satu tangan bule. Dalam tahapan
ini hanya terdapat simbol nonverbal.
Gambar 5: Upacara Adat Baliya Jinja
(Nombangu Taya Kayu)
6. Nangande ka ada artinya makan
Bersama untuk pelaksanaan upacara
adat. Pada tahapan tuan rumah
menyuguhkan makanan untuk
pemimpin upacara adat dan kepada
seluruh anggota baliya jinja untuk
santap bersama. Selain itu, para tamu
undangan maupun masyarakat yang
Gambar 4: Upacara Adat Baliya Jinja (Mompesule hanya sekedar dating melihat jalannya
Manu) upacara adat juga disuguhkan makanan.
5. Nombangu Tava Kayu adalah Makan bersama pada upacara adat ini
mendirikan berbagai macam daun kayu, merupakan wujud kebersamaan, saling
kemudian di ikat Bersama dengan menghargai, dan menghormati dalam
kapak, tombak, dan parang di tiang kebersamaan. Dalam tahapan ini
utama rumah. Selain itu dibawah tiang penyajian makanan disajikan di dua
utama rumah juga sudah disediakan tempat yang berbeda yaitu makanan
berbagai macam sesajen dan yang disajikan di dulang berkaki dan
parupalangga baru untuk digunakan makanan yang disajikan di baki. Pada
dalam tahapan berikutnya. pada tahap ini tidak ada mantra yang
198 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
dibacakan, jadi yang nampak pada 8. Noisi Sakaya yaitu tahapan pengisian
tahapan ini hanya simbol nonverbal perahu dengan berbagai macam
saja. sesajen, yaitu Loka dano (pisang gapi),
Cicuru (kue cucur), Katupa (ketupat),
Kandea patangaya (nasi ketan empat
warna yaitu merah, putih, kuning,
hitam), Ntalu daka (telur rebus), Kaluku
tueina (kelapa muda), Manu tunu
samba (ayam bakar utuh), Ate bimba
nidaka (hati domba yang dikukus), Epu-
epu (kue moci), Balengga Bimba
(kepala domba), Manu kodi (anak ayam
yang masih hidup), Poyu kaluku (nira
Gambar 6: Upacara Adat Baliya Jinja (Nangande kelapa). Semua isi sesajen dan kain
ka ada) kuning penutup parupalangga yang
7. Setelah selesai makan untuk adat lama diletakkan dalam perahu. Sesajen
kemudian dilanjutkan dengan tahapan tersebut dipersembahkan kepada
berikutnya yaitu nosunggilama pamula. penghuni laut yang sedangkan kain
Nosunggilama pamula adalah kuning di bawah ke tengah laut agar
melatunkan mantra atau gane yang tidak ada orang yang mengambilnya,
dinyanyikan berulang-ulang dalam karena konon katanya kain penutup
waktu yang sangat lama. Pada mantra parupalangga mempunyai
menyebut semua nama penghuni alam penunggunya dan perahu yang berisi
gaib, roh,, nene moyang, dewa dari sesajen juga bertujuan membawa semua
kayangan sebagai ungkapan penyakit, malapetaka, bahaya, maupun
permohonan maaf dan memohon bencana kaili nompaura. Dalam
pertolongan agar mereka bersama-sama tahapan ini tidak ada mantra yang
mendampingi dukun dan anggota baliya dibacakan dan hanya terdapat simbol-
jinja pada saat pelaksanaan upacara simbol nonverbal.
adat. dalam tahapan ini juga disediakan
berbagai macam isi sesajen, jaka,
potampari, parupalangga baru,
siranindi, diletakkan mengelilingi tiang
utama rumah, dan sambulu gana
masing-masing diletakkan didepan
seluruh anggota baliya sebagai wujud
penghargaan tuan rumah dan digunakan
sebagai syarat wajib dalam pelaksanaan Gambar 8: Upacara Adat Baliya Jinja (Noisi
upacara adat (hasil wawancara dengan sakaya)
bapak Masi). 9. Nompopolivo sakaya adalah tahapan
mempersiapkan perahu yang di bawah
ke pesisir pantai teluk Palu untuk
dilarung. Sebelum membawa perahu,
pemimpin upacara adat membaca
mantra atau gane yang berisi
permohonan ampun, permohonan
pertolongan kepada Allah SWT dan roh
Gambaran 7: Upacara Adat Baliya Jinja para leluhur serta memohon restu dari
(Nosunggilama pamula) para penghuni alam gaib dalam
199 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
bagian tanda dari beberapa sistem yang bersifat linear. Artinya bahwa bagian-
membentuk suatu makna dalam satu bagian tertentu dari setiap upacara adat
kesatuan utuh. baliya jinja atau kata-kata yang lebih dari
Terobosan paling penting pada satu tidak dapat diungkapkan atau diartikan
semiotika adalah diterimanya penerapan dalam waktu yang bersamaan, akan tetapi
konsep-konsep linguistik kedalam diuraikan maknannya secara berurutan
fenomena lain yang bukan hanya bahasa (tersistem). Oleh karena itu Ketika
tertulis, yang dalam pendekatan ini lantas seseorang hendak mengungkapkan sesuatu
diandaikan sebagai teks pula. Oleh karena dengan bahasa verbal, makai a akan
itu dalam kaitannya dengan upacara adat, Menyusun kata-kata tersebut dengan urutan
seluruh prosesi dari upacara adat tersebut tertentu yang kadang secara spontan di luar
akan dianggap sebagai teks. Maka kesadarannya. Demikian pula dalam
seseorang yang hendak menghadirkan komposisi prosesi upacara adat baliya jinja
konstruksi makna upacara adat baliya jinja yang tentu memiliki arti dan makna.
hendaklah menguraikan makna dari tahap- Pemaknaan secara simbolis tersebut tentu
tahap prosesi upacara adat tersebut dengan pula memiliki maksud dan tujuan tertentu.
hubungan kultural masyarakat yang Demikian pula dalam bahasa visual upacara
kontekstual. Teks dan konteks atau dalam adat baliya jinja, yang terdiri dari bentuk,
hal ini upacara adat dan konteks merupakan prosesi, dan bagian-bagian terkecil dari
kesatuan yang tak terpisahkan. Pendekatan upacara adat baliya jinja.
semiotik mempercayai bahwa terlalui naif Saussure menempatkan bahasa
untuk mempertentangkan teks dan konteks. sebagai dasar dari sistem tanda dalam teori
Sebuah jalinan makna dibangun dengan semiologi yang dibuatnya. Bahasa
penuh kesadaran atas hasil dari relasi dipandang oleh Saussure sebagai sistem
antarteks atau intertekstualitas. tanda yang dapat menyampaikan dan
Tinjauan semiotika pada upacara mengekspresikan ide serta gagasan dengan
adat baliya jinja berusaha menemukan lebih baik disbanding sistem lainnya.
makna yang ada dibalik pertandaan upacara Bahasa merupakan saatu sistem atau
adat baliya jinja. Saussure mendifinisikan struktur yang tertata dengan cara tertentu,
semiotika sebagai ilmu yang mengkaji dan bisa menjadi tidak bermakna jika
tentang tanda sebagai bagian dari terlepas dari struktur yang terkait.
kehidupan sosial. Oleh Saussure, semiotika Dengan menggunakan teori relasi
kemudian dielaborasi sebagai hubungan sintagmatik dan sistem tanda tersebut
tripartite yakni tanda (sign) yang merupakan sebuah alternatif untuk
merupakan gabungan dari penanda membedah desain (objek) secara langsung
(signifier) dan petanda (signifie). Penanda dengan melihat struktur atau susunan
memiliki elemen bentuk isi, sementara sekaligus melihat langkah-langkah prosesi
petanda mewakili elemen konsep atau dalam sebuah upacara adat yang dilakukan
makna. Keduannya merupakan kesatuan oleh sekelompok masyarakat.
yang tidak dipisahkan sebagaimana Pada sebuah upacara adat baliya
layaknya dua bidang pada sekeping mata jinja dengan segala bentuk peralatan yang
uang. Kesaruan anatara penanda dan digunakan, struktur pengorganisasian
petanda itulah yang disebut sebagai tanda. upacara adat, dan bagian-bagian terkecil
1. Sintagma dan Sistem pada Upacara secara sadar, sebuah upacara adat menganut
Adat Baliya Jinja pakem pada pelaksanaannya, baik dari segi
Hubungan sintagmatik menurut pemilihat alat, maupun pada bagian-bagian
Saussure adalah hubungan unsur-unsur terkecil lain yang menjadi satu kesatuan
bahasa yang terdapat dalam tuturan dan bentuk prosesi yang bermakna pada
202 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 9, Nomor 1, Tahun 2021 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294