Anda di halaman 1dari 10

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL (LOCAL

WISDOM) TRADISI MEMITU PADA MASYARAKAT


CIREBON
(Studi Masyarakat Desa Setupatok Kecamatan Mundu)

H. Iin Wariin Basyari1

1. Dosen Pembantu Kopertis FKIP Unswagati

ABSTRAK
Penelitian berangkat dari fenomena semakin tereliminasinya unsure-unsur budaya lokal
pada masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah arus modernisasi dan globalisasi
segala aspek kehidupan termasuk tradisi dan budaya. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan nilai-nilai kearifan (local wisdom), tradisi memitu pada masyarakat
Cirebon. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Subjek penelitian adalah komunitas masyarakat Desa Setupatok
Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon. Data dikumpulkan dari sumber primer dan
skunder. Sumber primer dilakukan dengan observasi langsung (natural observation),
untuk pendalaman (indepth review) dilakukan wawancara dengan teknik snowball
sampling. Data skunder diperoleh melalui eksplorasi jurnal, laporan penelitian serta
sumber-sumber pustaka yang relevan. Anlisa menggunakan pendekatan interaktif yang
meliputi reduksi data (data reduction), sajian data (data display) dan penarikan
simpulan (conclusion drawing) serta verifikasi dan validasi (triangulation). Hasil
penelitian disimpulkan bahwa tradisi memitu (selamatan Nujuh Bulan) memiliki nilai-
nilai kesadaran religi, psikologis kesehatan ibu hamil, dapat memelihara integritas
sosial dan pelestarian budaya sebagai perwujudan identitas sosial dan budaya
masyarakat.

Kata Kunci: Kearifan lokal, Memitu

PENDAHULUAN kurang lebih 389 suku bangsa yang


Modernisasi kalau tidak disikapi memiliki adat istiadat, bahasa, tata nilai dan
secara kritis, dengan berbagai daya tarik budaya yang berbeda-beda satu dengan
dan propagandanya memang dapat yang lainnya’.
membius seseorang sehingga lupa pada Adat istiadat dan tata nilai yang ada
identitas dan jatidirinya sebagai bangsa dalam suatu masyarakat merupakan basis
Indonesia. Ujung-ujungnya adalah makin dalam mengatur tata perikelakuan anggota
terkikisnya nilai-nilai luhur budaya lokal, masyarakat. Rasanya akan banyak
regonal maupun nasional. kehilangan sesuatu yang berharga apabila
Mendewa-dewakan dan sikap kekayaan adat istiatat dan budaya yang ada
membabi buta terhadap hal-hal yang berbau di kawasan Nusantara tidak dipelihara dan
modern justru akan dapat merugikan bagi dikembangkan. Untuk itu perlu upaya
eksistensi budaya suatu bangsa itu sendiri. penggalian terhadap apa yang disebut
Bagi bangsa Indonesia, kekayaan budaya dengan istilah nilai-nilai kearifan lokal.
digambarkan dengan keragaman etnik. Sebagaimana dikemukakan Maryani,
Menurut Asian Brain, 2010 (dalam (2011,1) bahwa: “Dalam penjelajahan
Ernawi:2010): ‘Indonesia memiliki jaman untuk mencapai tujuan
“kesejahtaeraan dan kebesaran suatu karena kearifannya menjadi suatu
bangsa”, Indonesia membutuhkan energi kebutuhan’.(Maryani, 2011)
dalam bentuk jatidiri (sense of identity), Nilai-nilai budaya lokal yang unggul
solideritas (sense of solidarity), rasa saling harus dipandang sebagai warisan sosial.
memiliki (sense of belonging), dan Manakala budaya tersebut diyakini
kebanggaan bangsa (sense of pride). memiliki nilai yang berharga bagi
Disadari atau tidak perasaan-perasaan kebanggaan dan kebesaran martabat
tersebut ada pada masyarakat, karena setiap bangsa, maka transmisi nilai budaya kepada
masyarakat pada dasarnya memiliki tatanan generasi penerus merupakan suatu
nilia-nilai sosial dan budaya yang dapat keniscayaan.
berkedudukan sebagai modal sosial (Social Memitu adalah salah tradisi yang
Capital) bangsa. Sikap dan perilaku dijumpai pada masyarakat Kota Cirebon.
masyarakat yang mentradisi, karena Tradisi ini dalam istilah di Jawa disebut
didasari oleh nilai-nilai yang diyakini mitoni. Kalau dalam konsep Geertz (1960),
kebenarannya ini merupakan wujud dari tradisi semacam ini dapat dikategorikan
kearifan lokal. (Maryani,2011) Gobyah kedalam istilah slametan. Dari aspek
2003 (Ernawi, 2010) memaknai kearifan culture value orientation, menurut Clyde
lokal (local wisdom):‘... sebagai suatu Kluckhohn & Florence Kluckhohn bahwa:
kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg “dalam rangka sistem budaya dari setiap
dalam suatu daerah’. kebudayaan ada serangkaian konsep-
Masyarakat pada dasarnya tidak dapat konsep yang abstrak dan luas ruang
dilepaskan dari nilai-nilai tradisi dan lingkupnya, yang hidup dalam alam pikiran
budaya yang turun dari generasi satu ke dari sebagain besar warga masyarakat
genarasi seterusnya. Menurut Geertz, 2007, mengenai apa yang harus dianggap penting
(dalam Ernawi, 2010) dikatakan bahwa: dan bernilai dalam hidup”
‘...kearifan lokal merupakan entitas yang (Koentajaraningrat, 2010:77).
sangat menentukan harkat dan martabat Kandungan nilai dalam suatu wujud
manusia dalam komunitasnya’. Oleh karena kebudayaan bersifat abstrak dan kerapkali
itu manakala nilai-nilai tradisi yang ada samar dan tersembunyi. Melalui penelitian
pada masyarakat terserabut dari akar ini maka akan ter-ekplorasi sisi nilai yang
budaya lokal, maka masyarakat tersebut ada di dalam tradisi memitu yang masih
akan kehilangan identitas dan jati dirinya, dijumpai dalam tradisi masyarakat Kota
sekaligus kehilangan pula rasa kebanggaan Cirebon. Dengan demikian masalah pokok
dan rasa memilikinya. Betapa besarnya dalam penelitian ini adalah Nilai-nilai
kedudukan dari nilai-nilai kearifan lokal, kearifan apakah yang terkandung pada
karena menurut Sartini (2006) peran dan tradisi ‘memitu’ di masyarakat Kota
fungsi kearifan lokal adalah: (1) untuk Cirebon?
konservasi dan pelestarian sumber daya
alam, (2) pengembangan sumber daya TINJAUAN PUSTAKA
manusia, (3) pengembangan kebudayaan
dan ilmu pengetahuan, (4) sebagai sumber Kata budaya berasal dari kata
petuah/kepercayaan/sastra dan pantangan, buddhayah sebagai bentuk jamak dari
(5) sebagai sarana mebentuk membangun buddhi (Sanskerta) yang berarti ‘akal’
intregrasi komunal, (6) sebagai landasaan (Koentjaraningrat, 1974: 80). Definisi yang
etika dan moral, (7) fungsi politik. (dalam paling tua dapat diketahui dari E.B. Tylor
Wuryandari,2010) yang dikemukakan di dalam bukunya
Upaya menggali, menemukan, Primitive Culture (1871).
membangun dan mentransmisikan moral Menurut Tylor, kebudayaan adalah
dan nilai berasal dari keunggulan lokal keseluruhan aktivitas manusia, termasuk
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan
48 H. Iin Wariin Basyari | Edunomic
kebiasaan lain (Nyoman Kutha Ratna, berkenaan dengan tradisi memitu pada
2005: 5). Definisi yang mutakhir masyarakat Cirebon. Penelitian ini
dikemukakan oleh Marvin Harris (1999: 19) menggunakan pendekatan kualitatif karena
yaitu seluruh aspek kehidupan manusia menurut Creswell J.W, (1998,15) :
dalam masyarakat, yang diperoleh dengan ‘Qualitative research is a inquiry process
cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah of understanding based on distinct
laku.
methodological traditions on inquiry that
Kecuali itu juga ada definisi yang
explore a social or human problem. The
dikemukakan oleh Parsudi Suparlan bahwa
research builds a complex, holistic picture,
kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial, yang analyzes words, reports detailed views of
digunakan untuk menginterpretasi dan informants, and conducts the study in a
memahami lingkungan yang dihadapi, dan natural setting’.
untuk menciptakan serta mendorong Instrumen dan Teknik Pengumpulan
terwujudnya kelakuan. Data Natural setting, (kondisi alamiah).
Menurut JJ Honigmann, 1959 ( dalam Untuk meng inventarisasi budaya keraton
Koentjaraningrat,1980,200) ada tiga gejala Cirebon, serta menentukan thema
kebudayaan yaitu (1) ideas, (2) activities, dan pembelajaran dan materi pembelajaran,
(3) artifacts. Sehingga Koentajraningrat maka menggunakan pendekatan natural
menyimpulkan wujud kebudayaan ada tiga setting. Meliputi (1) wawancara dengan
macam: 1) kebudayaan sebagai kompleks sumber data primer, (2) partisipan
ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan; 2) observation , (3) in dept interview dan (4)
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas dokumentasi dan (5) kajian laporan
kelakuan berpola manusia dalam masyarakat; penelitian.
dan 3) benda-benda sebagai karya manusia Validasi data menggunakan teori dari
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) nilai Lather and Connolle, 1994 (dalam,
budaya terdiri dari konsepsi – konsepsi yang Arikunto, et,al, 2006,128), bahwa strategi
hidup dalam alam fikiran sebahagian besar untuk meningkatkan validasi dapat
warga masyarakat mengenai hal – hal yang dilakukan melalui (1) face validity (validasi
mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang muka), (2) triangulation (triangulasi), (3)
ada dalam suatu masyarakat dijadikan critical reflection (refleksi kritis), (4)
orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh
catalytic validity (validitas pengetahuan).
karena itu, nilai budaya yang dimiliki
seseorang mempengaruhinya dalam
menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat,
LAPORAN HASIL PENELITIAN
dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.
Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) Profil Masyarakat Desa Setupatok
mendefinisikan nilai budaya sebagai Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon
….konsepsi umum yang terorganisasi, yang
mempengaruhi perilaku yang berhubungan Secara administratif Kabupaten
dengan alam, kedudukan manusia dalam Cirebon termasuk ke dalam wilayah
alam, hubungan orang dengan orang dan pemerintahan daerah Propinsi Jawa Barat.
tentang hal – hal yang diingini dan tidak Terletak di kawasan pantai utara Jawa.
diingini yang mungkin bertalian dengan Berada di ujung timur laut) Propinsi Jawa
hubungan orang dengan lingkungan dan Barat. Ditinjau dari aspek geografis letak
sesama manusia. Kabupaten Cirebon cukup strategis.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream) Karena daerah ini merupakan kawasan
jalur transfortasi Trans Sumatra-Jawa-Bali,
masyarakat awam menyebutnya jalur
METODE PENELITIAN
Pantura (Pantai Utara Jawa).
Pendekatan Fenomenologi untuk Pola perilaku sosial masyarakat
memperoleh pengalaman empirik Cirebon sangat kentara bila dibandingkan
Edunomic | Jurnal Volume 2 No. 1 Tahun 2014 49
dengan msyarakat lainnya, hal ini maupun pertanian tebu, namun banyak pula
berhubungan erat dengan sistem budaya dijumpai masyarakat pedagang.
keraton yang mempengaruhi kultur Menurut Kepala Desa setempat,
masyarakat Cirebon dan sekitarnya. struktur sosial masyarakat sudah semakin
Merujuk pada teori Rickleffs, kompleks, artinya pola hirarkis pada
budaya masyarakat Cirebon merupakan masyarakat Setupatok tidak terbatas pada
akulturasi dari budaya Islam dan budaya dimensi struktur sebagaimana lazimnya
primordial (pra-Islam). Budaya pra-Islam pada masyarakat agraris, tetapi juga sudah
digambarkan oleh Sutan Takdir dipengaruhi oleh aspek sosial ekonomi
Alisyahbana (Dahuri, 2004,199) bahwa: masyarakat perkotaan pada umumnya.
“...bangsa Indonesia sebelum Sebagai besar penduduk Setupatok
datangnya kebudayaan India dapat beragama Islam. Namun sebagaimana
dikatakan mempunyai cara berpikir sistem golongan keagamaan masyarakat
yang sangat kompleks, yaitu bersifat Jawa pada umumnya. Kelompok budaya
keseluruhan dan emosional, amat agama pada masyarakat Desa Setupatok
dikuasai oleh perasaan, yang sangat dengan menggunakan konsep Geertz
rapat akan pengaruh kebudayaan (1960), dapat dikelompokkan kedalam tiga
agama, kepercayaan pada ruh-ruh dan golongan budaya keagamaan yaitu (1)
tenaga-tenaga gaib yang meresapi kelompok abangan, (2) kelompok priyayi
seluruh kehidupannya”. dan (3) kelompm santri.
Keragaman dan kekayaan budaya Kelompok abangan berlatar sosial
pada masyarakat Cirebon tidak lepas dari dari kalangan petani dan pedagang kecil
basis historis kraton sebagai pusat yang berbasis ekonomi agraris. Kelompok
kekuasaan sosial, politik, ekonomi dan priyayi, berbasis dari kerabat keraton atau
budaya semenjak abad ke 16. Embrionya para pegawai pemerintahan. Sedangkan
berasal dari masa kejayaan kesultanan kelompok santri, umumnya dari kalangan
Islam pada masa kekuasan Syech Syarif masyarakat yang berlatang pendidikan
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. keagamaan baik dari pesantren maupun
Demikian halnya tradisi memitu yang pendidikan formal.
secara turun-temurun dilestarikan Pada kelompok santri itu sendiri
dipertahankan oleh para keturunan kerabat persepsi dan sikap terhadap budaya agama
keraton dan ini dijumpai pula pada lokal satu sama lain berbeda-beda. Ada
masyarakat luas. yang beranggapan bahwa tradisi memitu,
Desa Setupatok adalah salah satu bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi
desa di Kabupaten Cirebon, yang bagi kelompok santri yang berlatar
berbatasan langsung dengan Kota Cirebon. pesantren tradisional bersifat terhadap
Luas wilayah daerah Setupatok berkisar keberadaan budaya agama ini lebih
kurang lebih 285,17 Ha. Terdiri dari luas toleran.
pemukiman penduduk ,persawahan, Sebenarnya dengan adanya sikap
perkebunan, kuburan, pekarangan taman, toleransi dari golongan santri tertentu,
perkantoran, dan prasarana umun lainnya. maka prosesi tradisi memitu telah
Sebagai kawasan pedesaan yang mengalami transformasi, ke arah yang lebih
bersinggungan dengan masyarakat kota, Islami. Sebab golongan santri yang toleran
maka masyarakat Desa Setupatok termasuk ini biasanya akan terlibat langsung dalam
kedlam kategori masyarakat marginal serimonial pada setiap peristiwa pegelaran
dengan karakteristik masyarakat pedesaan suatu tradisi.
yang masih cukup kental. Namun dari Tradisi memitu itu sendiri
aspek ekonomi walaupun sebagain besar merupakan hasil proses akulturasi budaya
masyarakatnya bercocok tanam padi lokal (animism, dinamisme, Hindu dan
Budha dengan Islam. Sebagaimana

5 H. Iin Wariin Basyari |


dikemukakan oleh Masduqi,dkk (2012:48) Untuk itu pada usia kandungan
bahwa: Menurut Pangeran Wangsakerta tujuh bulan ini seorang calon ibu, harus
yang tercatat dalam teks bershodaqoh rujak yang fungsinya untuk
Negarakertabhumisargah I, parwa I, menebus kandungan. Itulah sebabnya
bahwa masyarakat di Jawa bagian kulon pada masyarakat tertentu tradisi memitu
merupakan penganut Hindu sekte disebut slametan nebus weteng.
Waisnawa. Disisi lain kawasan tatar Sunda Tradisi memitu juga disimbolkan
dikenal juga dengan sistem kepercayaan sebagai bentuk penghormatan kepada
asli yang disebut dengan agama ‘Sunda Sayyidina Ali. Maka pada acara ini, do’a
Wiwitan’. Dengan demikian tradisi memitu yang dipanjatkan adalah do’anya Nabi
merupakan akulturasi budaya lokal dengan Muhammad SAW do’a rasul.
Islam. Adapun tahapan-tahapan tradisi
memitu yang dilakukan pada masyarakat
Tadisi Memitu Pada Masyarakat Desa Setupatok Kacamatan Mundu adalah
Desa Setupatok Kecamatan Mundu sebagai berikut. Pertama, Pada tempat
Memitu, pada intinya merupakan yang telah disediakan sedemikian rupa ,
acara slametan. Seperti halnya masyarakat oleh sesepuh, orang tua, kerabat dan
lainnya, tradisi ini dilakukan pada saat undangan. Air untuk mandi diambil dari
kandungan anak pertama memasuki usia tujuh sumur atau sumber air, dicampur
tujuh bulan. Istilah memitu itu sendiri dalam satu bejana dan ditaburi bunga
berasal dari kata ‘pitu’ yang artinya ‘tujuh’. sebanyak tujuh rupa. Pada waktu
Kalau dicermati, prosesi dan bentuk memandikan Ibu yang hamil juga
tradisi memitu dikalangan golongan dipanjatkan do’a-do’a untuk memohon
priyayi, syarat dengan nilai-nilai etika dan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu
filosofis. Sedangkan penyelenggaraan diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi
tradisi memitu pada golongan abangan, yang dilahirkan selamat proses kelahiran
cenderung dianggap sebagai sesuatu yang berjalan lancer dan selamat.
harus dilakukan dengan tata serimonial Tata cara dalam memandikannya
yang kaku dan ketat. Di kalangan golongan adalah seorang ibu hamil duduk di dalam
priyayi yang mengedepankan nilai-nilai sebuah bilik yang terbuat dari bambu yang
etika tradisi memitu, merupakan proses didalamnya sudah tersedia alat-alat untuk
persiapan dalam menghadapi proses siraman. Alat yang digunakan seperti,kendi
kelahiran bayi sehingga harus ada berisi air kembang tujuh rupa, gayung,
selamatan kehamilan yang disebut dengan kemenyan dan janur.
istilah sedekah wulan atau candraning Dalam prosesnya, ibu hamil
bobot. dimandikan tujuh kali siraman oleh paraji
Menurut R. Syarif Rohani sebanyak tujuh kali, dari suaminya , orang
Kusumawidjaja (Masduqi,dkk, 2012:56). tuanya tiga kali dan orang lainnya hanya
bahwa usia kandungan tujuh bulan satu kali. Dilanjutkan dengan
memasuki masa apa yang disebut dengan mengeringkan tubuh ibu hamil
‘Sapta kukila martabate alam insane kamil. menggunakan kain tujuh lapis yang
Sapta kukila, artinya tujuh burung. Orang dipakaikan oleh parajinya, kain yang
yang sedang hamil menginjak usia tujuh digunakan merupakan kain yang baru. Cara
bulan biasanya sering banyak bicara dan memakaikannya dengan cara lepas pasang
sering mengajak bertengkar. Sedangkan sebanyak tujuh kali menggunakan kain
martabate alam insane kamil, dimaknai yang berbeda-beda.
bahwa pada usia kandungan tujuh bulan Tahap kedua setelah memandikan ibu
bayi wujudnya sudah sempurna siap untuk hamil selesai, kemudian ibu hamil tersebut
dilahirkan. memakai kain yang masih baru, biasanya
kain batik. Untuk melanjutkan ke prosesi

Edunomic | Jurnal Volume 2 No. 1 Tahun 5


berikutnya yaitu menaruh dua kelapa dalam pengajian tersebut dibacakan ayat-
gading di pangkuan sang Ibu yang sedang ayat suci Al-Quran. Surat-surat Al-Quran
hamil. Selanjutnya sang suami duduk di yang dibacakan dalam pengajian tersebut
bawah berhadapan dengan sang istri. Sang adalah surat Lukman, Al-wakiah, Yusuf,
suami menggunakan sarung untuk Annisa, Maryam, dan terakhir adalah surat
menangkap kelapa nantinya. Prosesnya, Yasin bertujuan untuk keselamatan ibu dan
pertama kelapa gading dimasukkan oleh bayi pada saat pesalinan dan harapan-
paraji ke dalam kain ibu hamil yang harapan kelak bayi tersebut akan sholeh
nantinya kelapa tersebut akan melalui perut dan sholehah.
sang ibu hamil dan ditangkap oleh sang Dikalangan kelompok masyarakat
suami menggunakan sarung. Proses ini tertentu, tradisi memitu disebut dengan
diulang sebanyak tujuh kali, hal ini istilah syukuran nujuh bulan. Prosesinya
bertujuan untuk proses persalinan berjalan tidak serumit sebagaimana dijelaskan di
dengan mudah. atas. Prosesi dilakukan relative sangat
Ketiga, setelah proses kedua selesai, sederhana. Tidak ada siraman atau mandi
selanjutnya ibu yang sedang hamil kembang, dengan tahapan-tahapan yang
didandani dengan menyisir rambut, sang ketat. Tidak pula disediakan sarana prosesi
ibu juga memakai bedak agar terlihat dengan berbagai macam pernak pernik
cantik. Pada saat itu perut ibu hamil seperti bangunan untuk mandi, dekorasi,
dioleskan minyak kelapa. Selanjutnya sang seperti tebu, bunga gagar mayang, gelapa
suami membawa lari kendi yang berisi air gading, kembang tujuh rupa, serta air dari
dan bunga untuk dipecahkan di tengah- tujuh sumber.
tengah perempatan atau pertigaan jalan. Pada kelompok ini, biasanya
Setelah prosesi tersebut selesai, maka bilik slametan nujuh bulan dilakukan dengan
tempat mandi tadi dengan beramai-ramai cara mengundang ibu-ibu pengajian.
dirobohkan. Dilanjutkan dengan saweran Prosesi diawali dengan sambutan tuan
(menaburkan uang recehan) kepada para rumah atau yang mewakili tentang maksud
pengunjung, termasuk anak-anak. dan tujuan mengundang acara tersebut.
Keempat sodaqoh rujuak, sang istri Dengan dipimpin oleh seorang ustad atau
yang sudah didandani oleh keluarga akan ustadzah, maka dilakukan pembacaan ayat
bersiap-siap untuk mengikuti proses ritual suci Al Qur’an. Biasanya yang dibaca
terakhir yaitu berjualan rujak. Ini adalah Arrokhman, Surat maryam, Surat Yusuf
proses yang paling inti pada ritual tujuh dan lain-lain.
bulanan di desa Setupatok , dimana sang Adakalanya sebelum acara ditutup,
istri berjualan rujak dan yang membeli dilakukan thausiah oleh ustadz atau
adalah warga sekitar atau sanak saudara. ustadzah yang memimpin prosesi tersebut.
Akhirnya semua proses ritual tujuh Selanjutnya acara ditutup dengan doa,
bulanan selesai. Inti utama dari keseluruhan dilanjutnkan dengan silaturahmi para
proses tujuh bulanan ini adalah pada saat undangan dengan ibu yang sedang hamil,
ibu hamil menjual rujak, karena dapat sambil disuguhi berbagai makanan.
menunjukkan derajat sebuah keluarga dan Makanan yang dibuat juga tidak spesifik,
berharap kelak sang anak akan mudah kadangkala makanan-makanan dari pasar
dalam mendapatkan pekerjaan. ada pula makakan jajan pasar (tradisional
Kelima, malam pengajian. Pada daerah setempat).
malam harinya diadakan pengajian yang Setelah silaturahmi dirasakan
akan dihadiri warga sekitar. Dalam cukup, maka undangan pulang ke rumah
pengajian ini, semua orang yang datang masing-masing. Biasanya setiap orang akan
akan membaca ayat suci Al-Qur’an diberi bingkisan berupa makanan berat
bersama-sama yang dipimpin oleh pemuka dengan berbagai lauk pauk sesuai dengan
agama di daerah tersebut, Pada waktu niatan dan kemampuan tuan rumah,

5 H. Iin Wariin Basyari |


bingkisan ini oleh masyarakat berkat. Maryam. Sedangkan pembacaan Surat
Makanan dalam berkat yang dibawapun Annisa berharap agar apabila anak yang
tidak bersifat spesifik, bisa dalam bentuk dilahirkan adalah perempuan, ia akan selalu
masakan yang dibuat oleh tuan rumah dilindungi dan dijaga hak-haknya seperti
bahkan untuk masyarakat tertentu makanan makna yang terkandung dalam Surat
untuk berkat dipesan melalui jasa catering. Annisa. Surat Yasin sendiri dibacakan agar
bayi yang nanti akan dilahirkan selamat dan
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN proses kelahirannya lancar tanpa halangan
apapun.
Nilai-nilai Religi Pada Tradisi Memitu Nilai-nilai moral yang tersurat dan
Masyarakat Indonesia bersifat tersirat dalam tradisi ini, agar orang tua
religious, sehingga berbagai aspek perilaku atau suami yang istrinya sedang
kehidupan tidak dapat dilepaskan dari nilai- mengandung selalu mendekatkan diri
nilai religious. Oleh karena itu salah satu kepada Allah SWT., serta berdoa demi
cirri dari local genius biasanya ‘sangat keselamatan dan kesehatan ibu dan anak.
terkait dengan sistem kepercayaan’ Al Hakikatnya, tradisi ini adalah
Wasilah (2009:51). Menurut pandangan memohon keselamatan kepada Allah Swt.
tradisi Cirebon, bahwa bayi pada usia (Tuhan Yang Maha kuasa). Sebagaimana
kandungan tujuh bulan bersifat martabati ungkapan: “jabang bayi lahir sagede
insane kamil, berarti pada masa ini perlu welujeng selamet sampunenten alangan sak
dipanjatkan do’a-do’a rasul. tunggal penopo”. Anak yang dikandung
Selametan dilakukan dengan akan terlahir dengan gangsar (mudah),
pembacaan ayat suci al-qur’an dan doa oleh sehat, selamat, fisik yang sempurna, tidak
pemuka agama (ustadz) agar ibu hamil ada gangguan apa-apa. Ini sebenarnya
dapat melahirkan dengan lancar dan menggambarkan budi pekerti Jawa yang
selamat baik ibu ataupun bayinya. Ayat Al- selalu memproses diri melalui tazkiyatun
Quran yang dibacakan surat Yusuf agar nafsi (penyucian diri) untuk memohon
kelak apabila anak yang dilahirkan adalah kepada yang Maha Kuasa. Artinya, wujud
seorang laki-laki, anak itu akan memiliki pengabdian diri kepada Allah Swt. (Tuhan
ketampanan seperti dan sifat tauladan Yang Maha Kuasa)
seperti Nabi Yusuf.
Surat Luqman mengandung harapan Nilai-Nilai Psikologis dan Kesehatan
kelak anak yang dilahirkan akan menjadi
anak yang berilmu pengetahuan seperti Sapta kukila dalam tapsiran budaya
Luqman dan menjadi anak yang selalu lokal dimaknai ketidakstabilan emosi bagi
bersyukur dengan nikmat yang telah Allah seorang ibu yang sedang hamil pada usia
Swt. berikan kepadanya, dan kelak setelah kandungan tujuh bulan. Menurur Coad,
dewasa akan menjadi orang tua yang dapat Jane dkk. (2006) bahwa: “ketakutan pun
mendidik anak-anaknya seperti yang telah muncul pada trimester ketiga ini, ibu
dicontohkan oleh Luqman. mungkin merasa cemas dengan kehidupan
Hikmah yang ingin didapat dengan bayi dan kehidupannya sendiri. Depresi
membaca Surat Al-Wakiah agar anak yang ringan merupakan hal umum yang terjadi
akan dilahirkan kelak selalu dicintai Allah pada ibu hamil di trimester ini”.
Swt., dicintai sesame manusia, terhindar Pada tradisi memitu, calon ibu yang
dari kesengsaraan dan kefakiran selamanya sedang mengandung anak pertama, bisa
seperti kandungan isi surat Al-Wakiah itu jagi calon ibu ini masih sangat belia, karena
sendiri. Hikmah membacakan Surat di desa-desa masih kerapkali masih
Maryam agar anak yang dilahirkan kelak melakukan perkawinan pada usia dini.
adalah perempuan, maka ia diharapkan Mereka akan mendapat perhatian dari
dapat menjaga kesuciannya seperti berbagai pihak seperti, suami, orangtua dan

Edunomic | Jurnal Volume 2 No. 1 Tahun 5


kedua mertuanya, kerabat dari kedua belah rurujakan, sampai si ibu melakukan
pihak orang tua, para tetangga, tokoh berbagai prosesi semuanya memerlukan
masyarakat dan tokoh agama. bantuan dari orang lain. Disinilah
Dan semua mendoakan untuk kerukunan antar tetangga akan tercipta.
kesehatan ibu dan anaknya, maka dengan Dengan demikian melalui tradisi ini akan
demikian upacara nujuh bulanan ini sangat terpeliharanya integritas sosial dikalangan
membantu psikologis ibu. Memberi komunitas dan kerabat, serta dapat
kepercayaan diri dan sugesti kepada ibu membangun nilai-nilai kebersamaan atau
yang baru pertama kali memiliki anak. nilai-nilai gotong royong. Sebagai suatu
Acara nujuh bulanan ini bentuk proses akomodasi sosial yang
memberikan sugesti kepada si calon ibu efektif, baik dilihat dari kepentingan
bahwa kelak anak yang dilahirkannya tidak keluarga maupun tentang dan masyarakat.
akan terjadi apa-apa, proses melahirkannya Nilai-nilai Pelestarian Budaya
mudah, dan semuanya berjalan dengan Tradisi memitu, tidak lepas dari
lancar seperti acara nujuh bulanan ini. unsur mitologi. Pertama Air dari tujuh
Sehingga si calon ibu akan percaya diri dan sumber mata air yang suci (dari tujuh
yakin bahwa nanti semuanya akan berjalan sumur) yang ditaruh didalam kendi dan
dengan lancar. ditaburi bunga tujuh rupa, air digunakan
Kekuatan psikis ini merupakan untuk mensucikan diri ibu, sedangkan
modal penting untuk menghadapi bunga tujuh rupa agar ibu dan keluarga
persalinan yang sudah barang tentu cukup senantiasa mendapatkan “keharuman” dari
mencemaskan bagi seorang Ibu muda yang para leluhur. Keharuman merupakan kiasan
belum berpengalaman. dari berkah-safa’at yang berlimpah dari
Pertumbuhan dan perkembangan para leluhur, dapat mengalir (sumrambah)
pada usia tujuh bulan janin telah mampu kepada anak turunnya.
mendengar lebih banyak. Perkembangan Menyiram sebanyak tujuh kali
otak janin pada usia ini juga tumbuh terkait dengan kandungan tujuh
dengan pesat” (Sarwono, 2009) Melalui bulan.Tujuh berasal dari bahasa Jawa pitu
pembacaan ayat-ayat suci Al Qur’an maka yang berarti ‘pitulung’, artinya adalah
akan merangsang perkembangan otak sang pertolonga. Dengan slametan memitu,
bayi secara maksinal, terutama pada otak diharapkan kelak kelak bayi dapat
kanan. dilahirkan selalu mendapat mendapat
pertolongan Allah SWT.
Nilai-nilai Sosial Kemasyarakatan Janur kuning dikebas-kebas ke
punggungnya sebanyak tujuh kali..
Dilihat dari aspek sosial, upacara Berganti-ganti kain hingga tujuh kali.
nujuh bulanan ini memiliki rnilai sosial Makna yang terkandung adalah Untuk
yang tinggi. Acara ini dapat meringankan beban ibu hamil dan juga
mempersatukan kerukunan, kerjasama, dimaksudkan agar kelak anak yang
saling membantu antar masyarakat, dilahirkan dapat mendapat kehangatan,
melestarikan nilai gotong royong dan kemuliaan dan kesenangan hidupnya.
menghilangkan sifat individualisme. Minyak Kelapa dioleskan sebanyak
Karena pada hakikatnya manusia itu 3 kali pada perut ibu agar dalam persalinan
adalah makhluk sosial yang tidak dapat dilancarkan. .Kelapa gading muda
hidup sendiri, mereka akan saling dimasukan sebanyak tujuh kali kedalam
bergantung satu sama lain dan kain ibu yang kemudian ditangkap oleh
membutuhkan pertolongan dan bantuan suaminya. Hal ini bermakna agar kelak
dari orang lain. bayi dapat dilahirkan dengan mudah tanpa
Dari mulai membangun gubuk kesulitan yang berarti. Sera bayi lahir
siraman, acara pengajian, membuat dengan warna kuning langsat, warna kulit

5 H. Iin Wariin Basyari |


yang diidolakan oleh masyarakat Jawa pada dari tradisi ini dipmpin oleh seorang tokoh
umumnya. masyarakat yang pada umumnya
Kemenyan adalah hal yang lazim berkedudukan sebagai ustadz atau ustadzah
dalam tradisi sistem kepercayaan lokal. atau kiai.
Namun demikian tidak ditapsirkan Kedua nilai psikologis dan
pembakaran kemenyan itu sebagai upaya kesehatan. Dimana masa-masa emosi dan
untuk mendatangkan roh-roh leluhur, tetapi aspek psikis yang labil dan kritis karena
semata-mata memang sudah dilakukan menghadapi pengalaman yang pertama
oleh nenek moyang terdahulu. yang mempertaruhkan jiwa dan raga baik
Ibu hamil didandani memakai bedak ibu maupun anaknya, melalui tradisi ini
dan lain sebagainya agar cantik. Sedangkan dapat menumbuhkan ketenangan batin dan
makna spiritual dari berjualan rujak adalah spirit untuk menghadapi perslainan yang
agar kelak bayi yang dilahirkan setelah penuh dengan resiko.
sebagai wujud persembahan dan Ketiga nilai sosial budaya, dalam
pengabdian kepada Tuhan. tradisi ini terkandung nilai-nilai filosofis
Perilaku-perilaku tersebut bisa jadi dalam kehidupan, antara lain; melestarikan
hanya sekedar mitos. Mitos itu sendiri tradisi leluhur dalam rangka memohon
menurut Srimultono (1998) dimaknai keselamatan. Hal ini tentunya memiliki
sebagai cerita-cerita kuno, yang diturunkan nilai yang istimewa karena melestarikan
dengan bahasa indah, dan isinya dianggap budaya yang baik merupakan kekayaan
bertuah berguna bagi kehidupan lahir dan khazanah dalam kehidupan. Mitologi bisa
batin, serta dipercayai dan dijunjung tinggi pula berperan sebagai media pendidikan
oleh pendukungnya dari generasi- agar masyarakat memiliki identitas dan jati
kegenerasi berikut (Hendriyana,2009:148). dirinya.
Keempat tradisi memitu memiliki
KESIMPULAN fungsi latency, menjaga keseimbangan,
Tradisi adat Jawa memitu sosial, integritas sosial, dan melestarikan
(tingkeban/mitoni) merupakan bagian dari nilai-nilai gotong royong.
budi pekerti Jawa yang memiliki makna Dengan demikian nilai-nilai
filosofis dalam kehidupan. Tradisi ini kearifan lokal (local wisdom), pada tradisi
memang merupakan akulturasi budaya memitu, meliptui nilai rekigis, psikologi
lokal dengan Islam. kesehatan, nilai sosial dan nialai budaya.
Pertama nilai religi, sebagaimana
hasil penelitian penulis, tradisi ini Daftar Pustaka
walaupun tidak diajarkan dalam Islam,
namun didalamnya ada muatan nilai-nilai Al Wasilah,dkk. (2009). Etnopedagogis,
yang diajarkan dalam Islam, yaitu Bandung, Kiblat.
permohonan kepada Allah Swt. dalam
rangka keselamatan dan kebahagiaan Arikunto,et,al, (2006), Penelitian Tindakan
melalui laku suci (proses penyucian diri) Kelas, Bandung, Bumi Aksara.
dari berbagai kotoran dan noda dosa yang
selama ini telahdilakukan. Dari aspek Coad, Jane dkk. (2006). Anatomi dan
religius menunjukkan adanya suatu bentuk Fisiologi untuk Bidan. Jakarta: EGC
penghambaan kepada Allah SWT. Hal ini
dapat diharapkan dapat meningkatkan Creswell,J.E, (2008), Education Research,
iman dan taqwa seseorang. Nilai lain Planning, Conducting, and
adalah bahwa tradisi ini memiliki unsur Evaluating Quantitative and
da’wah selama dalam penyelenggaraannya Qualitative Research, (Third
tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah Edition), New Jersey , Person
agama. Karena pada umumnya serimonial International Edition;

Edunomic | Jurnal Volume 2 No. 1 Tahun 5


(4) Siti Aminah 45 th (Kader
Dahuri,dkk (2002). Budaya Bahari, Sebuah PKK).Masduki (Perangkat Desa).
Apresiasi di Cirebon, Jakarta, ----
Perum Percetakan Negara RI.

Ernawi,SM, (2010), Harmonisasi Kearifan


Lokal Dalam Regulasi Penataan
Ruang,(Online), Makalah Pada
Seminar Nasional ‘Urban
Culture,Urban Future, Harmonisasi
Penataan Ruang dan Budaya Untuk
Mengoptimalkan Potensi Kota, pada
http://www.penataanruang.net, (26
Desember 2013)

Geertz,C, (1983), Abangan,Santri, Priyayi,


Dalam masyarakat Jawa,
Jakarta,Pustaka Jaya.

Hendriyana, (2009), Metodologi Kajian


Artefak Budaya Fisik (Fenomena
Visual Bidang Seni), Bandung,
Sunan Ambu.

Koentjaraningrat, (2010), Sejarah


Antropologi II, Jakarta, Universitas
Indonesia.

Maryani,E, (2011), Kearifan Lokal Sebagai


Sumber Pembelajaran IPS dan
Keunggulan Karakter Bangsa,
Makalah Pada Konvensi Pendidikan
Nasional IPS (KONASPIPSI),
Bandung.

Masduqi,dkk (2012), Islamisasi Politik dan


Kerajaan Islam Cirebon, Balitbang,
Kemendag RI. Jakarta.

Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. P.T. Bina


Pustaka : Jakarta

Wildan,D, (2002), Antara Fiksi dan Fakta


Pembumian Islam Dengan
Pendekatan Struktural dan
Kultural, Bandung, Humaniora
Utama Press;

Sumber Primer (1) Maniah 50 tahun Dukun


Paraji. (2) Rohayati (35) Bidan
Desa, (3) Nunung 30 (warga desa),
5 H. Iin Wariin Basyari |

Anda mungkin juga menyukai