Anda di halaman 1dari 6

SALAH SATU KEARIFAN LOKAL DI WILAYAH KAB.

MALANG “TRADISI GBEBEG SURO GUNUNG KAWI”

BAGUS ANDRIANTO
Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang 05 Malang 65145
bagus.andrianto.2107316@students.um.ac.id

Abstract : The Grebeg Suro tradition is an activity carried out by the Wonosari
village community on the slopes of Mount Kawi as a commemoration of the
Islamic New Year which is carried out every year. Basically this activity is also a
form of gratitude for the Wonosari village community for the abundant produce
that has been given for 1 year. The purpose of this study is to explain (1) the
meaning of the Grebeg Suro tradition, (2) cultural acculturation in the Grebeg
Suro tradition, (3) the arrangement of activities during the Grebeg Suro tradition,
(4) analysis of the cultural paradigm. This research uses the historical method.
Meanwhile, the data collection technique used is through a literature study or
literature study, namely by collecting appropriate sources and interviews with the
Wonosari village community. The results of this study are expected to help
understand what the Grebeg Suro tradition is.
Keywords: Tradition, Grebeg Suro, Acculturation.

Abstrak : Tradisi Grebeg Suro merupakan kegiatan yang dilakukan oleh


masyarakat desa Wonosari di lereng Gunung Kawi sebagai peringatan tahun baru
Islam yang dilakukan setiap tahunnya. Pada dasarnya kegiatan ini juga merupakan
wujud rasa syukur masyarakat desa Wonosari atas hasil bumi yang melimpah
yang telah diberikan selama 1 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan (1) pengertian tradisi Grebeg Suro, (2) akulturasi budaya pada tradisi
Grebeg Suro, (3) susunan kegiatan pada saat tradisi Grebeg Suro, (4) analisis
paradigma kebudayaan. Penelitian ini menggunakan metode historis.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui studi
literature atau studi kepustakaan yakni dengan mengumpulkan sumber-sumber
yang sesuai dan wawancara terhadap masyarakaat desa Wonosari. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat membantu pemahaman mengenai apa itu tradisi Grebeg
Suro.
Kata Kunci: Tradisi, Grebeg Suro, Akulturasi.

PENDAHULUAN
Malang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa
Timur. Menurut BIG, luas wilayah kabupaten Malang kurang lebih 3.535 km
persegi. Banyak potensi wisata yang menjadikan kabupaten malang menjadi salah
satu destinasi wisata yang layak dikunjungi. Salah satunya pada saat hari libur
tahun baru Islam, di wilayah Gunung Kawi terdapat sebuah upacara peringatan
tahun baru islam yang dikenal sebagai upacara Grebeg Suro yang hanya ada di
Malang.
Tradisi Grebeg Suro merupakan wujud akulturasi antara kebudayaan Islam
yang dipadukan dengan kebudayaan Jawa. Tradisi ini dilakukan sebagai
peringatan tahun baru Islam setiap tahunnya. Banyak daerah di wilayah Jawa
Timur yang melaksanakan Tradisi Grebeg Suro setiap tahunnya, salah satunya di
desa Wonosari, Gunung Kawi.
Tradisi Grebeg Suro yang dilakukan di Gunung Kawi selain untuk
memperingati Tahun Baru Islam juga sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas
hasil bumi yang melimpah setiap tahunnya dan persembahan terhadap leluhur
mereka yaitu Eyang Junggo dan Eyang Soejono atas perannya dalam memajukan
masyrakat desa Wonosari.
Namun, dari banyaknya media yang menyoroti upacara Grebeg Suro
tersebut, masih belum ada yang melakukan kajian mengenai benda-benda dan
hasil bumi yang dibawa pada saat kegiatan tersebut. Hal ini penting untuk diulas
karena benda-benda dan hasil bumi tersebut memiliki makna yang belum banyak
diketahui oleh masyarakat diluar wilayah Gunung Kawi. Oleh karena itu, penulis
bermaksud untuk pertama, membahas mengenai apa itu Tradisi Grebeg Suro.
Kedua, membahas mengenai proses akulturasi upacara grebeg Suro. Ketiga,
membahas mengenai susunan kegiatan yang dilakukan pada saat acara tersebut
berlangsung. Dan yang terakhir membuat analisis paradigm kebudayaan dari
tradisi Grebeg Suro tersebut.

METODE
Berdasarkan rumusan masalah metode penelitian yang dilakukan
menggunakan metode kualitatif. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan
disimpulkan. Dari kesimpulan tersebut divalidasi dengan hasil penelitian
sebelumnya untuk melihat relevansinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengertian Tradisi Grebeg Suro
Tradisi Grebeg Suro merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat
desa Wonosari di lereng Gunung Kawi sebagai peringatan tahun baru Islam yang
dilakukan setiap tahunnya. Pada dasarnya kegiatan ini juga merupakan wujud rasa
syukur masyarakat desa Wonosari atas hasil bumi yang melimpah yang telah
diberikan selama 1 tahun, dan memberikan persembahan di makam Eyang Junggo
dan Eyang Soejono atas perannya dalam memajukan desa Wonosari pada zaman
dahulu.
Bagi masyarakat desa Wonosari kegiatan yang dilakukan setiap tahunnya
tersebut bersifat wajib. Selain menyangkut kelangsungan hidup masyarakat
Wonosari, ritual ini juga ditujukan untuk keselamatan masyarakat Kabupaten
Malang.
Akulturasi Budaya pada Tradisi Grebeg Suro

Proses akulturasi merupakan suatu proses dimana terdapat suatu


percampuran kebudayaan luar dengan kebudayaan asli yang proses
penerimaannya berangsur-angsur diterima tetapi dengan satu catatan bahwa tidak
akan menghilangkan unsur kebudayaan asli tersebut. Banyak para ahli yang
mengemukakan pendapat mengenai akulturasi budaya. Berikut pendapat-pendapat
mengenai akulturasi kebudayaan

Koentjaraningrat, mengemukakan akulturasi adalah suatu proses sosial


yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga
unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri. Sedangkan menurut KBBI, akulturasi yaitu proses masuknya pengaruh
kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif
sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu, dan sebagian berusaha menolak
pengaruh itu.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akulturasi


kebudayaan adalah proses percampuran dua kebudayaan yang prosesnya tidak
menghilangkan kebudayaan asli itu sendiri.

Sedangkan pada tradisi Grebeg Suro yang ada di Gunung Kawi terjadi
akulturasi antara kebudayaan Islam yang berpadu dengan kebudayaan Jawa.
Dapat dilihat bahwa Tradisi Grebeg Suro merupakan kebudayaan islam yang
dipadukan dengan kegiatan lain seperti pemberian persembahan terhadap leluhur
Gunung Kawi dan perwujudan rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah dengan
tidak menghilangkan makna dari perayaan tahun baru islam (Grebeg Suro)
tersebut.

Menurut hasil wawancara pada warga sekitar, pada zaman dulu


masyarakat desa Wonosari memberikan persembahan setiap tahunnya kepada
leluhur mereka yaitu Eyang Junggo dan Eyang Soejono. Kemudian lambat laun
terjadi penyebaran agama islam di wilayah Gunung Kawi dan terjadi proses difusi
kebudayaan. Setelah itu terjadi proses bertemunya antara tradisi masyarakat
gunung kawi tersebut dengan tradisi islam (perayaan Tahun Baru Islam). Hingga
akhirnya terjadi proses akulturasi kebudayaan. Maka dari itu pada pelakasanaan
Grebeg Suro tersebut selain untuk merayakaan tahun baru islam juga masih
dilakukan tradisi-tradisi masyarakat Gunung Kawi sebelumnya, seperti
memberikan sesaji dimakam Eyang Junggo dan Eyang Soejono.

Susunan Kegiatan Pada Saat Tradisi Grebeg Suro

Kegiatan ini diawali pada malam sebelum pelaksanaan acara kirab sesaji
yaitu dengan melakukan pengajian dan pementasan wayang kulit yang dilakukan
semalaman di padepokan eyang Junggo. Kemudian keesokan harinya masyarakat
berkumpul di wilayah pesarean eyang Junggo dengan membawa macam-macam
persembahan dan ogoh-ogoh yang akan dibakar pada akhir acara.

Arak-arakan tersebut berjalan sekitar 3 km mengelilingi wilayah pesarean


dengan membawa persembahan yang sudah disiapkan terlebih dahulu yang
kemudian berakhir di makam Eyang Junggo. Tumpeng-tumpeng yang dibawa tadi
kemudian dibacakan do’a do’a oleh kepala adat dan kemudian dibagi bagikan
kepaa pengunjung untuk dimakan bersama-sama karena diyakini bahwa kirab
sesaji yang telah dibacakan do’a tersebut merupakan lambing kemakmuran dan
rezeki bagi siapapun yang mendapatkannya (Purwanto D.).

Dan sesi terakhir dari kegiatan tersebut yaitu pembakaran ogoh-ogoh.


Ogoh-ogoh yang berupa patung raksasa tersebut merupakan lambang sifat
keburukan dan keangkara murkaan manusia di dunia dan manusia dijauhkan dari
sifat-sifat jahat. Pada prosesi pembakaran ogoh-ogoh tersebut juga diiringi tarian
raksasa yang di lakukan bersama oleh anak-anak desa Wonosari.

Analisis Paradigma Kebudayaan

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa Tradisi grebeg Suro dilakukan oleh masyarakat


Gunung kawi tepatnya di desa Wonosari sebagai peringatan Tahun Baru Islam.
Selain itu juga merupakan wujud rasa syukur masyarakat desa Wonosari atas hasil
bumi yang melimpah setiap tahunnya. Tradisi Grebeg Suro ini merupakan wujud
dari akulturasi kebudayaan Jawa yang berpadu dengan kebudayaan Islam. Pada
awalnya masyarakat desa hanya memberikan sesaji setiap tahunnya atas hasil
bumi yang melimpah. Setelah terjadi akulturasi tersebut tradisi ini juga digunakan
sebagai hari perayaan Tahun Baru Islam setiap tahunnya, tetapi tradisi seperti
sesaji terhadap leluhur juga tetap dilakukan. Banyak benda-benda dan hasil bumi
yang dibawa pada saat kirab tersebut, antara lain ogoh-ogoh, gunungan buah, nasi
tumpeng dll.
DAFTAR PUSTAKA

Yurisa P. R., Fu’aturosida R., Agung Y. R., Muhayani U. 2021. Islamic Values
Behind the Ritual of a Cow Head Burial in Grebeg Suro , 23 (1), 157-172.
(Online).(http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/infopub/article/view/
10576/pdf, diakses 27 Oktober 2021).

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2009. Jakarta: Pustaka Phoenix.

Purwanto D. 3 November 2021. Komunikasi Personal.

Anda mungkin juga menyukai