Anda di halaman 1dari 3

Panca Yadnya

Mula-mula banyak orang memahami bahwa yadnya adalah semata-mata upacara ritual
keagamaan. Pengetahuan ini tentu tidak sepenuhnya dapat disalahkan, karena upacara ritual
keagamaan merupakan butir dari suatu yadnya. Pada puncanya, Yadnya bukanlah sekadar
upacara keagamaan, tetapi malah lebih dari itu. Segala kegiatan manusia untuk bersujud
bhakti kepada Hyang Widhi adalah Yadnya.

Pada puncanya, Yadnya merupakan penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan
manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya. Pada masa srsti yaitu penciptaan
alam Hyang Hidhi dalam kondisi Nirguna Brahma (Tuhan dalam wujud tanpa sifat)
melakukan Tapa menjadikan diri beliau Saguna Brahma (Tuhan dalam wujud sifat Purusha
dan Pradhana). Dari awalan ini jelas bahwa akar dari penciptaan adalah dengan dilakukannya
Yadnya yangmana saat itu terjadi pengorbanan diri Hyang Widhi dari Nirguna Brahma
menjadi Saguna Brahma.

Manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kebahagiaan dan
kesempurnaan tidak mungkin dapat dicapai tanpa ada sebuah pengorbanan yang tulus.
Contoh sederhana untuk membuat sebuah baju kita tentu harus memotong-motong kain untuk
dapat dijadikan baju.

Dari gambaran sederhana di atas dapat diambil kesimpulan bahwa demi mencapai
kebahagiaan dan kesempurnaan hidup maka kita harus rela mengorbankan sebagian dari
milik kita. Hyang Widhi akan merajut potongan-potongan pengorbanan kita dan
menjadikannya sesuai dengan keinginan kita. Tentu saja pengorbanan ini harus didasari
dengan tulus ikhlas. Tanpa dasar tersebut maka suatu pengorbanan bukanlah yadnya.

Pengorbanan dalam hal ini bukan saja dalam bentuk materi. Seluruh bidang yang sudah
manusia punya dapat dikorbankan dengan ikhlas sebagai yadnya. Manusia dapat
mengorbankan pikiran, pengetahuan, ucapan, tindakan, bahkan nyawanya untuk dijadikan
Yadnya.

Untuk mempermudah dalam melakukan pengorbanan yadnya, maka dikelompokkanlah


Yadnya itu yang disebut dengan Panca Yandya. Panca yadnya adalah lima pengorbanan suci
yang tulus ikhlas berdasarkan dharma. Menurut Lontar Agastya Parwa, Panca Yadnya
diuraikan sebagai berikut.

1. Dewa Yadnya
Dewa yadnya adalah suatu upacara pengorbanan yang suci dan didasari dengan rasa
yang tulus ikhlas kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa. Umat Hindu melakukan upacara
Dewa Yadya ini dengan menghaturkan canang dengan kelengkapannya sehari-hari.
Pelaksanaan upacara Dewa Yadnya ini dilaksanakan berdasarkan wuku, wewaran, dan
sasih. Upacara Dewa Yadnya dilakukan pula dalam bentuk upacara pujawali atau
ngodalin di pura atau sanggah pemerajan. Upacara ngodalin itu didahului pula oleh
upacara melaspas pura atau pelinggih bagi yang baru membuat tempat suci itu. Ada
juga upacara mendem pedagingan bagi yang pelinggihannya belum diisi pedagingan
dan juga upacara menyusun pedagingan (menambah pedagingan pelinggih atau
sanggah merajannya) bagi yang sudah mendem pedagingan lebih dari sepuluh tahun.
Upacara Dewa Yadnya ini dilaksanakan pula dalam bentuk merayakan suatu hari raya
seperti Galungan, Saraswati, dan hari raya Hindu lainnya.

2. Bhuta Yadnya
Bhuta Yadnya adalah suatu upacara pengorbanan yang disertai dengan rasa tulus
ikhlas kepada Sang Bhuta Kala. Upacara Bhuta Yadnya bertujuan untuk nyomia para
Bhuta Kala agar berbagai kekuatan negatif yang dipandang mampu mengacaukan
kehidupan umat manusia dapat dinetralkan. Bhuta Yadnya pada hakikatnya bertujuan
untuk mewujudkan Bhuta Kala menjadi Bhuta Hita seperti yang disebutkan di dalam
Sarasamuccaya 135. Bhuta Hita artinya menyejahterakan dan melestarikan alam
lingkungan (Sarwaprani). Upacara Bhuta Yadnya yang lebih cenderung untuk nyomia
atau mendamaikan atau menetralisir kekuatan-kekuatan negatif agar tidak mengganggu
kehidupan umat manusia dan bahkan diharapkan dapat membantu kehidupan umat
manusia. Bentuk upacara Bhuta Yadnya itu antara lain segehan, caru, sampai dengan
tawur. Segehan terdiri dari lima belas jenis. Caru juga memiliki banyak jenis, dari caru
eka sata yang mengorbankan ayam brumbun (ayam yang memiliki bulu serba warna),
sampai ada yang bernama Panca Kelud. Intinya adalah ayam yang menjadi bahan dasar
caru tersebut. Bila upacara Bhuta Yadnya menggunakan kerbau, caru itu sudah
bernama tawur. Jumlah kerbau yang digunakan tergantung besar kecilnya upacara, dari
satu sampai 26 ekor.
Pengertian Bhuta Yadnya dalam bentuk upacara amat banyak macamnya.
Keseluruhan dari semua itu lebih cenderung sebagai upacara nyomia yaitu
menyentosakan dan memperbaiki fungsi dari negatif menjadi positif. Sedangkan arti
sebenarnya Bhuta Yadnya adalah memelihara kesejahteraan alam.

3. Rsi Yadnya
Menurut rumusan dalam kitab suci, Rsi Yadnya itu adalah menghormati dan memuja
rsi atau pendeta. Dalam kegiatan upacara, beberapa buku menyebutkan upacara
madiksa digolongkan ke dalam upacara Rsi Yadnya. Dalam praktik upacara yadnya di
Bali, yang digolongkan upacara Rsi Yadnya adalah upacara Rsi Bojana yaitu upacara
penghormatan kepada sulinggih atau pendeta dalam bentuk menyuguhkan makanan
yang disajikan dengan sangat terhormat. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, Rsi
Yajna ngaranya kapujan ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang.artinya
Rsi Yadnya adalah berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri
menjadi manusia.
Dengan demikian, melayani para pendeta di kehidupan sehari-hari ataupun disaat
Beliau memimpin upacara, tergolong kegiatan Rsi Yadnya. Selain itu, mendalami
kitab-kitab sastra apalagi kitab suci Veda adalah juga merupakan Rsi Yadnya.

4. Pitra Yadnya
Pitra Yadnya adalah upacara yang bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur.
Kata pitra memiliki persamaan dengan kata pita yang artinya ayah atau orang tua.
Mengapa kita harus menghormati orang tua, karena menurut Kakawin Nitisastra ada
lima fungsi Ayah atau Bapa yang disebut dengan Pancawida yaitu:
a. Matulung urip rikalaning baya, artinya: menolong tatkala meghadapi bahaya.
b. Sang maweh binojana, artinya orang yang meberikan kita makan.
c. Sang mangupadyaya, artinya orang yang memberikan kita pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
d. Sang menyangaskara, artinya orang yang menyucikan diri kita dengan upacara.
e. Sang ametuwaken, artinya orang yang menyebabkan kita lahir.

Dari kelima fungsi tersebut, betapa mulianya kedudukan orang tua dalam pandangan
Hindu. Itulah sebabnya setiap manusia Hindu wajib menaruh hormat dan berbakti
kepada orang tuanya.

Penghormatan kepada orang tua atau leluhur lebih ditonjolkan dalam bentuk upacara
ngaben. Upacara ngaben ini bertujuan untuk melepaskan Sanghyang Atma dari ikatan
Panca Maha Bhuta.

5. Manusa Yadnya
Dalam rumusan kitab suci Veda dan kitab-kitab sastra Hindu, Manusa Yadnya adalah
memberi makan pada masyarakat dan melayani tamu dalam upacara. Namun dalam
penerapannya di Bali, upacara Manusa Yadnya tergolong Sarira Samskara yang artinya
peningkatan kualitas manusia. Manusia Yadnya di Bali dilakukan sejak bayi masih
berada dalam kandungan upacara pawiwahan. Upacara tersebut antara lain; upacara
pagedong-gedongan, upacara kepus pungsed, upacara tutug kambuhan, upacara
nyambutin, upacara ngotonin, upacara ngerajasewala, upacara potong gigi, dan upacara
pawiwahan.

Anda mungkin juga menyukai