Anda di halaman 1dari 6

TRADISI NGEDEBLAG DI DESA PAKRAMAN KEMENUH KECAMATAN

SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR


(Kajian Teologi Hindu)
Oleh
Ni Putu Dian Yudiani, I Wayan Mandra, I Ketut Gunarta
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
e-mail: dianyudiani245@gmail.com

Abstrak
Umat Hindu selalu memegang teguh ajaran Tri Hita Karana yaitu tiga sumber
yang mendatangkan kebahagiaan, yakni hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa yang disebut dengan Parhyangan, hubungan manusia dengan sesama manusia yang
disebut dengan Pawongan dan hubungan manusia dengan alam sekitar yang disebut dengan
Palemahan. Tradisi Ngedeblag merupakan salah satu bentuk pengimplementasian sebagai
wujud Sraddha, dan Bhakti secara niskala untuk mensejahterakan alam dari pengaruh
bhutakala. Tradisi ini mulai dilakukan pada sasih kalima dengan menghaturkan banten caru
di depan rumah masing-masing, kemudian dilanjutkan dengan tedunnya Ida Sesuwunan Ratu
Agung yang diiringi oleh krama desa dengan mengolesi wajahnya dan membawa pohon jaka
beserta alat-alat yang dapat mengeluarkan suara bising. Adapun permasalahan pada
penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah prosesi Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman
Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?, Apakah fungsi Tradisi Ngedeblag di
Desa Pakraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?, Apakah makna
Teologi Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten
Gianyar?
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan
data yaitu observasi, dokumentasi, wawancara, dan kepustakaan. Teori Religi untuk mengkaji
prosesi Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten
Gianyar, Teori Fungsional Struktural untuk mengkaji fungsi Tradisi Ngedeblag di Desa
Pakraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, dan Teori Simbol untuk
mengkaji Makna Teologi Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman Kemenuh, Kecamatan
Sukawati, Kabupaten Gianyar.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu sebagai berikut: (1) Prosesi Tradisi Ngedeblag
di Desa Pakraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar dilaksanakan mulai
kajeng kliwon sasih kalima dengan tahapan awal yakni maturpiuning kemudian kajeng
kliwon berikutnya dilaksanakan tradisi Ngedeblag untuk menyomya para bhuta kala. (2)
Fungsi Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten
Gianyar yakni fungsi Religi untuk meningkatkan sraddha, dan bhakti kepada Tuhan, fungsi
sosial untuk mempererat tali persaudaran antar krama desa, fungsi sebagai penolak bala
yakni agar terhindar dari segala bencana. (3) Makna Teologi Tradisi Ngedeblag di Desa
Pakraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, yaitu sebagai bentuk
penghormatan kepada Tuhan, serta pentingnya menjaga kelestarian alam untuk mencapai
keseimbangan, dan kemakmuran alam semesta ini.
Kata Kunci: Tradisi Ngedeblag, Sasih Kalima

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU | 73


I. PENDAHULUAN
Bali merupakan pulau yang memiliki berbagai macam keunikan dan keanekaragaman
budaya, salah satunya dapat dilihat dari cara kehidupan beragama masyarakat Bali yang
dominan beragama Hindu. Kesehariannya masyarakat Hindu selalu melakukan ritual
keagamaan. Tradisi keagamaan Hindu di Bali tampak sangat meriah karena dijiwai oleh
ajaran agama dan selalu ditopang oleh adat-istiadat yang kuat, dan kental (Wijayananda,
2004:2-3). Setiap daerah memiliki perbedaan dalam pelaksanaan upacara atau ritual sesuai
dengan desa, kala, patra (tempat, waktu, dan kondisi) tersebut. Salah satu upacara
keagamaan yang menjadi tradisi masyarakat Bali di Desa Pakraman Kemenuh, Kecamatan
Sukawati, Kabupaten Gianyar yaitu Tradisi Ngedeblag yang dilaksanakan mulai dari sasih
kalima. Seperti tradisi yang lain, Ngedeblag juga memiliki keunikan dari segi pakaian yang
digunakan, yaitu para krama desa yang mengikuti tradisi ini memakai kamben (kain) yang
dilapisi oleh saput tanpa mengenakan baju bagi kaum laki-laki. Pada bagian wajah diolesi
berbagai macam warna yang akan menimbulkan kesan menyeramkan dan pada keningnya
diolesi pamor (colek pamor) untuk mengelabui para bhuta kala, dan pada bagian kepala
ditutupi kukusan.
Para kramadesa juga membawa alat-alat atau perabotan yang bisa dibunyikan selama
mengitari desa, seperti kulkul, terompet, panci, dan lain sebagainya, yang dipadukan dengan
gambelanbaleganjur dan diiringi dengan Sesuwunan Ratu Agung lanang istri, Masyarakat
mengawalinya dengan melakukan persembahyangan bersama di Pura Dalem, dan kemudian
para pemangku memercikkan tirta, atau wangsuh pada Ida Bhatara kepada para krama desa,
gong, kulkul dan alat-alat lain yang akan dibunyikan saat mengitari desa. Ida Ratu Agung
lanang istri tedun diawali dengan pelepah daunjaka yang dibawa oleh kaum anak-anak, dan
diikuti oleh seluruh masyarakat yang ada di DesaPakraman Kemenuh.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian
ini adalah (1) Bagaimanakah prosesi Tradisi Ngedeblag di DesaPakraman Kemenuh,
Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar? (2) Apakah fungsi Tradisi Ngedeblag di Desa
Pakraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar? (3) Apakah makna Teologi
Tradisi Ngedeblag di DesaPakraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati. Kabupaten Gianyar?

II. PEMBAHASAN
1. Prosesi Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman Kemenuh
1.1 Sejarah Tradisi Ngedeblag
Bermula dari Sang Pendeta Patni Yogi Sinungsung diserang penyakit lumpuh, setelah
beliau menginjakkan kakinya di Desa Tegal Wanasari hingga beliau wafat. Putranya bernama
Ida Nyoman Kemenuh, tinggal, dan menetap disana sampai menurunkan keluarga Brahmana
Wangsa golongan Kemenuh.Wabah penyakit yang merenggut nyawa ibunya semakin
meningkat, dan mengancam keselataman masyarakat, beliau kemudian memiliki keinginan
untuk menyelamatkan warganya dari penyakit.Beliau melakukan Samadhi dengan tujuan agar
mendapatkan petunjuk dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, agar warga Wanasari Kemenuh
terhindar dari segala penyakit. Persamadhian itu membuahkan hasil, beliau mendapat
pawisik untuk melakukan suatu upacara pesasihan untuk menetralisir wilayah Desa
Pakraman Kemenuh dari segala jenis wabah penyakit.Pelaksanaan itu erat kaitannya dengan
suara-suara yang bising sehingga masyarakat menyebutnya dengan tradisi Ngedeblag.

1.2 Waktu Pelaksanaan Tradisi Ngedeblag


Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman Kemenuh dilaksanakan mulai dari hari kajeng
kliwonsasih kalima yang diawali dengan tahapan matur piuning di seluruh Pura yang ada di
lingkungan Desa Pakraman Kemenuh.Tradisi Ngedeblag ini dilaksanakan berturut-turut

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU | 74


selama tiga kali yakni pada sasih kelima, sasih kaenam dan sasih kapitu, hanya saja
perbedaannya terletak dari penampilan para krama desanya yang hanya mengolesi wajah dan
tubuhnya sekali saja yaitu pada sasih kelima, sasih kaenam dan sasih kapitu menggunakan
pakaian adat seperti biasanya dan berkeliling mengitari desa.

1.3 Upakara Tradisi Ngedeblag


Pada umumnya krama istri menyiapkan sarana upakara yakni banten yang akan
dihaturkan mulai dari matur piuning hingga pelaksanaan tradisi Ngedeblag berlangsung.
Upakara tersebut yaitu banten pejati, peras ajengan, tebayasan prayascita, sayut
pengambiyan, canang sari, serta mulai dari sasih kalima sampai sasih kasanga upakaranya
berbeda sesuai surat yang diperoleh.

2. Fungsi Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman Kemenuh


Mengenai fungsi tradisi Ngedeblag terdiri dari fungsi Fungsi Religius yaituKrama Desa
Pakraman Kemenuh senantiasa menjaga, dan memelihara keharmonisan bhuwana alit dan
bhuwana agung dengan melakasanakan tradisi Ngedeblagyang diawali dengan upacara
pecaruan pada sasih kalima. Fungsi Sosial TradisiNgedeblag di Desa Pakraman Kemenuh,
memiliki fungsi sosial baik dalam lingkungan keluarga, maupun masyarakat sekitarnya dapat
dilihat dari proses pelaksanaannya yang memicu interaksi sosial karena prosesi upacara
tradisi Ngedeblag melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada di Desa Pakraman
Kemenuh. Fungsi Penolak Bala Kepercayaan pemujaan penolak bala yang dipersembahkan
untuk menyomya para bhuta kala diyakini dan selalu dilaksanakan setiap tahun oleh
masyarakat.Setiap perjalanan Krama Desa yang mengiringi pelaksanaan tradisi tersebut
selalu membunyikan alat-alat yang dapat mengeluarkan suara bising, seperti kulkul, gong,
cengceng, kempur, dan lain sebagainya.

3. Makna Tradisi Ngedeblag


Makna tradisi Ngedeblag dapat dikaji melalui empat bagian yaitu Makna Teologi Tradisi
Ngedeblagdipercaya sebagai jalan untuk berbhakti kepada Tuhan, dan memohon
perlindungan agar masyarakat terhindar dari segala bencana, setiap tahap pelaksanaannya
selalu mengacu pada makna ketuhanan berdasarkan pemujaan terhadap manifestasi beliau
yang secara khususnya tergolong pada upacara Bhuta Yadnya. Makna Kesucian Tradisi
Ngedeblag merupakan tradisi yang sangat di sucikan oleh seluruh krama desa yang ada
disana sebagai suatu keyakinan, dan kepercayaan yang disungsung oleh masyarakatnya, serta
dijadikan tujuan utama untuk memohon keselamatan bagi masyarakat, dan desa itu
sendiri.Makna Teologi Tradisi Ngedeblag dipercaya sebagai jalan untuk berbhakti kepada
Tuhan, dan memohon perlindungan agar masyarakat terhindar dari segala bencana, setiap
tahap pelaksanaannya selalu mengacu pada makna ketuhanan berdasarkan pemujaan terhadap
manifestasi beliau yang secara khususnya tergolong pada upacara Bhuta Yadnya.Makna
Kesucian Tradisi Ngedeblag merupakan tradisi yang sangat di sucikan oleh seluruh krama
desa yang ada disana sebagai suatu keyakinan, dan kepercayaan yang disungsung oleh
masyarakatnya, serta dijadikan tujuan utama untuk memohon keselamatan bagi masyarakat,
dan desa itu sendiri.

III PENUTUP
Berdasarkan pembahasan mengenai permasalahan di atas peneliti dapat memberikan
kesimpulan sebagai berikut yaitu Prosesi Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman Kemenuh
merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan setiap tahun yakni mulai pada sasih kalima
secara turun temurun oleh krama desa, yang memiliki arti simbolis sebagai penghormatan

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU | 75


kepada para bhuta kala agar senantiasa selalu memberikan keselamatan, kerahayuan,
kesejahteraan, serta dapat menetralisir semua hal-hal yang bersifat negatif menajdi positif
untuk keharmonisan lingkungan di Desa Pakraman Kemenuh, sehingga unsur bhuana alit
dengan bhuana agung menjadi seimbang, serta dapat meningkatkan sraddha, dan bhakti
umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui media upakara (banten) untuk
mendekatkan diri kepada-Nya sehingga dapat menumbuhkan keyakinan masyarakat akan
adanya keagungan Tuhan Yang Maha Esa.Fungsi Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman
Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, yaitu fungsi secara Religius Tradisi
Ngedeblag ini dapat dijadikan jalan untuk membantu membersihkan wilayah Desa Pakraman
Kemenuh secara simbolis dari gangguan para bhuta kala, sehingga bencana, maupun
penyakit dapat dicegah, dan fungsi sosial, yaitu senantiasa adanya interaksi antar krama desa,
mulai dari mempersiapkan segala upakara yang dilakukan dengan kegiatan ngayah, dan
gotong royong untuk mempersiapkan pelaksanaan tradisi Ngedeblag tersebut, serta sebagai
unsur penolak bala supaya terwujudnya keseimbangan, dan keharmonisan dengan alam
lingkungan. Makna Teologi Hindu Tradisi Ngedeblag di Desa Pakraman Kemenuh,
Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, yaitu dari segi makna Teologi Hindu merupakan
suatu jalan untuk dapat menghayati, mendekatkan diri dan menghormati keberadaan Tuhan
Yang Maha Esas/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta dengan seluruh manifestasi-Nya,
masyarakat Hindu memiliki cara untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa dengan selalu melaksanakan persembahyangan dan menghaturkan banten atau canang
sari, serta upakara lainnya dengan sumber kesucian secara tulus ikhlas tanpa adanya unsur
paksaan dari orang lain, sehingga masyarakat selalu menyadari bahwa Tuhan merupakan
sumber segala yang ada, dan Tuhan berada dimana-mana tanpa memperhitungkan waktu dan
tempat.

DAFTAR PUSTAKA
Agung, I Gusti Ngurah. 2008. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Amin, Darori. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
Arikunto. 2002. Pelaksanaan Suatu Pendekatan Praktek: Rineka Cipta Prosedur.
Arwati, Ni Made Sri. 1992. Caru. Upada Sastra: Denpasar.
Astini, Ni Wayan Sri. 2012. “Tradisi Siat Sarang Dalam Upacara Ngusabha Dalem Di Desa
Pakraman Selat, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem (Kajian Filosofis)”.
Skripsi. Denpasar:IHDN.
Astiti, Tjok Istri Putra. 2005. Pemberdayaan Awig-awig Menuju Ajeg Bali. Denpasar:
Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Hukum Universitas Udayana.
Bali Post. 2010. “Peralihan Sasih Kelima Warga Kemenuh Adakan Upacara Ngedeblag”.
Bali Post, Kamis 4 November. Bali.
Bandana, Soken. 2009. Ritual Tolak Bala Masyarakat Bali. Denpasar Larasan.
Bungin, Burhan. 2001. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan
Metodelogis ke Arah Penguasaan Model Apliaksi”. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Bangli, Ida Bagus Putu. 2005. Wariga Dewasa Praktis. Surabaya: Paramita
Darmayasa. 2004. Bhagavad Gita. Denpasar: yayasan Dharma Sthpanam.
Donder, I Ketut. 2006. BrahmavidyaTeologi Kasih Semesta. Surabaya: Paramita.
Iqbal, M. Hasan. 2002. Pokok-Pokok Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Kaelan. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Paradigma.
Koentjaraningrat. 1997. Asas-asas Ritus Upacara dan Religi. Surabaya: Dian Rakyat.

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU | 76


Koentjaraningrat. 2002. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. gramedia
Pustaka Utama.
Krisnu. Tjokorda Raka. 1990. Upakara Nangluk Merana. Pemerintah Provinsi Bali: Proyek
Peningkatan Sarana dan Prasarana Kehidupan Beragama Tersebar di 9 Kabupaten
atau Kota.
Moleong. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Pasdakarya.
Moleong. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja.
Monk, Robert C. 2004. Kompleksitas Tradisi Keagamaan: Jakarta: Ganeca Exact.
Nasikun. 2012. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution. 1992. Metodelogi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nasution. 2004. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara
Nawawi, H. Hadari. 1993. Metodelogi Penelitian Bidang Sosial: Yogyakarta. Gajah Mada
University Press.
Netra.I.B. 1974.Metodelogi Penelitian Singaraja: Biro Penelitian dan Penerbitan Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Udayana.
Niniek, Yusniati. 2004. Manusia dalam Masyarakat. Bandung: Ganesa Exact.
Parwati. 2010. Skripsi. “Upacara Neduhin pada Sasih Kalima di Pura Dalem Agung Desa
Pakraman Koripan Tengah Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung”.
Denpasar: IHDN.
Poerwardaminta, W.J.S. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta; Balai Pustaka
Prastha, Ari. 2013. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Tanggerang Selatan: Scientific Press
Pudja, G. 1999. Theologi Hindu (Brahma Widya). Surabaya: Paramita.
Purami, Ni Komang Nova Ayu. 2012. “Eksistensi Pasraman Sri-Sri Radha Madhawa Di
Desa Pakraman Lokaserana Desa Siangan Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar”
(Skripsi). Denpasar: IHDN.
Redana. 2006. Metodelogi Penelitian. Denpasar: IHDN.
Radhakrisnan. 2008. Upanisad-upanisad Utama. Denpasar: Paramita.
Resiana, Ratna I Made. 2009. “Upacara Pasupati Barong dan Rangda di Desa Pakraman
Serangan Kota Denpasar (Persepektif Teologi Hindu)”. Skripsi, Denpasar: Institut
Hindu Dharma Negeri.
Singgih, Wikraman I Nyoman. 1998. Caru, Palemahan, dan Sasih. Surabaya: Paramita.
Srinadi, Ni Luh Putu. 2008. “Tradisi Ngrebek Serangkaian Hari Raya Kuningan di Desa Adat
Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung”. Skripsi. Denpasar: Institut Hindu
Dharma Negeri.
Suandi, I Nengah. 2008. Pengantar Metodelogi Pengertian Bahasa. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Sudharta, Tjok Rai dan Ida Bagus Oka Punia Atmaja.2001. Upadesa Tentang Ajaran-Ajaran
Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Sueden, I Ketut. 2008. “Peranan Sarana Godel Dalam Pelaksanaan Laci/LabaanTawur
Kesanga di Banjar Delod Uma Desa Adat Kaba-kaba Kabupaten Tabanan”. Skripsi.
Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian. CV Alfabeta: Bandung.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sukarta. 2010. “Kebertahanan Tradisi Ngelawang di Kecamatan Kerambitan Kabupaten
Tabanan: Prosesi, Fungsi, dan Makna”. Tesis. Denpasar: Institut Hindu Dharma
Negeri.
Sumidra, Ni Ketut. 2012. “Tradisi Tari Siat Sampian Di Desa Bedulu, Kabupaten Gianyar.
Skripsi.Denpasar.Institut Hindu Dharma Negeri”.

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU | 77


Surayin, Ida Ayu Putu. 2002. Melangkah Kearah Persiapan Upakara-upakara Yajna.
Surabaya: Paramita.
Tim Penyusun. 1991. Arti dan Fungsi Sarana Upakara. Denpasar: Pemda Tk. 1 Bali
Tim Penyusun. 1999. Pedoman Dosen Agama Hindu. Hanuman Sakti: Jakarta.
Tim Penyusun. 2006. Kamus Istilah Agama Hindu.Pemerintah Kabupaten Bangli triguna.
Teori Simbol.
Tim Penyusun. 2006. Siwatattwa. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali.
Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Triguna, Ida Bagus Gede Yudha. 2000. Teori Tentang Simbol. Denpasar: Widya Dharma.
Wiana.2007. Tri Hita Karana menurut konsep Hindu. Surabaya: Paramita.
Wijayananda.2004. Makna Filosofis Upacara dan Upakara. Surabaya: Paramita.
Wiratmaja, Adia. I.G.K. 1975.Etika Tata Susila Hindu Dharma. Denpasar : IHD

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU | 78

Anda mungkin juga menyukai