Oleh:
Kelompok 9
1. Ni Komang Yusdiani ( 24 )
2. Ade Ary Wilastri ( 01 )
3. Ni Wayan Soviani ( 31 )
4. Ida Ayu Sinta Wulandari ( 19 )
5. Ni Wayan Balik Ratiasih ( 30 )
Om Swastyastu,
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang
Maha Esa) kami kelompok sembilan telah dapat menyusun/menyelesaikan makalah projek
upakara ini. Adapun tujuan judul makalah yang kami sajikan ini adalah “Memaknai Hari
Raya Tumpek Wariga Dengan Ayaban Tumpeng Pitu”.
Semoga kehadiran makalah ini akan memberikan nuansa baru dalam pengajaran
khususnya projek pupuk. Sudah tentu kehadiran makalah ini banyak terdapat kelemahan dan
kekurangannya. Tegur sapa dan kritik yang membangun sangat saya harapkan demi
sempurnanya makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
Kelompok 9
DAFTAR ISI
COVER
PRAKATA ..........................................................................................................................
1.3 Tujuan................................................................................................................
Projek “Cegah Perundungan Dunia Maya” yang mengangkat tema “Bangunlah Jiwa
dan Raganya menciptakan kesempatan belajar murid untuk membentuk diri sesuai Profil
Pelajar. Pancasila. Bertujuan untuk melatih kesehatan fisik dan mental secara berkelanjutan,
projek dengan metode pembelajaran yang aktif dan berpusat pada murid ini diharapkan
menjadi perangkat yang menawarkan titik temu kolaborasi dan mengidentifikasi pihak
terkait untuk penyelesaian permasalahan perundungan dunia maya di sekitar mereka.
Upakara sering dikenal dengan sebutan banten, upakara berasal dari kata “Upa”dan “Kara”,
yaitu Upa berarti berhubungan dengan, sedangkan Kara berarti perbuatan/pekerjaan (tangan).
Upakara merupakan bentuk pelayanan yang diwujudkandari hasil kegiatan kerja berupa
materi yang dipersembahkan atau dikurbankan dalam suatu upacara keagamaan. Dalam
kehidupan agama Hindu di Bali, setiap pelaksanaan upacara keagamaan selalu
mempergunakan upakara atau banten sebagai sarana untuk berhubungan/mendekatkan diri
dengan pujaannya yaitu Ida Sang Hyang WidhiWasa/manifestasi-Nya yang akan dihadirkan.
Dalam kurikulum merdeka yang akan mengajak kaum generasi muda untuk tidak terlalu
hanyut akan perubahan. Akan tetapi, akan mulai mengajegkan budaya Bali melalui kearifan
lokal agar tidak kehilangan jati diri sebagai masyarakat Bali. Kita mulai dari hal kecil utnuk
mencapai sesuatu yang besar yaitu membuat Banten Pejati sebagai bentuk pengembalian rasa
memiliki terhadap tradisi. Maka dari itu, makalah projek pertama SMA Negeri 1 Petang akan
mengangkat tema Bangunlah Jiwa Dan Raga dengan judul “Memaknai Hari Raya Tumpek
Wariga Banten Ayaban Tumpeng Pitu ”.
Dalam ajaran agama Hindu ada perayaan hari raya Tumpek Wariga yang merupakan awal
dari rangkaian hari raya galung.umat Hindu melakukan sujud sembahahbakti kehadapan -
nya karena berkat rahmat dan anugerah beliaulah yang menguasai ciptaannya,tumbuh-
tumbuhan ada dan dimanfaatkan oleh umat Hindu.Mengenai Tumpek Wariga dilaksanakan
secara turun-temurun dari dahulu mungkin pra Hindu sudah ada.Tumpek artinya hari
saniscara (Sabtu) Kliwon, Sedangkan Wariga adalah hama wuku yang ke-7.Tumpek Wariga
jatuhnya tepat pada hari saniscara Kliwon wuku Wariga sering disebut tumpek
udh,bubuh,pengatag,pengarah hubungan manusia hendaknya harmoni dengan lingkungan
alam (palemahan).Tumpek Wariga memberikan cerminan pada umat Hindu agar lingkungan
alam dilestarikan, karena manusia tidak bisa hidup tanpa lingkungan alam.sebagai mana
dilasir PHDI dan dikutip dari berbagai sumber yang ada.Dalam melestarikan lingkungan hari
raya Tumpek Wariga memberi arti,fungsi dan makna yang patut kita lakukan dalam tindakan
nyata.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Banten sendiri merupakan salah satu sarana upacara yang sangat sering digunakan
dalam berbagai jenis upacara agama Hindu. Yang dimana, Banten memiliki arti Wali. Maka
dari itu, upacara Dewa Yadnya sering disebut dengan Puja Wali.
f) Banten Gebogan.
g) Banten Sesayut.
h) Banten Rayunan.
i) Banten Taterag.
Penjelasan:
1) Peras
Kata “Peras” berarti “Sah” atau “Resmi”, dengan demikian penggunaan banten “Peras”
bertujuan untuk mengesahkan dan atau meresmikan suatu upacara yang telah
diselenggarakan secara lahir bathin. Secara lahiriah, banten Peras telah diwujudkan sebagai
sarana dan secara bathiniah dimohonkan pada persembahannya. Disebutkan juga bahwa,
banten Peras, dari kata “Peras” nya berkonotasi “Perasida” artinya “Berhasil”.
2) Banten Pengambean
Pengambean berasal dari akar kata “Ngambe” berarti memanggil atau memohon. Banten
Pengambeyan mengandung makna simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan para
leluhur guna dapat menikmati hidup dan kehidupan senantiasa berdasarkan Dharma di bawah
lindungan dan kendali Sang Hyang Widhi dan para Leluhur. Sehingga memunculkan makna
untuk memohon tuntunan dan bimbingan hidup agar diarahkan dan diberikan penyinaran
demi kehidupan yang lebih berkualitas.
3) Banten Dapetan
Banten dapetan disimbolkan sebagai wujud permohonan kehadapan Sang Hyang Widhi
agar dikaruniai atau dikembalikan kekuatan Tri Pramana termasuk kekuatan Tri
Bhuwananya. Selain itu, Banten ini mengandung makna seseorang hendaknya siap
menghadapi kenyataan hidup dalam suka dan duka. Harapan setiap orang tentunya
berlimpahnya kesejahteraan dan kebahagiaan, panjang umur dan sehat walafiat. Banten ini
juga sebagai ungkapan berterima kasih, mensyukuri karunia Tuhan Yang maha Esa karena
telah diberikan kesempatan menjelma sebagai manusia.
4) Banten Guru
5) Banten Pengiring
Untuk pelengkap.
6) Banten Gebogan
Gebogan merupakan simbol persembahan dan rasa syukur pada Tuhan/Hyang Widhi.
Gebogan atau juga disebut Pajegan adalah suatu bentuk persembahan berupa susunan dan
rangkaian buah buahan dan bunga. Umumnya gebogan dibawa ke pura untuk rangkaian
upacara panca yadnya. Arti kata gebogan itu sendiri dalam bahasa Bali sebenarnya berarti
''jumlah''. Maksudnya bahwa gebogan dibuat dari berbagai jumlah dan jenis buah yang
merupakan hasil bumi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Ida Sanghyang Widhi.
7) Banten Sesayut
8) Banten Rayunan
9) Banten Teterag
Sama dengan di Banten Ayaban Tumpeng 5, untuk banten Teterag saya belum dapat info.
1.3. Tujuan
Untuk menetralisir bhuna agung dan Bhuana alit dari hala" negatif yang mengganggu
ketentraman Bhuana agung dan Bhuana alit serta sebagai ucapan syukur kepada Ida hyang
Wdhi Wasa atas berkat dan rejeki yang telah beliau berikan.
Ayaban Tumpeng Pitu jika untuk otonan yaitu sebagai rasa syukur kepada tuhan Ida
hyang Widhi Wasa karena telah diberikan umur yang panjang dan keselamatan.
2.1 KONSEP
Perayaan tumpek wariga dilakukan oleh umat hindu setiap enam bulan sekali, ( 210
hari ) yaitu setiap hari saniscara keliwon wuku wariga, tumpek wariga sering disebut tumpek
pengatag, tumpek pengarah, atau tumpek bubuh. Esensi dari perayaan tumpek wariga adalah
adalah ungkapan rasa sukur kehadapan Ida Hyang Widi wasa, atas berkah dan rakhmatnya
telah melimpahkan kesuburan alam semesta, sehingga semua tumbuhan dapat hidup dengan
subur, berbunga dan berbuah yang berguna bagi manusia dalam mewujudkan kebahagiaan
hidupnya baik jasmani maupun rohani secara harmonis. Secara jasmaniah manusia dapat
menghirup oksigen, memanfaatkan akar, batang umbi buah, bunga dan daun dari tumbuhan
untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Sedangkan secara rohaniah, manusia bisa menikmati
kehindahan alam, kesegaran dan kebugaran, sehingga pikran manusia cerah dan bersih,
bahagia aman sentosa.Hidup harmonis ialah dambaan bagi setiap umat manusia, hubungan
yang harmonis dalam pandangan Hinduisme dijabarkan dengan konsep Tri Hita Karana.
2.2 Alat Dan Bahan
1. Alat
Semat
Pisau
Jepret
Bokoran
2. Bahan
Janur Porosan
Gunanya, memohon kepada Sang Hyang Bhuta Kala, agar semua prosesi berjalan lancar
dan sang anak terbebas dari marabahaya.
ALAT:
Semat Jepret
Pisau Bokoran
BAHAN:
1.Banten Pengambeyan, mengandung makna simbolis memohon karunia dari Ida Sang
Hyang Widhi dan para leluhur.
2.Banten Dapetan, mengandung makna simbolis ungkapan terima kasih dan rasa syukur
kepada Ida Sang Hyand Widhi karena sudah diberikan kesempatan untuk meniti kehidupan
dan selalu dalam perlindungan-Nya.
3.Banten Peras, mengandung makna simbolis memohon keberhasilan dan kesuksesan dari
suatu yadnya.
4.Banten Pejati, mengandung makna simbolis rasa kesungguhan hati kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi dan manifestasinya akan melaksanakan suatu upacara, memohon
dipersaksikan, dengan tujuan mendapatkan keselamatan.