OLEH :
TAHUN AJARAN
2022/2023
PRAKATA
Om Swastyastu
Pertama-tama izinkanlah kami memanjatkan puja dan puji syukur kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa karena atas Asung Kertha Wara Nugraha beliau kami
dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Memaknai Hari Raya
Saraswati dengan Banten Pejati” ini dengan tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu dan Bapak Guru yang telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah ini, serta kami juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada teman-teman kelas X-7 yang telah mendukung dan
membantu kami dalam pengumpulan data sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Adapun tujuan kami dalam penulisan makalah ini adalah agar generasi muda
mengetahui makna dari Banten Pejati dan Banten Saraswati pada Hari Raya
Saraswati.
Kami yakin dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu kami mohon kritik dan saran dari Bapak, Ibu Guru dan teman-teman agar
kedepan nya kami dapat membuat makalah yang lebih baik. Atas perhatian Bapak,
Ibu Guru dan teman-teman kami ucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI
PRAKATA………………………………………………... i
DAFTAR ISI……………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Konsep..................................................................
2.1.1 Makna Hari Raya Saraswati..............................
2.1.2 Makna Banten Pejati..........................................
2.2 Alat Dan Bahan.....................................................
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………
5.2 Saran…………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….
LAMPIRAN…………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
Hari raya Saraswati adalah hari yang penting bagi umat hindu, khususnya bagi
siswa sekolah dan penggelut dunia pendidikan karena Umat Hindu mempercayai
hari Saraswati adalah turunnya ilmu pengetahuan yang suci kepada umat manusia
untuk kemakmuran, kemajuan, perdamaian, dan meningkatkan keberadaban umat
manusia. Diperingati setiap enam bulan sekali (210 hari) menurut kalender Bali
berdasarkan pawukon, tepatnya di hari saniscara (Sabtu) umanis, wuku
watugunung.
Projek ini bertema lokal genius yang bertujuan untuk melestarikan generasi-
generasi yang kompeten dan bermartabat serta melestarikan budaya lokal.
1) Apa fungsi dari Banten Pejati pada saat Hari Raya Saraswati?
2) Setiap berapa bulan sekali umat Hindu melaksanakan upacara Saraswati?
3) Definisi dari Hari Raya Saraswati secara umum adalah?
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini meliputi tujuan umum dan
tujuan khusus. Kedua tujuan penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut :
Untuk melestarikan ajeg budaya bali dan untuk mengetahui lebih dalam
tentang hubungan Banten Pejati dengan Hari Raya Saraswati.
Tujuan khusus dari projek ini adalah untuk mengetahui apa itu definisi
dari Hari Raya Saraswati, makna dari Banten Pejati, apa saja bagian
bagian dari Banten Pejati, dan apa saja bahan bahan Banten Pejati itu
sendiri.
2.1 Konsep
Hari Raya Saraswati adalah satu hari raya agama Hindu di Bali. Pada saat tersebut
dipercaya sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan, nah tentunya dengan
kepercayaan masyarakat seperti itu, semua orang membutuhkan ilmu
pengetahuan, karena ilmu itu bisa menuntun kehidupan manusia dan menjadi
bekal dalam mengarungi kehidupan. Dengan ilmu pengetahuan, manusia bisa
terhindar dari bayangan, berbagai teknologi yang diciptakan juga karena ilmu
pengetahuan, dengan tuntunan Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya
sebagai Dewi Saraswati, sehingga diharapkan tercipta kemajuan, perdamaian,
kemakmuran dan peningkatan peradaban umat manusia. Untuk itulah manusia
terutama umat Hindu, wajib mengajukan hari turunnya ilmu pengetahuan itu
dengan melakukan persembahan kepada Sang Hyang Aji Saraswati (Dewi
Saraswati), mengucapkan terima kasih dan syukur atas anugerah ilmu
pengetahuan yang telah diberikan menjadi manusia yang beradab dan berbudaya.
Pawedalan atau piodalan Hari Raya Saraswati itu setiap 6 bulan sekali (210)
menurut kalender Bali berdasarkan Pawukon, tepatnya di hari Saniscara (Sabtu)
Umanis, Wuku Watugunung. Seperti yang dikutip dari lontar Sundarigama
tentang hari Saraswati, maka pemujaan terhadap Dewi Saraswati dilakukan pada
pagi hari atau siang hari.
Dalam ajaran agama hindu terdapat empat jalan untuk menuju Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang disebut dengan Catur Marga, yang terdiri dari Bhakti Marga,
Karma Marga, Jnana Marga, dan Yoga Marga. Dalam pelaksanaan nya, Catur
Yoga tersebut merupakan kesatuan yang utuh yang saling melengkapi. Salah satu
contoh nyata dalam penerapan dari Catur Marga tersebut melalui Upakara atau
Banten pada upacara keagamaan umat Hindu di Bali. Pelaksanaan upacara di Bali
tidak pernah terlepas dari Banten.
Salah satu jenis banten yang sangat sering dipergunakan dalam upacara
keagamaan Hindu di Bali adalah Banten Pejati. Kata “pejati” berasal dari kata
’jati’ mendapt awalan ‘pa‘ sehingga menjadi “Pejati”. ‘Jati’ artinya bersungguh-
sungguh, benar-benar dan ditegaskan lagi menjadi sebenarnya atau sesungguhnya
(Swastika, 2008:106). Banten Pejati merupakan sarana upacara yang terdiri dari
beberapa banten lainnya yang merupakan satu kesatuan sebagai sarana untuk
mempermaklumkan tentang kesunguhan hati akan melaksanakan sesuatu atau
berharap akan hadir-Nya dalam wujud manifestasi sebagai saksi dalam upacara
tersebut. Oleh karena itu, Banten Pejati juga bermakna sarana pemohon pesaksi
(penyaksi) dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Unsur-unsur dari Banten Pejati
adalah : Daksina, Peras, Penyeneng, Tipat kelanan, Sodaan atau Ajuman, dan
Segehan.
A. DAKSINA
Serembeng Daksina terbuat dari janur atau slepan yang bentuknay melingkar dan
tinggi. Serembeng/Bebedogan/Wakul Daksina merupakan lambang dari Sang
Hyang Pertiwi, yang merupakan simbol bumi (Makrokosmos). Pada umumnya
serembeng daksina ini terdiri dari alas serembeng dan serembeng daksina. Alas
serembeng ini merupakan lambang dari Ibu Pertiwi dan Serembeng Daksina
merupakan lambanng angkasa/eter yang tanpa tepi.
2. Tapak Dara
Tapak Dara terbuat dari dua potongan janur kemudian dijahit membentuk tanda
tambah. Tapak Dara merupakan lambang dari Sang Hyang Rwa Bhineda. Selain
itu Tapak Dara adalah lambang Swastika yang berarti keseimbangan dan keadaan
yang baik.
3.Beras Amusti/Agemel
4. Porosan
Porosan merupakan inti dari sebuah banten. Porosan terbuat dari sirih yang di
dalamnya terdapat pinang dan kapur. Porosan adalah simbol Tri Murti, sirih
merupakan simbol dari Dewa Wisnu, pinang merupakan simbol dari Dewa
Brahma, dan kapur merupakan simbol Dewa Siwa. Pada umumnya banten daksina
menggunakan porosan silih asih yang merupakan lambang dari Sang Hyang
Semara Ratih.
5. Gegantusan
Gegantusan merupakan perpaduan isi daratan dan lautan, yang terbuat dari
kacangkacangan, bumbu-bumbusn, garam, dan ikan teri yang dibungkus
menggunakan keraras (daun pisang yang sudah kering). Semuanya itu merupakan
Sad Rasa. Gegantusan merupakan simbol dari Sang Hyang Indra. Selain itu
Gegantusan juga merupakan simbol Jiwatman.
6. Pepeselan
Pepeselan terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu yang
merupakan lambang dari Panca Dewata yang terdiri dari daun duku lambang
Iswara, daun manggis lambang Dewa Brahma, daun durian/langsat/ceroring
lambang Dewa Mahadewa, daun salak/mangga lambang Dewa Wisnu, dan daun
nagka/timbul lambang Dewa Siwa. Secara umum pepeselan merupakan lambang
dari Sang Hyang Sangkara sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan.
7. Pangi
Buah pangi atau kluwek dialasi dengan kojong. Pangi merupakan simbol dari
Sang Hyang Siwa Baruna/Boma dan juga merupakan simbol sarwa pala/buah.
8. Kelapa
Kelapa yang digunakan adalah kelapa yang sudah dikupas kulit dan serabutnya
dan disisakan ujungnya. Kelapa merupakan simbol dari Sang Hyang Surya atau
matahari yang merupakan cerminan dari Sang Hyang Sadha Siwa.
9. Telur Bebek
Telur bebek dibungkus dengan ketupat telur (Ketipat Taluh) atau dialasi dengan
kojong. Telur bebek merupakan simbol dari Sang Hyang Candra atau bulan yang
merupakan cerminan dari Sang Hyang Siwa.
10. Tingkih
Tingkih atau kemiri dialasi dengan kojong. Tingkih merupakan simbol dari Sang
Hyang Tranggana atau bintang yang merupakan cerminan dari Sang Hyang
Parama Siwa.
Uang kepeng 1 buah merupakan simbol dari Windu. Selain itu uang kepeng juga
simbol dari Sunya, kosong, atau embang.
B. PERAS
Alas dari peras yang kecil dapat menggunakan ituk-ituk, sedangkan yang besar
mempergunakan taledan. Di atas alas tersebut ditempeli kulit Peras yang terdiri
dari lima potongan reringgitan yang melambangkan kekuatan Panca Dewata. Di
atasnya diisi perlengkapan berupa tetukon terdiri dari base tampelan, beras,
benang, dan uang kepeng, kemudian diisi dua buah tumpeng merupakan lambang
Lingga/Gunung, disertai dengan rerasmen memakai kojong umah tabuan atau
kojong rangkap/perangkad sebagai lambang Tri Guna yang masing-masing berisi
sambal dengan simbol Rajasika, Ulam, berupa telur, teri, dan udang sebagai
lambang tamasika dan kacang, saur, mentimun, kemangi, dan terong lambang dari
Sattwam. Selain rerasmen, berisi pula jajan dan buah-buahan yang memiliki
makna hasil dari perbuatan.
C. PENYENENG
Alas dari Penyeneng memakai bentuk segitiga, yaitu ituk-ituk yang diberi
pinggirannya yang disebut dengan celekontong, berisi tetukon yaitu base
tampelan, beras, benang, uang kepeng. Di atasnya sebagai alasnya berisi sampyan
nagasari kemudian di atasnya ditempeli jejahitan berkepala tiga yang pada
masing-masing pada lekukan bawahnya berisi sebagai berikut.
Tipat Kelanan ketupat nasi yang berjumlah enam buah yang diikat dua-dua
dengan menggunakan alas berupa tamas. Tipat ini diletakkan melingkar dengan
ujung ikatannya berada di tegah dan disusun dengan ituk-ituk sebagai tempat
garam dan telur. Tipat Kelanan ini merupakan simbol pembersihan dan penyucian
terhadap Sad Ripu.
E. SODAAN/AJUMAN
Sodaan ini menggunakan alas berupa ceper atau taledan atau tamas. Di atas alas
tersebut berisi dua buah penek yang merupakan lambang dari danau dan lautan
atau purusha dan pradana. Terdapat pula rerasmen yang alasnya dapat memakai
celemik ataupun ceper kecil. Kemudian terdapat raka-raka. Kemudian di atasnya
diletakkan sampyan plaus yang berbentu segitiga, yang dilengkapi dengan
porosan, bunga, kembang rampe, dan miyik-miyikan. Sodaan ini merupakan
berfungsi sebagai bentuk suguhan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
F. SEGEHAN
Upacara bhuta yadnya yang terkecil atau kanista adalah segehan. Kata segehan
berasal dari kata ‘sega’ yang berarti nasi. Sehingga banten segehan ini selalu
didominasi oleh nasi. Bahan pembuat segehan ini terdiri dari alas daun pisang,
nasi, yang dilengkapi dengan jahe, bawang, garam, dan arang sebagai lauknya.
Nasi tersebut diletakkan dan diwarnai sesuai dengan jenis dan nama segehan
tersebut, seperti segehan putih kuning menggunakan nasi berwarna putih dan
kuning, segehan brumbun menggunakan nasi berwarna lima dan sebagainya.
Selain itu dapat pula menggunakan warna asli atau utama yaitu warna putih
menggunakan beras, warna merah menggunakan beras merah, warna kuning
menggunakan ketan, dan warna hitam menggunakan injin. Dilengkapi pula simbol
dari nasi warna kuning.
Nasi yang berwarna kuning melambangkan Bhuta Jenar, nasi yang berwarna
merah melambangkan Bhuta Bang, nasi warna putih simbol Bhuta Petak, warna
hitam simbol Bhuta Ireng, dan nasi brumbun simbol Bhuta Tiga Sakti. Selain itu
unsur terpenting dalam segehan adalah garam simbol Satwika Guna, jahe simbol
Rajasika Guna, dan bawang simbol Tamasika Guna. Ketiga unsur tersebut
menyimbolkan penetralisir kekuatan Tri Guna. Sedangkan alasnya yang terbuat
dari daun pisang bermakna sebagai penolak marabahaya atau Bhuta Kala. Pada
saat menghaturkan segehan disertai dengan menabuh berupa arak berem, toya
hening.
2.2 ALAT DAN BAHAN
Banten Pejati
1. Alat yang digunakan untuk membuat banten pejati adalah sebagai berikut :
1) Pisau
2) Semat
3) Kacip/jepret dan isinya
2. Bahan yang diperlukan untuk membuat banten pejati adalh sebagai berikut
:
1) Busung
2) Daun pisang
3) Slepan
4) Daksina
a. Serembeng/Bebedogan/Wakul Daksina
b. Tapak Dara
c. Beras Amusti/Agemel
d. Porosan
e. Gegantusan
f. Pepeselan
g. Pangi
h. Kelapa
i. Telur Bebek
j. Tingkih
k. Benang Tebus Putih
l. Pis Bolong/Uang Kepeng
m. Canang Sari/Canang Genten
5) Peras
a) Tetukon
b) Tumpeng
c) Rerasmen
6) Penyeneng
a) Tetukon
b) Tepung tawar
c) Sisig yaitu jajan begina yang dibakar
d) Daun dapdap yang ditumbuk berisi minyak yang
diresapkan pada kapas yang disebut Pangelelenga.
7) Tipat Kelanan
8) Sodaan/Ajuman/Rayunan
a. Dua buah penek
b. Rerasmen
c. Raka-raka (jajan, buah)
9) Segehan
a. Nasi
b. Bawang
c. Jahe
d. Garam
1. Nama Kegiatan
2. Tujuan Kegiatan
4. SUSUNAN ACARA
5. Susunan Kepanitiaan
Penanggung Jawab : Ni Made Sariani S,Pd
Koordinator Projek : I Gusti Ayu Karla Komala Dewi, S,Pd
Ketua Kelompok : I Gusti Ayu Galuh Malini
Anggota Kelompok :
1) A.A Gede Bagus Wisnu Pramana
2) Ayu Andary
3) I Gede Putu Yogiswara
4) Ida Ayu Komang Suci Listya Dewi
5) Moch Dzikir Maghrib Ramadhan
6. Anggaran Biaya
BIAYA ALAT PROJEK
NO NAMA JUMLAH
1 Biaya Bahan Projek 136.000
2 Biaya Alat Projek 224.000
TOTAL 360.000
Denpasar,…………….2022
Mengetahui/Menyetujui
Hasilnya berupa banten pejati yang nantinya akan digunakan saat Hari Raya
Saraswati. Untuk dipersembahkan kepada Sang Hyang Aji Saraswati (Dewi
Saraswati).
3 potong janur lalu kita bentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai tiga bentuk
kojong yang disatukan dan berdiri tegak, di mana masing-masing kojong diisi
dengan beras, tepung tawar (beras+daun dapdap+kunir ditumbuk) dan irisan
bunga cepaka dan jepun dicampur boreh miik, jagan lupa diisi benang putih.
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
o Pertanyaan 1 : Apa fungsi dari Banten Pejati pada saat Hari Raya
Saraswati?
Jawaban Pertanyaan 1 : Sebagai simbol kesungguhan dalam
pelaksanaan suatu kegiatan dan upacara keagamaan.
5.2 Saran
Diharapkan untuk membuat banten pejati ini dengan lengkap dan layak dipakai
untuk diaturkan pada saat Hari Raya Saraswati. Diharapkan juga untuk membuat
banten pejati ini dengan rapi dan indah agar menarik bagi pembeli/konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
https://seririt.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/65-makna-hari-suci-
saraswati
https://www.mbizmarket.co.id/
www.payanadewa.com/2019/06/makna-dan-cara-membuat-banten-pejati.html
LAMPIRAN