Anda di halaman 1dari 32

Memaknai Hari Raya Saraswati

Dengan Banten Pejati

OLEH :

1. IGUSTI AYU GALUH MALINI DEWI [04]


2. A.A GEDE BAGUS WISNU PRAMANA [01]
3. IDA AYU KOMANG SUCI LISTYA DEWI [12]
4. I GEDE PUTU YOGISWARA [03]
5. MOCH DZIKIR MAGHRIB RAMADHAN [19]
6. AYU ANDARY [02]

SMA DWIJENDRA DENPASAR

TAHUN AJARAN

2022/2023
PRAKATA

Om Swastyastu

Pertama-tama izinkanlah kami memanjatkan puja dan puji syukur kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa karena atas Asung Kertha Wara Nugraha beliau kami
dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Memaknai Hari Raya
Saraswati dengan Banten Pejati” ini dengan tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu dan Bapak Guru yang telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah ini, serta kami juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada teman-teman kelas X-7 yang telah mendukung dan
membantu kami dalam pengumpulan data sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Adapun tujuan kami dalam penulisan makalah ini adalah agar generasi muda
mengetahui makna dari Banten Pejati dan Banten Saraswati pada Hari Raya
Saraswati.

Kami yakin dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu kami mohon kritik dan saran dari Bapak, Ibu Guru dan teman-teman agar
kedepan nya kami dapat membuat makalah yang lebih baik. Atas perhatian Bapak,
Ibu Guru dan teman-teman kami ucapkan banyak terima kasih.

Om Santhi Santhi Santhi Om


Denpasar, 10 Oktober 2022

DAFTAR ISI

PRAKATA………………………………………………... i

DAFTAR ISI……………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang……………………………………


 1.2 Rumusan Masalah………………………………..
 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................
 1.3.1 Tujuan Umum.....................................................
 1.3.2 Tujuuan Khusus..................................................
 1.4 Manfaat Kegiatan...................................................

BAB II KONSEP, ALAT DAN BAHAN

 2.1 Konsep..................................................................
 2.1.1 Makna Hari Raya Saraswati..............................
 2.1.2 Makna Banten Pejati..........................................
 2.2 Alat Dan Bahan.....................................................

BAB III ANGGARAN BIAYA

 3.1 Rancangan Anggaran…………………………….

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

 4.1 Hasil Produk……………………………………..


 4.2 Pembahasan Hasil Produk……………………….

BAB V PENUTUP

 5.1 Kesimpulan………………………………………
 5.2 Saran…………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………….

LAMPIRAN…………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di pulau Bali mayoritas masyarakatnya menganut agama Hindu. Masyarakat Bali


memiliki budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi oleh para leluhur.
Salah satu contoh budaya yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Bali adalah
melaksanakan Hari raya Saraswati.

Hari raya Saraswati adalah hari yang penting bagi umat hindu, khususnya bagi
siswa sekolah dan penggelut dunia pendidikan karena Umat Hindu mempercayai
hari Saraswati adalah turunnya ilmu pengetahuan yang suci kepada umat manusia
untuk kemakmuran, kemajuan, perdamaian, dan meningkatkan keberadaban umat
manusia. Diperingati setiap enam bulan sekali (210 hari) menurut kalender Bali
berdasarkan pawukon, tepatnya di hari saniscara (Sabtu) umanis, wuku
watugunung.

Dalam legenda digambarkan bahwa Saraswati adalah Dewi/ lstri Brahma.


Saraswati adalah Dewi pelindung/ pelimpah pengetahuan, kesadaran (widya), dan
sastra. Berkat anugerah Dewi Saraswati, kita menjadi manusia yang beradab dan
berkebudayaan. Beliau disimbolkan sebagai seorang dewi yang duduk diatas
teratai yang memiliki makna bisa tumbuh dengan subur dan menghasilkan bunga
yang indah walaupun hidupnya di atas air yang kotor. Dengan berwahanakan
seekor angsa (Hamsa), melambangkan bisa menyaring mana yang baik mana yang
buruk, walaupun berada di dalam air. Sedangkan seekor merak bermakna sebagai
wahana (alat, perangkat, penyampai pesan-pesannya). Bertangan empat, tangan
kanan dan kiri depan memegang rebab, tangan kanan belakang memegang genitri
dan tangan kiri belakang memegang pustaka suci.
Dalam setiap upacara yadnya, pasti di butuhkan sarana. Sarana upakara juga
disebut dengan banten. Banten yang sering dijumpai dalam hari raya Saraswati
salah satunya adalah banten pejati. Banten pejati biasanya dihaturkan untuk
menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan
manifestasiNya, akan melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan,
dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan.

Projek ini bertema lokal genius yang bertujuan untuk melestarikan generasi-
generasi yang kompeten dan bermartabat serta melestarikan budaya lokal.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa fungsi dari Banten Pejati pada saat Hari Raya Saraswati?
2) Setiap berapa bulan sekali umat Hindu melaksanakan upacara Saraswati?
3) Definisi dari Hari Raya Saraswati secara umum adalah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini meliputi tujuan umum dan
tujuan khusus. Kedua tujuan penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk melestarikan ajeg budaya bali dan untuk mengetahui lebih dalam
tentang hubungan Banten Pejati dengan Hari Raya Saraswati.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari projek ini adalah untuk mengetahui apa itu definisi
dari Hari Raya Saraswati, makna dari Banten Pejati, apa saja bagian
bagian dari Banten Pejati, dan apa saja bahan bahan Banten Pejati itu
sendiri.

1.4 Manfaat Kegiatan


Manfaat yang diperoleh dari kegiatan projek ini adalah dapat
meningkatkan kreativitas, kerja sama kelompok, dan meningkatkan
pengetahuan kita tentang Hari Raya Saraswati dan Banten Pejati.
BAB II

KONSEP, ALAT DAN BAHAN

2.1 Konsep

Gambar pejati lengkap

Gambar pejati setengah jadi


2.1.1 Makna Hari Raya Saraswati

Hari Raya Saraswati adalah satu hari raya agama Hindu di Bali. Pada saat tersebut
dipercaya sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan, nah tentunya dengan
kepercayaan masyarakat seperti itu, semua orang membutuhkan ilmu
pengetahuan, karena ilmu itu bisa menuntun kehidupan manusia dan menjadi
bekal dalam mengarungi kehidupan. Dengan ilmu pengetahuan, manusia bisa
terhindar dari bayangan, berbagai teknologi yang diciptakan juga karena ilmu
pengetahuan, dengan tuntunan Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya
sebagai Dewi Saraswati, sehingga diharapkan tercipta kemajuan, perdamaian,
kemakmuran dan peningkatan peradaban umat manusia. Untuk itulah manusia
terutama umat Hindu, wajib mengajukan hari turunnya ilmu pengetahuan itu
dengan melakukan persembahan kepada Sang Hyang Aji Saraswati (Dewi
Saraswati), mengucapkan terima kasih dan syukur atas anugerah ilmu
pengetahuan yang telah diberikan menjadi manusia yang beradab dan berbudaya.
Pawedalan atau piodalan Hari Raya Saraswati itu setiap 6 bulan sekali (210)
menurut kalender Bali berdasarkan Pawukon, tepatnya di hari Saniscara (Sabtu)
Umanis, Wuku Watugunung. Seperti yang dikutip dari lontar Sundarigama
tentang hari Saraswati, maka pemujaan terhadap Dewi Saraswati dilakukan pada
pagi hari atau siang hari. 

2.1.2 Makna Banten Pejati

Dalam ajaran agama hindu terdapat empat jalan untuk menuju Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang disebut dengan Catur Marga, yang terdiri dari Bhakti Marga,
Karma Marga, Jnana Marga, dan Yoga Marga. Dalam pelaksanaan nya, Catur
Yoga tersebut merupakan kesatuan yang utuh yang saling melengkapi. Salah satu
contoh nyata dalam penerapan dari Catur Marga tersebut melalui Upakara atau
Banten pada upacara keagamaan umat Hindu di Bali. Pelaksanaan upacara di Bali
tidak pernah terlepas dari Banten.

Salah satu jenis banten yang sangat sering dipergunakan dalam upacara
keagamaan Hindu di Bali adalah Banten Pejati. Kata “pejati” berasal dari kata
’jati’ mendapt awalan ‘pa‘ sehingga menjadi “Pejati”. ‘Jati’ artinya bersungguh-
sungguh, benar-benar dan ditegaskan lagi menjadi sebenarnya atau sesungguhnya
(Swastika, 2008:106). Banten Pejati merupakan sarana upacara yang terdiri dari
beberapa banten lainnya yang merupakan satu kesatuan sebagai sarana untuk
mempermaklumkan tentang kesunguhan hati akan melaksanakan sesuatu atau
berharap akan hadir-Nya dalam wujud manifestasi sebagai saksi dalam upacara
tersebut. Oleh karena itu, Banten Pejati juga bermakna sarana pemohon pesaksi
(penyaksi) dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Unsur-unsur dari Banten Pejati
adalah : Daksina, Peras, Penyeneng, Tipat kelanan, Sodaan atau Ajuman, dan
Segehan.

A. DAKSINA

Daksina merupakan Banten yang sangat sering digunakan dalam upacara


keagamaan Hindu di Bali. Dlam Lontar Yadnya Prakerti, Daksina merupakan
lambang dari Hyang Guru, Hyang Tunggal, dan Hyang Wisnu. Selain itu Daksina
merupakan Tapakan, Pelinggih, atau Stana ida Sang Hyang Widhi Wasa. Daksina
juga merupakan Yajnapatni yang berarti istri atau sakti dari yadnya. Unsur-unsur
yang ada di Daksina merupakan isi dari alam semesta. Unsur itu berjumlah 13
(tiga belas) yang merupakan lambang dari Triyo Dasa Saksi, yang terdiri dari:
1. Serembeng/Bebedogan/Wakul Daksina

Serembeng Daksina terbuat dari janur atau slepan yang bentuknay melingkar dan
tinggi. Serembeng/Bebedogan/Wakul Daksina merupakan lambang dari Sang
Hyang Pertiwi, yang merupakan simbol bumi (Makrokosmos). Pada umumnya
serembeng daksina ini terdiri dari alas serembeng dan serembeng daksina. Alas
serembeng ini merupakan lambang dari Ibu Pertiwi dan Serembeng Daksina
merupakan lambanng angkasa/eter yang tanpa tepi.

2. Tapak Dara

Tapak Dara terbuat dari dua potongan janur kemudian dijahit membentuk tanda
tambah. Tapak Dara merupakan lambang dari Sang Hyang Rwa Bhineda. Selain
itu Tapak Dara adalah lambang Swastika yang berarti keseimbangan dan keadaan
yang baik.
3.Beras Amusti/Agemel

Beras yang dipergunakan hanyalah segenggam. Beras merupakan lambang dari


Sang Hyang Bayu dan segenggam merupakan simbol dari kekuatan.

4. Porosan

Porosan merupakan inti dari sebuah banten. Porosan terbuat dari sirih yang di
dalamnya terdapat pinang dan kapur. Porosan adalah simbol Tri Murti, sirih
merupakan simbol dari Dewa Wisnu, pinang merupakan simbol dari Dewa
Brahma, dan kapur merupakan simbol Dewa Siwa. Pada umumnya banten daksina
menggunakan porosan silih asih yang merupakan lambang dari Sang Hyang
Semara Ratih.
5. Gegantusan

Gegantusan merupakan perpaduan isi daratan dan lautan, yang terbuat dari
kacangkacangan, bumbu-bumbusn, garam, dan ikan teri yang dibungkus
menggunakan keraras (daun pisang yang sudah kering). Semuanya itu merupakan
Sad Rasa. Gegantusan merupakan simbol dari Sang Hyang Indra. Selain itu
Gegantusan juga merupakan simbol Jiwatman.

6. Pepeselan

Pepeselan terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu yang
merupakan lambang dari Panca Dewata yang terdiri dari daun duku lambang
Iswara, daun manggis lambang Dewa Brahma, daun durian/langsat/ceroring
lambang Dewa Mahadewa, daun salak/mangga lambang Dewa Wisnu, dan daun
nagka/timbul lambang Dewa Siwa. Secara umum pepeselan merupakan lambang
dari Sang Hyang Sangkara sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan.
7. Pangi

Buah pangi atau kluwek dialasi dengan kojong. Pangi merupakan simbol dari
Sang Hyang Siwa Baruna/Boma dan juga merupakan simbol sarwa pala/buah.

8. Kelapa

Kelapa yang digunakan adalah kelapa yang sudah dikupas kulit dan serabutnya
dan disisakan ujungnya. Kelapa merupakan simbol dari Sang Hyang Surya atau
matahari yang merupakan cerminan dari Sang Hyang Sadha Siwa.

9. Telur Bebek
Telur bebek dibungkus dengan ketupat telur (Ketipat Taluh) atau dialasi dengan
kojong. Telur bebek merupakan simbol dari Sang Hyang Candra atau bulan yang
merupakan cerminan dari Sang Hyang Siwa.

10. Tingkih

Tingkih atau kemiri dialasi dengan kojong. Tingkih merupakan simbol dari Sang
Hyang Tranggana atau bintang yang merupakan cerminan dari Sang Hyang
Parama Siwa.

11. Benang Tebus Putih


Benang Tebus Putih dililitkan di ujung kelapa yang merupakan simbol dari Sang
Hyang Aji Aksara atau awan.

12. Pis Bolong/Uang Kepeng

Uang kepeng 1 buah merupakan simbol dari Windu. Selain itu uang kepeng juga
simbol dari Sunya, kosong, atau embang.

13. Canang Sari/Canang Genten


Canang Sari atau Canang Genten merupakan simbol dari Asta Asiwarya dan
Panca Dewata yang menempati lima penjuru mata angin. Canang sari berisi
porosan.

B. PERAS
Alas dari peras yang kecil dapat menggunakan ituk-ituk, sedangkan yang besar
mempergunakan taledan. Di atas alas tersebut ditempeli kulit Peras yang terdiri
dari lima potongan reringgitan yang melambangkan kekuatan Panca Dewata. Di
atasnya diisi perlengkapan berupa tetukon terdiri dari base tampelan, beras,
benang, dan uang kepeng, kemudian diisi dua buah tumpeng merupakan lambang
Lingga/Gunung, disertai dengan rerasmen memakai kojong umah tabuan atau
kojong rangkap/perangkad sebagai lambang Tri Guna yang masing-masing berisi
sambal dengan simbol Rajasika, Ulam, berupa telur, teri, dan udang sebagai
lambang tamasika dan kacang, saur, mentimun, kemangi, dan terong lambang dari
Sattwam. Selain rerasmen, berisi pula jajan dan buah-buahan yang memiliki
makna hasil dari perbuatan.

Di atasnya memakai sebuah sampyan peras atau sampyan metangga atau


bertingkat merupakan permohonan lahir bathin melalui Catur Marga. Sampyan
Peras dilengkapi dengan porosan,bunga, kembang rampe, dan miyik-miykan.
Secara umum Peras berfungsi sebagai mengesahkan sesuatu, karena kata peras
berarti sah atau resmi. Kata peras juga diidentikkan dengan kata prasida yang
berarti berhasil. Dalam Lontar Yadnya Prakerti, peras merupakan lambang dari
Sang Hyang Triguna Sakti, demikian juga halnya dalam penyelenggaraan
‘pamrelina banten’ disebutkan peras sebagai ‘pemulihang hati’ artinya kembali ke
hati.

C. PENYENENG
Alas dari Penyeneng memakai bentuk segitiga, yaitu ituk-ituk yang diberi
pinggirannya yang disebut dengan celekontong, berisi tetukon yaitu base
tampelan, beras, benang, uang kepeng. Di atasnya sebagai alasnya berisi sampyan
nagasari kemudian di atasnya ditempeli jejahitan berkepala tiga yang pada
masing-masing pada lekukan bawahnya berisi sebagai berikut.

1. Tepung tawar yang melambangkan Dewa Siwa atau Pepusuhan.


2. Sisig yaitu jajan begina yang dibakar melambangkan Dewa Brahma atau
Nyali.
3. Daun dapdap yang ditumbuk berisi minyak yang diresapkan pada kapas
yang disebut Pangelelenga melambangkan Dewa wisnu dan Hati.
Penyeneng merupakan lambang dari Dewa Tri Murti sesuai dengan mantra
menghaturkan penyeneng.
D. TIPAT KELANAN

Tipat Kelanan ketupat nasi yang berjumlah enam buah yang diikat dua-dua
dengan menggunakan alas berupa tamas. Tipat ini diletakkan melingkar dengan
ujung ikatannya berada di tegah dan disusun dengan ituk-ituk sebagai tempat
garam dan telur. Tipat Kelanan ini merupakan simbol pembersihan dan penyucian
terhadap Sad Ripu.

E. SODAAN/AJUMAN
Sodaan ini menggunakan alas berupa ceper atau taledan atau tamas. Di atas alas
tersebut berisi dua buah penek yang merupakan lambang dari danau dan lautan
atau purusha dan pradana. Terdapat pula rerasmen yang alasnya dapat memakai
celemik ataupun ceper kecil. Kemudian terdapat raka-raka. Kemudian di atasnya
diletakkan sampyan plaus yang berbentu segitiga, yang dilengkapi dengan
porosan, bunga, kembang rampe, dan miyik-miyikan. Sodaan ini merupakan
berfungsi sebagai bentuk suguhan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa

F. SEGEHAN

Upacara bhuta yadnya yang terkecil atau kanista adalah segehan. Kata segehan
berasal dari kata ‘sega’ yang berarti nasi. Sehingga banten segehan ini selalu
didominasi oleh nasi. Bahan pembuat segehan ini terdiri dari alas daun pisang,
nasi, yang dilengkapi dengan jahe, bawang, garam, dan arang sebagai lauknya.
Nasi tersebut diletakkan dan diwarnai sesuai dengan jenis dan nama segehan
tersebut, seperti segehan putih kuning menggunakan nasi berwarna putih dan
kuning, segehan brumbun menggunakan nasi berwarna lima dan sebagainya.
Selain itu dapat pula menggunakan warna asli atau utama yaitu warna putih
menggunakan beras, warna merah menggunakan beras merah, warna kuning
menggunakan ketan, dan warna hitam menggunakan injin. Dilengkapi pula simbol
dari nasi warna kuning.

Nasi yang berwarna kuning melambangkan Bhuta Jenar, nasi yang berwarna
merah melambangkan Bhuta Bang, nasi warna putih simbol Bhuta Petak, warna
hitam simbol Bhuta Ireng, dan nasi brumbun simbol Bhuta Tiga Sakti. Selain itu
unsur terpenting dalam segehan adalah garam simbol Satwika Guna, jahe simbol
Rajasika Guna, dan bawang simbol Tamasika Guna. Ketiga unsur tersebut
menyimbolkan penetralisir kekuatan Tri Guna. Sedangkan alasnya yang terbuat
dari daun pisang bermakna sebagai penolak marabahaya atau Bhuta Kala. Pada
saat menghaturkan segehan disertai dengan menabuh berupa arak berem, toya
hening.
2.2 ALAT DAN BAHAN

Banten Pejati

1. Alat yang digunakan untuk membuat banten pejati adalah sebagai berikut :
1) Pisau
2) Semat
3) Kacip/jepret dan isinya
2. Bahan yang diperlukan untuk membuat banten pejati adalh sebagai berikut
:
1) Busung
2) Daun pisang
3) Slepan
4) Daksina
a. Serembeng/Bebedogan/Wakul Daksina
b. Tapak Dara
c. Beras Amusti/Agemel
d. Porosan
e. Gegantusan
f. Pepeselan
g. Pangi
h. Kelapa
i. Telur Bebek
j. Tingkih
k. Benang Tebus Putih
l. Pis Bolong/Uang Kepeng
m. Canang Sari/Canang Genten
5) Peras
a) Tetukon
b) Tumpeng
c) Rerasmen
6) Penyeneng
a) Tetukon
b) Tepung tawar
c) Sisig yaitu jajan begina yang dibakar
d) Daun dapdap yang ditumbuk berisi minyak yang
diresapkan pada kapas yang disebut Pangelelenga.
7) Tipat Kelanan
8) Sodaan/Ajuman/Rayunan
a. Dua buah penek
b. Rerasmen
c. Raka-raka (jajan, buah)
9) Segehan
a. Nasi
b. Bawang
c. Jahe
d. Garam

BAB III ANGGARAN BIAYA

3.1 Rancangan Anggaran

1. Nama Kegiatan

Projek membuat banten pejati

2. Tujuan Kegiatan

Untuk mengetahui cara pembuatan banten pejati

3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Hari/Tanggal : Selasa, 18 Oktober 2022 – Kamis, 20 Oktober 2022
Waktu Pelaksanaan : 07.00 – 12.05 WITA
Tempat pelaksanaan : SMA DWIJENDRA DENPASAR

4. SUSUNAN ACARA

HARI JAM KE WAKTU KEGIATAN


Praktek membuat
Selasa, 18-10-2022 1-6 07.00-12.05
banten pejati
Praktek membuat
Rabu, 19-10-2022 1-6 07.00-12.05
banten pejati
Metanding banten
Kamis, 20-12-2022 1-6 07.00-12.05
pejati
Pameran hasil
Jumat, 21-10-2022 1-6 07.00-12.05
proyek

5. Susunan Kepanitiaan
 Penanggung Jawab : Ni Made Sariani S,Pd
 Koordinator Projek : I Gusti Ayu Karla Komala Dewi, S,Pd
 Ketua Kelompok : I Gusti Ayu Galuh Malini
 Anggota Kelompok :
1) A.A Gede Bagus Wisnu Pramana
2) Ayu Andary
3) I Gede Putu Yogiswara
4) Ida Ayu Komang Suci Listya Dewi
5) Moch Dzikir Maghrib Ramadhan

6. Anggaran Biaya
BIAYA ALAT PROJEK

JUMLAH HARGA JUMLAH


NO NAMA BARANG
BARANG SATUAN HARGA
1 PISAU 6 25.0000 150.000
2 SEMAT 4 1.000 4.000
3 JEPRETAN 3 20.000 60.000
4 ISI JEPRETAN 5 2.000 10.000
TOTAL 224.000

BIAYA BAHAN PROJEK

NO NAMA BARANG JUMLAH HARGA JUMLAH


BARANG SATUAN HARGA
1 SEREMBENG 2 2.500 5.000
2 POROSAN 4 1.000 3.000
3 GEGANTUSAN 2 2,000 4.000
4 PEPESELAN 2 2.000 4.000
5 PANGI 2 2.000 4.000
6 KELAPA 2 5.000 10.000
7 TELUR BEBEK 2 3.000 6.000
8 TINGKIH 2 1.000 2.000
9 BENANG TEBUS 1 3.000 3.000
PUTIH
10 BUSUNG 2 12.000 24.000
11 PISANG 4 5.000/2 pcs 10.000
12 LENGIS MIIK 1 18.000 18.000
13 BUNGA CAMPUR 2 5.000 10.000
14 SLEPAN 1 5.000 5.000
15 TUMPENG 1 5.000 5.000
16 JAJE GINA 2 1.000 2.000
17 TEBU 1 1.000 1.000
18 BESEK 4 1.500 6.000
19 JERUK 1 10.000 10.000
20 KACANG 1 1.000 1.000
21 SAUR 1 1.000 1.000
22 JAJE KUKUS 2 1.000 2.000
23 CANANG 5 - -
24 PEWARNA/MURUH 1 - -
25 BERAS 1 - -
TOTAL 136.000

TOTAL PENGAJUAN DANA

NO NAMA JUMLAH
1 Biaya Bahan Projek 136.000
2 Biaya Alat Projek 224.000
TOTAL 360.000
Denpasar,…………….2022

Tim Pelaksana Projek

Ketua Kelompok Koordinator Projek

( I Gusti Ayu Galuh Malini D.A ) ( )

Mengetahui/Menyetujui

SMA DWIJENDRA DENPASAR

Drs. I Made Oka Antara, M.Hum


NIK. 530 707 151
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Produk

Hasilnya berupa banten pejati yang nantinya akan digunakan saat Hari Raya
Saraswati. Untuk dipersembahkan kepada Sang Hyang Aji Saraswati (Dewi
Saraswati).

4.2 Pembahasan Produk

Untuk membuat banten pejati ini, dibutuhkan perlengkapan sebagai berikut :

3 potong janur lalu kita bentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai tiga bentuk
kojong yang disatukan dan berdiri tegak, di mana masing-masing kojong diisi
dengan beras, tepung tawar (beras+daun dapdap+kunir ditumbuk) dan irisan
bunga cepaka dan jepun dicampur boreh miik, jagan lupa diisi benang putih.
BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

o Pertanyaan 1 : Apa fungsi dari Banten Pejati pada saat Hari Raya
Saraswati?
 Jawaban Pertanyaan 1 : Sebagai simbol kesungguhan dalam
pelaksanaan suatu kegiatan dan upacara keagamaan.

o Pertanyaan 2 : Setiap berapa bulan sekali umat Hindu


melaksanakan upacara Saraswati?
 Jawaban Pertanyaan 2 : Hari Raya Saraswati jatuh atau
dilaksanakan setiap 6 bulan sekali ( 210 hari ) dengan
menggunakan perhitungan kalender Bali.

o Pertanyaan 3 : Definisi dari Hari Raya Saraswati secara umum


adalah?
 Jawaban Pertanyaan 3 : Hari Raya Saraswati adalah hari turunnya
ilmu pengetahuan umat Hindu di Bali.

5.2 Saran

Diharapkan untuk membuat banten pejati ini dengan lengkap dan layak dipakai
untuk diaturkan pada saat Hari Raya Saraswati. Diharapkan juga untuk membuat
banten pejati ini dengan rapi dan indah agar menarik bagi pembeli/konsumen.
DAFTAR PUSTAKA

Kemendikbud Republik Indonesia 2017. Buku Bahasa Indonesia Kelas XI

https://seririt.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/65-makna-hari-suci-
saraswati

https://www.mbizmarket.co.id/
www.payanadewa.com/2019/06/makna-dan-cara-membuat-banten-pejati.html
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai