Anda di halaman 1dari 27

RERAHINAN DAN HARI SUCI AGAMA HINDU

OLEH

Ni Putu Ayu Gita Tantri Dianawati

Absen/NIM : 15/ 2002622010196

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS AKUNTANSI
2021

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puja dan Puji Syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kertha Wara Nugrahan-Nya lah
makalah yang berjudul “Hari Suci Agama Hindu “ ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.

Tidak lupa, saya ucapkan juga terima kasih kepada Bapak Dosen Pengampu di
mata kuliah Pendidikan Agama atas petunjuk penyusunan makalah kepada saya,
sehingga saya dapat lebih memahami tentang Hari Suci Agama Hindu Berdasarkan
Sasih dan Wuku lebih dalam lagi.
Saya sangat menyadari bahwa isi dari makalah ini masih terdapat banyak
kekuraangan, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak.

Semoga makalah yang saya buat ini dapat bermamfaat dan berguna untuk
para pembaca.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 11 April 2021

Ni Putu Ayu Gita Tantri Dianawati

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I.......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................2
1.3 TUJUAN...............................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN........................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Rerahinan Dan Hari Suci.............................................................. 5
2.2 Rerahinan Dan Hari Suci Berdasarkan Sasih.................................................4
2.2.1 Hari Purnama................................................................................................ 4
2.2.2 Hari Tilem..................................................................................................... 5
2.2.3 Hari Purnama Kapat (Purnama Kartika)....................................................... 5
2.2.4 Hari Raya Nyepi............................................................................................5
2.2.5 Hari Raya Siwaratri.......................................................................................8
2.3 Rerahinan Dan Hari Suci Berdasarkan Pawukon........................................10
2.3.1 Hari Raya Galungan Dan Kuningan........................................................... 10
2.3.2 Hari Raya Saraswati....................................................................................15
2.3.3 Hari Raya Pagerwesi................................................................................... 17
2.3.4 Hari Raya Tumpek Landep (Untuk Senjata)...............................................19
2.3.5 Hari Raya Tumpek Kandang (Untuk Binatang)..........................................19
2.3.6 Hari Raya Tumpek Wayang........................................................................19
2.3.7 Hari Budha Cemeng Klau........................................................................... 19
2.3.8 Hari Sukra Umanis Klau............................................................................. 19
2.4 Tujuan Pelaksanaan Rerahinan Dan Hari Suci Agma Hindu.....................21
BAB III.....................................................................................................................23
PENUTUP................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan....................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tiap–tiap golongan manusia yang ada di dunia ini, baik sebagai warga dari
suatu negara atau bangsa, maupun sebagai penganut dari suatu agama.
Masing-masing mempunyai hari raya tertentu yang dianggap suci (kramat) dan
mulia, yang tidak dilewatkan begitu saja tanpa disertai dengan suatu upacara
perayaan (peringatan), meskipun hanya secara sederhana saja.
Hari-hari suci bagi umat Hindu, ialah suatu hari yang dipandang suci, karena
pada hari-hari itu umat hindu wajib melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi
Wasa (Tuhan yang Maha kuasa) beserta segala manifestasi Nya. Hari- hari suci
pada hakekatnya merupakan hari-hari peyogaan Hyang Widhi dengan segala
manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari-hari tersebut merupakan hari-hari
yang baik untuk melakukan Yadnya.
Yadnya ini dilakukan oleh umat manusia. Sebagai penghormatan dan
pemujaan terhadap hyang Widhi (Tuhan Maha Pecipta), atas segala cinta
kasih-Nya yang tidak terbatas yang telah dilimpahkan-Nya dan atas sinar suci
atau rahmat-Nya kepada semua kehidupan di dunia ini. Hari suci agama Hindu
jumlahnya cukup banyak dan maknanyapun bermacam-macam. Ada hari suci
yang dirayakan bersama oleh seluruh umat,hari ini disebut hari raya (rerahinan)
bhumi/jagat. Dan ada pula hari suci yang dirayakan hanya oleh beberapa
keluarga pada hari-hari tertentu. Di antara sekian banyak hari suci yang
dimaksudkan ada beberapa hari raya yang menonjol dan terpenting. Demikian
pula perayaannya dilakukan oleh umat bersama dan serentak pula dengan segala
tata upacaranya. Perayaan itu dilakukan dengan penuh kehidmatan dan
kesungguhan sikap bathin sebagai landasan sekala terhadap Hyang Widhi
dengan segala manifestasinya.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Rerahinan dan Hari Suci ?
1.2.2 Apa saja yang termasuk kedalam Rerahinan dan Hari Suci berdasarkan
Sasih?
1.2.3 Apa saja yang termasuk kedalam Rerahinan dan Hari Suci berdasarkan
Pawukon?
1.2.4 Apakah tujuan dari pelaksanaan Rerahinan dan Hari Suci Agama
Hindu?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hari Suci.
1.3.2 Untuk mengetahui apa termasuk kedalam Rerahinan dan Hari Suci
berdasarkan Sasih.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja yang termasuk kedalam Rerahinan dan Hari
Suci berdasarkan Pawukon
1.3.4 Untuk mengetahui tujuan dari pelaksanaan Rerahinan dan Hari Suci
Agama Hindu

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rerahinan dan Hari Suci

Rerahinan bagi umat Hindu di Bali merupakan peringatan hari-hari suci.


Rerahinan berasal dari kata rai yang berarti puncaknya hari, atau hari-hari yang
dipandang penting dan suci. Karena pada hari-hari suci itulah kekuatan spiritual
akan mengalir lebih besar dan deras , yang merupakan kekuatan suci yang mengalir
dari Ida Sanghyang Widhi Wasa atau manifestasi beliau turun untuk memberikan
kekuatannya. Sedangkan Hari Raya adalah hari yang diperingati atau diistimewakan,
karena berdasarkan keyakinan hari-hari itu mempunyai makna atau fungsi yang
amat penting bagi kehidupan seseorang, baik karena pengaruhnya maupun
nilai-nilai spiritual yang terkandung didalamnya, sehingga dirasakan untuk perlu
diingat dan diperingati selalu. Dengan merayakan atau memperingatai hari raya suci
tersebut, baik yang telah ditentukan atau dinyatakan didalam kitab-kitab suci atau
menurut kepercayaan tradisional, hari-hari tersebut akan memberi pengaruh
terhadap dirinya sehingga dirasakan sangat berkewajiban untuk diperingati.

Memperingati hari-hari suci tersebut dapat dilakukan secara rutin atau terus
menerus baik setiap setahun sekali, setiap enam bulan sekali, tiga puluh lima hari
sekali, lima belas hari sekali atau bahkan sampai tiap lima hari sekali. Hari Raya
atau rerahinan itu diperingati atas dasar nilai moral spiritual dan tingkat kesadaran
manusia atau umat itu sendiri dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang
terkandung didalamnya, atau sering juga orang mengatakan rerahinan itu berasal
dari kata Rah menjadi rahina yang berarti hari yang mempunyai nilai puncak
tertinggi, yang dipercayai dapat memberi kehidupan yang kekal abadi. Bahkan
kalau kita lihat kesadaran umat Hindu sekarang mengenai pemujaan terhadap Ida
Sanghyang Widhi Wasa dapat dikatakan cukup tinggi, terbukti setiap hari umat
melakukan pemujaan dan bhakti kehadapan Hyang Widhi, apalagi pada hari-hari
raya suci akan lebih ditingkatkan lagi pelaksanaanya, bahkan sampai pelaksanaan
sehari-hari sangat taat dilakukan, seperti mesaiban (ngejot) atau yang
disebut yadnya sesa, yang diselenggarakan setiap habis memasak. Hal ini sesuai

3
yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci Bhagawadgita Bab III Sloka 13 :
“ yajna sishtasinah santo muchayante sarvakilbisaih bhujante te tv agham papa ye
pacanty atmakaranat”
Artinya :
Orang – orang yang baik makan apa yang tersisa dari yadnya, mereka itu
terlepas dari segala dosa. akan tetapi mereka yang jahat yang menyediakan
makanan untuk kepentingannya sendiri, adalah makan dosanya sendiri.

2.2 Rerahinan dan Hari Suci Berdasarkan Sasih

2.2.1 Hari Purnama

Hari Purnama adalah bulan bulat penuh, pada saat bulan Purnama, bulan
bersinar dengan terang. Rerahinan Purnama jatuh setiap 30 hari atau 29 hari sekali.
Pada hari Purnama, umat Hindu melakukan pemujaan ditujukan kepada Sang
Hyang Candra.
Rerahinan purnama merupakan sebuah momentum guna mengintrospeksi diri,
bersujud dihadapan Ida Sang Hyang Widhi dan kembali kepada (Rwa Bhineda)
sekala dan niskala. Disamping itu pada rerahinan purnama vibrasi suci akan
terpancar dari sinar rembulan sehingga sangat baik untuk melaksanakan yoga
Samadhi. Pada hari ini umat melakukan persembahyangan di mulai dari Merajan,
Merajan Dadia, Pura Kayangan Tiga dan jika memungkinkan sangat baik untuk
melakukan Tirta Yatra.
2.2.2 Hari Tilem
Hari raya Tilem merupakan perayaan hari suci yang dirayakan oleh Umat
Hindu setiap 29/30 hari sekali. Perayaan hari raya Tilem dilakukan pada saat bulan
mati (Kresna Paksa), dengan posisi bulan berada di tengah-tengah antara Matahari
dan Bumi sehingga langit menjadi gelap gulita di malam hari. Pada hari tersebut
Umat Hindu melakukan pemujaan terhadap Dewa Surya sebagai manifestasi Tuhan
( Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Hari raya Tilem erat kaitannya dengan hari raya
Purnama, dimana pada kedua hari raya tersebut, Umat Hindu sama-sama melakukan
pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa memohon penyucian diri dan
kesejahteraan. Dalam satu tahun kalender caka terdapat 12 kali perayaan hari raya
Tilem yaitu sebagai berikut :

4
1. Tilem Sasih Kasa atau Sasih Sarwanja
2. Tilem Sasih Karo atau Sasih Badrawada
3. Tilem Sasih Katiga atau Sasih Asuji
4. Tilem Sasih Kapat atau Sasih Kartika
5. Tilem Sasih Kalima atau Sasih Margasira
6. Tilem Sasih Kenem atau Sasih Posya
7. Tilem Sasih Kapitu atau Sasih Magha
8. Tilem Sasih Kawulu atau Sasih Phalguna
9. Tilem Sasih Kesanga atau Sasih Caitra
10. Tilem Sasih Kedasa atau Sasih Waisaka
11. Tilem Sasih Desta atau Sasih Jyesta
12. Tilem Sasih Sadha atau Sasih Asadha

2.2.3 Purnama Kapat ( Purnama Kartika )


Diyakini sebagai sasih/bulan yang penuh berkah yang ditandai dengan
turunnya hujan . pada hari suci untuk upacara Yadnya atau melakukan Punia . Pada
saat ini beryogalah Sang Hyang Parameswara atau Sang Hyang Purusangkara.

2.2.4 Hari Raya Nyepi

A. Pengertian Hari Raya Nyepi

Nyepi berasal dari kata sepi, simpeng atau hening. Hari Raya Nyepi adalah hari
raya suci Agama Hindu yang berdasarkan sasih atau bulan dan tahun masehi yang
dirayakan dengan penuh keheningan dengan menghentikan segala aktifitas yang
bersifat duniawi maupun dalam bentuk keinginan dan hawa nafsu. Berusaha
mengendalikan diri agar dapat tenang dan damai lahir bathin dengan menjalankan
catur brata penyepian. Hal ini dapat diatur sesuai dengan keperluan. Dasar
pemikiran adalah bahwa hari raya Nyepi dikenal dengan sebagai tahun baru saka.
Kenapa disebut tahun baru saka. Untuk dapat kita simak dalam sejarah lahirnya
tahun saka. Tahun saka juga disebut saka warsa. Warsa artinya tahun sedangkan
saka adalah nama keluarga raja yang terkenal di India yang menciptakan kedamaian
rakyat. Centarna demikian : Pada tahun 78 Masehi di India dinobatkan seorang raja
bernama Kaniska. Raja Kaniska sangat terkenal dibidang pembinaan Agama dan
kebudayaan. Beliaulah yang membuat tahun saka pertama kali dan berkembang

5
sampai ke Indonesia. Pada kepeminpinan beliau perkembangan Agama dan
kebudayaan sangatlah baik yang menyebabkan pemeluk merasa damai.

B. Rangkaian Pelaksanaan Nyepi


Perayaan Nyepi terdiri dari beberapa rangkaian upacara yaitu:
1. Melasti
Berasal dari kata Mala = kotoran/ leteh, dan Asti = membuang/ memusnakan.
Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang bertujuan untuk membersihkan
segala kotoran badan dan pikiran (buana alit), dan amertha) bagi kesejahtraan
manusia. Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan dengan membawa arca,
pretima, barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Ida Sang
Hyang Widhi Wasa diarak oleh umat menuju laut atau sumber air untuk memohon
pembersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan).
2. Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pengerupukan
Dilaksanakan sehari menjelang Nyepi yang jatuh tepat pada Tilem Sasih
Kesanga. Pecaruan atau Tawur dilaksanakan catuspata pada waktu tengah hari.
Filosofi Tawur adalah sebagai berikut tawur artinya membayar atau
mengembalikan . apa yang dibayar dan dikembalikan? Adalah sari – sari alam yang
telah dihisap dan digunakan manusia. Sehingga terjadi keseimbangan maka sari –
sari alam itu dikembalika dengan upacara Tawur/Pecaruan yang dipersembahkan
kepada Butha sehingga tidak mengganggu manusia melainkan bisa hidup secara
harmonis (Butha Somya). Filosofi tawur dilaksanaka pada catuspata menurut
Perande Made Gunung agar kita selalu menempatkan diri ditengah alias selalu ingat
akan posisi kita, jati diri kita, dan perempatan merupakan lambing tapak dara,
lambang keseimbangan, agar kita selalu menjaga keseimbanga dengan atas (Tuhan),
bawah (Alam Lingkungan), kiri kanan (Sesama Manusia). Setelah Tawur pada
catuspata, diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar – nyebar nasi tawur,
mengobor – obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan
pekarangan dengan mesui, serta memukul benda apasaja (biasanya kentongan)
hingga bersuara ramai/gaduh. Pada malam pengerupukan ini, di bali biasannya tiap
desa dimeriahkan dengan adanya Ogoh – Ogoh yang diarak keliling desa disertai
dengan berbagai suara mulai dari kulkul, petasan dan juga keplug – keplugan yaitu
sebuah bom khas bali yang mengeluarkan suara keras dan menggelegar seperti
suara bom yang dihasilkan dari proses gas karbit dan air yang dibakar

6
mengeluarkan suara ledakan yang menggelegar. Ogoh – Ogoh umumnya berwajah
seram yang melambangkan Butha Kala, juga menunjukan kreatifitas orang Bali
yang luar biasa terkenal dengan budayanya.
Nyepi jatuh pada Penanggal Apiisan Sasih Kedasa (Tanggal 1 Bulan ke 10
Tahun Caka). Umat Hindu merayakan Nyepi selama 24 jam, dari matahari terbit
(jam 6 pagi) sampai jam 6 pagi besoknya. Umat diharapkan melaksanakan Catur
Brata Penyepian yaitu:
a. Amati Geni
Tidak boleh menyalakan api. Amati geni mempunyai makna ganda yaitu
tidak melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan menghidupkan api.
Disamping itu juga merupakn upaya mengendalikan sikap perilaku agar tidak
dipegaruhi oleh api amarah (kroda) dan api serakah (loba).
b. Amati Lelanguan
Artinya tidak boleh bersenang – senang. Amati lelanguan yang dimaksud
merupakan kegiatan seseorang mulat sarira atau nawas diri terhadap kegiatan
yang berkaitan dengan wacika. Wacika adalah perkataan yang benar yang
dalam ineraksi dengan sesame maupun dengan Tuhan sudah dilaksanakan atau
belum.
c. Amati Karya
Artinya tidak boleh bekerja. Amati karya sebagai etika Nyepi yang
bermaknakan sebagai evaluasi diri dalam kaitan dengan karya (kerja) merenung
hasih kerja dalam setahun dan sesebelumnya sudahkah bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
Amati karya bermakna gada yang artinya tidak bekerja dimaknai sebagai
kesempatan untuk mengevaluasi kerja kita apakah aktifitas kerja itu sudah
berlandaskan dharma atau sebaliknya. Kerja yang baik (subha karma) dapat
menolong manusia terhindar dari penderitaan. Berdasarakan uraian diatas
ajaran agama Hindu memandang kerja sebagai yadnya dan titah Hyang Widhi.
d. Amati Lelungan
Artinya tidak boleh bepergian. Amati lelungan merupakan salah satu dari
empat brata penyepian yang berpunsi sebagai evaluasi diri dan sebagai sumber
pengendalian diri. Amati lelungan berarti menghentikan bepergian ke luar
rumah, maka pada saat Nyepi jalan raya sangat sepi.

7
3. Ngembak Geni
Berasal dari kata ngembak yang berarti mengalir dan geni yang berarti api yang
merupakan symbol dari Brahma (Dewa Pencipta) maknanya pada hari ini tapa
berate yang kita laksanakan selama 24 jam (Nyepi) hari ini bisa diakhiri dan
kembali beraktifitas seperti biasa, memulai hari yang baru untuk berkarya dan
mencipta alias berkreatifitas kembali sesuai swadharma/kewajiban masing –
masing. Ngembak geni biasanya diisi dengan kegiata mengunjungi kerabat atau
saudara untuk bertegur sapa dan bermaaf – maafan.
2.2.5 Hari Raya Siwaratri

A. Pengertian Raya Siwaratri


Siwa ratri berasal dari kata Siwa dan Ratri. Siwa adalah Sang Hyang Siwa ,
sedangkan Ratri berarti malam. Jadi Siwa ratri adalah malam Siwa karena pada saat
ini Dewa Siwa beryoga . Siwa ratri dilaksanakan setiap Purwaning Tilem Sasih
Kapitu (sehari sebelum tilem sasih kapitu / Palguna ). Diceritakan ada seorang
pemburu yang bernama lubdaka yang tinggal disebuah desa terpencil . setiap hari
pekerjaannya berburu binatang. Setiap hari pula ia melakukan Himsa Karma
(Menyakiti dan membunuh binatang). Pada suatu hari ia melakukuan perburuan ke
tengah hutan,namun ia tak mendapatkan seekor binatang. Lubdaka tidak putus asa
dan terus menyelundup ke tengah hutan hingga sore hari. Karena hari semakin gelap
ia memutuskan untuk menginap di hutan tersebut. Agar tidak dimakan atau
diganggu binatang buas ia naik keatas pohon BILA yang kebetulan tumbuh
dipinggir kolam yang dahannya menjulur di atas kolam tersebut. Untuk
mengghilangkan rasa kantuk ia memetik satu persatu daun pohon itu dan dijatuhkan
ke dalam kolam (108 daun). Tanpa disadari munjulah sebuah lingga di tengah
kolam tersebut sebagai tempat berstananya Dewa Siwa melaksanakan
tapa,brata, yoga, semedhi.

Perbuatan Lubdaka telah diketahui oleh Dewa Siwa. Karena ia telah mengikuti
tapa, yoga, semadhinya Dewa Siwa., maka Dewa Siwa menghadihainya
pengampunan dosa,kelak jika ia meninggal rohnya akan diterima di alam Siwa
(Siwa Loka).

8
Keesokan harinya ia pulang kerumah tanpa membawa hewan buronan satu
pun dan apa yan dialaminya di hutan ia ceritakan kepada istri dan sanak
keluarganya. Hari berganti hari, tahun berganti tahun terlewati akhirnya ia jatuh
sakit dan meninggal dunia. Rohnya Lubdaka kemudian disambut oleh Cikra Bala
Dewa Yamadipati, untuk disiksa di neraka sesuai dengan perbuuatanya setiap hari
membunuh hewan dan penuh dosa.

Tak lama kemudian datanglah prajurit Dewa Siwa untuk menjemput rohnya
Lubdaka untuk diantar menghadap dewa Siwa di Siwa Loka. Maka terjadilah
perdebatan antara Cikra Bala Dewa Yamadipati dengan prajurit Dewa Siwa.
Akhirnya setelah dijelaskan oleh Dewa Siwa karma baiknya Lubdaka pada waktu
Siwa Ratri melaksanakan tapa, brata, yoga, semadhi maka Cikra Bala Dewa
Yamadipati mengalah, kemudian rohnya diantar ke Siwa Loka ( sorga ) oleh prajurit
dewa Siwa. Demikianlah riwayat Lubdaka walaupun sering berbuat dosa, namun
kalau tekun melakukan tapa, yoga, brata dan semadhi terutama pada saat Siwa Ratri
maka dosa-dosanya dapat dilebur oleh Dewa Siwa.

B. Rangkaian Pelaksanaan Siwaratri


Secara rinci Kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan pada hari Siwaratri adalah
sebagai berikut:

1. Sebelum melaksanakan seluruh kegiatan, maka terlebih dahulu dilaksanakan


persembahyangan yang diperkirakan selesai tepat pada jam 06.00 dinihari
2. Monabrata atau berdiam diri dan tak berbicara. Pelaksanaannya
dilangsungkan di pagi hari dan dilakukan selama 12 jam tepatnya dari jam
06.00 – 18.00.
3. Mejagra atau tidak tidur selama semalaman. Pelaksanaannya berlangsung dari
pagi sampai pagi hari di keesokan harinya yang dilakukan selama 36 jam dari
jam 06.00 – 18.00 di keesokan harinya.
4. Upawasa atau tidak makan dan tidak minum. Puasa ini dilakukan selama 24
jam dari jam 06.00 – 06.00. Apabila sudah 12 jam maka diperbolehkan untuk
makan dan minum dengan syarat bahwa nasi yang dimakan ialah nasi
putih dengan garam dan minum air putih (air tawar tanpa gula).

9
Dalam menjalankan kegiatan Siwaratri diakhiri dengan melakukan
persembahyangan dan memohon kepada Sang Hyang Siwa supaya diberikan berkah
dan ampunan, dan juga dikembalikan menjadi manusia yang suci dan paripurna
serta memohon ditunjukan jalan terang agar terhindar dari perbuatan dosa.

Jadi dapat disimpulkan bawah Hari Raya Siwaratri bukanlah hari penebusan
dosa melainkan perenungan dosa yang selama ini telah kita perbuat. Hukum
Karmaphala tetap akan berlaku, akan tetapi diyakini dengan menjalankan Brata
Siwaratri niscaya kedepannya kita akan mampu mengendalikan diri sehingga dapat
terhidar dari perbuatan dosa.

2.3 Rerahinan dan Hari Suci Berdasarkan Pawukon

2.3.1 Hari Suci Galungan dan Kuningan

A. Pengertian Hari Raya Galungan


Hari Raya Galungan diperingati setiap 6 bulan sekali dalam penanggalan Bali.
Sejarah dan prosesi hari raya ini sangat bermakna bagi masyarakat Hindu di Pulau
Dewata. Dalam kalender Bali, satu bulan terdiri dari 35 hari. Galungan jatuh pada
Rabu Kliwon. Istilah khusus untuk menyebut hari itu adalah Budha Kliwon
Dungulan atau hari Rabu Kliwon dengan wuku Dungulan, yang bermakna: hari
kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan).

Fred B. Eiseman Jr. dalam Bali Sekala and Niskala: Essays on Religion, Ritual
and Art (1989) mengungkapkan bahwa Galungan menandai awal dari upacara
keagamaan yang paling penting. Rakyat Bali percaya bahwa roh para leluhur akan
pulang ke rumah di hari itu, dan menjadi kewajiban bagi mereka untuk
menyambutnya dengan doa dan persembahan. Rangkaian prosesi ritual mewarnai
perayaan Galungan. Warga Bali yang dimana mayoritas beragama Hindu selalu
antusias dan khusyuk menjalankannya. Perayaan Galungan juga menarik minat
wisatawan, baik domestik maupun asing, yang sedang berkunjung ke pulau yang
menjadi salah satu destinasi wisata terbaik dunia itu.

B. Pengertian Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan, dirayakan setiap 6 bulan sekali (210 hari) sesuai
penanggalan kalender Bali, yaitu pada hari Saniscara (Sabtu) Kliwon, wuku
Kuningan. Perlu diketahui dalam satu bulan kalender Bali berjumlah 35 hari, karena

10
perhitun gannya berdasarkan pertemuan antara Panca Wara yang berjumlah 5, Sapta
Wara berjumlah 7 dan Pawukon yang berjumlah 30. Hari Raya Kuningan, salah
satu hari besar Agama Hindu ini dilaksanakan bertepatan 10 hari setelah perayaan
Hari Raya Galungan.

Kuningan menjadi salah satu hari besar atau hari suci bagi umat Hindu, maka
semua umat Hindu di Hari Raya Kuningan ini menghaturkan sembah untuk
memohon berkah, keselamatan dan kesejahteraan bagi semua umat. Rangkaian
pelaksanaan Hari Raya Kuningan sebenarnya lanjutan dari rangkaian hari Raya
Galungan. Pelaksanaan upacara ataupun persembahyangan dalam rangkaian
Kuningan, dilakukan hanya setengah hari saja, sebelum jam 12 siang pelaksanaan
sudah harus sudah selesai semua. Karena diyakini, sebelum siang hari energi alam
semesta seperti kekuatan pertiwi, akasa, apah, teja dan bayu (Panca Mahabutha)
mencapai klimaknya, dan setelah siang hari memasuki masa pralina dimana energi
tersebut sudah kembali ke asalnya, dan juga para Pitara, Bhatara dan Dewa sudah
kembali ke sorga.

C. Rangkaian Upacara dari Hari Raya Galungan dan Kuningan

1. Tumpek Wariga

Jatuh pada hari Saniscara, Kliwon, Wuku Wariga, atau 25 hari sebelum
Galungan. Upacara ngerasakin dan ngatagin dilaksanakan untuk memuja
Bhatara Sangkara, manifestasi Hyang Widhi, memohon kesuburan tanaman
yang berguna bagi kehidupan manusia.

2. Anggara Kasih Julungwangi

Hari Anggara, Kliwon, Wuku Julungwangi atau 15 hari sebelum Galungan.


Upacara memberi lelabaan kepada watek Butha dengan mecaru alit di Sanggah
pamerajan dan Pura, serta mengadakan pembersihan area menjelang tibanya
hari Galungan.

3. Buda Pon Sungsang

Hari Buda, Pon, Wuku Sungsang atau 7 hari sebelum Galungan. Disebut
pula sebagai hari Sugian Pengenten yaitu mulainya Nguncal Balung. Nguncal
artinya melepas atau membuang, balung artinya tulang; secara filosofis berarti

11
melepas atau membuang segala kekuatan yang bersifat negatif (adharma). Oleh
karena itu disebut juga sebagai Sugian Pengenten, artinya ngentenin
(mengingatkan) agar manusia selalu waspada pada godaan-godaan adharma.
Pada masa nguncal balung yang berlangsung selama 42 hari (sampai Buda
Kliwon Paang) adalah dewasa tidak baik untuk: membangun rumah, tempat
suci, membeli ternak peliharaan, dan pawiwahan.

4. Sugian Jawa

Hari Wraspati, Wage, Wuku Sungsang, atau 6 hari sebelum Galungan.


Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten pereresik,
punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian dan kelestarian
Bhuwana Agung (alam semesta).

5. Sugian Bali

Hari Sukra, Kliwon, Wuku Sungsang, atau 5 hari sebelum Galungan.


Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten pereresik,
punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian, dan
keselamatan Bhuwana Alit (diri sendiri).

6. Penyekeban

Hari Redite, Paing, Wuku Dungulan, atau 3 hari sebelum Galungan.


Turunnya Sang Bhuta Galungan yang menggoda manusia untuk berbuat
adharma. Galung dalam Bahasa Kawi artinya perang; Bhuta Galungan adalah
sifat manusia yang ingin berperang atau berkelahi.Manusia agar menguatkan
diri dengan memuja Bhatara Siwa agar dijauhkan dari sifat yang tidak baik itu.
Secara simbolis Ibu-ibu memeram buah-buahan dan membuat tape artinya
nyekeb (mengungkung/ menguatkan diri).

7. Penyajaan

Hari Soma, Pon, Wuku Dungulan, atau 2 hari sebelum Galungan.


Turunnya Sang Bhuta Dungulan yang menggoda manusia lebih kuat lagi untuk
berbuat adharma. Dungul dalam Bahasa Kawi artinya takluk; Bhuta Dungulan
adalah sifat manusia yang ingin menaklukkan sesama atau sifat ingin
menang .Manusia agar lebih menguatkan diri memuja Bhatara Siwa agar

12
terhindar dari sifat buruk itu. Secara simbolis membuat jaja artinya nyajaang
(bersungguh-sungguh membuang sifat dungu).

8. Penampahan

Hari Anggara, Wage, Wuku Dungulan, atau 1 hari sebelum Galungan.


Turunnya Sang Bhuta Amangkurat yang menggoda manusia lebih-lebih kuat
lagi untuk berbuat adharma. Amangkurat dalam Bahasa Kawi artinya berkuasa.
Bhuta Amangkurat adalah sifat manusia yang ingin berkuasa. Manusia agar
menuntaskan melawan godaan ini dengan memuja Bhatara Siwa serta
mengalahkan kekuatan Sang Bhuta Tiga (Bhuta Galungan, Bhuta Dungulan,
dan Bhuta Amangkurat). Secara simbolis memotong babi “nampah celeng”
artinya “nampa” atau bersiap menerima kedatangan Sanghyang Dharma. Babi
dikenal sebagai simbol tamas (malas) sehingga membunuh babi juga dapat
diartikan sebagai menghilangkan sifat-sifat malas manusia. Sore hari
ditancapkanlah penjor lengkap dengan sarana banten pejati yang mengandung
simbol “nyujatiang kayun” dan memuja Hyang Maha Meru (bentuk bambu
yang melengkung) atas anugerah-Nya berupa kekuatan dharma yang
dituangkan dalam Catur Weda di mana masing-masing Weda disimbolkan
dalam hiasan penjor sebagai berikut:

1. Lamak simbol Reg Weda,


2. Bakang - bakang simbol Atarwa Weda,
3. Tamiang simbol Sama Weda, dan
4. Sampian simbol Yayur Weda.
Di samping itu penjor juga simbol ucapan terima kasih ke hadapan Hyang
Widhi karena sudah dianugerahi kecukupan sandang pangan yang disimbolkan
dengan menggantungkan beraneka buah-buahan, umbi-umbian, jajan, dan kain
putih kuning. Pada sandyakala segenap keluarga mabeakala, yaitu upacara
pensucian diri untuk menyambut hari raya Galungan.

9. Galungan

10. Manis Galungan

Hari Wraspati, Umanis, Wuku Dungulan, 1 hari setelah Galungan,


melaksanakan Dharma Santi berupa kunjungan ke keluarga dan kerabat untuk

13
mengucapkan syukur atas kemenangan dharma dan mohon maaf atas
kesalahan-kesalahan di masa lalu. Malam harinya mulai melakukan
persembahyangan memuja Dewata Nawa Sangga, mohon agar kemenangan
dharma dapat dipertahankan pada diri kita seterusnya.

11. Pemaridan Guru

Hari Saniscara, Pon, Wuku Dungulan, 3 hari setelah Galungan merupakan


hari terakhir Wuku Dungulan meneruskan persembahyangan memuja Dewata
Nawa Sangga khususnya Bhatara Brahma.

12. Ulihan

Hari Redite, Wage, Wuku Kuningan, 4 hari setelah Galungan,


Bhatara-Bhatari kembali ke Kahyangan, persembahyangan di Pura atau
Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima kasih atas wara
nugraha-Nya.

13. Pemacekan Agung

Hari Soma, Kliwon, Wuku Kuningan, 5 hari setelah Galungan. Melakukan


persembahan sajen (caru) kepada para Bhuta agar tidak mengganggu manusia
sehingga Trihitakarana dapat terwujud.

14. Penampahan Kuningan

Hari Sukra, Wage, Wuku Kuningan, 9 hari setelah Galungan. Manusia


bersiap nampa (menyongsong) hari raya Kuningan. Malam harinya
persembahyangan terakhir dalam urutan Dewata Nawa Sanga, yaitu
pemujaan kepada Sanghyang Tri Purusha (Siwa, Sada Siwa, Parama Siwa).

15. Kuningan

16. Pegat Uwakan

Hari Buda, Kliwon, Wuku Paang, satu bulan atau 35 hari setelah Galungan,
merupakan hari terakhir dari rangkaian Galungan. Pegat artinya berpisah, dan
uwak artinya kelalaian. Jadi pegat uwakan artinya jangan lalai melaksanakan
dharma dalam kehidupan seterusnya setelah Galungan. Berata-berata nguncal
balung berakhir, dan selanjutnya roda kehidupan terlaksana sebagaimana biasa.

14
2.3.2 Hari Raya Saraswati

A. Pengertian Hari Raya Saraswati

Hari Raya Saraswati adalah hari yang penting bagi umat Hindu, khususnya
bagi siswa/I sekolah dan penggelut dunia pendidikan, karena umat Hindu
mempercayai hari Saraswati adalah hari dimana turunnya ilmu pengetahuan kepada
umat manusia untuk kemakmuran, kemajuan, perdamaian, dan meningkatkan
keberadaban umat manusia itu sendiri. Hari Raya Saraswati diperingati setiap enam
bulan sekali, tepatnya pada hari Saniscara Umanis wuku Watugunung.

Saraswati adalah Dewi atau Istri dari Dewa Brahma. Saraswati adalah Dewi
Pelindung atau Pelimpah pengetahuan, kesadaran (widya), dan sastra. Berkat
anugerah Dewi Saraswati, kita menjadi manusia yang beradab dan berkebudayaan.

Upacara pada hari Saraswati, pustaka-pustaka, lontar-lontar, buku-buku, dan


alat-alat tulis menulis yang mengandung ajaran atau berguna untuk ajaran-ajaran
agana, kesusilaan dan sebagainya, dibersihkan, dikumpulkan dan diatur pada suatu
tempat, di pura, di peremajaan atau di dalam bilik untuk diupacarai.

Susunan acara persembahyangan umat Hindu dalam rangka perayaan Hari


Raya Saraswati :

1. Dibuka dengan mantra Om Swastiastu

2. Puja Tri Sandya

3. Panca Sembah

4. Dharma Wacana (Renungan Suci)

B. Lambang Dewi Saraswati

Dewi Saraswati merupakan simbol dari kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa
dalam menciptakan/menurunkan ilmu pengetahuan. Kekuatan Ida Sanghyang
Widhi Wasa dalam manifestasinya dilambangkan dengan seorang Dewi yang cantik
bertangan 4 (empat) dengan memegang alat musik, genitri, pustaka suci, serta
bunga teratai.

15
1. Wanita cantik merupakan simbul dari kekuatan yang indah, menarik, lemah
lembut, mulia. Sosok cantik untuk menggambarkan Dewi Saraswati hanyalah
sebuah arti simbolis, bahwa cantik itu menarik. Oleh sebab itu maka Dewi
Saraswati merupakan dewi ilmu pengetahuan yang akan menyebabkan manusia
tertarik untuk mempelajari-Nya. Ketertarikan disini bukanlah dari sisi fisik atau
biologis, melainkan dilihat dari segi etik-religius.

2. Genitri merupakan simbol dari kekekalan/keabadian dan tidak terbatasnya


ilmu pengetahuan yang tidak akan habis untuk dipelajari. Genitri juga
digunakan untuk melakukan aktivitas ritual yang disebut dengan japa mantra
(diucapkan secara berulang-ulang). Ini menunjukkan ilmu pengetahuan itu
sangat luas, serta dipelajari secara terus-menerus (kontinu) baik melalui
pendidikan formal maupun informal.

3. Pustaka Suci/Lontar merupakan simbol dari ilmu pengetahuan suci. Pada


hakekatnya ilmu pengetahuan tersebut baik untuk dipelajari. Setelah ilmu
pengetahuan didapat maka penggunannya perlu disesuaikan dengan tepat dan
berhasil guna sehingga menghasilkan manfaat yang berguna bagi kehidupan
orang banyak. Menurut kalimat penulis, ilmu pengetahuan suci tersebut yakni
Veda itu sendiri yang sebagai sumber ilmu pengetahuan.

4. Teratai merupakan simbol kesucian dari Ida Sanghyang Widhi Wasa. Hal ini
karena bunga teratai mempunyai keunikan tersendiri Hidup-nya bunga teratai
di tiga (3) alam; (1) alam lumpur, (2) alam air dan (3) alam udara. Oleh sebab
itu maka hidup dari bunga teratai di tiga (3) alam yaitu alam Bhur, Bwah dan
Swah yang disebut dengan tri buana. Walaupun hidup dialam air, bunga teratai
tidak basah oleh air sehingga dipakai simbol kesucian serta bebas dari
keterikatan. Dalam hal ini Ida Sanghyang Widhi Wasa walaupun menciptakan
alam beserta isinya. Beliau tidak terikat dengan ciptaan-Nya sendiri.

5. Angsa merupakan simbol dari kebijaksanaan. Hidupnya angsa tersebut juga


dialam tiga (3) alam dunia (Bhur, Bwah, Swah) air, darat, dan udara sebagai
lambang kuasa dari Ida Sanghyang Widi Wasa. Angsa dalam mencari makan
dapat memisahkan antara makanan dan lumpur. Dengan demikian angsa

16
merupakan dari adanya sifat wiweka yang tinggi dapat membedakan atau
memisahkan antara baik dan buruk, benar dan salah.

6. Alat musik, merupakan simbol budaya yang tinggi. Kesenian merupakan alat
penghibur di saat pikiran sedang kacau/kegelapan. Dalam hal ini ilmu
pengetahuan dilambangkan sebagai alat musik yang bisa menghibur dikala
kegelapan. Ilmu Pengetahuan juga merupakan simbol keindahan dinikmati
sepanjang hidup.

C. Makna Pemujaan Dewi Saraswati

Memuja dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memfokuskan
pada aspek Dewi Saraswati (symbol Vidyam) atas karunia ilmu pengetahuan yang
di karuniakan kepada kita semua, sehingga akan terbebas dan Avidyam
(kebodohan), agar dibimbing menuju ke kedamaian yang abadi dan pencerahan
sempurna.

Melalui perayaan Hari Saraswati ini, marilah kita sebagai istri-istri POLRI, dan
Ibu dari anak-anak kita yang tercinta menyadari dan mengambil hikmahnya. Kita
harus bersyukur kepada Hyang Widhi atas kemurahan-Nya yang telah
menganugerahkan Vidya (ilmu pengetahuan) dan kecerdasan kepada kita semua.
Karena dengan demikian, kita bisa mendukung tugas-tugas suami, menjadi istri
yang cerdas, ibu yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas agar keluarga
kita bisa terbebas dari Avidya (kebodohan) dan menuju ke pencerahan, kebenaran
sejati dan kebahagiaan abadi.

2.3.3 Hari Raya Pagerwesi

A. Pengertian Raya Pagerwesi

Pagerwesi berasal dari kata “pager” yang berarti pagar atau perlindungan dan
“wesi” berarti besi yang merupakan bahan kuat, jadi saat Hari Raya Pagerwesi
tersebut bertujuan untuk memagari diri (magehang awak) dengan kuat agar jangan
mendapatkan gangguan atau rusak.

17
Makna filosofis dalam perayaan Hari Pagerwesi ini adalah sebagai simbol
keteguhan iman, memagari diri dengan tuntunan ilmu pengetahuan, sehingga
manusia tersebut tidak mengalami kegelapan atau Awidya.

Untuk mendapatkan tuntunan dalam mendalami ilmu pengetahuan tersebut


maka yang dimuliakan dan dipuja adalah Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam
manifestasinya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau adalah guru dari alam
semesta yang dapat membimbing manusia ke jalan yang benar dalam memahami
pengetahuan hidup.

Sang Hyang Pramesti Guru adalah sebutan lain untuk Dewa Siwa, dalam Tri
Murti dewa Siwa adalah sebagai pelebur, melebur segala sifat-sifat buruk. Beliau
juga sebagai gurunya manusia, manusia wajib menyembah beliau pada saat Hari
Raya Pagerwesi, karena manusia dalam memahami ilmu pengetahuan perlu
penuntun niskala, sehingga manusia tersebut tidak salah arah.

Tata pelaksanaan Hari Raya Pagerwesi diuai mulai dari sanggah atau Merajan
di pekarangan rumah, hingga ke pura-pura besar lainnya di lingkungan desa
pakraman seperti pura Kahyangan Tiga. Hari Raya Pagerwesi merupakan hari
Rerahinan Gumi, artinya hari raya tersebut dirayakan oleh semua umat Hindu, tapi
tentunya dalam pelaksaannya tergantung dari desa (tempat), kala (waktu), patra
(keadaan) setempat.

B. Rangkaian Pelaksanaan Hari Raya Pagerwesi

1. Soma Ribek
Hari pemujaan Sang Hyang Sri Amrtha pada tempt beras dan tempat
menyimpan padi. Dilaksanakan pada Soma Pon Wuku Sinta. Pada saat ini juga
memuja Sang Hyang Tri Pramana ( tiga unsur yang memberi kekuatan ) yaitu :
Dewi Sri,Dewa Sedana dan Dewi Saraswat. Bratha hari ini tidak boleh menjual
beras , tidak boleh menumbuk padi.

2. Sabuh Mas
Dilaksnakan pada setiap Anggara Wage Wuku Sinta. Pada saat ini hari
pesucian Sang Hyang Mahadewa dengan melimpahkan anugrahnya pada “Raja
Brana”( harta benda ) seperti : emas,perak dan sebagainya.

18
3. Pagerwesi
Dilaksanakan setiap Buda Kliwon Sinta. Menghaturkan bakti kehadapan Sang
Hyang Pramesti Guru di sanggah kemimitan /kemulan yang disertai dengan
korban untuk Sang Panca Maha Bhuta agar Memberi keselamatan manusia

2.3.4 Hari Raya Tumpek Landep ( Untuk Senjata )


Dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon Wuku Landep,hari pemujaan Sang
Hyang Pasupati ( Sang Hyang Siwa ),yaitu Dewa penguasa senjata. Dilakukan
upacara pemujaan di “prapen”( tempat membuat senjata,sarana tranportasi). Tujuan
upacara ini adalah agar semua alat-alat tersebut bertuah dan berfungsi sebagaimana
mestinya.

2.3.5 Hari Raya Tumpek Kandang ( Hewan )


Dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon wuku Uye. Pada hari ini menghaturkan
sesajen kehadapan Dewa penguasa ternak yaitu Sang Hyang Rare Angon, dengan
tujuan agar ternak selamat dan bertambah banyak hasilnya. Makna dari upacara ini
adalah melestarikan binatang-binatang agar tidak punah.

2.3.6 Hari raya Tumpek Wayang


Dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon wuku Wayang. Hari ini adalah puja
walinya Sang Hyang Iswara ( dewa penguasa kesenian ). Tempat mengaturkan
sesajen adalah pada wayang, gong, gambang dan alat-alat seninya. Makna dari hari
raya ini adalah sebagai pelestarian dibidang seni, agar kesenian tidak punah, dan
supaya kesenian itu berkembang san metaksu ( berkharisma ).

2.3.7 Hari Budha Cemeng Kelau


Dilaksanakan setiap Budha Wage wuku Kelau. Hari ini adalah hari puja wali
Sang Hyang Sedana,dewa penguasa uang. Pada hari ini mengaturkan sesajen dan
persembahan kehadapan Sang Hyang Sedana di peliggih Rambut Sedana atau
ditempat menaruh uang, untu memohon keselamatan dari pada uang dan agar uang
tersebut berguna dalam kehidupan untuk kesejahtraan.

2.3.8 Hari Sukra Umanis Kelau


Dilaksanakan setiap Sukra Umanis wuku Kelau. Hari ini adalah puja wali
Sang Hyang Sri, sebagai penguasa padi. Pada hari ini mengaturkan sesajen dan
persembahan kehadapan Sang Hyang Sri di lumbung ( tempat menyimpan padi ), di

19
Pulu ( tempat khusus menaruh beras ), agar padi dan beras kita selamat dan beliau
melimpahkan kemakmuran.

Kemudian secara khusus ada lagi hari Raya/ Rerahinan keagamaan yang
berdasarkan Pawukon (wuku) yang dibedakan menjadi empat kelompok besar
diantaranya :

1. Budha Kliwon, yang terdiri 6 bagian yaitu:

a. Budha Kliwon Sinta

b. Budha Kliwon Gumbreg

c. Budha Kliwon Dungulan

d. Budha Kliwon Pahang

e. Budha Kliwon Matal

f. Budha Kliwon Ugu

2. Tumpek, yang terdiri 6 bagian yaitu:

a. Tumpek landep

b. Tumpek Wariga

c. Tumpek Kuningan

d. Tumpek Kerulut

e. Tumpek Uye

f. Tumpek Wayang

3. Budha Wage/Budha Cemeng terdiri dari 6 bagian, yaitu :

a. Budha Wage Warigadian

b. Budha Wage langkir

c. Budha Wage Merakih

d. Budha Wage Menail

e. Budha Wage Kelawu

20
f. Budha Wage Wukir

4. Hari Raya Anggara Kasih terdiri dari 6 bagian, yaitu:

a. Anggara Kasih Kulantir

b. Anggara Kasih Juluwangi

c. Anggara Kasih Medangsia

d. Anggara kasih Tambir

e. Anggara Kasih prangbakat

f. Anggara Kasih Dukut


Semua hari-hari suci itu datangnya tiap-tiap bulan wuku atau tiap 35 hari. jadi,
dapatlah dikatakan umat Hindu mempunyai banyak hari Raya suci, berdasarkan
pawukon saja kita telah mengenal 24 macam hari raya, belum lagi yang berdasarkan
atas pranata masa atau sasih dan yang lainnya. Oleh karena itu, selaku umat Hindu
mempunyai hari suci banyak sekali, sehingga hampir semua hari-hari yang ada
dijatuhi oleh hari–hari raya suci, yang merupakan kesempatan yang sangat mulia
untuk menyambutnya guna untuk dapat menyucikan diri lahir dan bathin, sekala
dan niskala.

2.4 Tujuan Dari Pelaksanaan Rerahinan Dan Hari Suci Agama Hindu
Segala kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh umat mempunyai tujuan yang
sangat mulia, seperti halnya pelaksanaan Rerahinan atau Hari Raya yang
merupakan hari yang sangat penting bagi kita sebagai umat Hindu yang harus kita
peringati dan lestarikan keberadaannya. Karena Rerahinan itu merupakan syarat
mutlak dalam pelaksanaan agama Hindu guna dapat memantapkan hati kita dalam
melaksanakan dharma agama untuk dapat meningkatkan kualitas keimanan kita,
sebagai wujud nyata hubungan langsung dengan Sang Hyang Widhi. Pemantapan
pelaksanaan ajaran agama akan lebih cepat dapat dirasakan melalui pelaksana
Rerahinan dan Hari raya itu sendiri, apalagi bagi kalangan umat yang tingkat
kerohanianya masih sederhana, Rerahinan merupakan media komunikasi yang
paling tepat untuk mengadakan pemujaaan kehadapan Sang Hyang Widhi beserta
semua manifestasi-Nya.
Suatu hari suci perlu dilaksanakan dengan Sradha dan Bakti, dengan penuh
kepercayaan, keseriusan, kebahagian yang mencangkup didalamnya. Oleh karena

21
itu kesadaran spiritual manusia harus dilatih sejak kecil, dengan jalan sebagai
berikut :

1. Shrawana, ialah membiasakan anak-anak untuk ikut aktif dalam melaksanakan


hari raya, sembahyang Tri Sandhya, sembahyang Purnama Tilem, dan
semahyang pada hari besar keagamaan, seperti pada waktu Galungan,
Kuningan, Pagerwesi, dan sebagainya.
2. Kirtana, ialah mengajarkan kepada anak-anak tentang cara dan makna berdoa
serta puja stawa kepada Sang Hyang Widhi Wasa, dan untuk mencapai tujuan
ini haruslah adanya didikan oleh guru rupaka dan guru penajian bagi anak itu.
Jadi, secara singkat dapat dinyatakan tujuan dari pelaksanaan hari raya atau
hari suci itu, antara lain yaitu :
a. Untuk menyatakan Bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa, beserta
manifestasi-Nya.
b. Sebagai usaha untuk membayar hutang kehadapan Tuhan.
c. Untuk mendapat ketentraman lahir dan batin.
d. Menjaga kelestarian agama dan budaya yang diwariskan oleh leluhur kita.
e. Untuk memantapkan pelaksanaan ajaran agama.
f. Sebagai ucapan syukur kehadapan Sang Hyang Widhi.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rerahinan bagi umat Hindu di Bali merupakan peringatan hari-hari suci.


Rerahinan berasal dari kata rai yang berarti puncaknya hari, atau hari-hari yang
dipandang penting dan suci. Hari Raya adalah hari yang diperingati atau
diistimewakan, karena berdasarkan keyakinan hari-hari itu mempunyai makna atau
fungsi yang amat penting bagi kehidupan seseorang, baik karena pengaruhnya
maupun nilai-nilai spiritual yang terkandung didalamnya, sehingga dirasakan untuk
perlu diingat dan diperingati selalu. Rerahinan atau Hari Suci berdasarkan Sasih
terdiri dari Hari Suci Purnama, Hari Suci Tilem,Hari Purnama Kapat (Purnama
Kartika), Hari Raya Nyepi dan Hari Raya Siwaratri. Sedangkan berdasarkan
Pawukon terdiri dari Hari Raya Galungan dan Kuningan, Hari Raya Saraswati dan
Hari Raya Pagerwesi, Hari raya tumpek Kandang, Hari Raya Tumpek Wayang,
Hari Budha Cemeng Klau dan Hari Sukra Umanis Klau. Selain itu Rerahinan atau
Hari Suci Berdasrkan Pawukon juga dibedakan menjadi 4 kelompok besar lagi,
yang dimana pada masiing-masing dari 4 kelompok tersebut juga dibagi menjadi 6
bagian. Tujuan dari pelaksanaan hari raya atau hari suci adaah untuk menyatakan
Bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa, beserta manifestasi-Nya,
sebagai usaha untuk membayar hutang kehadapan Tuhan, untuk mendapat
ketentraman lahir dan batin, menjaga kelestarian agama dan budaya yang
diwariskan oleh leluhur kita, untuk memantapkan pelaksanaan ajaran agama dan
sebagai ucapan syukur kehadapan Sang Hyang Widhi.

23
DAFTAR PUSTAKA

I Nyoman Arya, S.Ag., M.Pd.H. (2015, Januari 01). Rerahinan Dan Hari Suci
Agama Hindu. Diakses pada 11 April 2021 melalui
https://kemenagbadung.weebly.com/makalah/rerahinan-dan-hari-raya-agama
-hindu

Unoknown. (2014, Februari 17). Hari Suci Agama Hindu. Diakses pada 11 April
2021 melalui
http://ulasanmaterigede.blogspot.com/2014/02/hari-suci-agama-hindu.html

Yonada Nancy. (2019, 24 Juli). Sejarah Hari Raya Galungan & Maknanya Bagi
Umat Hindu-Bali. Diakses pada 11 April 2021 melalui
https://tirto.id/sejarah-hari-raya-galungan-maknanya-bagi-umat-hindu-bali-ee
XH

Balu Tours Club. (2021). Hari Raya Kuningan. Diakses pada 12 April 2021 melalui
https://www.balitoursclub.net/hari-raya-kuningan/

Bhayangkari. (2020, Oktober 2021).Makna Hari Raya Saraswati

Diakses pada 12 April 2021 melalui


http://bhayangkari.or.id/artikel/makna-hari-raya-saraswati/

Denpasar Viral. (2021, Januari 29). Makna Hari Raya Saraswati dan Arti Lambang
Dewi Saraswati. Diakses pada 12 April 2021 melalui
https://denpasarviral.com/2021/01/29/makna-hari-raya-saraswati-dan-arti-la
mbang-dewi-saraswati/

Sastrabali. (2016, November 21).Makna Hari Suci Purnama Dalam Hindu.


Diakses pada 12 April 2021 melalui
https://sastrabali.com/makna-hari-suci-purnama-dalam-hindu/

Suryamotivasi. (2015, Maret 02). Makalah Hari Suci Agama Hindu. Diakses pada
12 April 2021 melalui
https://suryamotivasi.blogspot.com/2015/02/contoh-makalah-hari-suci-agam
a-hindu.html?m=1

24

Anda mungkin juga menyukai