Anda di halaman 1dari 24

PERAN HARI BESAR KEAGAMAAN TERHADAP

KETAHANAN NASIONAL
DALAM PERSPEKTIF IDEOLOGI

Nama
NPP
Kelas

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya dengan sangat sederhana. Semoha makalah ini dapat dipergunakan sebagai
satu acuan dalam pembelajaran.
Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik secara
teknis maupun materi mengingat minimnya kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu, kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak dibutuhkan demi penyempurnaan makalah
ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak
yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Hari Besar Keagamaan....................................................................................................4
B. Ketahanan Nasional........................................................................................................5
C. Ketahanan Nasional dan Ideologi...................................................................................8
D. Relasi agama dengan ideologi.......................................................................................11
E. Peran Hari Besar Keagamaan terhadap Ketahanan Nasional dalam Perspektif Ideologi.
17
BAB III PENUTUP..................................................................................................................19
A. Kesimpulan...................................................................................................................19
B. Saran..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar.
Zakiah Daradjat menyebutkan ada tiga fungsi agama terhadap mereka yang
meyakini kebenarannya, yaitu: a). memberikan bimbingan dalam hidup. b).
menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. Realitanya,
jalan yang ditunjukkan agama tidak seluruhnya diikuti oleh manusia, bahkan
sebagian besar mengingkarinya. Pengingkaran terhadap agama ini tidak hanya
terjadi pada zaman jahiliyah saja, tetapi terjadi juga pada zaman modern ini.
Peran agama dalam kehidupan masyarakat sangat penting. Setiap manusia
menginginkan keselamatan, baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan di
akhirat kelak. Usaha untuk mencapai cita-cita tersebut tidak boleh dianggap
ringan begitu saja. Jaminan untuk mencapai cita-cita itu dapat ditemukan dalam
agama, karena agama mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara
yang khas untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Orang
berpendapat bahwa hanya manusia agama (homo religious) yang dapat mencapai
titik itu, entah itu manusia yang hidup dalam masyarakat primitif maupun
masyarakat modern.
Oleh sebab itu, setiap orang baik yang berstatus social tinggi atau berstatus
sosial rendah dapat menemukan kesukaran dalam berbagai bentuk. Hanya satu
yang mungkin sama-sama diinginkan, yaitu ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa ini
dibutuhkan bagi setiap orang, baik di desa maupun di kota, baik kaya maupun
miskin.
Hari besar keagamaan merupakan hari yang di peringati atau di istimewa
kan, karena berdasarkan keyakinan hari-hari itu mempunyai makna atau fungsi
yang amat penting bagi kehidupan manusia baik karena pengaruhnya maupun
nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Sehingga perlu diingat dan
peringati selalu. Mereka mengungkapkan segala makna ‘ubudiah (peribadahan)

1
kepada sembahan-sembahan mereka dengan berbagai macam acara yang menurut
persangkaan mereka hal tersebut adalah perbuatan-perbuatan yang dapat
mendekatkan diri mereka dan memerintahkan kepada pemeluknya untuk
menegakkan kembali fitrah mereka yang lurus dan kokoh mengakar pada jiwajiwa
mereka. Dan setiap peryaan hari besar memiliki makna yang berbeda-beda, yang
secara umum semuanya memberikan nasehat atau tuntunan moral kepada yang
melaksanakan.
Dalam pelaksaan hari besar keagamaan merupakan bagian wahana bagi
umat beragama untuk merenungkan kembali dirinya tentang apa-apa yang belum,
sedang apa yang dilaksanakan guna mewujudkan sejahteranya dan
kebahagiaannya hidupnya atas petunjuk Tuhan Yang Maha Esa.
Terbentuknya negara Indonesia dilatar belakangi oleh perjuangan seluruh
bangsa. Sudah sejak lama Indonesia menjadi incaran banyak negara atau
bangsalain, karena potensinya yang besar dilihat dari wilayahnya yang luas
dengan kekayaan alam yang banyak. Kenyataannya ancaman datang tidak hanya
dari luar, tetapi juga dari dalam. Terbukti, setelah perjuangan bangsa tercapai
dengan terbentuknya NKRI, ancaman dan gangguan dari dalam juga timbul, dari
yang bersifat kegiatan fisik sampai yang idiologis. Meski demikian, bangsa
Indonesia memegang satu komitmen bersama untuk tegaknya negara kesatuan
Indonesia. Dorongan kesadaran bangsa yang dipengaruhi kondisi dan letak
geografis dengan dihadapkan pada lingkungan dunia yang serba berubah akan
memberikan motivasi dalam menciptakan suasana damai.
Dari sebelum dijajah, bangsa Indonesia sudah memeluk berbagai agama,
hingga setelah merdeka, tercatat hingga saat ini Indonesia memiliki 6 agama yang
dipeluk oleh masyarakatnya. Yang tentu saja, di Indonesia memiliki banyak hari
besar keagamaan, mulai dari Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal Nyepi Imlek,
dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa makna hari besar keagamaan?
2. Apa itu ketahanan nasional?

2
3. Bagaimana kaitan ketahanan nasional dengan ideologi?
4. Bagaimana relasi Agama dengan Ideologi
5. Apa peran hari besar keagamaan terhadap ketahanan nasional dalam
perspektif ideologi?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui makna hari besar keagamanaan
2. Mengetahui apa itu ketahanan nasional
3. Mengetahui kaitan ketahanan nasional dengan ideologi
4. Mengetahui relasi agama dengan ideologi
5. Mengetahui peran hari besar keagamaan terhadap ketahanan nasional
dalam perspektif ideologi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hari Besar Keagamaan


Hari besar keagamaan adalah hari peringatan atau perayaan suatu peristiwa
penting menurut ritual keagamaan. Biasanya, hari besar keagamaan di Indonesia
dijadikan sebagai hari libur nasional untuk menghormati peringatan penting setiap
agama di Indonesia.
Makna hari-hari besar keagamaan merupakan wahana untuk memutar cakra
kehidupan karena adanya pelaksanaan upacara-upacara hari-hari besar agama roda
ekonomi menjadi berputar, dharma santhi atau silaturahmi dapat berjalan sehingga
terwujudlah kesejahteraan dan kebahagian antar umat beragama.
Makna dari peringatan agama hari –hari besar keagamaan bagi pemeluk-
pemeluknya adalah :
a. Mempertebal keimanan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan
mematuhi perintah –perintahnya dan menjauhi segala larangan nya.
c. Menumbuhkan sikap toleransi atau saling hormat – menghormati antar
umat beragama.
d. Menumbuhkan sikap ramah, kasih sayang serta menjauhkan dari sifat
dengki dan bermusuhan.
e. Mewujudkan kerukunan antar umat beragama sehingga terbina persatuan
dan kesatuan bangsa.
f. Menghindari sikap sombong dan pembenci.
g. Selalu memperlakukan seseorang sesuai harkat, derajat, dan martabatnya.
h. Menghindari sikap sewenang-wenang terhadap seseorang dan orang lain.
i. Terbiasa menunjukkan sikap dan perilaku suka memberi maaf.
j. Selalu berperan serta dalam berbagai kehiatan kegotongroyongan.
k. Tidak membiarkan keluarga atau teman melakukan hal yang buruk/salah.

4
l. Bersikap mengutamakan hidup bersama “berdiri sama tinggi dan duduk
sama rendah”.
Kehidupan umat beragama merupakan gejala sosial yang tidak menilai
apakah kepercayaan itu benar atau tidak, melainkan mengamati atau mengamati
atau menanggapi ungkapan-ungkapan agama yang bersifat duniawi atau
kemasyarakatan yang kemudian tercermin dalam bentuk-bentuk kerukunan antar
umat beragama. Dengan demikian bentuk-bentuk perayaan hari besar keagamaan
sangat terjalin hubungan dalam semua sisi kehidupan antar umat beragama.
B. Ketahanan Nasional
Tujuan nasional menjadi pokok pikiran ketahanan nasional karena
sesuatuorganisasi dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan akan selalu
berhadapan dengan masalah-masalah internal dan eksternal sehingga perlu kondisi
yang siap menghadapi.
Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamik suatu bangsa, berisi
keulatan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang
langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan
perjuangan nasionalnya.
Konsepsi Ketahanan Nasional memiliki latar belakang sejarah kelahirannya
di Indonesia. Gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun1960-
anpada kalangan militer angkatan darat dari SSKAD yang sekarang
berubahmenjadi SESKOAD (Sunardi, 1997). Masa itu adalah sedang meluasnya
pengaruh komunisme seperti Laos, Vietnam dan sebagainya sampai ke Indonesia.
Dalam pemikiran Lembanas tahun 1968 tersebut telah ada kemajuan
konseptual berupa ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan asional yang
berupa ideologi politik, dari tinggalnya konsep kekuatan, meskipun dalam
ketahanan nasional sendiri terdapat konsep kekuatan.

5
Konsepsi ketahanan nasional untuk pertama kalinya dimasukkan ke
dalamGBHN 1973 yaitu ketetapan MPR No. IV/MPR/1973. Rumusan
ketahanannasional dalam GBHN 1998 sebagai berikut:
1. Untuk tetap memungkinkan berjalannya pembangunan nasional
yangselaluharus menuju ke tujuan yang ingin dicapai dan agar dapat
secara efektif diletakkan dari hambatan, tantangan, ancaman dan
gangguan yang timbul dari dalam maupun dari luar
2. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi
dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara.
3. Ketahanan nasional meliputi ketahanan ideologi, politik, ekonomi,
sosial, dan budaya serta pertahanan dan keamanan
4. Ketahanan ideologi adalah kondisi mental bangsa Indonesia yang
berlandaskan keyakinan dan kebenaran ideologi pancasila yang
mengandung kemampuan untuk menggalang dan memelihara persatuan
dan kesatuannasiona, kemampuan menangkal penetrasi ideologi asing
serta nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
5. Ketahanan politik adalah kondisi kehidupan politik bangsa Indonesia
yang berlandaskan demokrasi politik berdasarkan pancasila dan
UUD1945 yang mengandung kemampuan memelihara sistem politik
yang sehat dan dinamis serta kemampuan menerapkan politik luar negeri
yang bebas aktif.
6. Ketahanan ekonomi adalah kondisi kehidupan perekonomian bangsa
yang berlandaskan demokrasi ekonomi pancasila yang mengandung
kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta
kamampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya
saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyatyang adil dan merata.
7. Ketahanan sosial dan budaya adalah kondisi kehidupan sosial budaya
yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan pancasila yang
mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan
sosial da budaya manusia dan masyarakat Indoesia yang beriman dan
bertaqwa terhadap TYME, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas,

6
maju, dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi,
seimbang serta kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang
tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
8. Ketahanan pertahanan dan keamanan adalah kondisi daya tangkat
bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat yang
mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan
keamanan Negara yang dinamis. Mengamankan pembangunan dan
hasil-hasilnya serta kemampuan mempertahankan kedaulatan negara dan
menangkal segala bentuk ancaman.
Pada hakikatnya ketahanan nasional adalah kemampuan dan
ketangguhanbangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju
kejayaan bangsadannegara. Penyelenggaraan ketahanan nasional menggunakan
pendekatan kesejahteraan nasional dan keamanan nasional di dalam kehidupan
nasionalnya. Kesejahteraanintuk mencapai ketahanan nasional dapat di
gambarkan sebagai kemampuanbangsamenumbuhkan dan menyumbangkan nilai-
nilai nasionalnya menjaadi kemakmuransebesar-besarnya yang adil dan merata.
Sedangkan keamanan yang mewujudkan ketahanan nasional adalah kemampuan
bangsa melindungi eksistensinya dannilai-nilai nasionalnya terhadap ancaman dari
dalam maupun luar.
Ketahanan Nasional memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Manuggal
Antara trigatra (aspek alamiah)dan pancagatra (aspek sosial). Sifat
integratif tidak dapat diartikan mencampuradukan semua aspek sosial
tetapi integrasi dilaksanakan secara serasi dan selaras.
2. Marwas Ke Dalam
Tannas terutama di arahkan kepada diri bangsa dan negara itusendiri,
karena bertujuan mewujudkan hakekat dan sifat nasionalnya sendiri. Hal
ini tidak berarti bahwa dianut sikap isolasi atau nasionalisme sempit.
3. Berkewibawaan

7
Tannas sebagai hasil pandangan yang bersifat manunggal tersebut
mewujudkan kewibawaan nasional yang harus diperhitungkan oleh
pihaklaindan mempunyai daya pencegah.
4. Berubah Menurut Waktu
Suatu bangsa tidaklah tetap adanya, dapat meningkat atau menurundan
bergantung kepada situasi dan kondisi bangsa itu sendiri.
5. Tidak Membenarkan Sikap Adu Kekuasaan dan Adu Kekuatan
Konsep adu kekuasaan dan adu kekuatan bertumpu pada kekuatanfisik,
maka sebaliknya ketahanan nasional tidak mengutamakan kekuatan fisik
saja tapi memanfaatkan daya dan kekuatan lainnya, seperti
kekuatanmoral yang da pada suatu bangsa.
6. Percaya Pada Diri Sendiri
Ketahanan nasional dikembangkan dan ditingkatkan berdasarkansikap
mental percaya pada diri sendiri.
7. Tidak Bergantung Kepada Pihak Lain.
Asas ketahanan nasional adalah tata laku yang didasari nilai-nilai
yangtersusun berlandaskan Pancasil, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara. Asas-
asastersebut adalah sebagai berikut (Lemhannas, 2000: 99 – 11):
1. Asas kesejahtraan dan keamanan
Asas ini merupakan kebutuhan yang sangat mendasar danwajibdipenuhi
bagi individu maupun masyarakat atau kelompok. Didalamkehidupan
nasional berbangsa dan bernegara, unsur kesejahteraandankeamanan ini
biasanya menjadi tolak ukur bagi mantap/tidaknya ketahanannasional.
2. Asas komprehensif/menyeluruh terpadu
Artinya, ketahanan nasional mencakup seluruh aspek kehidupan. Aspek-
aspek tersebut berkaitan dalam bentuk persatuan dan perpaduan secara
selaras, serasi, dan seimbang.
3. Asas kekeluargaan
Asas ini bersikap keadilan, kebersamaan, kesamaan, gotongroyong,
tenggang rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dalam hal hidup dengan asas kekeluargaanini

8
diakui adanya perbedaan, dan kenyataan real ini dikembangkan
secaraserasi dalam kehidupan kemitraan dan dijaga dari konflik yang
bersifat merusak/destruktif.
C. Ketahanan Nasional dan Ideologi
Ketahanan Nasional adalah kondisi hidup dan kehidupan nasional yang
harus senantiasa diwujudkan dan dibina secara terus menerus secara sinergi. Hal
demikian itu, dimulai dari lingkungan terkecil yaitu diri pribadi, keluarga,
masyarakat,bangsa,dan Negara. Dengan modal dasar keuletan dan ketangguhan
yang mampu mengembangkan kekuatan nasional. Ketahanan nasional Indonesia
adalah keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional. Untuk dapat menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan Negara dalam mecapai tujuan nasional.
Untuk mewujudkan keberhasilan ketahanan sosial budaya warga negara
Indonesia perlu, kehidupan sosial budaya bangsa dan masyarkat Indonesia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun,bersatu, cinta tanah
air, maju, dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi dan seimbang
serta mampu menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan
kebudayaan nasional.
Ideologi merupakan seperangkat ide atau gagasan yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai dasar yang dimiliki oleh suatu bangsa yang bersangkutan
untuk dijadikan sebagai pandangan dan petunjuk hidup dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Ketetapan bangsa Indonesia bahwa
Pancasila adalah ideologi bagi bangsa Indonesia. Adapun makna Pancsila sebagai
ideologi nasional adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi
Pancasila menjadi cita-cita normatif penyeleggaraan bernegara. Secara luas dapat
diartikan bahwa visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan yang ber-
Kemanusiaan yang ber-Persatuan yang ber-Kerakyatan dan yang ber- Keadilan.
Dengan konsepsi di atas maka Pancasila sebagai ideologi berarti bahwa Pancasila
merupakan keseluruhan gagasan, pandangan, cita-cita, keyakinan, dan nilai

9
bangsa Indonesia yang secara normatif diwujudkan dalam kehdupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
a. Kaitan Ketahanan Nasional dengan Ideologi
Konsep ketahanan di bidang ideologi dimanifestasikan sebagai kondisi
mental bangsa dengan berlandaskan keyakinan kebenaran ideologi
Pancasila yang memiliki kemampuan untuk menggalang dan memelihara
persatuan dan kesatuan nasional, serat kemampuan menangkal interfensi
nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa dan ideologi asing
yang datang dari luar.
b. Tujuan Ketahanan Nasional dalam Bidang Ideologi
Dengan ketahanan nasional khususnya dalam bidang ideology memiliki
tujuan yang sangat penting guna dipakai sebagai dasar cita-cita bersama
dari ketahanan nasional yang dibangun dari kemntapan ideology dengan
begitu dapat menangkal berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan
ganguan seperti penetrasi ideologi asing dan nilai-nilai yang tidak sesuai
dengan ideologi bangsa. Dengan begitu, memungkinkan berjalannya
pembangunan nasional yang bertujuan kesejahteraan rakyat dan
kelangsungan hidup bangsa. Ketahanan nasional di bidang ideologi juga
ditujukan untuk mengatasi segala ancaman,tantangan,hambatan,dan
gangguan baik dar luar atau dalam negeri yang secara langsung atau tidak
membahayakan kelangsungan kehidupan Pancasila sebagai landasan
negara.
c. Upaya-upaya untuk meningkatkan Ketahanan Nasional di Bidang ideologi
Suatu kondisi mental bangsa yang mampu menggalang kekuatan untuk
mengatasi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
intervensi dan penetrasi ideology asing tidak akan terwujud dalam keadaan
yang riil, tanpa dijabarkan dan diimplementasikan secara langsung. Oleh
karena itu perlu upaya-upaya yang dapat meningkatkannya. Suatu ide
tidak akan menjadi cita-cita yang nyata tanpa diikuti dengan penuangan
secara tertulis disertai upaya pencapaian cita-cita tersebut. Upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan menuangkan ide tersebut secara tertulis,

10
yang kemudian dijabarkan lagi dalam peraturan yang mendasari negara
tersebut yang kemudian ditingkatkan lagi dengan bentuk tindakan
operasional dalam rencana dan program kerja yang melibatkan semua
pihak.Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
ketahanan nasional di bidang ideologi :
1. meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati
ideology pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, tujuan dan cita-cita
bersama   bangsa Indonesia untuk mencapai kesejahteraan bersama dan
mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dari berbagai ancaman.
2. Memahami ideology pancasila sebagai milik bersama bangsa Indonesia
dan sebagai alat pemersatu bangsa dari perbedaan-perbedaan yang ada.
3. Menanamkan kecintaan terhadap tanah air dengan berperan secara aktif
dalam pembangunan bangsa dan negara.
4. Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap undang-undang yang
berlaku.
5. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat
menangkal pengaruh-pengaruh asing yang tidak sesuai dengan norma-
norma kehidupan bangsa.
Dengan beberapa upaya tersebut akan mampu meningkatkan kemampuan
untuk menggalang dan memelihara persatuan dan kesatuan nasional, serat
kemampuan menangkal interfensi nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa dan ideologi asing yang datang dari luar.
D. Relasi agama dengan ideologi
Drama yang sungguh menyedihkan di abad rasionalitas. Di abad ini, banyak
orang rela mati demi keyakinan yang diyakini kebenarannya, dan pada saat yang
bersamaan banyak orang membunuh sesama tanpa merasa berdosa. Dalam catatan
sejarah, kita bisa melihat genocide (genocide adalah kejahatan atau konspirasi
untuk memusnahkan sekelompok orang atas perbedaan identitas etnis,
kebangsaan, ras, atau agama. Pembantaian massal ini telah berlangsung sejak
lama. Pada abad 5 pasukan atau angkatan perang Atilla melakukan pembunuhan
besar-besaran. Pada abad 13, pasukan Jenghis Khan melakukan pembantaian

11
terhadap orang Timur Tengah) yang dilakukan Hitler, Pinochet, Suharto dan
rezim-rezim totaliter lainnya. Jika kita cermati, lebih sering tindakan barbar
tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan ideologi maupun agama yang telah
dipolitisasi dan dimanipulasi yang lantas berkembang menjadi konflik terbuka
yaitu perang.

Hasil kajian Fein secara tersirat menunjukkan bagaimana relasi agama dan
atau ideologi berbanding lurus dengan terjadinya pembantaian massal dalam
peradaban manusia. Pada satu sisi, nampaknya agama dan ideologi-lah yang turut
memberikan dalil maupun legitimasi terhadap tindakan kekerasan yang selama ini
terjadi. Pada sisi yang lain, bisa jadi ideologi dan agama telah dipolitisasi dan
dimanipulasi oleh seseorang, kelompok maupun golongan untuk kepentingan
pribadi, kelompok, maupun golongannya.

Ideologi adalah segala rangkaian ide-yang acapkali berwawasan luas bila


dipandang secara obyektif, di luar penerapan politisnya (secara keliru)-yang
tersaji sedemikian rupa sehingga “orang-orang yang percaya” memandang bahwa
diri mereka memiliki monopoli atas kebenaran. Ideology adalah sistem pemikiran
yang tersusun rapi yang tidak hanya diperlakukan sebagai mitos oleh orang-orang
“yang tinggal didalamnya”, tetapi juga dipaksakan kepada orang-orang yang tidak
mau menerima mitos itu sebagaimana adanya (Palmquis, 2002).

Istilah ideologi sendiri pertama kali dikenalkan oleh Destutt De Tracy. Dia
merupakan pemikir Perancis yang memposisikan ideology vis a vis dengan
gagasan teologis dan metafisika tradisional. Ideology dalam pengertiannya
bersifat positifistik yang tujuannya untuk menemukan kebenaran di luar otoritas
agama. Ide-idenya ini terpengaruh oleh gagasan zaman pencerahan terutama
Francis Bacon yang mencoba mensterilkan ilmu pengetahuan dari prasangka
agama, kepentingan pribadi, dan kepercayaan mistik-metafisik dengan
mengukuhkan metode ilmiah sebagai satu-satunya epistemologi yang sahih.

Menurut John Storey (2004) ada lima konsep ideologi. Diantara adalah:
pertama, ideologi mengacu pada suatu pelembagaan gagasan secara sistematis

12
yang diartikulasikan oleh sekelompok masyarakat tertentu. Misalnya, ketika kita
berbicara ideologi Partai Buruh maka sebenarnya kita sedang membahas tentang
ide-ide dasar yang dijadikan sebagai pandangan hidup, ideal-ideal, basis visi,
praktek politik, ekonomi, dan sosial partai tersebut.

Kedua, ideologi sebagai usaha penopengan dan penyembunyian realitas


tertentu. Ideologi merupakan seperangkat alat untuk memanipulasi kesadaran
massa (penulis).

Di sini ideologi digunakan sebagai alat untuk mengungkap bagaimana teks-


teks dan praktek budaya tertentu digunakan untuk menghadirkan citra-citra
tertentu yang telah diseleksi, direduksi dan didistorsi yang kemudian
memproduksi apa yang disebut oleh Mark dan Engels dalam The German
Ideology sebagai kesadaran Palsu.

Ketiga, definisi ideologi yang terkait erat dengan-dan dalam beberapa hal
tergantung kepada-definisi kedua, yakni ideologi yang mengejawantahkan dalam
bentuk-bentuk ideologis. Dalam hal ini ideologi dimanfaatkan sebagai alat untuk
menarik dan memikat perhatian pemirsa terhadap teks-teks yang ditampilkan
dalam bentuk fiksi TV, lagu pop, novel, film, roman, dan bentuk hiburan lainnya.
Disinilah terjadi apa yang oleh Stuart Hall dalam The Rediscovery of Ideology:
the Return of the Repressed in Media Studies (1985) disebut “politik penandaan”
sebagai upaya untuk menundukkan para pembacanya melalui cara pandang dunia
tertentu.

Keempat, ideologi bukan hanya sebagai pelembagaan, tetapi sekaligus juga


sebagai praktek material. Definisi dikemukakan oleh Louis Althusser dalam buku
Ideology and Ideological Apparatus. Baginya, ideologi sebenarnya bisa dijumpai
dalam praktek kehidupan sehari-hari. Althuser menegaskan aktivitas-aktivitas
ritual, upacara, adat, dan kebiasaan tertentu yang lazim kita lakukan dalam
kehidupan sehari-hari nyata-nyata memproduksi akibat-akibat yang mengikat dan
melekatkan kita pada suatu tatanan sosial yang mapan, sebuah tatanan yang

13
ditandai oleh adanya kesenjangan status dan gap kekuasaan yang menonjol antara
yang pusat dan peripheral, yang Maha dan yang hamba.

Kelima, ideologi yang difungsikan pada level konotasi (tersirat), makna


sekunder, makna yang seringkali tidak disadari yang terdapat pada teks dan
praktek kehidupan. Definisi ini dikemukakan Roland Barthes. Ideologi (atau
mitos dalam istilah Barthes) mengarahka kita pada perjuangan hegemonik untuk
membatasi makna konotatif, menetapkan konotasi-konotasi particular, dan
memproduksi konotasi-konotasi baru. Contoh: sweeping terhadap buku-buku
yang dianggap radikal untuk membendung dan mengantisipasi terorisme. Hal
serupa juga terjadi terhadap pembredelan buku yang dianggap kiri beberapa tahun
yang lalu. Bagi Barthes, inilah yang merupakan contoh klasik ideologi, yakni
upaya untuk menjadikan apa yang pada faktanya particular menjadi universal dan
legitimate, dan juga upaya untuk menaturalkan hal-hal yang pada faktanya
kultural.

Ideologi mengatur bagaimana kita hidup berdampingan dengan orang lain


dengan nilai tertentu yang kita yakini (particular), dia juga mengatur bagimana
masyarakat diatur dan diorganisasikan demi kesejahteraan bersama (universal)
tentunya dengan tujuan-tujuan yang ideal demi kemaslahatan umat manusia.

Istilah Ideologi seringkali hanya diartikan sebagai sebuah sistem ide, seperti
misalnya ketika orang berbicara tentang ideologi liberal, konservatif atau sosialis.
Bagi Gramsci, ideologi lebih dari sekedar sistem ide. Ia membedakan antara
sistem yang berubah-ubah (arbitrary systems) yang dikemukakan oleh intelektual
dan filosof tertentu, dan ideologi organik yang bersifat historis (historically
organic ideologies), yaitu ideologi yang diperlukan dalam kondisi sosial tertentu:
“Sejauh ideologi itu secara historis diperlukan, ia mempunyai keabsahan yang
bersifat psikologis: ideologi ‘mengatur’ manusia, dan memberikan tempat bagi
manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan
mereka, dan sebagainya” (SPN 367). Ideologi bukanlah fantasi perorangan,
namun terjelma dalam cara hidup kolektif masyarakat. Di sini Gramsci merujuk

14
pada pendapat Marx tentang ‘soliditas keyakinan masyarakat’ (Simon 2000, 83-
84).

Secara sederhana ada dua jenis ideologi: Ideologi manusiawi dan ideologi
kelas. Ideologi manusiawi adalah ideologi yang didedikasikan untuk seluruh umat
manusia, bukan untuk kelas, ras atau masyarakat tertentu saja. Format ideologi
seperti ini meliputi seluruh lapisan masyarakat dan tidak hanya lapisan atau
kelompok tertentu saja.

Agama adalah ajaran yang diturunkan oleh Tuhan untuk dijalankan oleh
umat pemeluknya di muka bumi. Adapun tujuannya adalah, supaya manusia dapat
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Agama juga mengatur bagaimana
manusia berhubungan. Yaitu, hubungan dengan sesama dan dengan Tuhannya.
Tentu, setiap agama mempunyai ritualitas keagamaan yang berbeda-beda.

Menurut John D. Caputo inti agama adalah cinta kasih, sehingga seorang
religius adalah orang yang memiliki cinta kasih. Dengan pengertian ini kategori
religius tidak cukup dilihat dari ketaatan ritualistik ataupun dengan pemahaman
yang sektarian yang membagi komunitas Yahudi, Islam, Kristen, Hindu dan
sebagainya. Kategori religius hanya relevan dilawankan dengan egois,
individualis, serakah, dan tidak memiliki cinta kasih. Maka, bisa jadi seorang ateis
yang memiliki nilai cinta antar sesamanya lebih religius dari umat beragama.

Gus dur menjelaskan agama berfungsi sebagai inspirasi dalam segala


kehidupan bernegara dan berbangsa. Kalau toh sering terjadi radikalisme dalam
kepemelukan agama, hal itu disebabkan oleh orang-orangnya. “bukan agamanya
yang salah,” katanya. Namun demikian, tidak berarti agamawan menjadi buta
politik. “Justru dia harus mengembangkan pengetahuannya dalam soal politik,
agar bisa menjalankan tradisi demokrasi, “ kata Gus Dur (Kompas, 4 Oktober
2006).

Agama di era modernitas ini bisa dibilang telah kehilangan ruhnya.


Masyarakat modern lebih menonjolkan sisi rasionalitas dalam mencari kebenaran
ketimbang percaya begitu saja pada mitos. Namun sesungguhnya mereka tetap

15
beriman. Hal ini senada dengan pernyataan Paull Tillich yang menyebutkan
bahwa, setiap orang memiliki keimanan, karena setiap orang memiliki suatu
“urusan terdalam” (ultimate concern), walaupun mereka tidak menyadarinya

Agama dan ideologi adalah dua hal yang menarik untuk diteliti dan dikaji.
Kedua-duanya memberikan janji atau tujuan ideal yang diinginkan oleh umat
manusia. Agama dan ideologi memberikan gambaran yang lengkap dan utuh
terhadap “sesuatu yang-ideal” yang hendak dicapai manusia demi
kebahagiaannya. Didalamnya diatur bagaimana tata cara mencapai “yang-ideal”,
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam bentuknya yang kongkrit atau
nyata meski harus di perjuangkan “keberadaannya”. Agama dan ideologi sendiri
memberikan kepuasan batin, keteguhan yang melahirkan keyakinan bagi
penganutnya.

Agama dan ideologi merupakan dua sisi mata uang yang saling berkait.
Ideologi bisa disebut agama karena bisa memberikan jalan menuju “yang-ideal”
bagi para penganutnya. Begitu juga sebaliknya, agama bukan saja sebagai proses
spiritual semata tetapi juga memberikan gambaran “yang-ideal” dan mengatur
kehidupan sosial, politik, maupun, budaya.

Untuk memberikan gambaran kaitan agama dengan ideologi, Althuser


menyebutkan ideologi sebenarnya bisa dijumpai dalam praktek kehidupan sehari-
hari dan bukan hanya dalam ide-ide tertentu tentang kehidupan sehari-hari.
Baginya, aktivitas-aktivitas ritual, upacara, adat, dan kebiasaan tertentu yang
lazim kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari nyata-nyata memproduksi akibat-
akibat yang mengikat dan melekatkan kita pada suatu tatanan sosial yang mapan,
sebuah tatanan yang ditandai oleh adanya kesenjangan status dan gap kekuasaan
yang menonjol antara yang Pusat dan yang Periperal, Yang Maha dan yang
hamba. Perayaanperayaan agama adalah contoh dari praktek ideologis yang
menawarkan pelepasan dan penyegaran dari tuntutan-tuntutan tatanan sosial untuk
sementara waktu.

16
Persoalan agama dan ideologi di abad ini adalah pembantaian besar-
besaran/genocide. Genocide ini mengakibatkan jutaan nyawa manusia melayang
dan barangkali menjadi sia-sia di dalam sejarah peradaban manusia. Ia seolah
musnah ditelan bumi, dan atas dasar agama, dan ideologi mereka seolah bebas
membunuh manusia lainnya yang belum tentu berdosa. Tentu kita akan bertanya
apakah ini subtansi dari ideologi yang mengkerucut dalam tindakan barbar dan
amoral.

Hampir bisa dikatakan abad kedua puluh adalah “abad pertarungan


ideologi”. Perbedaan ideologi mengakibatkan pembagian Barat-Timur, yang
mencapai puncaknya pada massa perang dingin, ketika istilah “Marxis” dan
Kapitalis” tampakanya hampir menentukan “keburukan” orangorang yang berdiri
di sisi lain. Di alam moral, berbagai fundamentalisme keagamaan yang tiba-tiba
muncul di seluruh dunia menggambarkan contoh terbaik tentang bahaya ideologi
daripada contoh–contoh tunggal lainnya. Setelah kehancuran komunisme soviet
pada tahun 1990-an kekuatan fundamentalisme islam kembali menguat. Hal ini
membuat ketakuatan/ phobia bagi para penganut kapitalisme yang diwakili oleh
amerika. Amerika dalam kebijakan luar negerinya kemudian tampil menjadi
pelopor dalam memerangi kekuatan islam dengan mengangkat isu “terorisme”.
Perang melawan terorisme yang dikomandani Amerika kemungkinannya adalah
untuk meminimalisir menguatnya atau bangkitnya islam dalam percaturan global.

Konflik antar agama dan konflik ideologi dalam dasawarsa terakhir


dipengaruhi beberapa hal. Penulis sendiri berpendapat bahwa ada dua akar
penyebab dari terjadinya konflik di abad modernitas ini. Konflik ini berakar pada:
pertama, karena konflik ekonomi yakni penguasaan aset ekonomi yang hanya
dimiliki oleh segelintir orang yang memilki modal/ kapital. Kedua, karena
terancamnya eksistensi identitas kelompok, etnis, agama, Negara dan juga
ideologi. Konflik tersebut lebih disebabkan karena globalisasi yang
berkeinginan/memaksakan diri sebagai tatanan tunggal di muka bumi. Globalisasi
tidak memandang dan mengenal batas-batas Negara, agama, dan ideology,

17
globalisasi merupakan proyek besar neoliberal yang memaksakan tatanannya atas
tatanan dan sistem lainnya.

E. Peran Hari Besar Keagamaan terhadap Ketahanan Nasional dalam


Perspektif Ideologi.
Di Indonesia, denga berbagai macam agama dan berbagai macam hari
besarnya, sudah menjadi kebiasaan tersendiri dalam konteks saling menghargai
antar sesame saat perayaan hari besar agama.

Hari-hari besar agama di Indonesia tidak hanya dirayakan oleh satu agama
saja, namun pemeluk agama lain juga merasakan hal tersebut. Hal ini dikarenakan
hari besar keagamaan di Indonesia sudah menjadi hari libur nasional.

Kehidupan sosial budaya bangsa dan masyarkat Indonesia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun,bersatu, cinta tanah air, maju, dan
sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi dan seimbang serta mampu
menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
Sehingga hal tersebut dapat menjadi kondisi hidup dan kehidupan nasional yang
harus senantiasa diwujudkan dan dibina secara terus menerus secara sinergi yang
disebut juga dengan ketahanan Nasional.
Hari besar keagamaan di Indonesia berperan penting dalam menjaga
ketahanan nasional. Hal ini dapat diperhatikan, jika sekarang sudah sangat jarang
kegiatan-kegiatan terorisme muncul, selain itu hal ini juga didorong karena rasa
kebersamaan antar masyarakat beragama, sehingga mereka berbodong-bondong
untuk melindungi dan menghargai satu sama lainnya.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketahanan Nasional dalam bidang ideologi adalah kondisi dinamis suatu
bangsa yang beisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
utntuk mengembangkan kekuaan nasional, di dalam menghadapi dan mengatasi
segala ancaman tantangan hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam
dan luar yang secara langsung atau tidak membahayakan identitas, integritas
kelangsungan hidup suatu bangsa dan Negara serta perjuangannya mencapai
tujuan nasionalnya. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menuangkan ide
tersebut secara tertulis, yang kemudian dijabarkan lagi dalam peraturan yang
mendasari Negara tersebut.
Hari besar nasional sangat berperan penting dalam menjaga ketahanan
nasional. Hal ini dikarenakan dasar ideologi Negara, yang mana masyarakat saling
menghormati dan menghargai antar umat beragama.
Selain itu, perayaan hari besar agama tidak hanya dirasakan oleh satu agama
tertentu saja, namun juga dapat dirasakan oleh agama lainnya. Hal ini didorong
karena semua hari besar agama dijadikan libur nasional, sehingga semua
masyarakat merasakan euforianya.

B. Saran
Ketahanan Nasional adalah kondisi hidup dan kehidupan nasional yang
harus senantiasa diwujudkan dan dibina secara terus menerus secara sinergi,
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang
langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan
perjuangan nasionalnya.

19
Diharapkan dengan banyaknya hari besar keagamaan yang dirayakan di
Indonesia dapat menjadi pedoman untuk mengetahui dan mempelajari tentang
keberagaman dan ideologi sendiri, serta sebagai bentuk dalam usaha mewujudkan
ketahanan nasional.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adams, Iam. 2004. Ideology Politik Mutakhir; Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa
Depannya. Qalam, Yogyakarta. Cet Pertama.
Arkoun, Mohammed. 1993. “Pemikiran Tentang Wahyu, Dari Ahl al-Kitab
sampai Masyarakat Kitab. Ulumul Qur’an, No. 2/Vol.IV. hal.48
Halimatus Sadiyah, Siti. 2020. Ketahanan Nasional di Indonesia. Jakarta
Storey, John. 2004. Teori Budaya dan Budaya Pop: Memetakan Lanskap
Konseptual Cultural Studies. Qalam. Yogyakarta
Sugiharto, I. Bambang.1996. Posmodernisme. Tantangan Bagi Filsafat. Kanisius.
Yogyakarta. Cet. Kelima.
http://almanhlmaj.or.id/2016/08-hlmari-raya-dan-maknanya-dalam-islam.html
http://theresiaaaw.blogspot.com/2013/05/makalah-kewarganegaraan-3-
ketahanan.html
http://www.academia.edu/9541541/Makalah_PKN-Ketahanan_Nasional
Iklan

21

Anda mungkin juga menyukai