Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Syukur Alhamdulillah
Penulis ucapkan dari lubuk hati Penulis kehadirat Allah yang telah memberikan kesempatan
untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Sholawat serta salam Penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul Paham Radikalisme Ditinjau Dari Sila Ke-1 Dari Pancasila
ini semoga dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Kami menyadari bahwa yang kami tulis ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Dan
oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya masukan dari para pembaca, baik berupa
kritikan ataupun saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini, supaya lebih
baik untuk masa yang akan datang.

Dan terima kasih atas semua bantuan dari semua pihak yang terkait dalam penyusunan ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kemudian kepada Allah kami bertaubat dan kepada manusia kami memohon maaf atas
kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb.

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. ........................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ......................... 2

B. Makna Dan Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ................ 3

C. Inti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ................................. 4

D. Butir-Butir Sila Pertama .......................................... 5

E. Paham atheis yang bertentangan dengan dasar Negara

Indonesia ................................................................................ 5

F. Kontradiksi antara paham atheis dengan dasar negara

Indonesia ................................................................................ 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 9

B. Saran...................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 10

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pancasila yang merupakan dasar negara dan juga pandangan hidup bangsa indonesia,
memiliki peran penting bagi kelangsungan hidup negara kesatuan republik indonesia. Ideologi
bangsa ini tidak pernah habis dimakan waktu, karena nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-
silanya masih relevan hingga saat ini. Nilai-nilai yang terkandung tersebut mengikuti
perkembangan jaman, sehingga pancasila disebut sebagai ideologi terbuka. Di era yang serba
modern ini, manusia ditutunt untuk berpikir inovatif dan kreatif agar bisa mengikuti
perkembangan jaman yang ada. Jika kita tidak mampu mengimbangi perkembangan jaman yang
semakin pesat, kita akan dianggap tertinggal oleh masyarakat dunia. Apalagi dengan adanya
globalisasi dimana batas-batas wilayah seolah sudah tidak lagi tampak. Globalisasi mempunyai
dua sisi yang bertolak belakang. Satu sisi membawa dampak positif bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Sedangkan sisi yang lain membawa dampak negatif. Hal ini tentu
wajar, karena segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang sempurna. Pasti ada baik dan buruk
dalam setiap halnya. Sebagai bangsa yang menganut pancasila sebagai pandangan hidup, bangsa
Indonesia tentu harus lebih selektif dalam menentukan budaya-budaya apa saja yang baik atau
buruk sebagai dampak dari globalisasi. Pancasila, terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
berperan penting sebagai penyaring dalam menyeleksi baik buruknya budaya yang dibawa arus
globalisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ?
2. Bagaimana Makna dan Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ?
3. Bagaimana Inti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ?
4. Bagaimana Butir-butir Sila Pertama ?
5. Bagaimana Paham atheis yang bertentangan dengan dasar Negara Indonesia
6. Bagaimana Kontradiksi antara paham atheis dengan dasar negara Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila ini adalah Sumber Rohani yang mengandung arti dan makna perlunya
diberlakukan Kewajiban Asasi Manusia Saling Asih, Saling Asah, Saling Asuh, karena Tuhan
Yang Maha Esa itu bersifat Maha Belas Kasih. Sila ini menghendaki agar para agamawan
bersatu dalam wadah/lembaga untuk menebarkan dan mensuburkan watak berbelas kasih satu
sama lain antara semua warga Republik Indonesia secara menyeluruh dan mereata, oleh karena
Tuhan menurunkan Agama-agama itu walaupun berlain-lain coraknya semua agama itu bertitik-
temu pada ajarannya Berbelas kasihanlah antara sesama manusia yang berasal dari satu Bapak
(Adam) dan satu Ibu (Hawa) BHINEKA (beraneka-rupa), tetapi TUNGGAL IKA (sama
seajaran). Sila pertama dari dasar negara Indonesia berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila
tersebut merupakan sila yang paling mendasar bagi sila-sila lainnya. Masalah ketuhanan dan
kepercayaan seseorang tidak dapat diganggu gugat karena merupakan hal yang paling hakiki
yang dimiliki manusia. Ketuhanan dan kepercayaan adalah sesuatu yang sangat sakral dan
memiliki makna yang sangat mendalam. Setiap manusia pasti memiliki kepercayaannya masing-
masing, yang jika dia memiliki iman atau keyakinan yang kuat atas apa yang dipercayainya
maka akan tetap ia pertahankan apa pun yang terjadi. Sehingga, tidak pantas jika kita menganggu
atau mengusik kepercayaan orang lain. Kita wajib menghormati dan menghargai kepercayaan
orang lain, sehingga orang lain pun akan mnghormati dan menghargai kepercayaan yang yang
kita anut. Dengan adanya sikap saling menghormati dan menghargai kepercayaan masing-
masing tersebut, maka akan tercipta kedamaian dan ketentraman. Dengan saling menghormati
tidak akan terjadi perpecahan yang hanya akan membawa keburukan bagi semua. Sikap saling
menghormati dan menghargai sesama inilah yang seharusnya kita kembangkan agar tidak terjadi
perpecahan dan kerusuhan yang berakibat pada kondisi keamanan negara. Sebagai bangsa yang
menjunjung tinggi Pancasila sebagai pandangan hidup, sudah seharusnya kita menghayati
dengan sungguh-sungguh dan mengamalkan sila pertama Pancasila tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan mengamalkannya, kita akan menyadari bahwa setiap manusia berhak
memiliki kepercayaannya masing-masing dan kita tidak boleh memaksakan keyakinan kita pada
orang lain. Kerukunan beragama jangan hanya semboyan yang kosong, tetapi kaum agamawan

4
mesti bersatu sebagai tenaga-tenaga ahli yang berfungsi menghidup suburkan moral warga
negara untuk saling mengasihi (asih), saling membimbing dan mendidik (asah) dan saling
melayani dan melindungi (asuh). Jangan seperti sekarang, ikut adu-domba kekuatan dengan
menebarkan Kebencian dan Permusuhan. Tidak satu agama pun yang tidak mengajarkan
moral belas kasih-sayang manusia kepada sesama manusia. Adapun dalam hal hubungan dengan
tuhan, masing-masing menurut caranya sendiri-sendiri, itulah hak asasinya. Tetapi kewajiban
asasi manusia terhadap manusia tidak boleh tidak, mesti saling asih, saling asah, saling asuh,
dalam kebersamaan hidup sepersamaan. Begitulah mestinya sila ketuhanan yang maha esa
diwujudkan.Sebagai ajaran filsafat, pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan
hakiki rakyat indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang
Maha Esa sebagai asas fundamental dalam kesemestaan yang kemudiaan juga dijadikan
fundamental kenegaraan yaitu negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

B. Makna Dan Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Makna sila ini adalah:
1. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing.
4. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
Arti sila ini adalah :
1. Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha
Esa
2. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut
agamanya.
3. Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
4. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
5. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut
agamanya masing-masing.

5
6. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan
mediator ketika terjadi konflik agama.
Secara filosofis Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung dalam sila pertama Pancasila
yang berkedudukan sebagai dasar filsafat negara Indonesia, sehingga sila pertama tersebut
sebagai dasar filosofis bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dalam hal hubungan negara
dengan agama. Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia bukan mengatur ruang akidah
umat beragama melainkan mengatur ruang publik warga negara dalam hubungan antar manusia.
Sebagai contoh berbagai produk peraturan perundangan dalam hukum positif Islam, misalnya
UU RI No. 41 tentang Wakaf, UU RI No. 38 tentang Pengelolaan Zakat, ini mengatur tentang
wakaf dan zakat pada domein kemasyarakatan dan kenegaraan. Secara filosofis relasi ideal
antara negara dengan agama, prinsip dasar negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
berarti setiap warga negara bebas berkeyakinan atau memeluk agama sesuai dengan keyakinan
dan kepercayaannya. Kebebasan dalam pengertian ini berarti bahwa keputusan beragama dan
beribadah diletakkan pada domain privat atau pada tingkat individu. Dapat juga dikatakan bahwa
agama perupakan persoalan individu dan bukan persoalan negara. Negara dalam hubungan ini
cukup menjamin secara yuridis dan memfasilitasi agar warga negara dapat menjalakan agama
dan beribadah dengan rasa aman, tenteram dan damai. Akan tetapi bagaimanapun juga manusia
membentuk negara tetap harus ada regulasi negara khususnya dalam kehidupan beragama.
Regulasi tersebut diperlukan dalam rangka memberikan perlindungan kepada warga negara.
Regulasi tersebut berkaitan dengan upaya-upaya melindungi keselamatan masyarakat (public
savety), ketertiban masyarakat (public order), etik dan moral masyarakat (moral public),
kesehatan masyarakat (public healt) dan melindungi hak dan kebebasan mendasar orang lain (the
fundamental right and freedom orders). Regulasi yang dilakukan oleh negara terhadap
kebebasan warga negara dalam memeluk agama, nampaknya masih memerlukan pengembangan
lebih lanjut. Misalnya dalam KUHAP, hanya dimuat dalam beberapa pasal saja misalnya Pasal
156 yang mengatur tentang kebencian dan penghinaan pada suatu agama,

C. Inti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan
adalah sebagai pengenjawantahan tujuan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh

6
karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan
moral negara, moral penyelenggaraan negara, politik negara, pemerintahan negara, hukum dan
peraturan perundang-undanganan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal tersebut berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung
pokok negara adalah manusia, karena negara adalah sebagai lembaga hidup bersama sebagai
lembaga kemanusian dan manusia adalah sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
adanya manusia sebagai akibat adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai kuasa prima. Tuhan
adalah sebagai asal mula segala sesuatu, adanya Tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasa, tidak
berubah, tidak terbatas serta pula sebagai pengatur tata tertib alam.

D. Butir-Butir Sila Pertama


1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.

E. Paham atheis yang bertentangan dengan dasar Negara Indonesia


Di Indonesia, Pancasila sebagai landasan ideologis negara pada sila pertama telah
menentukan bahwa Negara Indonesia adalah berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Selanjutnya, dalam butir pertama sila pertama Pancasila dinyatakan Manusia Indonesia percaya
dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-

7
masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.Hal tersebut berarti memang secara
ideologi, setiap warga negara Indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
memeluk suatu agama (Kaelan, 2010).Namun, pada praktiknya memang ditemui adanya warga
negara Indonesia yang tidak mempercayai atau memeluk suatu agama tertentu (atheis).Memang
belum ada satu peraturan perundang-undangan yang secara tegas melarang dan menentukan
sanksi bagi seseorang yang menganut ateisme. Akan tetapi, dengan seseorang menganut
atheisme, akan memberikan dampak pada hak-hak orang tersebut di mata hukum.
Misalnya, kesulitan dalam pengurusan dokumen-dokumen kependudukan seperti Kartu
Tanda Penduduk ataupun Kartu Keluarga yang mengharuskan adanya pencantuman agama yang
terdapat dalam Pasal 61 dan 64 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Namun, ada juga seorang atheis yang kemudian tetap mencantumkan agama tertentu dalam
dokumen kependudukannya hanya untuk memenuhi persyaratan administrasi dan hal tersebut
juga terjadi ketika seseorang hendak melangsungkan perkawinan. Perkawinan hanya sah bila
dilakukan menurut hukum dari masing-masing agama yang dianutnya ynag jelas tercantum
pada Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan penjelasannya. Jadi, secara hukum
tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas melarang seseorang menganut paham
atheisme. Di sisi lain, konsekuensi hukum dari paham ateisme yang dianutnya mengakibatkan
seseorang yang bersangkutan boleh jadi tidak dapat menikmati hak-hak yang pada umumnya
bisa dinikmati mereka yang menganut agama tertentu di Indonesia. Seorang atheis dilarang
menyebarkan atheisme di Indonesia. Penyebar ajaran atheisme dapat dikenai sanksi pidana Pasal
156A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebutkan bahwa dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum
mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga yang bersendikan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Beragama di Indonesia merupakan keharusan, bahkan itu merupakan identitas
bangsa. Indonesia adalah negara yang majemuk, beragam agama dan budaya ada.
Hal ini merupakan kekuatan bagi Indonesia.Oleh sebab itu, sebagai warga Indonesia
yang taat akan Pancasila dan UUD 1945 kita harus beragama.

8
F. Kontradiksi antara paham atheis dengan dasar negara Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara merupakan hal yang tidak dapat diganggu gugat
olehsiapapun. Bila kita mengganggu posisi Pancasila sebagai dasar negara maka hal tersebutakan
mengganggu persatuan bangsa dan negara yang sudah dibangun oleh para
pemimpinterdahulu. Pada akhirnya Indonesia akan terpecah menjadi negara-negara kecil
yangberbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya, maka penerapan hukum-hukum agama
dan hukum-hukum adat dalam sistem hukum negara menjadi penting untuk diterapkan.Hal ini
diperkuat lagi dengan sejarah Indonesia yang terdiri dari beberapa kerajaan yangberbasis dari
berbagai suku dan agama. Pancasila diperjuangkan untuk mengikat agamaagama dan suku-suku
tersebut akan tetapi tetap mengakui jati diri dan ciri khas yangdimiliki oleh setiap agama dan
suku (Wreksosuhardjo, 2000).
Sila pertama dari Pancasila merupakan sumber dari nilai-nilai agama yang diterapkan
dalam negara.Dalam perkembangannya, sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu dapat
dijabarkan menjadi:
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepadaTuhan Yang
Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa yang diterapkan di Indonesia menunjukanbahwa
Indonesia menyatukan agama dengan negara. Oleh karena itu, paham Atheismeyang berkembang
di negara lain tidak bisa diterima di Indonesia. Meskipun di Indonesia diterapkan demokrasi dan
diakui bahwa keyakinan adalah hak asasi yang merupakan urusan manusia dengan Tuhan,
namun bukan berarti paham yang tidak mempercayai adanya Tuhan bisa diterima dan dilegalkan
di Indonesia karena Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi konsep Ketuhanan dan
agama.
Indonesia adalah negara Pancasila yang tidak tunduk pada satu agama, tidak
juga mengakui adanya pemisahan antara agama dan negara, apalagi sampai tidak

9
mengakui agama manapun.Indonesia bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi
negara atheis. Penerapan nilai-nilai agama dalam negara sangat mungkin untuk dilakukan akan
tetapi harus dapat mencakup semua pemeluk agama di Indonesia.
Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa adalah letak kontradiksi antara Pancasila
sebagai dasar negara dengan paham Atheisme secara filosofis. Berdasarkan penjabaran di atas
dapat dipahami bahwa keberadaan paham atheisme di Indonesia bukan hal yang dapat dilegalkan
secara hukum seperti agama-agama lain. Sedangkan secara konstitusional, kontradiksi antara
keduanya yang menyebabkan paham Atheisme tidak
dapat dikembangkan di Indonesia terdapat pada UUD 1945 pasal 29, 28 E, 28 I.
Kemudian diperkuat lagi dengan adanya TAP MPR No. VII/MPR 2001 Pasal 2 BAB IV poin 1.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila yang paling mendasar bagi sila-sila
lainnya dalam pancasila. Ketuhanan yang berkaitan dengan kepercayaan merupakan hal yang
paling hakiki dan tidak bisa diganggu gugat. Sebagai mahkluk tuhan, kita wajib menghargai dan
menghormati kepercayaan orang lain agar tercipta kedamaian antar umat beragama, terutama di
negara kita tercinta, Indonesia. Dengan adanya filter tersebut diharapkan budaya-budaya yang
tidak sesuai dengan jati diri bangsa tidak akan meracuni generasi yang ada dimasyarakat.

B. Saran
1. Sebagai manusia Indonesia yang berpedoman pada Pancasila, kita harus saling menghargai
agama dan kepercayaan masing-masing agar tidak memicu perpecahan dan menciptakan
suasana yang damai antar umat beragama.
2. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sudah seharusnya kita mempertebal keimanan kita
agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal baru dari berbagai belahan dunia.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dharmodiharjo, Darji. 1985. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang : IKIP Malang.

Ir. Soekarno. 2006. Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. Yogyakarta : Medi

Pressindo.

Sunoto. 1984. Mengenal Filsafat Pancasila Pendekatan Melalui Sejarah dan Pelaksanaannya.

Yogyakarta : PT. Hanimdita.

Wiyono, suko. 2011. Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

Malang : Wisnu Wardhana Press Malang.

12

Anda mungkin juga menyukai