Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONSEP LANDASAN MANUSIA DAN AGAMA


SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN AGAMA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Landasan Pendidikan Keagamaan

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sofyan Sauri, M, Pd.

Disusun oleh:
ENDANG JAELANI (2209853)

PROGRAM STUDI MAGISTER PEDAGOGIK


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat, karunia
serta kasih sayangnya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai Konsep
Landasan Manusia dan Agama Sebagai Landasan Pendidikan Agama ini dengan
sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi
terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi
Muhammad SAW. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. Sofyan
Sauri, M, Pd. selaku dosen mata kuliah Landasan Pendidikan Agama.
Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan
maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal
saya selaku penulis. Semoga dengan makalah ini para pembaca dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan mengenai Konsep Landasan Manusia dan Agama
Sebagai Landasan Pendidikan Agama. Tidak lupa penulis menerima dengan
lapang dada apabila ada saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya. Akhir kata saya
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang mendukung dan membantu
dalam penyusunan makalah ini. Semoga segala bantuan yang telah diberikan
menjadi nilai ibadah. Aamiin.

Bandung, Maret 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................3
1.4 Manfaat.....................................................................................................................3
1.5 Metode Penulisan .....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Manusia.......................................................................................................4
2.2 Hakikat Agama.........................................................................................................6
2.3 Ciri-ciri Agama.........................................................................................................9
2.4 Fungsi Agama Bagi Manusia....................................................................................10
2.5 Nilai-Nilai Keberagamaan........................................................................................12
2.6 Hakikat Pendidikan...................................................................................................14

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan...................................................................................................................19
3.2 Saran.........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia, Agama dan keimanan kadang saling berbanding terbalik dalam


kenyataannya. Dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam
masyarakat awam. Banyak yang mengaku beragama akan tetapi justru terkadang
mereka tidak tahu apa yang mereka yakini itu bisa membimbing mereka atau
tidak.

Apa yang mereka yakini itu benar atau tidak, apa yang mereka yakini itu
bisa membawa kebaikan dalam hidupnya baik itu dirinya atau sesamanya atau
tidak? Parahnya lagi adalah ketika mereka ditanya kenapa mereka beragama?
maka jawaban simpelnya adalah karena dari ibu bapak, nenek moyangnya sudah
beragama demikian.

Sebagian orang yang terkadang juga hendak menafikan agama, mereka


merasa enggan untuk mengakui bahwa dia punya keyakinan, bahwa dia punya
agama yang mengikatnya. Sehingga belakangan muncul misalnya suatu kelompok
yang menyatakan tidak beragama, ingin lepas dari identitas agama, entah itu
karena mereka tidak menyakini akan kebenaran suatu agama atau karena sudah
muak terhadap sikap, perangai, tingkah laku seseorang yang mengaku beragama
akan tetapi dalam kehidupan sehari-harinya implementasi dari keberagamaannya
tidak ada, tingkah lakunya malah selalu menistakan agama, immoral, tidak
menghargai sesama dan sebagainya, hanya menjadikan agama sebagai kedok dari
kebejatan moral mereka.

Terlepas dari semua itu, disadari atau tidak, pada tarap tertentu manusia itu
sendiri pada kenyataannya tidak bisa lepas dari adanya kebutuhan pada sesuatu
yang sifatnya sangat fundamen dan itu adalah Agama atau keyakinan. Kebutuhan
akan sesuatu yang dia anggap agung, keyakinan akan sesuatu yang dengannya
merasa tenang, yang dengannya pula dia bisa mendapatkan kepuasan batin itulah
agama atau keyakinan.

1
2
Keberagamaan pada hakikatnya adalah penerimaan nilai-nilai
bahkan intuisi-intuisi yang diyakini sebagai kebenaran mutlak. Akan tetapi
dalam kenyataannya manusia tidak lahir dalam ruang yang hampa budaya
dan hampa agama. Karena itu keberagamaan untuk sebagaian besar
penganut agama apapun tidak bermula dari pilihan bebas, ia bermula dari
pewarisan ultimate value dari generasi ke generasi. Tidak mengherankan
apabila masalah agama dan keberagamaan akan selalu menjadi masalah
yang peka.

Bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, penumbuhan kesediaan


untuk saling memahami dan saling menghormati panutan dan keyakinan
masing-masing pihak menjadi sangat penting. Ia merupakan tuntutan
obyektif kalau kita menginginkan agar kerukunan hidup di antara umat
beragama khususnya di Indonesia negeri tercinta ini, tetap terpelihara.
Akan tetapi kenyataan berkata lain, harapan untuk hidup rukun antar umat
beragama bisa dibilang suatu hal yang tabu, mengingat banyak kekerasan
dan berbagai pertentangan di antara para pemeluk agama yang ada, tembok
eksklusifisme semakin kokoh berdiri.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar beakang penelitian diatas maka rumusan masalah


penelitian ini adalah :

1. Apa Hakikat Manusia ?


2. Apa Hakikat Agama?
3. Bagaimana Ciri-ciri agama?
4. Apa Fungsi agama bagi manusia?
5. Apa nilai-nilai keberagamaan ?
6. Apa Hakikat Pendidikan?

3
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Hakikat manusia
2. Untuk mengetahui Hakikat agama.
3. Untuk mengetahui Ciri-ciri Agama.
4. Untuk mengetahui Fungsi Agama bagi manusia
5. Untuk mengetahui Nilai-nilai keberagamaan.
6. Untuk mengetahui konsep Pendidikan

1.4. Manfaat Penulisan


Makalah ini secara umum diharapkan agar bisa memberikan pengetahuan,
wawasan serta pemahaman kepada semua pembaca untuk memahami tentang
konsep Landasan Manusia dan Agama Sebagai Landasan Pendidikan Agama.

1.5. Metode Penulisan

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi (content analysis),


penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi
tertulis atau tercetak dalam media masa atau teks. Analisis ini secara umum
diartikan sebagai metode yang meliputi semua analisis mengenai isi teks, tetapi di
sisi lain analisis isi juga digunakan untuk mendeskripsikan pendekatan analisis
yang khusus.
Menurut Holsti*, metode analisis isi adalah suatu teknik untuk mengambil
kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan
secara obyektif, sistematis dan generalis. Obyektif berarti menurut aturan atau
prosedur yang apabila dilaksanakan oleh orang atau peneliti lain dapat
menghasilkan kesimpulan yang serupa.
Sistematis artinya penetapan isi atau kategori dilakukan menurut aturan
yang diterapkan secara konsisten, meliputi penjaminan seleksi dan pengkodingan
data agar tidak bias. Generalis artinya penemuan harus memiliki referensi teoritis.
Informasi yang didapat dari analisis isi dapat dihubungkan dengan atribut lain dari
dokumen dan mempunyai relevansi teoritis yang tinggi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Manusia


Manusia merupakan salah satu makhluk hidup yang menghuni dunia.
Sejarah penciptaan dimulai dari Nabi Adam AS dan Siti Hawa, yaitu manusia
pertama yang telah sempurna dengan segala aspek kemanusiaannya termasuk
kemampuan intelegensinya yang tinggi, sebagaimana diungkapkan dalam Al-
Qur’an Surat Albaqarah ayat 31 dan 32 yang artinya :
“Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama segala benda, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat seraya berfirman: sebutkan
kepadaKu nama-nama benda itu, jika kalian memamng benar!. Mereka
menjawab: Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa
yang telah engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau yang maha
mengetahui lagi maha bijaksana. Allah Berfirman : hai Adam, beritahukan
kepada mereka nama-nama benda ini. Setelah Adam memberitahukan nama-
nama benda itu kepada mereka, Allah berfirman : Bukankah sudah Aku
katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan
bumi serta mngetahui apa yang kamulahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan.”
Pada ayat di atas tampak bahwa Allah telah menciptakan Adam sebagai
manusia yang sempurna dengan segala potensi kemanusiaan yang dimilikinya,
termasuk kemampuan akalnya. Karena itu, dalam pandangan Islam, manusia
bukanlah hasil proses evolusi dari mahluk lain (primate) sebagaimana diyakini
oleh sebagian ilmuwan.
Penciptaan manusia selanjutnya melalui pencampuran bahan dari laki-laki
dan perempuan sebagaimana digambarkan prosesnya dalam Alqur’an surat
Al-mukminun ayat 12-14:
“Dan sesungguhnya kami menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati ituair mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu kami jadikan

5
segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu
kami bungkus daging . kemdian kami jadikan ia mahkluk yang (berbentuk)
lain. Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik.”
Disamping aspek fisik perkembangannya diungkapkan pada ayat-ayat di
atas, manusia juga memiliki aspek-aspek ruhaniyah berupa dua macam daya,
yaitu daya pikir yang berupa akal yang berpusat di kepala dan daya rasa yang
berpusat di dada. Daya-daya inilah yang merupakan pembeda utama manusia
dengan binatang.
Akal hanya diberikan kepada manusia, karena itu manusia seringkali
disebut sebagai animal rasional (mahkluk yang mampu berfikir). akal adalah
daya yang memberikan kemampuan kepada manusia untuk berfikir. Para
ilmuwan menyatakan bahwa bangunan ilmu pengetahuan manusia merupakan
produk dari aktivitas akal. Keberadaan akal sebagai potensi yang dimiliki
manusia telah banyak dipikirkan oleh para ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
Menurut ALfarabi dalam buku Prof. Sofyan Sauri yang berjudul
Internalisasi Pendidikan Karakter Hal. 40, Akal terdiri dari dua hal yaitu
Praktis dan teoritis. Akal praktis menghasilkan penyimpulan tindakan,
sementara akal teoritis terdiri dari material-fisik (potensial), Kebiasaan
(habitual) atau akal aksi, perolehan. Akal teoritis pertama menangkap sesuatu
melalui abstraksi, sementara akal teoritis kedua memperoleh pengetahuan
sebagai daya dan terakhir mengungkapkan hal-hal abstraksi dari hal-hal yang
non-bendawi.
Al-qur’an menyebut manusia dalam beberapa istilah sesuai dengan
konteksnya, baik fisik, psikis, peranan dan sebagainya. Dalam konteks fisik
Al-Qur’an menyebut manusia dengan istilah basyar, yaitu manusia dengan
kemanusiaanya sebagai mahkluk hidup yang memerlukan kebutuhan fisiknya
seperti makan, minum, berketurunan dan sebagainya. Adapun manusia dalam
kaitan dengan aspek rohaniahnya disebut AL-Qur’an dengan istilah insan,
yaitu mahkluk yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan dengan dengan segala

6
potensi ruhaniahnya, seperti kemampuannya untuk berpikir (akal), merasa
(qalbu) dan berkeinginan (nafsu).
Manusia sebagai mahkluk sosial diungkapkan Al-Qur’an dalam istilah an-
nas, yaitu mahkluk yang membutuhkan hubungan -hubungan dan interaksi
sosial dengan sesamanya. Anugrah akal. Qalb, dan nafsu yang diberikan
kepada manusia memberikan kemungkinan kepadanya untuk mencapai derajat
yang tinggi melampaui ketinggian derajat malaikat atau sebaliknya dapat
menjatuhkannya ke tingkat yang paling rendah melampaui derajat binatang.
Kedua derajat tersebut dapat dihuni manusia tergantung kepada usahanya
dalam menggunakan dan mengelola potensinya itu.
Dengan akal, manusia berpikir sehingga dapat mengembangkan
pengetahuan dan kebudayaanya. Akal yang digunakan untuk berpikir (fikr)
dapat menuntun manusia ke arah pemahaman yang mendalam terhadap alam
semesta sehingga tercipta ilmu pengetahuan dan teknologi. Qalb memberikan
cita rasa kemanusiaan sehingga manusia memiliki rasa indah, haru, cinta dan
sebagainya, sementara nafsu mendorong manusia untuk bergerak bebas dan
dinamis. Tugas manusia yang utama adalah mengelola ketiga potensi tersebut
berdasarkan rambu-rambu dan aturan Ilahiyah sehingga ia dapat
melaksanakan tugasnya sebagai wakil Allah di muka bumi sekaligus sebagai
abdullah yang tunduk dan patuh kepada Allah.

2.2. Hakikat Agama


2.2.1 Pengertian Agama Secara Etimologis
Secara etimologis, kata agama sering diungkapkan dalam bentuk yang
berbeda seperti agama, igama dan ugama. Kata agama sudah dipakai sejak
zaman Kahuripan di bawah pimpinan Raja Erlangga ketika bangsa Indonesia
menganut agama Hindu dan Budha. Kata agama itu sendiri berasal dari bahasa
sansekerta, a berarti “tidak” dan gama berarti “kacau”. Bahasa sansekerta
sendiri termasuk rumpun bahasa Indo-Jerman. Kata ga atau gum berasal dari
bahasa Belanda dan ge bahasa Inggris yang artinya sama dengan gum kata ini

7
identik dengan go yang berarti pergi. Setelah mendapat awalan dan akhiran a,
pengertiannya menjadi jalan, cara jalan, cara-cara sampai keridhoan Tuhan.
Agama dalam istilah latin disebut religie, re berarti kembali, dan ligere
artinya terkait. Ketika kata religie berkembang ke benua eropa pelafalannya
menjadi berbeda, di Belanda di sebut dengan religie, di Inggris menjadi
religion atau religious. Agama dalam bahasa arab disebut dengan Ad-dien,
Persamaan katanya millah yang diartikan sebagai agama. Ad-dien adalm arti
umum menurut Sukardi (1993:28) dalam bukunya Sauri (2021:43) adalah
paham keagamaan tertentu, seperti Dienul-Islam, Dienun-Nashara - Yahudi
dan sebagainya.
2.2.2 Pengertian Agama Secara Terminologis
Banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu yang mengartikan agama,
menurut buku Sukardi (1993:30) dalam buku Sauri (2021:43) sebagai berikut:
A. Para ahli antropolog mengartikan religie sebagai, “ religion is the believe in
spritual beings”. agama adalah kepercayaan terhadapa benda-benda gaib.
Kepercayaan itu berupa ritual yang dilakukan oleh orang-orang primitif. Seperti
memuja atau menyembah matahari, bulan, raja pendeta dan lain-lain.
B. Menurut Feurbach, seorang filosof Jerman yang beraliran materialisme
mendefiniskan agam dengan, “man created god after his image”. Agama hanya
sebagai lamunan manusia, menurutnya hakikat yang nyata itu berasal dalam
realitas, dan Tuhan tidak ada / real.
C. Agama menurut kaum orientalis sebagai berikut:
1) Splenger mengartikan bahwa religie adalah metafisika yang di alami. Yaitu
tidak dapat dipikirkan, tetapi pasti adanya, yang tidak berwujud tetapi suatu
kenyataan. Kehidupan dalam alam yang tidak nyata, tetapi benar adanya. Bisa
dikatakan bahwa agama adalah keyakinan terhadap hal yang ghaib.
2) Alfred White head mengartikan religie sebagai suatu sistem kebenaran umum
yang membawa akibat berubah watak manusia bila benar-benar dipegangi
sepenuhnya. Pendapat ini lebih menekankan perubahan tingkah laku akibat
adanya agama, yang diartikan sebagai kebenaran umum.

8
3) Havellack mengartikan religie sebagai keinsafan ilham dari kesatuan diri dan
alam.
4) Everest Dean martin memberi batsan religie sebagai suatu pemikiran yang
simbolis atas rahasia perwujudan dalam pengertian-pengertian yang berhubungan
dengan kepentingan-kepentingan manusia sebagai kesayangan. Pengertian ini
lebih mengarah kepada simbol yang yang diciptakan manusia dikarenakan
kepentingan-kepentingan manusia,
5) Sir James frazer mengartikan religie sebagai perseimbangan sempurna dari
kekuatan yang ada di atas manusia, yang olehnya dianggap sebagai penguasa dan
pengendali dari segala kejadian dan perjalanan kehidupan manusia.
6) Dur kheim mengartikan religie sebagai sesuatu yang serupa dengan apa yang
ada di balik alam. Pengertian ini menembus batas dunia sebagai sesuatu yang real,
ada sesuatu di balik materi atau alam yaitu roh. Ide atau spiritual.
7) Max Muller dan Spencer mengartikan religie sebagai suatu pengetahuan yang
tidak dapat diketahui dengan semata-mata dan pikiran saja. Pengertian ini juga
mengarah kepada agama merupakan roh yang tidak terpikirkan oleh akal.
Menurut Ali dalam Hasanuddin (1988:28) yang di tulis oleh Sauri
(2021:44), agama pada umumnya ialah satu sistem kredo (tata keimanan/rasa
keyakinan) atas adanya yang mutlak diluar manusia, satu sistem ritus (tata
peribadatan) manusia kepada yang dianggap mutlak, satu sitem norma (tata
kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya,
sesuai dengan tata keimanan dan tata peribadatannya. Agama menurut Syara
diartikan sebagai undang-undang Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi atau
RosulNya dengan perantara wahyu (malaikat Jibril) untuk mengatur hidup dan
kehidupan manusia, baik pribadi , keluarga, masyarakat dan lingkungannya agar
selamat dunia akhirat.
Addien secara khusus dapat diartikan sebagai faham keagamaan tertentu seperti
agama Islam, agama yahudi, agama Nasrani, agama Budha, agama Hindu dan
lain-lain. Agama islam sendiri sebagai agama Samawi (wahyu) yang memiliki
kelegalan dari Tuhan sebagai agama penyempurna agama-agama sebelumnya.
Allah SWT dalam surat Al-Imron ayat 19 berfirman yang artinya sebagai berikut:

9
“Sesungguhnya Agama (yang diridhoi) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi al-kitab kecuali sesudah pengetahuan
datang kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) diantara mereka, barang
siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisabNya.”
2.3 Ciri-ciri Agama
Menurut Sadulloh (2004:250) dalam Sauri (2021:46) sekurang-kurangnya
terdapat empat ciri agama, yaitu:
A. Adanya kepercayaan terhadap yang Maha Gaib, Maha suci, Maha Agung,
sebagai pencipta alam semesta.
B. Melakukan hubungan dengan hal-hal di atas, dengan berbagai cara seperti
misalnya dengan mengadakan upacara-upacara ritual, pemujaan, pengabdian dan
sebagainya.
C. Adanya suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya.
Dalam Islam doktrin itu terdiri dari tiga aspek yaitu Iman, Islam daan Ihsan.
D. Menurut pandangan Islam, bahwa ajaran atau doktrin tersebut diturunkan oleh
Rab tidak langsung pada setiap manusia, melainkan melalui nabi-nabi dan rasul-
rasul-Nya sebagai orang suci. Menurut pandangan Islam, adanya rasul dan kitab
suci merupakan syarat mutlak adanya agama.
Najat (2000:39) dalam Sauri (2021:47) mengatakan bahwa dalam relung
jiwanya, manusia merasakan adanya suatu dorongan yang mendorongnya untuk
mencari dan memikirkan penciptanya dan pencipta alam semesta.
Ciri-ciri agama yang diungkapkan di atas merupakan ciri agama islam
sebagai salah satu agama yang berasal dari tuhan (ardh). Ciri yang pertama yaitu
adanya kepercayaan (iman) terhadap sesuatu yang gaib. Kedua, agama memiliki
ciri yaitu ritual sebagai wujud kepercayaan mereka terhadap sesuatu yang gaib.
Ketiga, ciri agama islam adalah adanya aspek-aspek yang harus dimiliki oleh
umat islam yaitu Iman, Ihsan dan Islam. Keempat, ciri agama islam adalah adanya
kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad sebagai nabi akhir
zaman melalui perantara yaitu malaikat Jibril.

10
2.4 Fungsi Agama bagi Manusia
Agama dalam kehidupan manusia berfungsi sebagai suatu sistem nilai
yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi
kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan
keyakinan agama yang dianutnya. Menurut Jalaludin (1997:233-236) dalam Sauri
(2021:48) menerangkan bahwa dalam prakteknya fungsi agama dalam kehidupan
manusia antara lain sebagai berikut:
a. Berfungsi Edukasi
Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran yang mereka anut memberikan
ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama yang yuridis berfungsi menyuruh
dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang
mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa
dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.
b. Berfungsi Penyelamat
Dimanapun manusia menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diinginkan
meliputi keselamatan bidang yang luas. Keselamatan ini akan diberikan oleh
agama kepada penganutnya berupa keselamatan dunia dan akhirat. Dalam
mencapai keselamatann, agama mengajarkan kepada penganutnya melalui
pengenalan kepada masalah sakral berupa keimana kepada Tuhan.
c. Berfungsi sebagai Pendamaian
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian
batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan bersalah akan segera hilang dari
batinnya apabila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui tobat,
pensucian atau penebus dosa.

d. Berfungsi sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas.


Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki
kesamaan dalam satu kesatuan, iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan
membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-

11
kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa negara, rasa
persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.
e. Berfungsi Transformatif
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok
menjadi baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan baru yang
diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluknyaitu kadangkala mampu
mengubah kesetiaannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianut
sebelumnya.
f. Berfungsi Kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak penganutnya untuk bekerja produktif
bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang
lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin tetapi juga
melakukan inovasi-inovasi secara kreatif dalam bekerja.
g. Berfungsi Sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja bersifat agama
ukhrowi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama
tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang
tulus, karena dan untuk Allah maka itu semua akan menjadi bernilai ibadah.

2.5 Nilai-nilai Keberagamaan


Dalam diri manusia terdapat suatu potensi hidup (dorongan/semangat)
yang senantiasa mendorong melakukan kegiatan serta menuntut pemuasan.
Potensi tersebut memiliki dua manifestasi. Pertama, menuntut adanya pemenuhan
yang bersifat pasti. Jika tidak terpenuhi maka manusia dapat binasa. Inilah yang
disebut dengan kebutuhan jasmaniah (hajatul “udhuwiyah) seperti makan dan
minum. Kedua, menuntut adanya pemenuhan saja, dan jika tidak dipenuhi maka
manusia tidak akan mati hanya akan merasa gelisah hingga terpenuhinya
kebutuhan tersebut, inilah yang dinamakan naluri (gharizah).
Naluri beragama merupakan naluri yang sangat tinggi yang tetap ada dalam diri
manusia sebab naluri ini merupakan perasaan membutuhkan pencipta yang maha
mengaturnya tanpa memandang siapa yang dianggap pencipta tersebut. Perasaan

12
atau nilai keberagamaan sesungguhnya dapat muncul dalam berbagai bentuk
emosional.
a. Taqdis (Pensucian)
Taqdis (Pensucian) adalah tingkat penghormatan setulus hati yang paling tinggi
yang dapat dilakukan manusia kepada Tuhannya, kepada manusia lainataupun
kepada suatu benda lain. Taqdis muncul akibat adanya dorongan perasaan
manusia yang disertai dengan mafahim (tumbuh dari naluri manusia). Kadang-
kadang muncul akibat adanya dorongan pemikiran yang disertai dengan perasaan
yang digerakkan oleh pemikiran tersebut.
b. Mahabbah (Perasaaan Cinta)
Dalam melestarikan kehidupannya manusia ditanamkan oleh Tuhannya perasaan
cinta. Cinta manusia kepada yang lainnya senantiasa menghiasi manusia disetiap
zamannya, kecintaan tersebut tidak hanya dinikmati oleh manusia tetapi oleh
mahkluk lainnya, banyak diantara manusia yang berkorban dengan apa saja untuk
mendapatkan cinta dan menikmatinya. Hilangnya rasa cinta akan sesamanya
membuat hidup manusia jadi sengsara, dan sesungguhnya cinta yang paling hakiki
adalah cinta kepada Tuhannya (Allah SWT).
c. Khouf (Perasaan Takut)
Rasa takut adalah suatu manifestasi naluri mempertahankan diri (Gharizatul
Baqa). Rasa takut ada pada setiap diri manusia. Karena merupakan bagian dari
penciptaannya, secara fitri ada beserta keberadaan manusia. Rasa takut yang
paling berbahaya adalah rasa takut yang berasal dari suatu bayangan atau ilusi
atau sesuatu yang diada-adakan dan rasa takut yang paling baik adalah rasa takut
kepada Tuhannya.

2.6 Hakikat Pendidikan


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 menjelaskan
bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

13
kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Whitehead (1947) dalam Nurihsan (2016) mengemukakan “The essence of
education is that it should be religious”. Pendidikan harus menanamkan nilai-
nilai keimanan dan idealisme pada diri peserta didik. Pendidikan pun harus
berupaya melestarikan dan mengusung kebudayaan bangsa. Pendidikan yang
bersifat netral-agama merupakan pendidikan yang buruk dan sesat. Fakta
menunjukkan bahwa pandangan keagamaanlah yang mampu memperkuat kualitas
karakter yang dibutuhkan bagi keberlangsungan pembangunan dan realisasi visi
keadilan, persaudaraan, dan kesejahteraan umat seluruhnya.
Ath-Thahtawi dalam Nurihsan (2016:10) menyebutkan pondasi dasar bagi
berdirinya sebuah peradaban yang kokoh, yakni Pendidikan moral dengan etika
keagamaan dan keutamaan kemanusiaan. Djawad Dahlan (2007:42) dalam
Nurihsan (2016:11) menjelaskan bahwa pendidikan adalah penyemaian dan
penanaman adab (ta’dib) secara utuh, dalam upaya mencontoh utusan Allah SWT,
nabi Muhammad SAW. Sehingga menjadi manusia yang sempurna. Pendidikan
dimaknai sebagai upaya menumbuhkan manusia menuju dunia lain yang lebih
tinggi, tidak sekedar berada di dalam hidup instinktif. . Pendidikan diarahkan agar
manusia mampu menjalankan fungsi kemanusiaan sebagai hamba Allah dan
sebagai khalifah di bumi secara universal.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

14
Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang
ada di muka bumi dan merupakan satu-satunya makhluk yang memiliki
kemampuan berpikir dan merefleksikan segala sesutau yang ada, termasuk
merefleksikan diri serta keberadaanya di dunia. Inilah yang menentukan dan
sebagai tanda dari hakikat sebagai manusia, di mana makhluk lain seperti
binatang tidak memilikinya. Maka sangat layak jika dikatakan bahwa hakikat
manusia adalah makhluk yang berpikir.
Agama merupakan suatu hal yang harus di ketahui makna yang
terkandung di dalamnya, dan agama tersebut berpijak kepada suatu kodrat
kejiwaan yang berupa keyakinan, sehingga dengan demikian, kuat atau
rapuhnya agama bergantung kepada sejauh mana keyakinan itu ketentraman
dalam jiwa. Unsur utama dalam beragama adalah Iman atau percaya kepada
keberadaan Tuhannya. Oleh karena itu, orang yang merasa dirinya dekat
dengan Allah, diharapkan akan timbul rasa tenang dan aman yang merupakan
salah satu ciri sehat mental.

3.2. Saran
Satu  kenyataan yang tampak jelas yang sedang berkembang dewasa
ini, ialah adanya kontradiksi-kontradiksi yang mengganggu kebahagian orang
dalam hidup. Kesulitan-kesulitan dan bahaya–bahaya alamiyah yang dahulu
yang menyulitkan dan menghambat perhubungan. Sekarang tidak menjadi
soal lagi. Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang
memudahkan hidup, memberikan kesenangan dalam hidup, sehingga
kebutuhan-kebutuhan jasmani tidak sukar lagi untuk memenuhinya. Namun
akibat dari itu semua tidak sedikit manusia yang melenceng dari kaidah nilai-
nilai kebenaran yang telah di ajarkan oleh agama. Maka perlu kiranya peran
pendidikan untuk tetap menguatkan nilai-nilai keagamaan didalamnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Sauri, Sofyan (2021). Internalisasi Pendidikan Karakter Dalam Persfektif Islam,


Jakarta: Mustika Ilmu
Nurihsan, Achmad (2016). Membangun Peradaban Melalui Pendidikan dan
Bimbingan, Bandung: Refika Aditama
Basri, Hasan (2019). Landasan Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia
http://menulisproposal.blogspot.com/2016/01/analisis-isi-content-analysis-
dalam.html
http://afi.unida.gontor.ac.id/2020/07/18/agama-dan-manusia/

16

Anda mungkin juga menyukai