Dosen Pengampu :
Dete Konggoro, M.I. Kom
Disusun Oleh :
Nadila Peratiwi (23531097)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehinggah saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi teman-teman.
Akhirnya saya ucapkan syukur dan berterimakasih kepada Bapak Dete Konggoro,
M.I. Kom karena telah memberikan tugas dan materi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang
memberikan dampak baik baik kepada saya sehingga saya dapat mengerti apa yang
dimaksud dengan materi tersebut.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 8
B. Saran ........................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan beragama di Indonesia secara yuridis mempunyai landasan yang
kuat sebagai mana termaktub dalam dasar negara maupun Undang- Undang Dasar
1945. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung prinsip bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama atau bukan negara yang berdasarkan
agama tertentu dan bukan pula suatu negara sekuler yang memisahkan agama dengan
urusan negara.
Semua agama menghargai manusia. Oleh karena itu, semua umat beragama
wajib saling menghargai dan menghormati. Dengan demikian, dalam kehidupan
masyarakat hendaknya dikembangkan sikap bekerjasama antar-pemeluk agama
sehingga terbina toleransi umat beragama. Dari sikap toleransi itu akan terpancar
kerukunan hidup antar- umat beragama. Toleransi antar umat beragama tidak berarti
bahwa ajaran agama yang satu akan tercampur aduk dengan ajaran agama orang lain.
Disadari bahwa agama telah berhasil menembus batas-batas kesukuan, kedaerahan,
dan malah batas-batas kebangsaan. Terlihat bahwa agama mempunyai potensi
1
Budiyono, “Hubungan Negara dan Agama dalam Negara Pancasila”. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum,
Vol. 8, No. 3, Juli-September 2014, hlm. 410-411
4
mempersatukan bangsa. Agama adalah pembawa damai yang menyokong
pembangunan. Namun sebaliknya agama dapat pula merupakan sumber pertentangan
yang dapat mengganggu kesatuan bangsa, kestabilan dan ketahanan nasional yang
diperlukan bagi pembangunan.2
B. Rumusan Masalah
1. Apa makna Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila?
2. Bagaimana hubungan antara negara dan agama?
3. Bagaimana implementasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui makna dari Ketuhanan Yang Maha Esa dalam konteks
Pancasila.
2. Untuk menjelaskan relasi antara negara dan agama.
3. Untuk menjelaskan bagaimana pengimplementasian sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dalam kehidupan
D. Manfaat Penulisan
Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang makna Ketuhanan
Yang Maha Esa dalam konteks Pancasila, korelasi antara negara dan agama serta cara
pengimplementasiannya dalam kehidupan kita sehari- hari.
2
Erman S. Saragih, “Analisis dan Makna Teologi Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Konteks
Pluralisme Agama di Indonesia”. Jurnal Teologi “Cultivation”, Vol. 2, No. 1, Desember 2017, hlm. 1-2.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila
Makna Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila memiliki kedalaman
filosofis dan nilai-nilai yang fundamental dalam konstitusi Indonesia. Ini adalah salah
satu dari lima sila yang menjadi dasar negara, dan makna ini adalah bagian integral
dari identitas negara Indonesia. 3
Terakhir, makna ini menegaskan pentingnya nilai-nilai moral dan etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketuhanan Yang Maha Esa mengingatkan kita
akan prinsip-prinsip universal seperti keadilan, kasih sayang, dan toleransi yang harus
membimbing tindakan kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
3Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Palangkaraya, “Butir-Butir Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila”.
6
Secara keseluruhan, Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila adalah
fondasi dari keberagaman dan persatuan dalam negara Indonesia. Ini menghormati
kebebasan beragama sambil mendorong semua warga negara untuk hidup bersama
dalam harmoni dan saling menghormati. Makna ini adalah cerminan dari nilai-nilai
dasar yang menjadi landasan negara Indonesia yang adil dan beradab.
1. Keyakinan terhadap adanya Tuhan yang Maha Esa dengan sifat- sifatnya
yang Mahasempurna.
7
4. Kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa
Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan
makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum
kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu,
atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam sudut pandang
bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah bermakna Tuhan
Yang Satu.
Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta/Pali yang bisa berarti mulia atau
besar. Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi, salah jika penggunaan kata “maha”
dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar dapat berarti sangat
besar.
Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti
satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “eted” yang lebih
mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this
– Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanskerta
8
maupun bahasa Pali adalah “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah
jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”, bukan
kata “esa”.
Setelah kita memahami hal ini kita dapat melihat bahwa sila pertama dari
Pancasila NKRI ternyata begitu dalam dan bermakna luas, tidak membahas apakah
Tuhan itu satu atau banyak seperti anggapan kita selama ini, tetapi sesungguhnya sila
pertama ini membahas sifat – sifat luhur / mulia yang harus dimiliki oleh segenap
bangsa Indonesia. Sila pertama dari Pancasila NKRI ini tidak bersifat arogan dan
penuh paksaan bahwa rakyat Indonesia harus beragama yang percaya pada satu Tuhan
saja, tetapi membuka diri bagi agama yang juga percaya bagi banyak Tuhan, karena
yang ditekankan dalam sila pertama Pancasila NKRI ini adalah sifat – sifat luhur /
mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang akan datang dapat membuka diri bagi
keberadaan agama yang juga mengerjakan nilai – nilai luhur dan mulia meskipun
tidak mempercayai adanya satu Tuhan.
4
Trisna Wulandari, “12 Contoh Penerapan Sila ke-1 Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari, Yuk
Lakukan!”.
9
B. Hubungan Antara Negara Dan Agama
Hubungan antara negara dan agama adalah isu yang kompleks dan bervariasi
di seluruh dunia. Hubungan ini mencerminkan sejauh mana agama memainkan
peran dalam kebijakan publik dan urusan negara. Ada beberapa model hubungan
antara negara dan agama, dan mereka dapat berbeda tergantung pada sistem politik,
budaya, dan sejarah masing-masing negara.
Pertama, dalam model negara sekuler, negara dan agama dipisahkan secara
tegas. Ini berarti negara tidak memiliki agama resmi dan tidak campur tangan dalam
urusan keagamaan. Kebebasan beragama dihormati, dan agama dianggap sebagai
masalah pribadi. Contoh negara yang mengikuti model ini adalah Prancis dan Turki,
di mana pemerintah berusaha untuk memisahkan agama dari kebijakan publik.
Kedua, ada model negara teokratis, di mana agama memainkan peran sentral
dalam struktur pemerintahan. Pemimpin agama atau otoritas agama memegang
kendali dalam pembuatan kebijakan dan penerapan hukum. Negara-negara seperti
Iran dan Arab Saudi adalah contoh dari model ini, di mana Islam adalah hukum
negara.
1
Pancasila sebagai dasar negara yang mencerminkan pluralisme, juga mengakui
Islam sebagai agama mayoritas.
2
mengungkung peradaban manusia pada abad pertengahan. Kondisi tersebut
melahirkan gerakan sekulerisme yang berusaha memisahkan institusi negara dari
institusi agama, antara negara dengan gereja. 5
5
Bahar, Saafrudin, Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945-19 Agustus 1945.
Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1992.
3
Dalam sebuah masyarakat terdapat berbagai lembaga (pendidikan, ekonomi, agama,
politik, keluarga), negara mencakup keseluruhan dan semua lembaganya, negara
mempersatukan lembaga-lembaga ini di dalam sistem hukum, mengatur masyarakat
yang berbeda-beda. Negara juga berhak memaksa anggotanya mematuhi peraturan
dan hukumnya.6
6
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, (Jakarta: Sekretariat Jendral dan
Kepaniteraan, 2008), hlm. 703
7
Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 1995), hlm. 107.
4
Maha Esa, Kebangsaan persatuan Indonesia, rasa kemanusian yang adil dan
bersadab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh Indonesia. 8
8
Valina Singka Subekti, Menyusun Konstitusi Transisi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008),
hlm. 116
9
Saafrudin Bahar, Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945-19 Agustus 1945,
(Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1992), hlm. 10-20.
5
rakyat dan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai macam etnis, suku, ras
agama nampaknya Founding Fathers kita sulit untuk menentukan begitu saja
bentuk negara sebagaimana yang ada di dunia.
Negara demokrasi model barat lazimnya bersifat sekuler, dan hal ini tidak
dikehendaki oleh segenap elemen bangsa Indonesia. Negara komunis lazimnya
bersifat atheis, yang menolak agama dalam suatu negara, sedangkan negara agama
akan memiliki konsekuensi kelompok agama tertentu akan menguasai negara dan di
Indonesia dalam hal ini Islam. Oleh karena itu, negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, merupakan pilihan kreatif dan merupakan suatu proses eklektis
inkorporatif. Artinya pilihan negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,
adalah khas dan nampaknya yang sesuai dengan kondisi objektif bangsa Indonesia.
Agus Salim menyatakan bahwa dasar Ketuhanan Yang Maha Esa adalah merupakan
pokok atau dasar dari seluruh sila-sila lainnya. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan pedoman dasar bagi kehidupan kenegaraan yang terdiri atas berbagai
elemen bangsa. Berdasarkan pandangan Agus Salim tersebut prinsip dasar
kehidupan bersama berbagai pemeluk agama dalam suatu negara Republik
Indonesia. Dalam kehidupan bersama ini negara maupun semua paham dan aliran
agama tidak dibenarkan masuk pada ruang pribadi akidah masing-masing orang.10
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
10
Mohamad Roem, dan Agus Salim, Ketuhanan Yang Maha Esa dan Lahirnya Pancasila,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1977).
6
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama & penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.13
Selain 4 hal diatas, masih ada lagi beberapa contoh penerapan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya: (1) Tidak
mengganggu teman yang sedang beribadah di sekolah; (2) Mempersilakan teman
yang hendak beribadah saat belajar atau bermain bersama; (3) Menaati perintah
Tuhan Yang Maha Esa; (4) Tidak membeda- bedakan agama karena meyakini
semua agama murni adalah ajaran Tuhan; dan (5) Berbuat baik dan mulia sesuai
ajaran Tuhan.11
11
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Palangkaraya, “Butir-Butir Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila”.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sila pertama dari Pancasila NKRI begitu dalam dan bermakna luas, tidak
membahas apakah Tuhan itu satu atau banyak seperti anggapan kita selama ini,
tetapi sesungguhnya sila pertama ini membahas sifat – sifat luhur mulia yang harus
dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia. Sila pertama dari Pancasila NKRI ini tidak
bersifat arogan dan penuh paksaan bahwa rakyat Indonesia harus beragama yang
percaya pada satu Tuhan saja, tetapi membuka diri bagi agama yang juga percaya
bagi banyak Tuhan, karena yang ditekankan dalam sila pertama Pancasila NKRI ini
adalah sifat – sifat luhur / mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang akan datang
dapat membuka diri bagi keberadaan agama yang juga mengerjakan nilai – nilai
luhur dan mulia meskipun tidak mempercayai adanya satu Tuhan.
Secara filosofis relasi ideal antara negara dengan agama, prinsip dasar
negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti setiap warga negara bebas
berkeyakinan atau memeluk agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
Kebebasan dalam pengertian ini berarti bahwa keputusan beragama dan beribadah
diletakkan pada domain privat atau pada tingkat individu. Dapat juga dikatakan
bahwa agama merupakan persoalan individu dan bukan persoalan negara. Negara
dalam hubungan ini cukup menjamin secara yuridis dan memfasilitasi agar warga
negara dapat menjalankan agama dan beribadah dengan rasa aman, tenteram, dan
damai.
8
berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup. (3) Saling hormat- menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; dan (4)
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
B. Saran
Makalah ini memberikan pengetahuan umum terkait materi yang dibahas
dan untuk menambah wawasan serta pengetahuan yang lebih mendalam pembaca
dapat mencari referensi terkait materi ini. Saya berharap teman-teman dapat
memberikan saran agar saya dapat memperbaiki kesalahan yang terdapat didalam
Makalah yang telah dibuat, dan terima kasih atas semua partisipasi teman- teman
dalam persentasi kelompok ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, Menuju Negara Hukum yang Demokratis. Jakarta: Sekretariat Jendral
dan Kepaniteraan, 2008.
Budiyono, “Hubungan Negara dan Agama dalam Negara Pancasila”. Fiat Justisia Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 3, Juli-September 2014.
Roem, Mohamad, dan Agus Salim, Ketuhanan Yang Maha Esa dan Lahirnya Pancasila.
Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
S., Arif, Falsafah Kebudayaan Pancasila: Nilai dan Kontradiksi Sosialnya. Jakarta:
Gramedia, 2016.
Saragih, Erman S., “Analisis dan Makna Teologi Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
Konteks Pluralisme Agama di Indonesia”. Jurnal Teologi “Cultivation”¸Vol. 2, No.
1, Desember 2017.
Wulandari, Trisna, “12 Contoh Penerapan Sila ke-1 Pancasila dalam Kehidupan Sehari-
hari, Yuk Lakukan!”.
10