Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. Atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikansumbangan baik pikiran maupun materi.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan sendiri.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Sumenep, 28 September 2023

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................i


DAFTAR ISI ..........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep ketuhanan Yang Maha Esa ............................................4
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................8
4.2 Saran ...........................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ada lima pemikiran dasar yang tersusun secara bulat dan bertalian
satu dengan lainnya dalam Pancasila. Dalam susunan itu, tercipta hierarki
piramidal yang bersifat majemuk-tunggal. Maknanya, sila-sila Pancasila
ditempatkan sesuai dengan cakupan serta keberlakuannya sebagaimana
nilai dalam setiap silanya. Sila pertama, “ketuhanan yang maha Esa”,
berada pada tatanan pertama sebab menunjukkan eksistensi Tuhan sebagai
pencipta. Aristoteles dalam istilahnya menyebutkan Causa Prima atau
yang disebut “penyebab pertama” untuk menggambarkan Tuhan. Dengan
demikian, tidak akan ada entitas apapun tanpa adanya Tuhan, termasuk
negara, bangsa, Indonesia, hingga Pancasila itu sendiri. Konsep tersebut
menjadi fondasi sehingga Indonesia dikatakan sebagai religious nation
state atau negara yang dijiwai oleh agama. Dengan adanya sila tersebut,
Indonesia secara filosofis menjamin kebebasan untuk menganut agama,
lalu menjalankan praktik ibadah sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Konsep kepercayaan yang dipahami dalam sila pertama, tidak mengacu
pada satu konsep Tuhan. Kata ”esa” yang tercantum tidak secara literal
dimaknai satu. Lebih dalam, maksud Soekarno adalah menggambarkan
bahwa Tuhan itu bersifat mutlak adanya, sehingga yang dibahas
merupakan sifat-sifat luhur/mulia yang harus dimiliki oleh segenap bangsa
Indonesia, sebagaimana ajaran Tuhan di setiap kepercayaan.
Sebagai konsekuensi logis dari adanya nilai filosofis dalam sila
pertama tadi, Indonesia mengakui kemajemukan agama dengan mengacu
pada konsep bahwa “setiap agama yang kita anut adalah jalan keselamatan
paling benar. Sebagaimana penganut agama lain, bahwa jalan merekalah
yang paling tepat untuk menuai keselamatan”. Adanya agama ditujukan
untuk memberikan keteraturan hidup yang tertib dan damai. Setiap agama
lahir dengan membawa kepercayaan masing-masing yang keseluruhan
menjadi rambu-rambu guna melahirkan kehidupan yang baik. Hal itu
dapat dilihat dari keberadaan islam yang memperjuangkan kebenaran dan
keadilan pada berbagai aspek kehidupan manusia. Kebenaran serta
keadilan tersebut tidak eksklusif terspesialisasi pada masalah-masalah
sosial, hukum, budaya, politik, dan keuangan, tetapi turut mencakup
sandang, pangan, dan papan. Berangkat dari kontekstualisasi tersebut,
islam bisa hidup dan memberi pedoman pada segala sisi kehidupan.
Pandangan itu yang pernah diutarakan oleh Mohammed Arkoun,
nasionalisasi islam menjadi pandangan ideologi politik bisa menjadi
resolusi etis dan moral secara lebih demokratis.
Konsep ketuhanan dalam Islam adalah keyakinan tentang keesaan
Tuhan, sifat-sifat Tuhan, dan keberadaan Tuhan. Dalam konsep Islam,
Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata
dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu
Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitikberatkan
konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (Tauhid).
Konsep ketuhanan dalam Islam artinya adalah meyakini, menyembah, dan
mempertuhankan Allah SWT, tiada lain selain Dia. Selain itu, Ketuhanan
berarti tunduk kepadaNya, merendahkan diri di hadapanNya, takut dan
mengharapkanNya, kepadaNya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdo'a dan bertawakkal kepadaNya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padaNya, dan menimbulkan ketenangan di saat
mengingatNya dan terpaut cinta kepadaNya

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah lahirnya pancasila sila pertama ?
2. Bagaimana konsep ketuhanan yang maha esa dalam islam ?
3. Bagaimana peran ketuhanan yang maha esa dalam kehidupan
sehari hari.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan
Prinsip ini menekankan pentingnya kepercayaan pada satu Tuhan
dan dianggap sebagai nafas dan jiwa dari semua prinsip-prinsip Pancasila
lainnya. Sila ini juga dipandang sebagai cerminan dari keragaman dan
kerukunan beragama di Indonesia. Proses perumusan sila pertama
berlangsung lama dan sulit, dan mengalami beberapa kali perubahan
sebelum akhirnya diselesaikan. Piagam Jakarta yang ditandatangani oleh
BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945 menyatakan bahwa sila pertama
adalah Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, yang berarti ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Namun, versi
terakhir dari prinsip ini menekankan kepercayaan pada satu Tuhan tanpa
menyebutkan agama tertentu. Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan bagian penting dari identitas nasional Indonesia dan
mencerminkan keragaman agama dan budaya di Indonesia. Karena konsep
ketuhanan yang maha esa dapat dijadikan dasar dalam bentuk
pembentukan Negara Indonesia, maka terdapat beberapa cara konsep
ketuhanan yang maha esa dijadikan dasar dalam pembentukan Negara
Indonesia, yaitu :
1. Sila Pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi
sumber dan dari sila-sila lain.
2. UUD 1945 secara implisit memberikan garis arahan bahwa
Indonesia adalah negara kebangsaan yang religius, bukan negara
agama dan bukan pula negara sekuler.
3. Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan moral dan
etika politik dalam berpolitik serta menjadi landasan bagi negara
Indonesia dalam penyelenggaraan Negara.
4. Dalam konteks hukum, nilai ketuhanan menjadi alat ukur untuk
menentukan hukum yang baik atau buruk, konstitusional atau
tidak.
Sedangkan ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam merujuk pada konsep
tauhid, yaitu keyakinan bahwa Tuhan itu satu dan tidak ada yang setara dengan-
NYA. Konsep ini merupakan dasar dari agama Islam dan merupakan salah satu
dari lima prinsip dasar dalam Pancasila, yaitu falsafah negara Indonesia. Dalam
konteks Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa tidak menghendaki perwujudan
negara agama sebagai representasi salah satu aspirasi keagamaan yang dapat
mematikan pluralitas kebangsaan. Sebaliknya, sila ini merupakan usaha pencarian
titik temu dalam mengamalkan komitmen etis Ketuhanan dalam semangat gotong
royong untuk menyediakan landasan moral yang kuat bagi peran publik dan
politik berdasarkan moralitas, pluralitas, dan multikultural. Dalam konteks
pendidikan Islam, penegasan tentang ke-Esaan Tuhan sebagaimana dinyatakan
Al-Qur’an dalam Surat Al-ikhlas menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang
benar-benar menganut faham monotheisme yang murni.
Menyembah Allah dalam konsep ketuhanan dalam Islam merujuk pada
kewajiban manusia untuk tunduk dan patuh kepada Allah, serta menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Menyembah Allah juga berarti
meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang disembah dan tidak ada
Tuhan selain-Nya. Dalam Al-Quran, Allah berfirman "Janganlah kamu sembah di
samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.
Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan"
(Q.S. Al-Qasas: 88). Menyembah Allah juga berarti mengakui dan memahami
sifat-sifat Allah yang tercantum dalam Al-Quran, seperti Maha Pengasih, Maha
Penyayang, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan lain-lain. Dalam Islam,
menyembah Allah juga berarti menghormati dan menghargai kebesaran Allah,
serta berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya melalui ibadah dan
amal shaleh. Karenanya Pengaruh konsep Ketuhanan Yang Maha Esa terhadap
kehidupan sehari-hari di Indonesia juga sangat besar, antara lain:
1. Konsep ini membantu membangun kerukunan antaragama dan
mengembangkan harmoni sosial.
2. Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin kebebasan beragama
dan menghargai keberagaman dalam kesatuan dan persatuan bangsa.
3. Konsep ini juga dapat membantu individu dan masyarakat dalam
mengembangkan spiritualitas yang mendalam.
4. Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan moral dan etika
politik dalam berpolitik serta menjadi landasan bagi negara Indonesia
dalam penyelenggaraan Negara.
5. Dalam kehidupan sehari-hari, konsep Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam Indonesia dapat dijadikan dasar dalam beribadah,
mengembangkan spiritualitas, dan menegakkan keadilan dan
kebenaran dalam segala aspek kehidupan.
Teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana,lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut
mula-muladikemukakan oleh Max Muller, kemudian disusul oleh EB
Taylor, Robertson Smith, Luboock dan Jevens. Proses perkembangan
pemikiran tentang Tuhan Menurut evolusionisme adalah sebagai berikut:
1. Dinamisme
Menurut ajaran ini manusia jaman primitif telah mengakui
adanya Kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-
mula sesuatu yang Berpengaruh tersebut ditujukan pada benda.
Setiap mempunyai pengaruh pada Manusia, ada yang
berpengaruh positif dan ada yang berpengaruh negatif.
Kekuatan ada pada pengaruh tersebut dengan nama yang
berbeda-beda, Seperti mana (Malaysia), dan tuah (melayu), dan
sakti (india) yakni kekuatan Gaib.
2. Animisme
Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga
Mempercayaai adanya roh dalam hidupnya. Setiap benda yang
dianggap Benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif ,
roh dipercayai sebagai Sesuatu yang aktif sekalipun bendanya
telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang
selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang serta
mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila
kebutuhannya dipenuhi.
.

3. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-kelamaan
tidakMemberikan kepuasan, karena terlalu banyak menjadi
sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian
disebut Dewa mempunyai tugas dan Kekuaasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung Jawab terhadap
cahaya, ada yang membidangi masaalah angin, adapula yang
Membidangi masalah air dan lain sebagainya.
4. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap
kaum Cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang
diakui mempunyai Kekuatan yang sama. Lama kelamaan
kepercayaan manusia meningkat Menjadi lebih definitif
(tertentu). Satu bangsa mengakui satu dewa yang Disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui tuhan (ilah)
bangsa Lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut
dengan Henoteisme
5. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum
Cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui
mempunyai Kekuatan yang sama. Lama kelamaan kepercayaan
manusia meningkat Menjadi lebih definitif (tertentu). Satu
bangsa mengakui satu dewa yang Disebut dengan Tuhan, namun
manusia masih mengakui tuhan (ilah) bangsa Lain. Kepercayaan
satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme(Tuhan
tingkat nasional)
6. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah
menjadiMonoteisme. Alam monoteisme hanya mengakui satu
Tuhan untuk seluru Bangsa dan bersifat internasional.

7. Evolusionisme ditentang oleh Andrew lang (1898) dia


mengemukakan Bahwa orang-orang berbudaya rendah juga
sama dengan monoteismenya Dengan orang-orang Kristen.
Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud Yang Agung dan
sifat-sifat khas pada Tuhan mereka, yang tidak mereka Berikan
pada wujud yang lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew lang, maka berangsur-angsur


golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana eropa mulai
menentang evolusionisme dan mulai memperkenalkan toeri baru.
Teori tentang Tuhan Walaupun kepercayaan manusia tentang Tuhan sudah
semakin maju, tetapi masih terdapat pemahaman yang berlainan menyangkut
hubungan antara Tuhan dengan manusia dan alam cipataan-Nya. Setidaknya ada
tiga teori penting yang dibahas disini, yakni deisme, pantheisme, dan theisme;
1. Deisme
Deisme beranggapan bahwa Tuhan yang Esa itu, setelah selesai
menciptakan alam ini, Ia keluar dari segala sesuatu yang diciptakan-Nya dan tidak
pernah kembali lagi. Artinya ala mini dicipta serba sempurna dengan segala
hukumnya. Kemudian semuanya diserahkan kepada alam dan manusia untuk
menentukan kehidupannya 5 masing-masing. Tuhan tidak ikut campur tangan
dalam perbuatan manusia. Semua yang diperbuat manusia adalah pilihan-pilihan
yang diambil olehnya sendiri, dan itu tanggung jawabnya sendiri. Apakah
seseorang itu mau pintar atau tidak, mau kaya atau miskin, mau sukses atau gagal,
semua adalah karena pilihannya sendiri dan bukan lagi karena kuasa Tuhan.
Deisme menenkankan peranan budi dalam agama dan menolak wahyu, mukjizat,
dan keterlibatan penyelenggaraan ilahi dalam alam dan sejarah manusia.
Singkatnya Tuhan dalam pandangan Deisme sangat mekanis dan teknis.
2. Pantheisme
Pantheisme berpendapat bahwa Tuhan setelah menciptakan alam ini, tetap
saja tinggal di dalamnya dan masih mengendalikan semua ciptaan-Nya. Semua
kejadian di alam ini tidak satupun yang luput dari kendali Tuhan. Kejadian alam,
perbuatan manusia, pandai atau tidak, beruntung atau celaka, sukses atau gagal,
semuanya adalah ketentuan yang dikendalikan oleh Tuhan. Manusia tak ubahnya
seperti actor dan aktris, tinggal melaksanakan kehidupan sesuai dengan skenario
Tuhan. Tuhan sendiri adalah sutradaranya. Dari namanya, pantheisme (Bahasa
Yunani) yang berarti semua adalah Allah, adalah suatu paham yang menyamakan
Allah dengan jagat raya. Pandangan ini begitu memutlakan immanensi ilahi,
sehingga menyamakan Allah dengan dunia. Perbedaan dan kemandirian dunia
tidak diakui. Segala sesuatu adalah Allah.

3. Theisme
Teisme boleh dikatakan sebagai sintesa antara kedua pandangan
sebelumnya. Pandangan ini menyatakan bahwa Tuhan, setelah selesai
menciptakan alam ini, kemudian keluar dari daripadanya, tetapi masih mengontrol
seluruh ciptaan. Memang benar bahwa Tuhan memberikan kebebasan kepada
manusia. Namun masih ada hal hal di luar kemampuan sehingga manusia tidak
bisa menjangkaunya. Itulah yang sering diistilahkan dengan persitiwa
supranatural atau diluar jangkauan manusia. Tidak seperti deisme, teisme percaya
bahwa Tuhan bukan sekedar Pencipta yangjauh, melainkan melalui
penyelenggaraan-Nya, pewahyuan, serta berbagai tindakan penyelamatan, Tuhan
tanpa henti terlibat dalam sejarah hidup manusia dan dunia. Teisme adalah suatu
kepercayaan akan Tuhan yang transenden dan pribadi, yang menciptakan,
memelihara, dan campur tangan dalam dunia manusia. Evolusionisme dalam
kepercayaan terhadap Tuhan sebagimana dinyatakan oleh Mas Muller dan EB
Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monotheisme dalam masyarakat primitive. Dia mengemukakan, bahwa orang-
orang yang berbudaya rendah juga sama monotheismenya dengan orang-orang
Kristen. Mereka mempunyai kepercyaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat
yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang
lain. Dengan pendapat Andrew Lang tersebut, maka berangsur-angsur golongan
evolusionisme dan memperkenalkan teori untuk baru untuk memahami sejarah
agama. Mereka menyetakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi,
tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan
penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan
masyarakat primitive. 6 Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti, bahwa asal-
usul kepercayaan masyarakat primitive adalah monotheisme, dan monotheisme
berasal dari ajaran wahyu Tuhan.
Pengaplikasian konsep ketuhanan yang maha esa dalam pendidikan Islam
merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai seorang
muslim. Konsep ini mengandung beberapa poin penting:
1. Tauhid (Ke-Esaan Allah): Pendidikan Islam mengajarkan kepada
siswa bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang maha esa, tanpa
sekutu atau mitra. Ini mengajarkan pentingnya pengabdian dan ibadah
hanya kepada Allah.
2. Mengenali Allah: Pendidikan Islam membantu siswa untuk memahami
sifat-sifat Allah, seperti Maha Kuasa, Maha Bijaksana, Maha
Penyayang, dan lain-lain. Ini membantu dalam pengembangan
kecintaan dan penghormatan terhadap-Nya.
3. Ibadah dan Ketaatan: Siswa diajarkan tentang kewajiban melakukan
ibadah, seperti salat, puasa, dan zakat. Ini adalah cara untuk
menghormati Allah dan mempraktikkan konsep ketuhanan dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Moralitas dan Etika: Pendidikan Islam juga mengajarkan nilai-nilai
moral yang didasarkan pada prinsip ketuhanan yang maha esa. Siswa
diajarkan untuk berperilaku jujur, adil, dan baik kepada sesama
makhluk Allah.
5. Keteladanan: Guru dan orang dewasa dalam lingkungan pendidikan
Islam diharapkan menjadi contoh yang baik dalam menerapkan konsep
ketuhanan ini dalam kehidupan sehari-hari mereka.
6. Rasa Kepedulian Sosial: Konsep ketuhanan juga mencakup rasa
tanggung jawab terhadap sesama manusia dan lingkungan. Pendidikan
Islam mendorong siswa untuk peduli terhadap kesejahteraan sosial dan
lingkungan alam.
Dengan menerapkan konsep ketuhanan yang maha esa dalam pendidikan
Islam, kita diharapkan dapat tumbuh sebagai individu yang memiliki pemahaman
yang kuat tentang Allah, serta moral dan etika yang baik dalam berinteraksi
dengan dunia sekitarnya.
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum
cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui mempunyai
kekuatan yang sama. Lama kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa mengakui satu dewa yang
disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui tuhan (ilah) bangsa
lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme
(Tuhan tingkat nasional)
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme. Alam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh
bangsa dan bersifat internasional.
Evolusionisme ditentang oleh Andrew lang (1898) dia mengemukakan
bahwa orang-orang berbudaya rendah juga sama dengan monoteismenya
dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud
yang Agung dan sifat-sifat khas pada Tuhan mereka, yang tidak mereka
berikan pada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew lang, maka berangsur-angsur
golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana eropa
mulai menentang evolusionisme dan mulai memperkenalkan toeri baru
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Karena konsep ketuhanan yang maha esa dapat dijadikan dasar
dalam bentuk pembentukan Negara Indonesia, maka terdapat beberapa
cara konsep ketuhanan yang maha esa dijadikan dasar dalam pembentukan
Negara Indonesia, yaitu :
1. Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan moral dan etika
politik dalam berpolitik serta menjadi landasan bagi negara Indonesia
dalam penyelenggaraan Negara. Sedangkan ketuhanan Yang Maha Esa
dalam Islam merujuk pada konsep tauhid, yaitu keyakinan bahwa Tuhan
itu satu dan tidak ada yang setara dengan-NYA. Sebaliknya, sila ini
merupakan usaha pencarian titik temu dalam mengamalkan komitmen etis
Ketuhanan dalam semangat gotong royong untuk menyediakan landasan
moral yang kuat bagi peran publik dan politik berdasarkan moralitas,
pluralitas, dan multikultural. Dalam konteks pendidikan Islam, penegasan
tentang ke-Esaan Tuhan sebagaimana dinyatakan Al-Qur’an dalam Surat
Al-ikhlas menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang benar-benar
menganut faham monotheisme yang murni. Menyembah Allah dalam
konsep ketuhanan dalam Islam merujuk pada kewajiban manusia untuk
tunduk dan patuh kepada Allah, serta menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Menyembah Allah juga berarti meyakini bahwa
Allah adalah satu-satunya Tuhan yang disembah dan tidak ada Tuhan
selain-Nya. Menyembah Allah juga berarti mengakui dan memahami sifat-
sifat Allah yang tercantum dalam Al-Quran, seperti Maha Pengasih, Maha
Penyayang, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan lain-lain. Konsep
Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan moral dan etika politik
dalam berpolitik serta menjadi landasan bagi negara Indonesia dalam
penyelenggaraan Negara.
Dalam kehidupan sehari-hari, konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
Indonesia dapat dijadikan dasar dalam beribadah, mengembangkan
spiritualitas, dan menegakkan keadilan dan kebenaran dalam segala aspek
kehidupan. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung
dan sifat-sifat khas pada Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan
pada wujud yang lain. Dengan lahirnya pendapat Andrew lang, maka
berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya
sarjana-sarjana eropa mulai menentang evolusionisme dan mulai
memperkenalkan toeri b Teori yang menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi
sempurna. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang
membidangi masaalah angin, adapula yang membidangi masalah air dan
lain sebagainya. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang
Agung dan sifat-sifat khas pada Tuhan mereka, yang tidak mereka
berikan pada wujud yang lain. Teori tentang Tuhan Walaupun kepercayaan
manusia tentang Tuhan sudah semakin maju, tetapi masih terdapat
pemahaman yang berlainan menyangkut hubungan antara Tuhan dengan
manusia dan alam cipataan-Nya. Deisme Deisme beranggapan bahwa
Tuhan yang Esa itu, setelah selesai menciptakan alam ini, Ia keluar dari
segala sesuatu yang diciptakan-Nya dan tidak pernah kembali lagi. Deisme
menenkankan peranan budi dalam agama dan menolak wahyu, mukjizat,
dan keterlibatan penyelenggaraan ilahi dalam alam dan sejarah manusia.
Teisme adalah suatu kepercayaan akan Tuhan yang transenden dan
pribadi, yang menciptakan, memelihara, dan campur tangan dalam dunia
manusia. Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagimana
dinyatakan oleh Mas Muller dan EB Taylor (1877), ditentang oleh Andrew
Lang (1898) yang menekankan adanya monotheisme dalam masyarakat
primitive. Mereka mempunyai kepercyaan pada wujud yang Agung dan
sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan
kepada wujud yang lain.
4.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca, apabila ada kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan
pada kami. Apabila ada kesalahan mohon dapat dimaafkan dan
memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari
salah, khilaf,, Alfa, dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA

Azzahrah, A. A., & Dewi, D. A. (2021). Toleransi Pada Warga Negara Di


Indonesia Berlandaskan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. De Cive:
Jurnal Penelitian Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, 1(6), 173-178.
Gautama, C., Permatasari, L., & Rony Setiawan, R. (2017). Ensiklopedia
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Direktorat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi.
Hasbi, M. (2016). Ilmu Tauhid Konsep Ketuhanan dalam Teologi Islam.
Nanggala, A. (2020). Memaknai keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa
ditunjau dari perspektif pendidikan kewarganegaraan. Widya
Wacana: Jurnal Ilmiah, 15(1).
RAMADHAN, K. (2019). Studi Analisis Terhadap Implementasi Nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa Dalam Pancasila Ditinjau Dari Fiqih
Syisah (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Rofiqi, A. KONSEP KETUHANAN DALAM PANCASILA: STUDI ATAS
PEMIKIRAN YUDI LATIF (Bachelor's thesis, FU).
Saragih, E. S. (2018). analisis dan makna teologi ketuhanan yang maha esa dalam
konteks pluralisme agama di Indonesia. Jurnal Teologi
Cultivation, 2(1), 290-303.
Sianturi, Y. R., & Dewi, D. A. (2021). Penerapan Nilai Nilai Pancasila Dalam
Kehidupan Sehari Hari Dan Sebagai Pendidikan Karakter. Jurnal
Kewarganegaraan, 5(1), 222-231.
Wahyuningsih, S. E. (2014). Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana Materiel
Indonesia Berdasarkan Nilai–Nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa. Jurnal Pembaharuan Hukum, 1(1), 17-23.
Wulandari, N. A. R. T. (2017). Filosofi Jawa nrimo ditinjau dari sila Ketuhanan
yang Maha Esa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, 2(2), 132-138.
MAKALAH
KONSEP KETUHANAN YANG MAHA ESA

Dosen pengampu :
IMAM ANAS MUBAROK

Disusun Oleh :
Fatina Qalbi Nisrina : 23 02 51 0006
Anggun Jamilatus Zahra : 23 02 51 0024
Diko Ferdiansyah : 23 02 51 0027
Eko Hamdani : 23 02 51 0007

Kelas :
Sistem Informasi A 2023

UNIVERASITAS BAHAUDIN MUDHARY MADURA


FAKAULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI SISTEM INFORMASI
2023

Anda mungkin juga menyukai