Anda di halaman 1dari 19

BANGGA MENJADI INSAN PANCASILAIS

KONSEP KETUHANAN DAN KEMANUSIAAN SEBAGAI SUBSTANSI DASAR


PENGEMBANGAN NILAI KERAKYATAN

NAMA NIM

PEBRI DIAN CAHYONO P. 17025010016

ANDRIANA ELA SAPUTRI 17025010017

AGNES SEPTIA NURANINGTIAS 17025010018

DWI BETTY HARIYANTI 17025010019

YUSUF YORDANIA 17025010020

WAHYU ADITIYA PRATAMA 17025010021

DINDA RIZKA RAHAYU 17025010022

ZULFIKAR ALVIN NAUFAL 17025010023

FATIMAH NABILA ZAHRA 17025010024

VEGA MELANIA FITRA 17025010025

MUKTI WARDHANA PERTIWI 17025010026

SITI FATIMATUS SYAHROK 17025010027

LIA ISWINDARI 17025010028

DIAN NOVITA 17025010029

PRODI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

PANCASILA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih


atas bimbingan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini berjudul "Konsep Ketuhanan dan Kemanusiaan
Sebagai Dasar Pengembangan Nilai Kerakyatan" disusun dalam rangka
melengkapi nilai tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila pada semester satu.

Penulis sadar bahwa selama kami menyusun makalah ini banyak


mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis mengucapkan
tarima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Bambang, selaku Dosen Pendidikan Pancasila Universitas


Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur yang telah banyak
memberi bimbingan dalam menyusun makalah ini.

2. Teman-teman yang telah banyak memberi masukan serta saran-saran


yang membangun.

3. Keluarga tercinta yang telah banyak memberi bantuan dan dorongan


baik moril maupun material.

4. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan


makalah ini.

Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami selaku penulis mohon maaf yang
sebesarnya dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangannya. Saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata penulis berharap agar makalah ini berguna bagi semua
pihak dalam memberi informasi tentang betapa pentingnya Pancasila sebagai
dasar dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi agar kita tetap
sejalan dengan ideologi bangsa kita.

Surabaya, 13 November 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Harapan

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori

2.2 Empiris

BAB III : PERMASALAHAN

3.1 Sistematika Masalah

3.1.1 Sistematika Masalah

3.1.2 Sistematika Masalah

3.1.3 Sistematika Masalah

3.2 Hipotesis

3.2.1 Hipotesis Masalah

3.2.2 Hipotesis Masalah

3.2.3 Hipotesis Masalah

BAB IV : PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Permasalahan

4.2 Pembahasan Permasalahan

4.3 Pembahasan Permasalahan

BAB V : SIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan Negara Indonesia,
bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang
sebagaimana yang terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentuknya
Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Secara kausalitas Pancasila sebulum disahkan menjadi dasar filsafat Negara
nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-
nilai adat-istiadat, kebudayaan, dan nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri Negara
Indonesia mengangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah mufakat
berdasarkan moral yang luhur, antara lain dalam sidang-sidang BPUPKI pertama,
sidang Panitia Sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang
memuat Pancasila yang pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang resmi
PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat nagara dibahas serta disempurnakan
kembali dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai
dasar filsafat Negara Republik Indonesia. Selain itu, sila Pancasila juga saling
berkaitan dan menjiwai sila yang lain, seperti sila ketuhanan menjiwai sila
kemanusiaan, begitu juga sila persatuan yang dijiwai oleh sila ketuhanan dan sila
kemanusiaan.
Nilai sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" mengandung arti keyakinan dan
pengakuan yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan terhadap Zat Yang Maha
Tunggal tiada duanya. Yang sempurna sebagai Penyebab Pertama (Kausa Prima)
dalam kehidupan di dunia. Ekspresi dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut
manusia Indonesia untuk bersikap hidup, berpandangan hidup "taat" dan "taklim"
kepada Tuhan dengan dibimbing oleh ajaran-ajaran-Nya. Taat mengandung makna
setia, menurut apa yang diperintahkan dan hormat/cinta kapada Tuhan. Sedangkan
taklim mengandung makna memuliakan Tuhan teragung, memandang Tuhan
tertinggi, memandang Tuhan terluhur.
Nilai sila "Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab" yang dijiwai oleh sila
"Ketuhanan Yang Maha Esa" mengandung arti bahwa kesadaran sikap dan perilaku
yang sesuai dengan nilai moral dalalm hidup bersama atas tuntutan mutlak hati
nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Sebagai
makhluk sosial, kita perlu memperhatikan dan merupakan dasar hubungan semua
umat manusia dalam mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
pengakuan hak asasi manusia. Manusia harus diakui dan diperlakukan sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama
derajatnya.
Dari sila pertama dan sila kedua ,dituangkan ke dalam sila keempat yang
berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan" sebagai interpretasi dari bentuk musyawarah untuk
mufakat. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai macam penyimpangan.
Oleh karena itu, kami ingin membahas permasalahan tentang beberapa kasus
mengenai sila keempat Pancasila.

1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
- Mengetahui dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam perpaduan sila ke-
1 dan sila ke-2 untuk pengembangan sila ke-4 dalam Pancasila.
- Dapat mengimplementasikan dari makna yang terkandung dalam sila ke-4
Pancasila.
- Menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan sila ke-4 dalam Pancasila di
negara Indonesia.
- Mengetahui dan memahami sikap-sikap positif dan kewajiban yang sesuai sila
ke-4 dalam Pancasila.

1.3 HARAPAN
Kami berharap dengan disusunnya makalah ini pembaca maupun penulis dapat
lebih memahami dan mengkritisi tentang segala hal yang berkaitan dengan sila ke-4
Pancasila serta menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 PENGERTIAN DAN MAKNA NILAI SILA PERTAMA PANCASILA
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari penjelasan yang disampaikan di
atas dapat dikesimpulan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa
bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada
suatu individual yang kita sebut Tuhan atau nominalisasi Tuhan
sebagai entitas yang terhitung bilangan satu. Tetapi sesungguhnya
Ketuhanan Yang Maha Demikian. Bagaimana "demikian" itu? Artinya
adalah demikian diluar campur tangan manusia. Manusia tidak
berhak merumuskannya menurut keterbatasan pikiran dan
wawasannya sendiri. Yang artinya sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan
yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari
Pancasila ini adalah penerimaan sifat-sifat UNIVERSAL dari Tuhan.
A. Makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2) Hormat dan menghormati serta menciptakan
keharmonisan antar pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga
terbina kerukunan hidup dan situasi kondusif untuk
berbangsa-bernegara.
3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
4) Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya
kepada orang lain.
5) Frasa Ketuhanan Yang Maha Esa bukan berarti warga
Indonesia harus memiliki agama monotheis namun frasa
ini menekankan bahwa masing-masing manusia berhak
Bertuhan menurut Tuhannya masing-masing (ini rumusan
Proklamator Ir.Soekarno). Artinya, negara maupun tiap-
tiap penduduknya tidak berhak mencampuri penghayatan
orang lainnya dalam penghayatan Ketuhanannya pribadi.

6) Mengandung makna bahwa negara mengakui bahwa adanya Causa Prima (sebab
pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

7) Menjamin penduduk untuk memeluk agama dan/atau kepercayaannya masing-


masing dan menjalankan ibadah menurutnya.

8) Negara memberi fasilitas dan ruang gerak bagi tumbuh kembangnya penghayatan
Ketuhanan tiap-tiap warga negara secara adil dan menjadi mediator ketika terjadi
konflik agama / kepercayaan.

9) Bertoleransi dalam pelaksanaan sila Ketuhanannya, dalam hal ini


mengembangkan toleransi kepada semua pihak untuk dapat beribadah menurut
agama dan/atau kepercayaannya masing-masing.

10) Negara tidak memberikan toleransi kepada pihak-pihak yang menghambat atau
bertujuan menghancurkan terlaksananya inter-toleransi dalam pengamalan Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mengambil sikap tegas untuk menjaga dan
menjamin terlaksananya sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini sesuai dengan tujuannya
yaitu melindungi hak azasi tiap warga negaranya untuk menghayati dan menjalankan
amal ibadahnya selama tidak bertentangan dengan sila-sila yang lain dari Pantja
Sila.

Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain
diciptakan oleh penciptaannya. Pencipta itu adalah Causa Prima yang mempunyai
hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib
menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya. Dalam konteks bernegara,
maka dalam masyarakat yang berdasarkan Pantja Sila, dengan sendirinya dijamin
kebebasan memeluk agama/ kepercayaannya masing-masing. Sehubungan dengan
kepercayaan bahwa agama itu perintah dari Tuhan dan merupakan sesuatu yang
harus dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan,
maka untuk menjamin kebebasan tersebut di dalam alam Pantja Sila seperti kita
alami sekarang ini tidak ada pemaksaan beragama / memeluk kepercayaan. Artinya,
tiap warga negara berhak menjalankan kepercayaannya secara bebas dan mandiri.
Kebebasan ini dilindungi oleh negara. Oleh karena itu dalam masyarakat Pantja Sila
dengan sendirinya agama/kepercayaan dijamin untuk berkembang dan tumbuh
subur dan konsekuensinya diwajibkan menciptakan suasana yang kondusif bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jika ditilik secara historis, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar diri
manusia dan di luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat adikodrati
(di atas / di luar yang kodrat) dan yang transeden (yang mengatasi segala sesuatu)
sudah dipahami oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejak zaman nenek moyang
sudah dikenal paham animisme, dinamisme, lalu penghayatan spiritualitas lokal pada
masing-masing daerah sesuai kulturnya. Kekuatan ini terus saja berkembang di
Nusantara sampai masuknya pengaruh Hindu, Buddha, Islam, Nasrani ke Indonesia
yang mewarnai berbagai kemelut intrik politik Nusantara. Oleh karena itu tepatlah
jika rumusan sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa yang artinya
adalah mengayomi keseluruhannya.

Definisi Tuhan adalah Prima Causa yaitu sebagai penyebab pertama dan utama atas
timbulnya sebab-sebab yang lain dalam proses dumadinya semesta ini. Dengan
demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan
terhadap Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta isinya.

Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada
warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya trkandung dalam:

1. Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga teks aslinya, yang antara lain berbunyi:

“Atas berkat rahmat TUHAN Yang Maha Kuasa….” (tetapi diubah menjadi "Atas
berkat rahmat ALLAH Yang Maha Kuasa" pada lembaran berita negara) dari bunyi
kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia bukan negara agama, yaitu negara
yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang
didirikan atas landasan Pantja Sila atau negara Pantja Sila
2. Pasal 29 UUD 1945

(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya


masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan/atau kepercayaannya.
(Perhatikan : tidak ada klausul negara boleh membatasi agama apa yang
dipercayainya).

Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Ketuhanan
Yang Maha Esa. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa
ini hendaknya diwujudkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh
toleransi dalam batas-batas tidak mengganggu kenyamanan dan ketertiban umum,
agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama .
http://primordialnature.blogspot.co.id/2016/02/arti-dan-makna-dari-sila-
ketuhanan-yang.html

2.1.2 PENGERTIAN DAN MAKNA NILAI SILA KEDUA PANCASILA

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sederetan kata yang
merupakan suatu frase, unsur inti sila tersebut adalah kata kemansiaan yang terdiri
atas kata dasar manusia berimbuhan ke-an. Makna kata tersebut secara morfologis
berarti “abstrak” atau “hal”. Jadi kemanusiaan berarti kesesuaian dengan hakikat
manusia. Arti kemanusiaan dalam sila kedua mengandung makna : kesesuaian sifat
– sifat dan keadaan negara dengan hakikat (abstrak) manusia. Isi arti sila – sila
pancasila adalah suatu kesatuan bulat dan utuh. Oleh karena itu sila kemanusiaan
yang adil dan beradab adalah dijiwa dan didasari oleh sila ‘ Ketuhanan yang Maha
Esa ’, dan mendasari sila Persatuan Indonesia karena persatuan tersebut maka sila ‘
Kemausiaan yang adil dan beradab ’ senantiasa terkandung didalamnya keempat
sila yang lainnya. Maka sila kedua tersebut : Kemanusiaan yang adil dan beradab
yang Berketuhanan yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipmpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka sila kedua megandung cita –
cita kemanusiaan yang lengkap yang bersumber pada hakikat manusia.
Adapun makna sila ke dua antaralain :
- Mengembangkan sikap tenggang rasa
- Saling mencintai sesama manusia
- Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
- Tidak semena-mena terhadap orang lain
- Berani membela kebenaran dan keadilan
- Mampu melakukan yang baik demi kebenaran
- Menjaga kepercayaan orang
- Ramah dalam bermasyarakat

Sila ke-dua Pancasila ini mengandung makna warga Negara Indonesia


mengakui adanya manusia yang bermartabat (bermartabat adalah manusia yang
memiliki kedudukan, dan derajat yang lebih tiinggi dan harus dipertahankan dengan
kehidupan yang layak), memperlakukan manusia secara adil dan beradab di mana
manusia memiliki daya cipta, rasa, karsa, niat dan keinginan sehingga jelas adanya
perbedaan antara manusia dan hewan.
Jadi sila kedua ini menghendaki warga Negara untuk menghormati kedudukan
setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, setiap manusia
berhak mempunyai kehidupan yang layak dan bertindak jujur serta menggunakan
norma sopan santun dalam pergaulan sesama manusia. Butir-butir sila ke-dua
adalah sebagai berikut :
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antar sesama
manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak bersikap semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu perlu
mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Makna dari sila ini diharapkan dapat mendorong seseorang untuk senantiasa
menghormati harkat dan martabat oranglain sebagai pribadi dan anggota
masyarakat. Dengan sikap ini diharapkan dapat menyadarkan bahwa dirinya
merupakan makhluk sosial yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Atas
dasar sikap perikemanusiaan ini, maka bangsa Indonesia menghormati hak hidup
bangsa lain menurut aspirasinya masing-masing. Dan menolak segala bentuk
penjajahan di muka bumi ini. Hal itu dikarenakan berlawanan dengan nilai
perikemanusiaan.

http://duwihernas.blogspot.co.id/2014/08/sila-kedua-kemanusiaan-yang-adil-
dan.html

2.1.3 PENGERTIAN DAN MAKNA NILAI SILA KEEMPAT PANCASILA

Sila ke-4 yang mana berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.Sebuah kalimat yang secara
bahasa membahasakan bahwa Pancasila pada sila ke 4 adalah penjelasan Negara
demokrasi. Dengan analisis ini diharapkan akan diperoleh makna yang akurat dan
mempunyai nilai filosofis yang diimplementasikan secara langsung dalam kehidupan
bermasyarakat. Tidak hanya itu, sila ini menjadi banyak acuan dari setiap langkah
pemerintah dalam menjalankan setiap tindakannya.
Kaitannya dengan arti dan makna sila ke 4 adalah sistem demokrasi itu
sendiri. Maksudnya adalah bagaimana konsep demokrasi yang berarti setiap
langkah yang diambil pemerintah harus ada kaitannya dengan unsur dari, oleh dan
untuk rakyat. Disini, rakyat menjadi unsur utama dalam demokrasi. Itulah yang
seharusnya menjadi realita yang membangun bangsa. Adapun arti dan makna sila ke
4 adalah sebagai berikut.
1. Hakikat sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti umum yaitu pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Secara sederhana, demokrasi yang
dimaksud adalah melibatkan segenap bangsa dalam pemerintahan baik yang
tergabung dalam pemerintahan dan kemudian adalah peran rakyat yang diutamakan.
2. Pemusyawaratan. Artinya mengusahakan putusan secara bulat, dan sesudah itu
diadakan tindakan bersama. Disini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan
keputusan secara bulat. Bulat yang dimaksud adalah hasil yang mufakat, artinya
keputusan itu diambil dengan kesepakatan bersama. Dengan demikian berarti
bahwa penentu demokrasi yang berdasarkan pancasila adalah kebulatan mufakat
sebagai hasil kebikjasanaan. Oleh karena itu kita ingin memperoleh hasil yang
sebaik-baiknya didalam kehidupan bermasyarakat, maka hasil kebikjasanaan itu
harus merupakan suatu nilai yang ditempatkan lebih dahulu.
3. Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama. Dalam hal ini perlu
diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sehingga membawa
konsekuensi adanya kejujuran bersama. Perbedaan secara umum demokrasi di
barat dan di Indonesia yaitu terletak pada permusyawaratan. Permusyawaratan
diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang diambil secara
bulat.

Hal ini tidak menjadi kebiasaan bangsa Indonesia, bagi kita apabila
pengambilan keputusan secara bulat itu tidak bisa tercapai dengan mudah, baru
diadakan pemungutan suara. Kebijaksanaan ini merupakan suatu prinsip bahwa
yang diputuskan itu memang bermanfaat bagi kepentingan rakyat banyak. Jika
demokrasi diartikan sebagai kekuatan, maka dari pengamatan sejarah bahwa
kekuatan itu memang di Indonesia berada pada tangan rakyat atau masyarakat.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda saja, di desa-desa kekuasaan ditentukan
oleh kebulatan kepentingan rakyat, misalnya pemilihan kepala desa. Musyawarah
yang ada di desa-desa merupakan satu lembaga untuk menjalankan kehendak
bersama. Bentuk musyawarah itu bermacam-macam, misalnya pepatah
Minangkabau yang mengatakan : “Bulat air karena pembunuh, bulat kata karena
mufakat”.
Secara sederhana, pembahasan sila ke 4 adalah demokrasi. Demokrasi yang
mana dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Pemimpin yang hikmat adalah pemimpin
yang berakal sehat, rasional, cerdas, terampil, dan seterusnya pada hal-hal yang
bersifat fisis/jasmaniah; sementara kebijaksanaan adalah pemimpin yang
berhatinurani, arif, bijaksana, jujur, adil, dan seterusnya pada hal-hal yang bersifat
psikis/rohaniah. Jadi, pemimpin yang hikmat-kebijaksanaan itu lebih mengarah
pada pemimpin yang profesional (hikmat) dan juga dewasa (bijaksana). Itu
semuanegara demokratis yang dipimpin oleh orang yang dewasa profesional
dilakukan melalui tatanan dan tuntunan permusyawaratan/perwakilan. Tegasnya, sila
keempat menunjuk pada NKRI sebagai Negara demokrasi - perwakilan yang
dipimpin oleh orang profesional-dewasa melalui sistem musyawarah.
http://pengetahuankitanersamaya.blogspot.co.id/2014/11/pancasila-sila-
keempat.html

2.2 DATA EMPIRIS


Hakikat (sila-sila Pancasila) dalam penerapannya (implementasinya) pernah
“disalahtafsirkan” di masa Orde Lama (berupa Trisila kemudian Ekasila),
“disepihaktafsirkan” di masa Orde Baru (P-4, asas tunggal Pancasila, referendum,
massa-mengambang), dan “direformasitafsirkan” (masih diproses oleh BP-MPR,
karenanya belum final, dan direncanakan akan dituntaskan pada Sidang Tahunan
MPR bulan Agustus 2002 pada agenda Perubahan-IV UUD 1945) di masa Era
Reformasi.
Atas dasar itu, tampak bagi kita bahwa pemahaman dan penerapan Pancasila
dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan dinamika global dinamika
nasional, dan dinamika lokal/daerah, yang pada akhirnya diarahkan untuk
kepentingan bangsa/nasional dan NKRI. Ini yang dimaksud dengan salah satu
makna reformasi-ideologis. Namun, seperti yang kita ketahui bahwa dalam
pelaksanaan Pancasila ternyata telah diterapkan secara baik, seperti adanya
Pemilihan Umum untuk Presiden hingga Ketua RT, dari DPR hingga BPD, serta
adanya badan legislatif sebagai perwakilan rakyat terhadap pemerintahan.

3. Ada 4 fakta yang menandai kondisi gagalnya proses penegakan hukum di


Indonesia. pertama, ketidak mandirian hukum, kedua, integritas penegak hukum
yang buruk, ketiga, kondisi masyarat yang rapuh dan senang mengalami
pseudoreformatie syndrome, dan keempat, pertumbuhan hukum yang pendek
secara konkretnya, kegagalan proses penegakan hukum kita bersumber dari
substansi peraturan perundang - undangan yang tidak berkeadilan, aparat penegak
hukum yang korup dan budaya masyarat yang buruk, yang lemahnya kelembagaan
hukum kita.
semua itu tercemin dari wajah hukum kita yang lebih banyak bersifat
respresitoris, tidak antisipatoris sehingga kadang - kadang peraturan perundang -
undangan yang dibuat sering tidak mencerminkan kondisi masyarakat secara utuh.
Hal ini menciptakan masyarakat yang hyperegulated. Banyak peraturan dibuat tetapi
tidak yang dapat memberikan keadilan kepada masyarakat. Misalnya kita sudah
memiliki begitu banyak aturan di bidang kebebasan pers, informasi dan teknologi,
tetapi sampai saat ini orang masih saja berbicara tentang ketidakbebasan.
Masyarakat hukum kita saat ini juga sedang rapuh, dengan kondisi
jukstopotitional. Masyarakat yang hanya melihat segala sesuatu dari keadaan yang
bertentangan seperti dengan - salah, hitam - putih, menang - kalah, halal - haram,
dan sebagainya. Hasilnya disana sini orang bisa saja saling cela seenaknya. Saling
bakar, saling bunuh, tidak peduli hukum yang berlaku. Bahkan penganut agama yang
satu merasa dirinya yang paling benar sehingga tidak dapat menerima perbedaan
apapun.
BAB III
PERMASALAHAN

3.1 SISTEMATIKA MASALAH

3.1.1 SISTEMATIKA MASALAH PERTAMA

Dikeroyok Hingga Dibakar Hidup-hidup

Peristiwa nahas yang dialami Joya memang tragis, Kasat Reskrim Polres
Bekasi AKBP Rizal Marito menyebut, kejadian bermula ketika korban menumpang
salat di musala Desa Sukatenang, Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa
1 Agustus 2017 kemarin.

Selesai salat, Joya meninggalkan musala menggunakan sepeda motor. Namun,


dia terlihat membawa serta sebuah amplifier yang diduga adalah inventaris musala
tersebut.

"Penjaga musala langsung ngejar dan diteriakkin maling," kata Rizal ketika
dihubungi Liputan6.com, Jumat (4/8/2017).

Sontak, warga yang mendengar langsung ikut mengejar. Dia ditangkap di Pasar
Muara, Bekasi, dan langsung dikeroyok, bahkan dibakar hidup-hidup.

Dalam potongan tersebut, diberitakan bahwa seseorang yang dituduh


tertangkap basah mencuri sebuah amplifier milik masjid

3.1.2 SISTEMATIKA MASALAH KEDUA


Rapat mediasi pembahasan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
Jakarta, antara DPRD dan Gubernur berlangsung ricuh dan diwarnai perkataan tidak
sopan. Akibatnya, tidak ada keputusan berarti yang dihasilkan dan APBD Jakarta
terancam stagnan.

3.1.3 SISTEMATIKA MASALAH KETIGA


Demo ricuh mahasiswa di tangkap
Demo penolakan kenaikan bbm di pertigaan universitas veteran bangun nusantara
jalan jendral sudirman kabupaten sukoharjo, semalam ricuh akibatnya sejumlah
mahasiswa ditangkap oleh pihak polres Sukoharjo. Awalnya demo gabungan 80
mahasiswa berlangsung tenang namun mahasiswa mencoba membakar ban di
protokol dan sempat menyala besar. tidak lama terjadi kericuhan karena adanya
pelemparan telur batu dan bambu ke arah polisi yang tengah menjaga aksi demo
tersebut. Hanya saja pihak mahasiswa mengklaim tidak melakukannya.

3.2 HIPOTESIS
3.2.1 Masalah Pertama
Setelah mendengar teriakan dari penjaga masjid warga setempat langsung saja
mengkroyok si korban tanpa memberi kesempatan korban untuk menyatakan
pendapat guna membela dirinya. Dalam kasus ini pihak yang berwenang datang
terlambat sehingga korban tidak dapat terselamatkan.
Bab IV
PEMBAHASAN

4.1 PEMBAHASAN PERMASALAHAN PERTAMA


Pada kasus ini jelas tidak mengamalkan sila-sila pancasila. Misalnya sila
pertama yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Padahal dalam ajaran Tuhan
kepada hambanya adalah harus selalu berprasangka baik kepada semua makhluk
hidup namun sang provokator tidak menerapkan ajaran tuhannya, malah
berprasangka buruk lalu memfitnah korban. Seolah-olah sang provakator
menganggap dirinyalah yang paling benar sehingga tidak berperikemanusiaan
dalam jiwanya, dilanjutkan dengan tindakan sadis seperti membakar korban hidup-
hidup. Hal ini jelas menyimpang dari sila kedua yaitu "Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab", juga menyangkut pelanggaran sila keempat yaitu "Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan, Dalam Permusyawaratan Perwakilan" karena
warga langsung saja mengambil keputusan yang fatal tanpa melakukan musyawarah
terlebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai