Pendidikan Pancasila
Abstract Kompetensi
Setelah perkuliahan ini mahasiswa Pada akhir pokok bahasan modul ini
diharapkan dapat memahami Pancasila diharapkan mahasiswa dapat memahami
sebagai paradigma kehidupan dan menjelaskan inti dari makna dan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara aktualisasi butir-butir sila Ketuhanan yang
sehingga dapat memperluas wawasan Maha Esa dalam pembangunan bidang
berpikir dalam mengaktualisasikan nilai-nilai politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam
Pancasila.
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencita segala isi alam yang ada dan semua
makluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha Tunggal, tiada sekutu, Esa dalam zat- Nya, Esa
dalam sifat-Nya, Esa dalam perbuatan-Nya, bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang
banyak lalu mejadi satu. Sifat Tuhan adalah sempurna, perbuatan Tuhan tidak dapat disamai
oleh siapa pun. Jadi Ketuhanan yang Maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan
adanya Tuhan yang Maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya. Keyakinan adanya
Tuhan yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada
pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Agama hendaknya menjadi titik konvergen (pertemuan) dari berbagai ajaran moral,
kepentingan, keyakinan, serta niat untuk membangun. Ada beberapa syarat dialog antar umat
beragama:
1. Dialog beragama mesti berdasarkan pengalaman relegius atau pengalaman beriman
yang kokoh.
2. Dialog menuntut keyakinan bahwa religi lain juga memiliki dasar kebenaran pula.
3. Dialog harus didasari keterbukaan pada kemungkinan perubahan yang tulus
(pemahaman).
Atas keyakinan yang demikianlah maka negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang
Maha Esa, dan negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk
agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Bagi dan di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang
Maha Es, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti
keagamaan, serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain di negara Indonesia tidak
ada faham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (ateisme). Sebagai sila pertama Pancasila,
Ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai
mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan
persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh,
bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakikat pengertian
itu sesuai dengan:
Inti sila Ketruhanan Yang Maha Esa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat negara
dengan hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti sebab akibat. Maka, dalam segala aspek
penyelenggaraan negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari
Tuhan, yaitu nilai-nilai agama. Telah dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok dalam
penyelenggaraan negara adalah manusia, sedangkan hakikat kedudukan kodrat manusia
adalah sebagai makhluk berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan. Dalam pengertian ini,
hubungan antara manusia dengan Tuhan juga memiliki hubungan sebab- akibat. Tuhan adalah
sebagai sebab yang pertama atau kausa prima, maka segala sesuatu termasuk manusia
adalah merupakan ciptaan Tuhan (Notonagoro).
Hubungan manusia dengan Tuhan, yang menyangkut segala sesuatu yang berkaitan
dengan kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama.
Maka menjadi suatu kewajiban manusia sebagai makhluk Tuhan, untuk merealisasikan nila-nilai
agama yang hakikatnya berupa nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan kedamaian dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain, negara adalah suatu lembaga kemanuisiaan suatu lembaga kemasyarakatan
yang anggota-anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh manusia untuk manusia,
bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan manusia sebagai warganya.
Dapat disimpulkan bahwa negara adalah sebagai akibat dari manusia, karena negara
adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri diatas manusia-manusia, adapun
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta meyakini bahwa Tuhan adalah maha kuasa atas segalanya. Dalam aspek kehidupan,
sangatlah penting menempatkan bahwa Tuhan Maha Kuasa dalam segala hal, termasuk dalam
menjalankan roda pemerintahan, sehingga akan merasa ada kontrol yang tidaknya pernah
lepas dan lengah dalam melakukan berbagai kebijakan pemerintah.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, pada kenyataannya belum cukup mengikuti
Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, bahwa setiap diri kita tidak ada
yang mengawasi atau lupa akan Tuhan melihat kita. Dalam Al-Quran Surat Al-Alaq Allah SWT
berfirman, “Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala
perbuatannya)?”. Banyak para pejabat pemerintahan kita serta pelaksana pemerintahan kurang
memperhatikan sila pertama ini. Hal ini dibuktikan dengan masih banyak perilaku-perilaku yang
seolah-olah Tuhan tidak mengetahui dan Tuhan tidak ada. Perilaku korupsi adalah contoh
perilaku yang seharusnya tidak dilakukan oleh seseorang yang berkeyakinan dan menyatakan
ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah simbol,
melainkan identitas dan etika bagi kita sebagai bangsa yang mewarnai perilaku warga negara
beserta aparat negara dalam menuju tujuan pembangunan bangsa.
Dalam bidang politik, secara umum terdapat berbagai macam kegiatan kenegaraan
meliputi proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem yang telah disepakati dan melaksanakan
tujuan tersebut. Politik meliputi unsur kekuasaan, jabatan, wewenang dll. Jika dalam berpolitik
kita berpedoman kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka segala proses mekanisme perpolitikan
harus sesuai dengan perundang-undangan dan nilai agama. Tindakan “money politic” dalam
sebuah pesta demokrasi seperti Pilkada merupakan suatu tindakan secara nyata tidak meyakini
bahwa Tuhan akan memberikan kekuasaan sesuai apa yang dihendakiNya. Kalau dalam
pelaksanaan politik tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam agama, maka hasil dari
kepemimpinan seorang pemimpin politik tidak akan membawa dampak positif kepada diri
pemimpin dan rakyat, seperti aparat pemerintahan terlibat dalam korupsi hingga akhirnya
masuk penjara.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan yang dipercayainya dan diyakininya. Namun dalam
kehidupan politik, nilai-nilai tersebut tidak mendapat perhatian dalam kehidupan bermasyarakat
Berpedoman kepada keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
menjadikan landasan spritual, moral dan etika bagi penyelenggaraan pembangunan ekonomi.
Dengan demikian, ekonomi Pancasila dapat dikendalikan oleh kaidah-kaidah moral dan etika
sehingga pembangunan dapat meningkat akhlak warga negara. Pancasila yang sudah
disepakati sebagai dasar negara etika dalam kehidupan bernegara, tentu sudah semestinya
hasil pembangunan ekonomi sebagai hasil usaha bersama yang dapat menciptakan
terwujudnya nilai-nilai Ketuhanan YME.
Demokrasi ekonomi merupakan bentuk ekonomi sosialis religius. Disebut sosialis
karena berlandaskan pada Pasal 33 UUD 1945 yang dijiwai roh sosialisme, ditandai dengan
adanya kepemilikan faktor-faktor produksi untuk hajat hidup orang banyak oleh negara, dan
dengan adanya asas kebersamaan yang melandasi kegiatan perekonomian. Namun, tidak
hanya sosialis, demokrasi ekonomi yang ditawarkan Bung Hatta juga bercorak religius karena
dijiwai oleh Pancasila yang termaktub dalam sila pertamanya. Hal ini diperkuat dengan bukti
bahwa tidak ada satupun agama di dunia yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk
menomorsatukan individualisme. Dengan demikian, pelaksanaan demokrasi ekonomi memiliki
basis ontologis pada tradisi komunalisme yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat yang
berketuhanan dan beragama di Nusantara.
Berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang membanguna budaya atau pola berpikir
sangat melekat pada tuntunan Tuhan YME, baik yang tertulis di dalam kitab-Nya maupun yang
berada pada perjalanan sejarah manusia dan alam semesta. Dan ilmu-ilmu itu pula yang
mendekatkan manusia pada suatu kebenaran yang hakiki dan mengenal lebih dalam tentang
Tuhannya. Sejauh mana pengaruh Tuhan YME dalam manusia yang menerima kebenaran
tentang-Nya telah melampaui batas pikiran kita sebagai manusia. Dari pemahaman itu manusia
akan mengerti suatu batasan yang tercermin dalam tingkah lakunya, sehingga tingkah laku
------------------------------