Anda di halaman 1dari 10

MODUL PERKULIAHAN – 8

Pendidikan Pancasila

Makna dan Aktualisasi Butir-butir Sila Ketuhanan


Yang Maha Esa dalam Kehidupan Bernegara

Abstract Kompetensi
Setelah perkuliahan ini mahasiswa Pada akhir pokok bahasan modul ini
diharapkan dapat memahami Pancasila diharapkan mahasiswa dapat memahami
sebagai paradigma kehidupan dan menjelaskan inti dari makna dan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara aktualisasi butir-butir sila Ketuhanan yang
sehingga dapat memperluas wawasan Maha Esa dalam pembangunan bidang
berpikir dalam mengaktualisasikan nilai-nilai politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam
Pancasila.

Fakultas: MKCU Tatap Muka Kode Mata Kuliah:

Program Studi: Semua Prodi


09 Disusun Oleh: Gunawan Wibisono SH MSi
MAKNA DAN AKTUALISASI BUTIR-BUTIR SILA KETUHANAN YANG
MAHA ESA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA

Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencita segala isi alam yang ada dan semua
makluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha Tunggal, tiada sekutu, Esa dalam zat- Nya, Esa
dalam sifat-Nya, Esa dalam perbuatan-Nya, bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang
banyak lalu mejadi satu. Sifat Tuhan adalah sempurna, perbuatan Tuhan tidak dapat disamai
oleh siapa pun. Jadi Ketuhanan yang Maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan
adanya Tuhan yang Maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya. Keyakinan adanya
Tuhan yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada
pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Agama hendaknya menjadi titik konvergen (pertemuan) dari berbagai ajaran moral,
kepentingan, keyakinan, serta niat untuk membangun. Ada beberapa syarat dialog antar umat
beragama:
1. Dialog beragama mesti berdasarkan pengalaman relegius atau pengalaman beriman
yang kokoh.
2. Dialog menuntut keyakinan bahwa religi lain juga memiliki dasar kebenaran pula.
3. Dialog harus didasari keterbukaan pada kemungkinan perubahan yang tulus
(pemahaman).
Atas keyakinan yang demikianlah maka negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang
Maha Esa, dan negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk
agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Bagi dan di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang
Maha Es, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti
keagamaan, serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain di negara Indonesia tidak
ada faham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (ateisme). Sebagai sila pertama Pancasila,
Ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai
mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan
persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh,
bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakikat pengertian
itu sesuai dengan:

2019 Caharacter Building Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Islahulben, SE., MM http://www.undira.ac.id
a. Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain “atas berkat rahmat Allah yang Maha
Kuasa …..”
b. Pasal 29 UUD 1945:
1. Negara berdasarakan atas Ketuhanan yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
c. Pasal 28 E:
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.

Inti sila Ketruhanan Yang Maha Esa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat negara
dengan hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti sebab akibat. Maka, dalam segala aspek
penyelenggaraan negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari
Tuhan, yaitu nilai-nilai agama. Telah dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok dalam
penyelenggaraan negara adalah manusia, sedangkan hakikat kedudukan kodrat manusia
adalah sebagai makhluk berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan. Dalam pengertian ini,
hubungan antara manusia dengan Tuhan juga memiliki hubungan sebab- akibat. Tuhan adalah
sebagai sebab yang pertama atau kausa prima, maka segala sesuatu termasuk manusia
adalah merupakan ciptaan Tuhan (Notonagoro).
Hubungan manusia dengan Tuhan, yang menyangkut segala sesuatu yang berkaitan
dengan kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama.
Maka menjadi suatu kewajiban manusia sebagai makhluk Tuhan, untuk merealisasikan nila-nilai
agama yang hakikatnya berupa nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan kedamaian dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain, negara adalah suatu lembaga kemanuisiaan suatu lembaga kemasyarakatan
yang anggota-anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh manusia untuk manusia,
bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan manusia sebagai warganya.
Dapat disimpulkan bahwa negara adalah sebagai akibat dari manusia, karena negara
adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri diatas manusia-manusia, adapun

2019 Caharacter Building Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Islahulben, SE., MM http://www.undira.ac.id
keberadaan nilai-nilai berasal dari Tuhan. Jadi hubungan negara dengan Tuhan memiliki
hubungan kesesuaian dalam arti sebab akibat yang tidak langsung yaitu negara sebagai akibat
langsung dari manusia dan manusia sebagai akibat adanya Tuhan. Maka sudah menjadi suatu
keharusan bagi negara untuk merealisasikan nilai- nilai agama dari Tuhan.
Jadi hubungan antara negara dengan landasan sila pertama, yaitu Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah berupa hubungan yang bersifat mutlak dan tidak langsung. Hal ini sesuai
dengan asal mula bahan Pancasila, yaitu berupa nilai-nilai agama, nilai kebudayaan, yang telah
ada pada bangsa Indonesia sejak caman dulu kala, yang konsekwensinya harus direalisasikan
dalam setiap aspek penyelenggaraan negara.

1. Makna Nilai Sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’


Sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan
bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Nilai ini menyatakan bahwa
bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan
juga memiliki arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tida berlaku diskriminatif terhadap antarumat
beragama.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki bahwa segala aspek penyelenggaraan hidup
bernegara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Karena, sejak awal
pembentukan bangsa ini, bahwa negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan. Maksudnya
adalah bahwa masyarakat Indonesia merupakan manusia yang memiliki iman dan kepercayaan
terhadap Tuhan, dan iman kepercayaan inilah yang menjadi dasar dalam hidup berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat.
Sikap positif yang perlu dilakukan terhadap nilai-nilai “Ketuhanan Yang Maha Esa”
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu sebagai berikut:
1. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
2. Hormat dan menghormati serta bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda sehingga terbina kerukunan hidup
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing
4. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain
5. Setiap warga negara Indonesia sudah seharusnya memiliki pola pikir, sikap, dan
perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa. Setiap warga

2019 Caharacter Building Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Islahulben, SE., MM http://www.undira.ac.id
negara diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan sikap dalam memeluk salah
satu agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia.

2. Penerapan Sila ‘Ketuhahan Yang Maha Esa’

Penciptaan kerukunan antarumat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang


Maha Esa dalam masyarakat, dalam kenyataannya, tidak selalu berjalan mulus seperti yang
dicita-citakan. Ternyata masih banyak terdapat hambatan-hambatan yang muncul baik dari
campur tangan pemerintah maupun dari golongan penganut agama dan kepercayaan itu
sendiri. Hal ini bisa saja disebabkan karena penghayatan terhadap Pancasila, khususnya sila
Ketuhanan, tidak dapat dipahami dan dihayati secara mendalam dan menyeluruh. Akibatnya
muncul ideologi-ideologi atau paham-paham yang berbasiskan ajaran agama tertentu, sehingga
seakan-akan bahwa sila pertama dari Pancasila itu hanya dimiliki oleh salah satu agama
tertentu saja. Dengan kata lain bahwa toleransi dan sikap menghargai agama atau umat
kepercayaan lain ternyata belum sepenuhnya dapat disadari dan diwujudkan. Tentu saja karena
adanya golongan-golongan tertentu yang memiliki paham bahwa hanya kepercayaannya atau
hanya ajaran agamanya sajalah yang paling baik dan benar. Pandangan atau paham sempit
mengenai pemahaman terhadap agama dan kepercayaan yang seperti ini dapat menimbulkan
atau mengundang konflik serta gejolak dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Konflik antarkelompok agama terkadang juga dapat dipicu karena kebijakan atau
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah (departemen agama). Seharusnya, Departemen
Agama adalah lembaga yang bersifat netral, yang membawahi seluruh unsur-unsur agama
yang ada atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan memegang teguh nilai-nilai
dasar yang terdapat dalam Pancasila. Jangan malah mengeluarkan suatu kebijakan yang
merugikan ataupun menguntungkan agama-agama tertentu, yang malah dapat memicu konflik
atau ketegangan antarumat beragama.
Kementerian agama tidak boleh mengurusi ataupun ikut campur tangan terhadap
kedaulatan suatu agama. Namun, hanya bertindak sebagai pengontrol dan penjamin. Aturan-
aturan atau kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pun hanya sebatas untuk menjaga ketertiban
dan keamanan antarumat beragama, demi tercapainya kerukunan dan kerja sama antarumat
beragama.

2019 Caharacter Building Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Islahulben, SE., MM http://www.undira.ac.id
A. MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM
PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta meyakini bahwa Tuhan adalah maha kuasa atas segalanya. Dalam aspek kehidupan,
sangatlah penting menempatkan bahwa Tuhan Maha Kuasa dalam segala hal, termasuk dalam
menjalankan roda pemerintahan, sehingga akan merasa ada kontrol yang tidaknya pernah
lepas dan lengah dalam melakukan berbagai kebijakan pemerintah.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, pada kenyataannya belum cukup mengikuti
Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, bahwa setiap diri kita tidak ada
yang mengawasi atau lupa akan Tuhan melihat kita. Dalam Al-Quran Surat Al-Alaq Allah SWT
berfirman, “Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala
perbuatannya)?”. Banyak para pejabat pemerintahan kita serta pelaksana pemerintahan kurang
memperhatikan sila pertama ini. Hal ini dibuktikan dengan masih banyak perilaku-perilaku yang
seolah-olah Tuhan tidak mengetahui dan Tuhan tidak ada. Perilaku korupsi adalah contoh
perilaku yang seharusnya tidak dilakukan oleh seseorang yang berkeyakinan dan menyatakan
ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah simbol,
melainkan identitas dan etika bagi kita sebagai bangsa yang mewarnai perilaku warga negara
beserta aparat negara dalam menuju tujuan pembangunan bangsa.
Dalam bidang politik, secara umum terdapat berbagai macam kegiatan kenegaraan
meliputi proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem yang telah disepakati dan melaksanakan
tujuan tersebut. Politik meliputi unsur kekuasaan, jabatan, wewenang dll. Jika dalam berpolitik
kita berpedoman kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka segala proses mekanisme perpolitikan
harus sesuai dengan perundang-undangan dan nilai agama. Tindakan “money politic” dalam
sebuah pesta demokrasi seperti Pilkada merupakan suatu tindakan secara nyata tidak meyakini
bahwa Tuhan akan memberikan kekuasaan sesuai apa yang dihendakiNya. Kalau dalam
pelaksanaan politik tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam agama, maka hasil dari
kepemimpinan seorang pemimpin politik tidak akan membawa dampak positif kepada diri
pemimpin dan rakyat, seperti aparat pemerintahan terlibat dalam korupsi hingga akhirnya
masuk penjara.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan yang dipercayainya dan diyakininya. Namun dalam
kehidupan politik, nilai-nilai tersebut tidak mendapat perhatian dalam kehidupan bermasyarakat

2019 Caharacter Building Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Islahulben, SE., MM http://www.undira.ac.id
dan bernegara, sebut saja perjudian, narkoba, dan prostitusi yang sudah menjamur dalam
kehidupan bangsa yang juga tidak lepas dari keterlibatan para pelaku politik.

B. MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM


PEMBANGUNAN BIDANG EKONOMI

Berpedoman kepada keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
menjadikan landasan spritual, moral dan etika bagi penyelenggaraan pembangunan ekonomi.
Dengan demikian, ekonomi Pancasila dapat dikendalikan oleh kaidah-kaidah moral dan etika
sehingga pembangunan dapat meningkat akhlak warga negara. Pancasila yang sudah
disepakati sebagai dasar negara etika dalam kehidupan bernegara, tentu sudah semestinya
hasil pembangunan ekonomi sebagai hasil usaha bersama yang dapat menciptakan
terwujudnya nilai-nilai Ketuhanan YME.
Demokrasi ekonomi merupakan bentuk ekonomi sosialis religius. Disebut sosialis
karena berlandaskan pada Pasal 33 UUD 1945 yang dijiwai roh sosialisme, ditandai dengan
adanya kepemilikan faktor-faktor produksi untuk hajat hidup orang banyak oleh negara, dan
dengan adanya asas kebersamaan yang melandasi kegiatan perekonomian. Namun, tidak
hanya sosialis, demokrasi ekonomi yang ditawarkan Bung Hatta juga bercorak religius karena
dijiwai oleh Pancasila yang termaktub dalam sila pertamanya. Hal ini diperkuat dengan bukti
bahwa tidak ada satupun agama di dunia yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk
menomorsatukan individualisme. Dengan demikian, pelaksanaan demokrasi ekonomi memiliki
basis ontologis pada tradisi komunalisme yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat yang
berketuhanan dan beragama di Nusantara.

C. MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM


PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA

Berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang membanguna budaya atau pola berpikir
sangat melekat pada tuntunan Tuhan YME, baik yang tertulis di dalam kitab-Nya maupun yang
berada pada perjalanan sejarah manusia dan alam semesta. Dan ilmu-ilmu itu pula yang
mendekatkan manusia pada suatu kebenaran yang hakiki dan mengenal lebih dalam tentang
Tuhannya. Sejauh mana pengaruh Tuhan YME dalam manusia yang menerima kebenaran
tentang-Nya telah melampaui batas pikiran kita sebagai manusia. Dari pemahaman itu manusia
akan mengerti suatu batasan yang tercermin dalam tingkah lakunya, sehingga tingkah laku

2019 Caharacter Building Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Islahulben, SE., MM http://www.undira.ac.id
manusia yang demikian akan mendekati suatu ketaqwaan. Itulah kaitan antara alam pikiran
manusia Indonesia yang berfalsafahkan Pancasila denga sila pertamanya yang berbicara
mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pembangunan sosial budaya termasuk salah satu aspek pembangunan yang penting
dan senantiasa terus ditingkatkan kualitasnya. Seperti halnya dalam pembangunan aspek yang
lainnya, Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar moralitas utama
untuk menyelenggarakan proses pembangunan dalam aspek ini, yang dapat diwujudkan
dengan cara:
1. Senantiasa berdasarkan kepada sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang
dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
2. Pembangunan ditujukan untuk meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan
kebebasan spiritual.
3. Menciptakan sistem sosial budaya yang beradab melalui pendekatan kemanusiaan
secara universal.
Dalam pembahasan panjang mengenai perumusan dasar Indonesia merdeka, para
pendiri republik ini melihat dampak jangka panjang akan adanya peradaban manusia yang
dibanguna sesuai kebenaran hukum Tuhan (sila pertama). Dan Pancasila, diyakini oleh bangsa
Indonesia akan menjadi suatu keyakinan yang standar dari keyakinan yang beraneka ragam.
Hal ini bukan menjadikan Pancasila sebagai agama baru atau penyeragaman keyakinan dari
keyakinan-keyakinan yang ada, melainkan sebagai keyakinan objektif yang telah distandarkan
oleh hukum Tuhan dan mengandung kebenaran universal dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Moral subjektif seseorang sangat berkaitan dengan agama yang dianutnya. Artinya, ada
peranan hukum Tuhan yang menjadi dasar pemikiran seseorang dalam bertindak dan membuat
kebijakan yang akan menjadi etika yang objektif di masyarakat. Jika kita lihat mengenai
penetapan Pancasila, maka di situ akan terlihat jelas peranan pemimpin dalam prosesnya.
Dengan adanya sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dimaksudkan
oleh para pendiri republik ini agar mereka yang berasal dari golongan agama tetap terakomodir.
Kepemimpinan sebagai standar nilai budaya dengan subjueknya adalah pemimpin, yaitu
seseorang yang mampu mengaktualisasikan moralnya yang subjektif ke dalam tatanan etika
yang objektif. Sudah pasti orang tersebut akan memiliki sikap yang mendekatkan kehidupan
manusia ini sesuai dengan perintah-Nya. Pola berpikir demikianlah yang perlu dijaga dan
dikembangkan untuk mewujudkan cita-cita bersama bangsa ini.

2019 Caharacter Building Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Islahulben, SE., MM http://www.undira.ac.id
D. MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM
PEMBANGUNAN BIDANG HANKAM

Pembangunan dalam bidang pertanahan dan keamanan mutlak dilakukan dengan


senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam
pembangunan bidang ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan kepada tujuan demi tercapainya
kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
2. Pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan pada tujuan demi tercapainya
kepentingan seluruh warga negara Indonesia
3. Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak asasi manusia, persamaan
derajat serta kebebasan kemanusiaan
4. Pertahanan dan keamanan negara harus diperuntukkan demi terwujudkan keadilan
dalam kehidupan masyarakat
Pancasila telah menjadi paradigma pembangunan kehidupan umat beragama
di Indonesia. Sejak dulu Indonesia sudah dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun,
bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional.
Indonesia adalah negara yang majemuk, bhineka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa
suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerjasama guna meraih dan mengisi
kemerdekaan Republik Indonesia kita. Paradigma toleransi antar umat beragama guna
terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti
berikut:
1) Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas
(ummatan wahidah)
2) Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islan dan
komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip:
 Bertentangga yang baik
 Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
 Membela mereka yang teraniaya
 Saling menasehati
 Menghormati kebebasan beragama

Lima prinsip tersebut menginsyaratkan:

2019 Caharacter Building Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Islahulben, SE., MM http://www.undira.ac.id
 Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang
didasarkan atas suku dan agama
 Pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan
masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
Dalam “Analisis dan Interprestasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed)
misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik berpotensi memicu sebuah
masalah, pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama. Hal ini
didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik.
Sebab, bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value)
dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk, banyak kita temukan
upaya masyarakatnya untuk membina kerukunan satu sama lain. Lahirnya lembaga-lembaga
kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah
Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-
bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat. Ke depan, guna memperkokoh kerukunan
hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang di uji kiranya perlu membangun
dialog horizontal dan dan dialog vertikal. Dialog horisontal adalah interaksi antar manusia yang
dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusa dan
pengakuan antar sifat dasar manusia yang indeterminis dan interpenden.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi
manusia berada pada kemanusiaya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda
mekanik, melainkan sebagai manusia yang berakal budi, yang kreatif, dan berbudi, yang
kreatif, yang berbudaya.

------------------------------

2019 Caharacter Building Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Islahulben, SE., MM http://www.undira.ac.id

Anda mungkin juga menyukai