Anda di halaman 1dari 28

RESUME MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

OLEH :

NAMA : ANDIKA WULANDARI LAHAY


STAMBUK : A 321 23 082
KELAS :C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
KOTA PALU
2023
1

A. Mata Air Keteladanan Dalam Pengamalan Ketuhanan


1. Berketuhanan
Kuatnya dimensi ketuhanan di dalam pemikiran the foundings
fathers dalam mendirikan negara berketuhanan tercermin dan
ditegaskan setelah disepakatinya rumusan dasar negara “Ketuhanan
Yang Maha Esa” dalam Pembukaan UUD 1945. Ketuhanan Yang Maha
Esa disepakati untuk ditempatkan sebagai sila pertama Pancasila.
Sebagai sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan nafas
sekaligus roh bagi keseluruhan sila-sila Pancasila.
Menurut Jimly Asshiddiqie (2011), sila pertama dan utama tersebut
menerangi keempat sila lainnya. Hazairin menuliskan, dari kelima sila
Pancasila, ada satu sila yang mempunyai posisi istimewa,yaitu sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena sila tersebut tertelak di luar ciptaan
akal-budi budi manusia. Hanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang
bukan merupakan hasil kebudayaan manusia. Oleh karena itu, sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan landasan yang paling kokoh bagi
Negara Republik Indonesia.
Nilai-nilai ketuhanan yang dijadikan dasar penyelenggaraan negara
tidak hanya berasal dari agama atau kepercayaan tertentu, melainkan
berdasarkan prinsip-prinsip ajaran agama dan kepercayaan yang
sifatnya universal. Semua agama dan kepercayaan di Indonesia sudah
barang tentu mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Itulah esensi dari nilai-
nilaI ketuhanan.
2. Berketuhanan Yang Welas Asih Dan Toleran
Nilai ketuhanan merupakan nilai tertinggi karena menyangkut nilai
yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini.
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan
nilai, kaidah dan hukum Tuhan. Berikutnya, dalam bacaan Pancasila
juga, prinsip ketuhanan diwujudkan dalam paham kemanusiaan yang
adil dan beradab sebagai watak kebangsaan Indonesia (Arief Hidayat,
2020).
2

Dorongan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa


menentukan kualitas dan derajat kemanusiaan seseorang di antara
sesama manusia sehingga perikehidupan bermasyarakat dan
bernegara dapat tumbuh sehat dalam struktur kehidupan yang adil
sehingga kualitas peradaban bangsa dapat berkembang secara
terhormat di antara bangsa-bangsa.
Nilai-nilai ketuhanan yang beresensikan kejujuran, etika, dan
keadilan seharusnya menjadi penyangga utama dalam semua aktifitas
ekonomi. Dalam aktifitas budaya, ilmu pengetahuan dan pola berfikir
yang membangun budaya haruslah lekat pada tuntunan Tuhan.
Penerimaan akan kebenaran-kebenaran Tuhan menuntun manusia
untuk memahami batasan-batasan diri yang tercermin dalam tingkah
lakunya yang disinari cahaya ilahiah.
Nilai ketuhanan menjadi titik temu, titik pijak, dan titik tuju agar
dalam setiap aktifitasnya, manusia Indonesia senantiasa berlaku baik
sebagaimana yang dikehendaki Tuhan sekaligus menjauhi larangan-
larangan Tuhan. Penting ditegaskan lagi, dalam bernegara, jangan
sekali-sekali berperilaku yang membuat Tuhan marah. Harus disadari,
semua pikiran, perkataan, dan perbuatan kita sebagai manusia,
sebagai khalifah Tuhan di dunia, pada waktunya akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Itulah makna terdalam
Indonesia negara berketuhanan (Ghunarsa Sujatnika, 2018).
Berdasarkan pemahaman di atas, Ketuhanan yang Maha Esa bukan
merupakan prinsip yang memasuki ruang akidah umat beragama,
melainkan suatu prinsip hidup bersama dalam suatu negara di tengah
masyarakat dengan keragaman agama dan keyakinan. The founding
fathers tidak memaknai sila Ketuhanan dalam makna yang terlalu
teologis dan filosofis. Ia tidak ditampilkan sebagai konsep Ilahiah
menurut klaim agama dan filsafat tertentu. Ketuhanan dimaknai dalam
konteks kehidupan praksis, suatu kehidupan yang dicirikan dengan
bagaimana nilai-nilai ketuhanan itu dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari, seperti bersikap adil terhadap sesama, berkata dan
3

bertindak jujur, dan menyambung silaturrahmi, sehingga perpecahan


antar sesama dapat dihindari. Dari nilai-nilai demikian itulah, negara
memperoleh fundamennya.
3. Berani Memperjuangkan Kebenaran Dan Keadilan
Keberanian adalah tindakan untuk memperjuangkan sesuatu yang
diyakini kebenarannya. Kata kunci keberanian adalah mantap, tegar,
hadapi, tekat, semangat, target, fokus, perjuangan, percaya diri, tak
gentar, tidak takut, dan pantang mundur (Wulandari, 2017).
Negara sebagai organisasi puncak mempunyai kewajiban untuk
menegakan keadilan dan kebenaran, lebih-lebih negara kita yang
mendasarkan pada keadilan sosial.Di samping itu negara/pemerintah
mempunyai pengaruh paling beasr atas kehidupan masyarakat sebagai
keseluruhan. Perjuangan negara untuk mewujudkan keadilan dan
kebenaran dapat kita lihat dalam berbagai bidang kehidupan baik
dalam kehidupan hukum, sosial, budaya, ekonomi, agama dan politik.
Negara/pemerintah selalu terlibat bila dalam masyarakat terjadi
tindakan ketidakadilan dan ketidakbenaran, lebih-lebih ketidakadilan
sosial karena akan berakibat kemiskinan yang menimpa satu kelas
atau golongan atau lapisan masyarakat yang kita kenal kemiskinan
struktural.
Selain negara masyarakatpun berkewajiban untuk
memperjuangkan keadilan dan kebenaran baik untuk kepentingan
masyarakat itu sendiri yang diperlakukan tidak adil dan tidak benar
maupun kepentingan masyarakat lain.
4. Berbuat Baik Dengan Amanah, Jujur, Dan Bersih
Ketuhanan welas asih dan toleran yang diletakkan di jalan yang
benar itu diharapkan bisa membangun suasana kejiwaan yang
mendorong para pemeluk agama untuk dapat berlomba-lomba berbuat
kebajikan; dengan menjalankan peran sosial secara bertanggung
jawab (amanah), jujur, dan bersih.
Sebaliknya, komitmen para pemeluk agama untuk menjalankan
peran sosial secara amanah, jujur, dan bersih dapat memperkokoh
4

semangat welas asih, toleransi keagamaan, serta keadilan dalam


masyarakat. Dengan kata lain, kebertuhanan pada akhirnya harus
ditunjukkan dalam perbuatan. Bukan sekadar dalam pengakuan
bertuhan saja. Bagaimana kita memperlakukan sesama manusia dan
alam, itulah yang pada akhirnya akan menunjukkan kebertuhanan
kita.
Demikianlah, orang dengan pandangan hidup berketuhanan adalah
orang yang memandang jabatan sebagai amanah yang harus
dijunjung tinggi dan menjauhkan diri dari perbuatan yang akan
merendahkan diri di hadapan Tuhan dan manusia lainnya. Karena
peran sosial adalah amanah, maka menjauhkan diri dari tindakan yang
tidak bersih adalah wujud dari memegang amanah ini.
 Pesan Moral :
Sikap positif terhadap Sila Pertama Pancasila membantu
membangun kerukunan antaragama, harmoni sosial, dan spiritualitas
yang mendalam dalam masyarakat. Hal ini penting dalam menjaga
keseimbangan antara nilai-nilai keagamaan dan kepentingan bersama
dalam bingkai negara yang demokratis dan berkeadilan.
B. Mata Air Keteladanan Dalam Pengamalan Kemanusian
1. Memperjuangkan Kemerdekaan Dan Kedaulatan Bangsa Di
Pentas Dunia
Bela negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat
perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme
seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara
dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut.
Secara fisik, hal ini dapat diartikan sebagai usaha pertahanan
menghadapi serangan fisik atau agresi dari pihak yang mengancam
keberadaan negara tersebut, sedangkan secara non-fisik konsep ini
diartikan sebagai upaya untuk ikut serta berperan aktif dalam
memajukan bangsa dan negara, baik melalui pendidikan, moral, sosial
maupun peningkatan kesejahteraan orang-orang yang menyusun
bangsa tersebut (Hasbullah Alimuddin Hakim, 2020)
5

Di Indonesia, bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara


yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara
yang seutuhnya.
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara dan syarat-syarat tentang bela negara telah diatur
dengan undang-undang. Kesadaran bela negara itu hakikatnya
kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela
negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus,
hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga
negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh
bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang
terbaik bagi bangsa dan negara.
Unsur-unsur dasar/nilai-nilai Bela Negara: memiliki sikap Cinta
Tanah Air, memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara, memiliki
Keyakinan akan Pancasila sebagai ideologi negara, memiliki kesediaan
rela berkorban untuk bangsa dan negara dan memiliki kemampuan
awal bela negara. Contoh-contoh nyata sikap dan perbuatan Bela
Negara: melestarikan budaya nusantara, belajar dengan rajin bagi
para pelajar, taat akan hukum dan aturan-aturan negara dan
mencintai produk-produk dalam negeri.
2. Memperjuangkan Kemerdekaan Dan Perdamaian Dunia
Sebagai negara yang sangat beragam, Indonesia memiliki
banyak potensi dan peran penting dalam mempromosikan
perdamaian di dunia(Gunawan Santoso, Salsabilla, et al., 2023).
Seiring dengan meningkatnya perhatian global atas upaya
perdamaian dunia, maka partisipasi Indonesia dalam organisasi
internasional untuk perdamaian dunia menjadi semakin penting.
Pemerintah Indonesia telah aktif dalam berbagai forum internasional
yang berkaitan dengan perdamaian dunia, seperti PBB, ASEAN,
6

dan International Peacekeeping Force(Asbari et al., 2023).


Pancasila, sebagai dasar negara, memberikan norma-norma
yang mengatur. Prinsip-prinsip yang melekat pada Pancasila
merupakan cita-cita dan perwujudan dari kehidupan masyarakat
Indonesia. Kelima sila tersebut mengekspresikan keyakinan dan dasar-
dasar yang fundamental dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, politik luar negeri
Indonesia tidak bisa lepas dari konsep hidup Pancasila
(Muhammad Adham Pradhana, 2023).
Sementara itu, alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 menegaskan
dasar-dasar fundamental negara Indonesia dalam konteks nasional
dan internasional dengan menyebutkan cita-cita yang ingin
dicapai oleh Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.Tujuan yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut
menjadi landasan politik luar negeri Indonesia, khususnya dalam
menegakkan ketertiban dunia dengan ikut serta secara aktif di
kancah internasional.
Konstitusi Republik Indonesia menekankan bahwa setiap orang
memiliki hak untuk hidup damai dan sejahtera, serta kebebasan
berserikat dan berkumpul. Pasal 33 ayat 1 dan 2 menggarisbawahi
bahwa perekonomian Indonesia dibangun berdasarkan prinsip-
prinsip keadilan sosial dan perekonomian nasional yang berdasar
atas gotong royong.Sebagai negara anggota PBB, Indonesia
dituntut untuk terus aktif mempromosikan perdamaian dunia dan
meningkatkan perannya sebagai mediator dan fasilitator dalam
menyelesaikan krisis internasional.
3. Memuliakan Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia sebagai hak dasar yang dimiliki setiap manusia
memiliki eksistensi yang melekat pada kodrat manusia semenjak
7

dilahirkan. Hal ini menandakan bahwa ia adalah pertama, “manusia


seutuhnya” yang berarti ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dilengkapi
dengan seperangkat hak kodrati sehingga tidak boleh diabaikan oleh
siapapun. HAM dimiliki manusia semata-mata karena ia adalah
manusia, bukan karena diberikan oleh negara ataupun manusia
lainnya. Kedua, manusia yang dimaksud adalah “semua manusia”,
bukan manusia dengan golongan atau kelompok-kelompok tertentu,
sehingga “semua manusia” karena hak kodrati yang dimilikinya
tersebut memiliki martabat yang tinggi dengan keberadaannya yang
diakui, dijunjung tinggi dan dihormati oleh “semua manusia” di dunia.
HAM dibutuhkan manusia untuk melindungi diri dari martabat
kemanusiaannya, dan sebagai landasan moral dalam berbuat dan
bertingkah laku dengan sesama manusia lainnya. Jika setiap manusia
dalam mengaplikasikan HAM nya juga harus menghargai HAM orang
lain dan tidak dapat dilaksanakan sesuai kehendak sendiri. Sehingga
dalam hal ini semakin disadari bahwa dalam setiap hak terdapat
kewajiban yang melekat padanya. Itulah sebabnya dalam penerapan
HAM, negara, hukum, pemerintah dan manusia lainnya berkewajiban
untuk memperhatikan, menghormati dan menghargai hak asasi dan
kewajiban asasi (Gunakaya, 2017).
Dalam sejarah penyelenggaraan HAM di Indonesia, bangsa
Indonesia sudah lama memperbincangkan mengenai HAM sebelum
kemerdekaan Indonesia dalam memperjuangkan harkat dan martabat
manusia menjadi lebih baik melalui sejumlah pemikiran. Percikan
pemikiran tersebut datang dari surat-surat yang dikarang oleh R.A
Kartini dengan judul “Habis gelap terbitlah terang”, karangan-
karangan politik yang ditulis oleh Agus Salim, Douwes Dekker, H.O.S.
Cokroaminoto, Soewardi Soeryaningrat, selanjutnya juga ada petisi
yang dibuat oleh Sutardjo di Volksraad ataupun pledoi yang dibuat
oleh Soekarno dengan judul “Indonesia Menggugat” dan Moh. Hatta
dengan judul “Indonesia Merdeka” yang saat itu dibacakan di depan
pengadilan Hindia Belanda. Percikan-percikan pemikiran tersebut
8

menjadi perdebatan di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan


Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) saat itu.
4. Menegakkan Keadilan Sebagai Perlindungan HAM
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 1 ayat (2)
bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar. Jelaslah bahwa negara Indonesia ialah suatu
negara yang berdasarkan atas Undang-Undang Dasar yang mengatur
segala sendi- sendi kehidupan dengan peraturan- peraturan yang
bermula dari kedaulatan rakyat yang didelegasikan kepada negara
yang bermuara demi kedaulatan rakyat itu sendiri. Karena walaupun
sebenarnya perangkat-perangkat yang ada dirasa sudah cukup
memadai, tetapi dalam realitanya hukum masih belum menunjukkan
keadaan seperti yang diharapkan.
Hampir setiap negara ada permasalahan dalam usaha untuk
menegakkan HAM, tidak terkecuali di Indonesia.Bangsa Indonesia
akhir-akhir ini menjadi sorotan negara-negara di dunia berkaitan
dengan penegakan HAM.Masalah penegakan HAM selalu beriringan
dengan masalah penegakan hukum, dimana hal ini menjadi salah satu
hal krusial yang paling sering dikeluhkan oleh warga masyarakat pada
saat ini. Yaitu lemahnya penegakan hukum.
Masyarakat terkesan apatis melihat hampir semua kasus hukum
dalam skala besar dan menghebohkan, baik yang berhubungan
dengan tindak kriminal, kejahatan ekonomi, apalagi pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM), belum ada yang diselesaikan dengan tuntas dan
memuaskan. Masyarakat berharap, bahwa demi kebenaran, maka
hukum harus senantiasa ditegakkan.
Melihat kondisi penegakan hukum yang ada, kebanyakan orang
menyaksikan betapa banyak kasus-kasus hukum yang belum
terselesaikan secara tuntas. Seperti yang sering terdengar, ketika
proses pengadilan sedang berlangsung, upaya naik banding berlarut-
larut, muncul isu mafia peradilan dan tuduhan suap yang dapat
membebaskan terdakwa dari jerat hukum dan sebagainya. Selalu
9

muncul alasan klise dari pengadil, yaitu telah diputus sesuai dengan
prosedur hukum yang berlaku, sehingga secara yuridis formal tidak
salah. Bahwa perbedaan antara pengadilan dan instansi-instansi lain
ialah, bahwa pengadilan dalam melakukan tugasnya sehari-hari selalu
secara positif dan aktif memperhatikan dan melaksanakan macam-
macam peraturan hukum yang berlaku di suatu negara.
Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia telah ada sejak di
sahkannya Pancasila sebagai dasar pedoman negara Indonesia,
meskipun secara tersirat.Baik yang menyangkut mengenai hubungan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun hubungan manusia
dengan manusia. Hal ini terkandung dalam nilai-nilai yang terkandung
dalam sila-sila yang terdapat pada pancasila.Dalam Undang- Undang
No. 39 tahun 1999 tentang Hah Asasi Manusia, pengaturan mengenai
Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada deklarasi Hak
Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap wanita, konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak-
hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur
mengenai Hak Asasi Manusia. Materi Undang-Undang ini tentu saja
harus disesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat dan
pembangunan hukum nasional yang berdasarkan pancasila dan
Undang- Undang Dasar 1945.
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut tercermin
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai
keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan
persamaan kedudukan warga negara dalam hokum dan pemerintahan,
hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat
sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh
pendidikan dan pengajaran.
10

 Pesan Moral
Keberagaman yang seharusnya menjadi kekayaan, kekuatan kita
sebagai bangsa, kerap diuji dengan intoleransi, pemaksaan kehendak,
dan permasalahan lainnya, dimana ini merupakan tugas dan tanggung
jawab kita bersama untuk menjawabnya dengan satu tekad bahwa
bangsa ini harus bersatu dan saling menghargai pluralisme di dalam
berbangsa dan bernegara, untuk kemudian bergerak bersama didalam
mencapai tujuan nasional dan terus berperan aktif dalam upaya
mewujudkan penghormatan, pelindungan, pemajuan, penegakan dan
pemenuhan hak asasi manusia.
C. Mata Air Keteladanan Dalam Pengamalan Persatuan
1. Menujukkan Rasa Memiliki Dan Mencintai Tanah Air
Cinta tanah air relevan dengan era demokrasi karena menekankan
pada hak setiap orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan
bernegara. Cinta tanah air menjadi suatu kewajiban untuk mencintai
negara tanpa syarat (unconditional). Hal ini menunjukkan bahwa cinta
tanah air merupakan kewajiban yang didukung dengan adanya
sistem demokrasi, sehingga memungkinkan seseorang untuk
menentukan pilihannya sendiri dalam melaksanakan kewajiban
demokratisnya.
Cinta tanah air di Indonesia cenderung mengarah pada tindakan
bela negara. Pemerintah Indonesia mengakui eksistensi orang-orang
Indonesia yang berkarya di luar negeri atau diaspora. Diaspora diakui
dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan negara Indonesia
(Alunaza, 2017). Cinta tanah air Indonesia tidak hanya terikat oleh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi orang-orang asli
Indonesia yang berada di luar negeri juga dapat mengungkapkan rasa
cinta tanah air tersebut. Sejarah bangsa Indonesia telah menunjukkan
pentingnya cinta tanah air dan bela negara, sehingga pemerintah
secara turun-temurun telah membuat kebijakan terkait cinta tanah air.
Presiden Soekarno mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk “berdiri
11

di atas kaki sendiri” dengan slogan “berdikari” agar rakyat mencintai


tanah air secara total dan tidak bergantung pada negara lain. Gerakan
Cinta Tanah Air (Genta) terjadi pada orde baru, yaitu ketika krisis
moneter tahun 1997-1998. Cinta tanah air sampai sekarang terus
digemakan, terlebih pada hal-hal yang berkaitan dengan cinta
terhadap produk dalam negeri. Pokok bahasan cinta tanah air dan bela
negara telah termuat dalam kurikulum pendidikan, khususnya melalui
mata pelajaran dan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
(Wijayanto & Marzuki, 2018).
2. Menjalin Persatuan Dalam Keragaman
Keberagaman merupakan suatu fakta sosial yang tidak dapat
dipungkiri. Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk memiliki
keberagaman dari tingkatan sosial, ekonomi, agama, ras, budaya,
sistem politik, dan keberagaman lainnya. Setiap kelompok yang
beragam tentu memiliki pemahaman masing-masing dengan
memegang teguh ideologi yang dibawa sejak lahir. Untuk menjalin
persatuan atas keberagaman tersebut, maka mereka perlu adanya
harmonisasi keberagaman dengan memunculkan rasa tanggung jawab
kepada diri masing-masing, yaitu menjadi masyarakat yang
berideologi multikulturalisme.
Masyarakat multicultural merupakan masyarakat yang telah
mampu beradaptasi dan menerima keberagaman yang ada di dalam
masyarakatnya, serta menghargai atau toleransi dalam keberagaman
tersebut. Ketika mereka saling menghargai, maka akan terjadi
kesepakatan bersama sehingga mencapai keharmonisan, mencegah
terjadinya konflik, dan menjadi satu kesatuan yang utuh serta
langgeng. Pettalongi menyatakan, bahwa pemahaman nilai-nilai
multicultural seharusnya dimulai dari keluarga, sekolah, dan
masyarakat diharapkan mampu mencegah terjadinya gesekan-
gesekan antar pribadi maupun antarkelompok sosial yang
dapat mengarah kepada konflik social (Pettalongi, 2013).
Persatuan dibangsa Indonesia memang sering mengalami
12

pasang surut dalam membangun kerukunan, sepanjang sejarah


bangsa ini banyak sekali pertikaian antar etnis, agama maupun
kelompok dan golongan yang memakan korban jiwa dan materi yang
banyak.Maka itu kesatuan dan persatuan suatu patut diperjuangkan
dengan gigih mengingat keadaan masyarakat Indonesia memiliki
latar belakang dan tingkat kepelbagaian yang sangat tinggi
berdasarkan strata ekonomi, budaya, sosial, dan sebagainya.
Kelompok-kelompok sosial di Indonesia, baik berdasarkan tempat
tinggal, suku, kepentingan, dan yang lainnya, sering terlibat konflik
horizontal (Christian Siregar, 2014). Oleh karena itu seluruh lapisan
masyarakat hendaknya mampu mewujudkan cita-cita integralistik
bangsa Indonesia. Seperti kejadian daerah yang sering berkonflik
disebabkan ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik ternyata
mendapat menimbulkan konflik kekerasan dan mendorong
munculnya kelompokidentitas lokal, baik dalam bentuk kelompok
bersenjata maupun kelompok ideologi untuk keluar dari negara
kesatuan ini. Hal inilah yang mendasari pentingnya persatuan dan
kesatuan bangsa bagi masyarakatnya.
Semangat persatuan dan kesatuan dalam segala lapisan
masyarakat membawa garda paling depan bagi semua pemeluk agama
untuk menjaga stabilitas kehidupan kebangsaan. Sehingga
kemajemukan merupakan nilai kehidupan berbangsa bagi kesatuan
dan persatuan bangsa yang membawa kepada kebersamaan tidak
luntur ketika menghadapi gesekan kecil. Persatuan dapat dinyatakan
melalui budaya majemuk ini sebagai perjuangan Indonesia dalam
membebaskan diri dari sisi terorisme, maupun dari faham anti
ideologis Pancasila serta menjadi langkah gerakan kolektif demi
mewujudkan Negara yang maju dan berkembang.
Sebab mempersatukan bangsa Indonesia bukanlah kesamaan
identitas persamaan dalam segala hal sebagai suatu kelompok,
melainkan kesamaan dalam perasaan senasib, sebangsa dan setanah
air yang pada akhirnya menumbuhkan tekad, semangat dan cinta
13

terhadap negara, membawa bangsa Indonesia untuk bersatu. Oleh


karena itu persatuan dan kesatuan yang menjadi bagian penting
masyarakat multikultural dan harus menjadi ciri khas negara
Indonesia yang memiliki label bahwa persatuan” sebagai ciri negara
Indonesia.
3. Mengembangkan Gotong Royong Dan Kekeluargaan
Gotong royong adalah bentuk kerja-sama kelompok masyarakat
untuk mencapai suatu hasil positif dari tujuan yang ingin dicapai
secara mufakat dan musyawarah bersama. Gotong-royong muncul
atas dorongan keinsyafan, kesadaran dan semangat untuk
mengerjakan serta menanggung akibat dari suatu karya, terutama
yang benar-benar, secara bersama-sama, serentak dan beramai-
ramai, tanpa memikirkan dan mengutamakan keuntungan bagi dirinya
sendiri, melainkan selalu untuk kebahagian bersama, seperti
terkandung dalam istilah “Gotong” (Tadjuddin Noer Effendi, 2013).
Gotong-royong adalah amal dari semua untuk kepentingan semua
atau jerih payah dari semua untuk kebahagian bersama. Dalam azas
gotong-royong sudah tersimpul kesadaran bekerja rohaniah maupun
kerja jasmaniah dalam usaha atau karya bersama yang mengandung
didalamnya keinsyafan, kesadaran dan sikap jiwa untuk menempatkan
serta menghormati kerja sebagai kelengkapan dan perhiasan
kehidupan (Tadjuddin Noer Effendi, 2013).
Dengan berkembangnya tata-tata kehidupan dan penghidupan
Indonesia menurut zaman, gotong-royong yang pada dasarnya adalah
suatu azas tata-kehidupan dan penghidupan Indonesia asli dalam
lingkungan masyarakat yang serba sederhana mekar menjadi
Pancasila. Prinsip gotong royong melekat subtansi nilai-nilai
ketuhanan, musyawarah dan mufakat, kekeluargaan, keadilan dan
toleransi (peri kemanusiaan) yang merupakan basis pandangan hidup
atau sebagai landasan filsafat Bangsa Indonesia.
Ada banyak institusi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk
memperkuat budaya gotong royong, seperti lembaga Rukun Tetangga
14

(RT), Rukun Warga (RW), Dukuh, Desa, rembug desa, hingga Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga Lembaga lokal lainnya.
Melalui institusi-institusi local itulah modal sosial nilai-nilai gotong
royong dapat tumbuh dan berkembang menjadi enerji sosia gerakan
dalam memperkuat kohesi sosial. Selain intitusi formal lokal itu,
institusi informal juga dapat dijadikan untuk memperkuat budaya
gotong royong yang sudah eksis dalam komunitas lokal.
4. Mengutamakan Kepentingan Umum Dengan Rela Berkorban
Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat majemuk, baik
etnis, suku bangsa, budaya, bahasa, agama, dan lain-lain. Keragaman
dan keberagamaan yang ada dipersatukan oleh Pancasila sebagai jati
diri bangsa. Dengan Pancasila sebagai dasar negara, keragaman dan
keberagamaan menjadi karunia bagi bangsa ini. Pancasila menjadi
warisan berharga nenek moyang kita yang berperadaban tinggi. Nenek
moyang kita telah membuktikan keampuhan Pancasila dalam
mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam keragaman dan
keberagamaan. Pancasila telah terbukti menjadi faktor pemersatu di
tengah keragaman dan keberagamaan yang ada (Hernawati, 2019).
Di tengah gempuran globalisasi yang begitu dahsyat dan tantangan
kehidupan yang semakin kompleks, nilai-nilai luhur Pancasila menjadi
sangat penting untuk dapat dipraktikkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena nilai-nilai luhur
Pancasila selalu selaras dan tak lekang oleh waktu; sejak masa lalu,
kini dan hingga masa depan. Salah satu nya adalah mengedepankan
kepentingan umum. Ukuran mengedepankan kepentingan umum
berkaitan erat dengan kemaslahatan bersama dan nilai kemanusiaan.
Sehingga jika hal itu berkenaan dengan kebaikan bersama demi
mewujudkan cita-cita bersesama yang lebih besar, tentu ini
merupakan bentuk penempatan kepentingan umum. Kemerdekaan
Indonesia menjadi bukti nyata ketulusan para pendiri bangsa
mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan
kelompok. Ketulusan para pendiri bangsa tersebut menjadi sumber
15

inspirasi dan teladan berharga bagi seluruh anak bangsa.


Mengedepankan kepentingan umum merupakan penjabaran dari
pelaksanaan nilai-nilai luhur Pancasila, yang termaktub dalam butir-
butir Pancasila sebagai pedoman bagi semua komponen anak bangsa.
Untuk kebaikan bersama dan demi mewujudkan cita-cita bersesama
yang lebih besar, penempatan kepentingan umum hendaknya dapat
memberikan manfaat dan kebahagiaan secara luas kepada
masyarakat, bangsa dan negara.
 Pesan Moral
Butir-butir pengamalan Pancasila mencerminkan landasan moral
dan etika bagi kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Dengan
memahami dan menerapkan nilai-nilai ini, kita dapat membangun
masyarakat yang lebih adil, beradab, dan bersatu demi masa depan
yang lebih baik.
D. Mata Air Kedeladanan Dalam Pengamalan Kerakyatan
1. Menjunjung Daulat Rakyat
Teori kedaulatan rakyat ini di pelopori oleh Jean Jacques Rousseau,
yang mengemukakan teori bahwasanya kedaulatan atau kekuasaan
tertinggi berada ditangan rakyat. Raja atau kepala negara itu hanya
merupakan pelaksana dari apa yang telah diputuskan atau dikekendaki
oleh rakyat. Teori kedaulatan rakyat ini antara lain juga diikuti oleh
Immanuel Kant yang mengatakan bahwa tujuan negara itu adalah
untuk menegakan hukum dan menjamin kebebasan dari pada warga
negaranya. Pengertian kebebasan disini adalah kebebasan dalam
batas-batas perundangan-undangan, sedangkan undang- undang
disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri. Dengan
demikian undang-undang merupakan penjelmaan daripada kemauan
atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili kekuasaan
tertinggi atau kedaulatan (Jimly Asshiddiqie, 2011).
Kedaulatan bagi sebuah negara adalah sangat penting sekali.
Negara yang sudah merdeka berarti itu sudah memiliki kedaulatan,
oleh karena kemerdekaan adalah hak setiap bangsa di dunia dan
16

merupakan hak asazi setiap manusia di dunia. Bangsa Indonesia


mengutuk dan anti penjajahan seperti yang ditegaskan dalam
Pembukaan UUD 1945 pada alinea pertama.
Kedaulatan rakyat mengandung arti, bahwa yang terbaik dalam
masyarakat ialah yang dianggap baik oleh semua orang yang
merupakan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri adalah kekuasaan
yang tertinggi untuk membuat undang- undang dan melaksanakannya
dengan semua cara yang tersedia. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat
membawa konsekuensi, bahwa rakyat sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Andi Andri,
2017).
Bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang bisa menentukan nasib
bangsanya sendiri (otonom), tanpa intervensi negara mana pun.
Indonesia melalui konstitusi yang sudah ada sejak awal kemerdekaan
hingga sekarang, selalu membicarakan kedaulatan, baik kedaulatan
rakyat, kedaulatan hukum, maupun kedaulatan negara.
Integrasi bangsa untuk menuju ke arah kemerdekaan bukan
merupakan hasil rekayasa dan bantuan serta rasa ‘iba’ dari penajajah,
namun merupakan bentuk perjuangan yang menganggap
kemerdekaan dan kebebasan rakyat dan bangsa adalah hak paling
esensial dan fundamental bagi umat manusia. Posisinya sederajat
dengan nilai-nilai universal lainnya seperti kemanusian (humanisme)
dan keadilan (Turita Indah Setyan, 2009). Hak tersebut juga berlaku
bagi bangsa Indonesia, namun karena sering dilanggar bangsa lain,
bangsa Indonesia harus berjuang keras mewujudkan hak tersebut.
Keberhasilan mewujudkan hak kebebasan dan kemerdekaan
ditandai oleh pernyataan kemerdekaan. Karena misi utama perjuangan
kemerdekaan adalah bagaimana merealisasikan nilai-nilai kebebasan
bagi rakyat dan bangsa, maka negara yang telah diperjuangkan itu
seharusnya berkomitmen mewujudkan nilai-nilai tersebut. Karena itu,
mengutip alinea kedua Pembukaan UUD 1945: “... negara Indonesia
yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur” harus dijaga dan
17

dilestarikan terus menerus.


Sudah menjadi kewajiban negara Indonesia yang merdeka pada 17
Agustus 1945 untuk selalu menjaga kemerdekaan dan kebebasannya.
Kemerdekaan memiliki makna bila bangsa ini mandiri dan menentukan
sikap dalam mengejar tujuan-tujuan negara. Kemandirian bangsa atau
‘berdaulat’ sebagai terjemahan makna kemerdekaan, adalah pesan
penting yang harus selalu ditanamkan dan ditegakkan, khususnya
dalam percaturan bangsa-bangsa di dunia.
2. Memuliakan Permusyawaratan Perwakilan
Musyawarah diindonesia terdapat dalam pancasila terdapat pada
sila keempat. Sila kempt ini mempunyai makna bahwa kekuasaan
berada ditangan rakyat, dan dalam melaksanakan kekuasaannya,
rakyat menjalankan sistem perwakilan (rakyat memilih wakil-wakilnya
melalui pemilihan umum) dan keputusan-keputusan yang diambil
dilakukan dengan jalan musyawarah yang dikendalikan dengan
pemikiran yang sehat, jernih, logis serta penuh tanggung jawab baik
kepada Tuhan maupun rakyat yang diwakilinya.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan tidak lain adalah demokrasi. Demokrasi
dalam arti umum yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk
rakyat. Dalam pengambilan keputusan harus dengan etikat baik dan
penuh tanggung jawab harus menghormati dan mentaati setiap hasil
keputusan yang telah disepakati bersama (Soegito, 2005:78).
Sila keempat sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (mufakat atau
demokrasi) dalam Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa
bangsa Indonesia akan terus memelihara dan mengembangkan
semangat bermusyawarah untuk mencapai mufakat dalam perwakilan.
Bangsa Indonesia akan tetap memelihara dan mengembangkan
kehidupan demokrasi. Bangsa Indonesia akan memelihara serta
mengembangkan kearifan dan kebijaksanaan dalam bermusyawarah.
Penjabaran lebih lanjut juga dijelaskan dalam Pasal 1, 2, 3, 5, 20, 22E,
18

28, 37 UUD 1945 (Aplonia Leki, 2016).


Sila keempat ini merupakan sendi yang penting dari asas
kekeluargaan masyarakat kita. Sila keempat ini juga merupakan suatu
asas, bahwa tata pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas
kedaulatan rakyat. Apabila musyawarah, mufakat dan gotong royong
berjalan dengan baik, akan terwujudlah kedaulatan rakyat.
3. Memimpin Dengan Hikmat Kebijaksanaan
Hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan berarti bahwa
tindakan bersama diambil sesudah keputusan bersama. “sebagai cara
menjunjung daulat rakyat dengan melibatkan peran serta rakyat
dalam pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. frasa
“hikmat kebijaksanaan” mengandung makna penggunaan pikiran
sehat yang mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa,
mementingkan kepentingan rakyat, jujur, dan bertanggung jawab.
(Latif, 2017:365).
Pemimpin demokrasi yang sesungguhnya adalah sila keempat
pancasila yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sila tersebut
mengilustrasikan masyarakat madani atau civil society yang
mengisyaratkan identitas sesama, setidaknya melalui persetujuan
tidak langsung tentang garis-garis besar batas-batas pranata politik.
Dengan kata lain, kewarganegaraan dengan hak dan tanggung
jawabnya adalah bagian utuh dari pengertian civil society. Kewargaan
menurutnya, memberi landasan masyarakat madani. Masyarakat
yang sadar akan kekayaan yang tertuang dalam kemajemukan.
Pluralism sosial, budaya, ekonomi, agama, dan sebagainya bagaikan
energi yang sangat kuat dan sangat berharga untuk membangkitkan
nilai sesungguhnya dari demokrasi (Didik Darmadi, 2022).
Pernyataan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan adalah
pemimpin yang berakal sehat, rasional, cerdas, terampil, berhati-
nurani, arif, bijaksana, jujur, adil, dan seterusnya. Jadi, pemimpin
yang hikmat-kebijaksanaan itu mengarah pada pemimpin yang
19

profesional (hikmat) melalui tatanan dan tuntunan


permusyawaratan/perwakilan. Tegasnya, sila keempat merupakan
system demokrasi-perwakilan yang dipimpin oleh orang-orang yang
profesional-berintergritas melalui sistem musyawarah (government by
discussion) (Yusdiyanto, 2016).
Pendiri bangsa juga merumuskan dengan akurat dan memunculkan
demokrasi Indonesia dengan kekhasannya. Bukan tokoh atau suara
mayoritas yang ditonjolkan tetapi “hikmat kebijaksanaan” dijadikan
penentu keberhasilan dalam demokrasi Indonesia. Pendiri negara telah
menemukan kearifan lokal yang mendalam dalam menentukan kriteria
kepemimpinan dan pemimpin bangsa. Sehingga pribadi tanpa hikmat
kebijaksanaan tidaklah layak untuk memimpin dan memimpin tanpa
hikmat kebijaksanaan tidak akan jauh dari kubang kesesatan.
Terdapat dua cara untuk memperoleh “hikmat kebijaksanaan”.
Pertama adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan kedua adalah
pengalaman langsung dalam menghadapi berbagai macam
permasalahan. Kedua cara tersebut telah terangkum dalam rumusan
sila keempat dari Pancasila. “Permusyawaratan perwakilan” dapat
memberikan kita pengalaman yang langsung dapat menghasilkan
“hikmat kebijaksanaan”. Jadi “hikmat kebijaksanaan” merupakan daya
pimpin yang dapat mewujudkan “kerakyatan” (Valina Singka Subekti,
2015).
4. Menunaikan Pertanggungjawaban Publik
Negara yang menganut sistem demokrasi Pancasila, perumusan
kebijakannya harus berprinsip pada nilai-nilai keadilan dan rasa
kemanusiaan serta kesejahteraan umum dari seluruh warga negara.
Nilai Pancasila tidak hanya sekedar ruh tapi dalam implementasi
kebijakan lebih berpihak pada rakyat dan bukannya pada kepentingan
tertentu. Rasa keadilan dan tanggungjawab negara haruslah hadir
untuk kepentingan warga negara.
Sila ke-empat mengharuskan negara untuk menjamin bahwa
rakyat dalam menjalankan kedaulatannya benar-benar secara
20

demokratis dan tanpa diskriminasi melalui wakil-wakilnya. Negara


wajib menampung dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan dari
seluruh rakyat yang memiliki kedaulatan tersebut. Pemimpin harus
memiliki akal yang sehat, rasional, berhati nurani, arif dan bijaksana,
jujur serta adil sehingga dapat menjadi pemimpin yang mumpuni dan
berintegritas melalui bentuk dan arahan permusyawaratan/perwakilan.
Sila ke-empat ini mengamanatkan bahwa dalam mengatasi tiap-
tiap permasalahan sebaiknya dengan mengutamakan musyawarah
mufakat sebagai prinsip dari demokrasi, khususnya dalam konteks
pengambilan keputusan negara yang diwakili oleh perwakilan rakyat
yaitu oleh lembaga DPR dan DPD. Lembaga perwakilan rakyat dalam
mengambil kebijakan perlu mendahulukan kepentingan rakyat di atas
kepentingan pribadi. Jangan sampai pemimpin hanya mengutamakan
kepentingan kelompok/pribadinya saja (Pinilih & Hikmah, 2018).
 Pesan Moral
Setiap hal yang dilakukan berdasarkan musyawarah harus diterima
dengan bijak. Sikap dan perilaku bijak dalam bermusyawarah
menggambarkan bahwa individu tersebut mengutamakan kepentingan
bersama. Maka dari itu kita sebagai warga negara perlu
mengimplementasikan sikap yang mencerminkan sila ke 4 salah
satunya yaitu musyawarah.
E. Mata Air Keteladanan Dalam Pengamalan Keadilan
1. Memajukan Kesejahteraan Umum
Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan
negara yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945, karena itu
dilakukan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spiritual. Untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah
melakukan pembangunan disegala bidang, terutama dalam bidang
ekonomi yang mana merupakan titik berat dari pembangunan
nasional, yang para pelakunya meliputi pemerintah maupun
masyarakat sebagai orang-perseorangan dan badan hokum (Suhardin,
21

2017).
Kesejahteraan seluruh penduduk Indonesia dapat dicapai melalui
penerapan tata kelola yang efektif dan memajukan pertumbuhan
secara menyeluruh, tentunya didukung oleh sumber daya keuangan
yang memadai. Memajukan kesejahteraan umum sudah menjadi
tujuan utama bagi setiap negara, termasuk di negara Indonesia
sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pada alenia ke empat
terdapat dua dari empat tujuan negara yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum (UUD 1945). Adapun tujuan negara
tersebut mengandung arti dan mengamanatkan bahwa negara
berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan setiap warga negaranya
melalui sistem pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik
yang baik.
2. Menyelenggarakan Jaminan Layanan Sosial
Jaminan sosial penting bagi masyarakat karena setiap individu
memiliki resiko mengalami kerentanan sosial. Resiko sosial misalnya
sakit, kecelakaan, kematian, pemutusan hubungan kerja, dan lainnya
dapat dialami oleh semua masyarakat baik kaya maupun miskin.
Dengan demikian adanya jaminan sosial merupakan harapan bagi
masyarakat (Ahmad Nizar Shihab, 2018).
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyebutkan bahwa cita-cita luhur bangsa adalah
menjamin kesejahteraan rakyatnya. Pancasila mengamanatkan
kesejahteraan bagi masayarakat dalam sila kelima yaitu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Batang tubuh Undang-Undang
Dasar 1945 juga memiliki beberapa pasal yang menjadi landasan
diperlukannya undang-undang yang mengatur tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 28 H ayat (1) secara langsung
mengatakan bahwa jaminan sosial menjadi hak setiap manusia. Pada
pasal 34 ayat (1) kembali disebutkan landasan konstitusional
22

diperlukannya sistem jaminan sosial.


Batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 28 Ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) memberikan
jaminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Pada tahun 2004
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial nasional (SJSN). UU SJSN memberikan jaminan sosial
yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Mencerdasakan Kehidupan Bangsa
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 memuat amanat kemerdekaan
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia dengan tujuan
antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa dalam Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasar Pancasila.
Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah proses terencana dan
terpadu dalam berbagai bidang kehidupan untuk membangun dan
mengembangkan peri kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk
agar terus bertumbuh sebagai bangsa yang bersatu, yang terdiri atas
pribadidan masyarakat yang mampu berpikir nalar dan berilmu
pengetahuan, memiliki karakter, disiplin sosial dan budaya positif serta
kokoh yang didukung oleh nilai nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak
mulia,serta berjiwa kejuangan patriotik yang menghayati semangat
bhinneka tunggal ika, berjiwa Pancasila, menjunjung Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan UUD NRI Tahun 1945 (Bambang Hermanto,
2020). Kecerdasan demikian itulah yang akan menjadi kekuatan dasar
bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa dan negara yang maju, adil
dan makmur. Namun. keadaan dunia pendidikan Indonesia secara
umum masih sangat memprihatinkan sehingga diperlukan kebijakan
dan langkah langkah segera, mendasar dan terpadu untuk
memperbaikinya.
Frasa ‘Mencerdaskan Kehidupan Bangsa’ yang terdapat dalam
Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 yang lengkapnya berbunyi “…
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia, dan
23

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,


dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial…”. Dari frasa
yang termaktub dalam Pembukaan tersebut jelas menunjukkan bahwa
‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ itu adalah tugas, kewajiban, dan
tanggung jawab Negara untuk mewujudkannya. Bangsa yang cerdas
dalam menjalani hidup dan kehidupannya merupakan suatu karakter
atau watak bangsa Indonesia.
Karater bangsa yang cerdas adalah bangsa yang berbudaya. Kalau
merujuk pada esensi dari pendidikan yang tertuang dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pendidikan itu
pada dasarnya merupakan proses pembudayaan. Artinya, suatu proses
yang bertujuan untuk membangun karakter, identitas, dan budaya
suatu bangsa.
4. Pembangunan Berkelanjutan Untuk Keadilan Dan
Perdamaian
Kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pejuang dan pendiri
bangsa tentu tidak semata-mata hanya untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk seluruh rakyat Indonesia serta untuk generasi-
generasi selanjutnya di masa depan. Begitupun dengan keadilan dan
kesejahteraan. Keadilan dan kesejahteraan di sini harus bersifat
berkelanjutan sehingga generasi-generasi selanjutnya juga
merasakan. Keadilan yang seperti ini dalam istilah Yudi Latif disebut
sebagai keadilan antar generasi (Said Riyadi, 2020).
Pembangunan yang hanya diorietasikan untuk kepentingan jangka
pendek bagi keuntungan segelintir orang bisa menguras sumber
kekayaan bangsa secara cepat. Akibatnya bukan saja menimbulkan
ketidakadilan dalam kehidupan sesama warga hari ini, tetapi juga bisa
menyisakan kelangkaan bagi generasi mendatang yang dapat memicu
pertikaian sosial Untuk itu, kita memerlukan usaha pembangunan
berkelanjutan dengan menumbuhkan karakter kemandirian, kegigihan
etos kerja, sikap hemat (menghindari pemborosan), serta komitmen
24

pelestarian lingkungan. Dalam pandangan Yudi Latif, demi sebesar-


besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penguasaan dan
pengolahan atas kekayaan alam bangsa ini harus diletakkan dalam
kerangka kesejahteraan yang berkelanjutan (sustainable welfare).
Dalam kaitan ini, perekonomian yang berwawasan lingkungan sangat
ditekankan.
Pembangunan berkelanjutan untuk keadilan dan perdamaian tidak
hanya mempunyai arti yang sempit hanya pada pembangunan yang
bersifat bangunan-bangunan tapi juga terkait pelestarian hutan dan
lingkungan yang hal tersebut menjadi kekayaan yang tak ternilai yang
dimiliki bangsa Indonesia.
 Pesan Moral
Masyarakat adil dan makmur adalah tujuan terakhir dari revolusi
Indonesia, sekaligus wujud nyata keadilan dan kesejahteraan dari
idealitas Pancasila. Jalan mencapai keadilan social menghendaki
perwujudan negara kesejahteraan ala Indonesia, disertai partisipasi
pelaku usaha dan masyarakat dalam mengembangkan kesejahteraan.
Sesuai kapasitasnya, setiap warga Negara harus bergotong-royong
memajukan kesejahteraan umum, mengembangkan jaminan
pelayanan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melakukan
pembangunan berkelanjutan untuk keadilan dan perdamaian dengan
karakter kemandirian, sikap hemat, etos kerja, dan ramah lingkungan.
25

DAFTAT PUSTAKA

Alunaza, H. (2017). Diaspora sebagai Multi Track Diplomacy Indonesia Guna


Mewujudkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 22 (2), 72-82

Andri, A. (2017). Kemerdekaan dan Kedaulatan Rakyat dalam Perspektif


Mohammad Hatta dan Islam. Manthiq, 2(2), 133-148.

Asbari, M., Yani, A., Wardoyo, S., Sitanggang, T. W., Iswara, K., Sukmawati,
Santoso, G., Lafendry, F., Irhamni, & Rusadi, B. E. (2023). Urgensi
Inovasi di Era Informasi : Analisis Kepemimpinan Dinamis, Iklim Etis,
dan Inovasi Guru. Jurnal Pendidikan Transformatif (Jupetra), 02(01), 128–
140.

Darmadi, D. (2022). Konsep Demokrasi Pancasila Dalam Perspektif Tafsir Al-


Qur’an (Doctoral dissertation, Institut PTIQ Jakarta).

Effendi, T. N. (2013). Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan


Sosial Saat Ini. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 2(1).

Gunakaya, W. (2017). Hukum Hak Asasi Manusia. Penerbit Andi.

Hakim, H. A., Pane, A., & Erlangga, W. D. (2020). Politik Hukum Implementasi
Kesadaran Bela Negara Sumber Daya Manusia Dalam Menjaga
Pertahanan Dan Keutuhan Nkri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2019 Tentang Pengeleolaan Sumber Daya Nasional Untuk
Pertahanan Negara. Fairness And Justice: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum,
18(2), 54-66.

Hermanto, B. (2020). Perekayasaan sistem pendidikan nasional untuk


mencerdaskan kehidupan bangsa. Foundasia, 11(2).
26

Hernawati, R. A. S. (2019). Penguatan Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa


Dalam Upaya Mencegah Kejahatan Dengan Kekerasan. Wacana
Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum, 18(1), 61-72.

Hidayat, A. (2020). Indonesia Negara Berketuhanan. Mahkamah Konstitusi


Republik Indonesia, 14.

Jimly Asshiddiqie (2011), Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali
Pers, hal. 87-88

Leki, A. (2016). Hubungan Lingkungan Belajar Dan Keharmonisan Di Dalam


Keluarga Dengan Pengamalan Nilai–Nilai Pancasila Studi Kasus Pada
Siswa Kelas XI Di SMAN Colomadu Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal
Global Citizen: Jurnal Ilmiah Kajian Pendidikan Kewarganegaraan.

Pinilih, S. A. G., & Hikmah, S. N. (2018). Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila


Terhadap Hak Atas Kebebasan Beragama Dan Beribadah Di Indonesia.
Masalah-Masalah Hukum, 47(1), 40-46.

Pradhana, M. A., Wahyudi, B., Azhari, Y., & Widodo, P. (2023). Implementasi
Peran Serta Indonesia Dalam Perdamaian Dunia Dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia. Jurnal Kewarganegaraan, 7(1), 662-
675.

Riyadi, S. (2020). Konsep Keadilan dalam Pancasila: Telaah Terhadap Pemikiran


Yudi Latif (Bachelor's thesis).

Santoso, G., Salsabilla, E., Murod, M., & Faznur, L. S. (2023). Pengaruh
Pergaulan Teman Sebaya terhadap Karakter Cinta Damai Anak. Jurnal
Pendidikan Transformatif ( Jupetra ), 02(01), 107–113

Setyani, T. I. (2009). Bhinneka Tunggal Ika sebagai Pembentuk Jati Diri Bangsa.
Makalah, Konferensi Nasional dan Pembentukan Organisasi Profesi
Pengajar Bahasa, Sastra, Budaya, dan Seni Daerah se-Indonesia Di
Yogyakarta.

Shihab, A. N. (2018). Hadirnya Negara Di Tengah Rakyatnya Pasca Lahirnya


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (The Presence Of The State Among People After The
Declaration Of Law Number 24 Year 2011 Concerning Social Security
Administering Agency). Jurnal Legislasi Indonesia, 9(2), 175-190.

Siregar, C. (2014). Pancasila, keadilan sosial, dan persatuan Indonesia.


Humaniora, 5(1), 107-112.
27

Soegito, A. T. (2005). Hak dan Kewajiban Warga Negara (Makalah Suscados


PKn Desember 2005 di Jakarta. Jakarta: Dikti.

Subekti, V. S. (2015). Dinamika Konsolidasi Demokrasi: Dasri Ide Pembaruan


Sistem Politik hingga ke Praktik Pemerintah Demokrasi. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.

Suhardin, Y. (2017). Peranan Negara Dan Hukum Dalam Memberantas


Kemiskinan Dengan Mewujudkan Kesejahteraan Umum. Jurnal Hukum &
Pembangunan, 42(3), 302-317.

Sujatnika, G. (2018). Pengaruh Konstitusi Berketuhanan Dalam Praktik


Ketatanegaraan (Perbandingan Antara Indonesia Dengan Berbagai
Negara). Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(4), 763-790.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hah Asasi Manusia

Wijayanto, R. J., & Marzuki. (2018). Pendidikan Bela Negara sebagai Tonggak
Peradaban Jiwa Patriotisme Generasi Muda. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, 3 (2), 186-191.

Wulandari, W. (2017). Analisis Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran


Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)(Studi Di SMP Negeri 10 Kota
Pasuruan) (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Yusdiyanto, Y. (2016). Makna Filosofis Nilai-Nilai Sila Ke-Empat Pancasila


Dalam Sistem Demokrasi Di Indonesia. FIAT JUSTISIA: Jurnal Ilmu
Hukum, 10(2).

Anda mungkin juga menyukai