Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FITRAH MANUSIA BERTENDENSI AGAMA DAN


FENOMENA YANG ADA DALAM KEHIDUPAN
MASYARAKAT
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dalam Mata Kuliah
Pendidikan Agama

Dosen Pengampu: Iwan Israwan, M.Pd.

Disusun oleh:

Alia Siti Aisyah 230110421008


Tesi Siti Nurfitriyani 230110421011

SEMESTER 1

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PEDIDIKAN


PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS SEBELAS APRIL SUMEDANG
2023
ABSTRAK

FITRAH MANUSIA BERTENDENSI AGAMA DAN FENOMENA YANG


ADA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
ALIA SITI AISYAH (230110421008) TESI SITI NURFITRIYANI
(230110421011)

Tendensi beragama adalah tabiat manusia yang cenderung untuk hidup dalam menganut
agama atau mengamalkan ajaran agama dalam setiap aspek kehidupan, agar terjalin
hubungan yang indah dan harmonis antar sesama, alam semesta maupun dengan Tuhan.
Fitrah adalah mencipta, menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan merupakan pola
dasar yang perlu penyempurnaan. Menurut Mustafa al-Maraghi dalam dalam kitabnya Tafsir
al-Maroghi mengatakan bahwa fitrah adalah sebagai kondisi penciptaan manusia yang
mempunyai kecenderungan untuk menerima kebenaran. Fenomena adalah suatu fakta atau
peristiwa yang dapat diamati.

Kata kunci: Tendensi Beragama, Fitrah, Fenomena

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirabbil aalamiin, puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang
telah melimpahkan Rahmat, Karunia dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah tentang “Fitrah Manusia Bertendensi Agama Dan Fenomena Yang Ada Dalam
Kehidupan Masyarakat”. Selawat dan salam cinta semoga senantiasa dianugrahkan kepada
Nabi besar Rasulullah Muhammad Saw. kepada keluarga dan para sahabatnya, serta semoga
tersampaikan kepada kita selaku umatnya yang senantiasa berjalan mencari keridaan Allah
Swt.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam


penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati
menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki dan
menyempurnakan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca. Demikian sepatah dua patah kata dari kami. Terima kasih.

Selamat membaca!

Sumedang, September 2023

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................. i
ABSTRAK.............................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................. 1
B. Rumusan Malah.............................................................................................. 2
C. Batasan Masalah............................................................................................. 2
D. Tujuan Penulisan............................................................................................. 2
E. Manfaat Penulisan........................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 4
A. Tendesi Beragama dan Hubungannya Dengan Fitrah Manusia...................... 4
1. Pengertian Tendesi Beragama.................................................................. 4
2. Pengertian Fitrah Manusia....................................................................... 5
3. Hubungan Tendensi Beragama Dengan Fitrah Manusia.......................... 6
B. Fenomena Agama Tetap Kekal....................................................................... 7
C. Fenomena Masyarakat dan Kebutuhan Kebutuhan Manusia.......................... 9
1. Pengertian Fenomena Masyarakat............................................................ 9
2. Kebutuhan Kebutuhan Manusia................................................................ 10
D. Fenomena Agama Mencerminkan Kebutuhan Kebutuhan Asasi Manusia..... 11
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Manusia pada dasarnya mempunyai kecenderungan pada agama. Hal ini dikarenakan
manusia adalah makhluk ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Fitrah keagamaan yang
ada dalam diri manusia inilah yang melatar belakangi perlunya manusia pada agama.
Religiusitas atau keberagamaan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan
manusia. Agama sendiri menjadi jembatan yang paling utama untuk menghubungkan
antara manusia dengan Penciptanya, salah satu agama yang menjadi jembatan antara
manusia dengan Penciptanya adalah Islam.

Menurut (Safrilsyah, Baharudin, dan Duraseh, 2010), Agama merupakan penentu


yang merujuk kepada seluruh aspek kehidupan. Seseorang yang memiliki religiusitas
tinggi biasanya menggunakan agama sebagai referensi semua perilaku. Menurut
Jalaluddin (2007, dalam Nadzir dan Wulandari, 2013), religiusitas adalah suatu keadaan
yang ada dalam diri individu yang mendorongnya untuk bertingkah laku dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama atau religi.
Agama memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian manusia yang
meyakininya.

Meskipun manusia memiliki kecenderungan beragama Manusia tidak lepas dari


perkataan sebagai makhluk sosial. Artinya manusia tidak dapat hidup dan berkembang
dengan baik tanpa bantuan orang lain. Hubungan manusia dengan sesama manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup yang kompleks, yaitu kebutuhan bersifat fisik dan
psikis. Substansi hubungan manusia itu pada pokoknya adalah saling memenuhi
kebutuhan masing- masing. Ini pertanda bahwa manusia diberikan batasan-batasan
tentang perbuatan yang baik untuk keharmonisan interaksi.

Agama merupakan risalah yang disampaikan Tuhan kepada para nabi-Nya untuk
memberi peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai hukum- hukum
sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata hidup yang nyata.
Mengatur tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat dan alam sekitarnya. Oleh
karena itu, kewajiban semua orang untuk menyadarkan bahwa agama merupakan
kebutuhan umat manusia.

1
Untuk membahas hal tersebut yang berdasar pada latar belakang masalah dalam
tulisan ini, penyusun memilih judul “FITRAH MANUSIA BERTENDENSI AGAMA
DAN FENOMENA YANG ADA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan yaitu mengenai Fitrah
Manusia Bertendensi Agama Dan Fenomena Yang Ada Dalam Kehidupan Masyarakat,
maka rumusan masalah yang dirumuskan sesuai dengan permasalahannya adalah sebagai
berikut:

1. Apa yang dimasksud dengan tendensi beragama dan hubungannya dengan fitrah
manusia?
2. Bagaimana penjelasan mengenai fenomena agama tetap kekal?
3. Bagaimana penjelasan mengenai Fenomena Masyarakat dan kebutuhan kebutuhan
manusia?
4. Bagaimana penjelasan mengenai fenomena agama mencerminkan kebutuhan-
kebutuhan asasi manusia?
C. Batasan Masalah

Dalam makalah yang disusun tentunya harus ada pembatasan masalah agar ruang
lingkup materi tidak jauh pembahasannya. Batasan masalah adalah limit atau batas apa
saja yang akan dibahas oleh penyusun karya ilmiah atau makalah, yang berfungsi untuk
membuat penyusun menjadi lebih fokus pada materi dan penyusunan akan menjadi lebih
efektif. Maka Batasan masalah yang disajikan dalan makalah ini yaitu mengenai Fitrah
Manusia Bertendensi Agama Dan Fenomena Yang Ada Dalam Kehidupan Masyarakat.

D. Tujuan Penulisan

Segala sesuatu yang dikerjakan senantiasa mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan
adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha kegiatan selesai. Sebagaimana
permasalahan yang ada di atas, maka tujuan penulisan ini dikemukakan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui maksud dari tendensi beragama dan hubungannya dengan fitrah
manusia.
2. Untuk mengetahui Bagaimana penjelasan mengenai fenomena agama tetap kekal.
3. Untuk mengetahui Bagaimana penjelasan mengenai Fenomena Masyarakat dan
kebutuhan kebutuhan manusia.

2
4. Untuk mengetahui Bagaimana penjelasan mengenai fenomena agama mencerminkan
kebutuhan-kebutuhan asasi manusia.
E. Manfaat Penulisan

Dalam pelaksanaan penulisan makalah ini, selain memiliki tujuan yang akan dicapai,
juga memiliki manfaat dari segi ilmiah dan praktis, yaitu:

1. Manfaat Ilmiah
Makalah ini diharapkan menjadi bacaan ilmiah dan menjadi pelengkap bahan
literatur bagi mahasiswa dibidang apapun yang mengambil mata kuliah Pendidikan
Agama untuk menambah wawasan dan menjadi bahan-bahan referensi yang
berkaitan dengan pelaksanaan ajaran agama.
2. Manfaat Praktis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta wawasan baru
khususnya kepada pembaca mengenai pengamalan keagamaan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tendesi Beragama dan Hubungannya Dengan Fitrah Manusia


1. Pengertian Tendesi Beragama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tendensi diartikan sebagai kecenderungan,
kecondongan hati, kesudian, keinginan dan kesukaan akan sesuatu hal. secara umum
tendensi mengacu pada kecenderungan atau kecondongan yang konsisten dalam
melakukan suatu tindakan, perilaku, atau kejadian. Istilah tendensi lebih sering
dikenal dengan kata kecenderungan. Sedangkan untuk pengertian beragama itu
sendiri artinya berupaya belajar untuk mengamalkan ajaran agama dalam setiap
aspek kehidupan, agar terjalin hubungan yang indah dan harmonis antar sesama,
alam semesta maupun dengan Tuhan.
Dalam Kamus Sosiologi dan Kependudukan dijelaskan bahwa tendensi bermakna
sama dengan kecenderungan dan kecondongan. Tendensi merupakan suatu hal yang
dianggap sebagai dorongan tertentu untuk menuju ke suatu arah. Dalam literatur lain
juga disebutkan bahwa tendensi merupakan suatu dorongan inheren menuju suatu
arah tertentu (kecenderungan). Dalam berbagai konteks kehidupan, digunakan untuk
menggambarkan pola yang dapat diidentifikasi dari data atau perilaku manusia.
tendensi dapat mencerminkan adanya arah atau kecenderungan yang mengarah pada
suatu tujuan atau hasil tertentu.
Senada dengan pengertian itu Kamus Psikologi terbitan Indonesia mengartikan
tendensi atau kecenderungan sebagai proses dimana seseorang menjadi sadar akan
segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimiliki.
Sedangkan Davidoff yang dikutip oleh Walgito dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Psikologi Umum mengartikan tendensi atau kecenderungan sebagai
stimulus yang diindera oleh individu, sehingga individu menyadari dan mengerti
tentang apa yang diindera itu. Lebih lanjut Kartono memberikan pengertian tentang
kecenderungan sebagai pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedang
subyek dan objeknya belum terbedakan satu dari lainnya (baru ada proses memiliki
tanggapan).
Selanjutnya Bruner yang dikutip oleh Sarwono mengatakan bahwa kecenderungan
adalah proses kategorisasi. Organisme dirancang oleh suatu masukan tertentu (objek
luar. peristiwa dan lain lain) dan organisme itu merespon dengan menghubungkan

4
masukan du dengan salah satu kategori atau golongan objek-objek atau peristiwa-
peristiwa, proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu yang
bersangkutan dengan sengaja memberikan kategori yang tepat sehingga ia dapat
mengenali (memberi arti) kepada masukan tersebut.
Saleh dan Wahab memdefisinikan tendensi atau kecenderungan sebagai suatu proses
yang menggabungkan dan mengorganisasikan data- data indera kita (pengindraan)
untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari disekeliling
kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi tendensi atau kecenderungan
lainnya menurut Saleh dan Wahab menyebutkan bahwa kecenderungan adalah
kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian
terhadap satu objek rangsang dan dalam proses pengelompokkan dan membedakan
ini, kecenderungan melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap
suatu peristiwa atau objek
Dari teon-teori di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tendensi atau
kecenderungan adalah suatu proses pemberian makna atau interpretasi yang
mencakup pemahaman mengenali dan mengetahui suatu objek melalu panca indera
sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang di dengar dan sebagainya.
2. Pengertian Fitrah Manusia
Allah telah menciptakan semua makhluknya berdasarkan fitrahnya. Tetapi fitrah
Allah untuk manusia, berupa potensi dan kreativitas yang dapat dibangun dan
membangun, yang memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga
kemampuannya jauh melampaui kemampuan fisiknya. Pengertian fitrah sangat
beragam. Meskipun demikian, kalau potensi dan kreativitas tersebut tidak dibangun
dan tidak dikembangkan, niscaya ia kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena
itu potensi dan kreativitas manusia perlu dibangun dan dikembangkan.
Keberagaman itu dikarenakan oleh pemilihan sudut makna. Fitrah dapat difahami
dari sudut etomologis (harfiyah), termonologis (ishtilah) bahkan makna kontkes
dalam pemahaman dalam suatu ayat (nasabi).
Secara etimologis, asal kata fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fithrah atau fathara
yang artinya "menjadikan" jamaknya fithar, yang suka diartikan perangai, tabiat,
kejadian, asli, agama, ciptaan. Secara terminologi fitrah adalah mencipta,
menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan merupakan pola dasar yang
perlu penyempurnaan. Dari pernyataan tersebut, bahwasannya fitrah merupakan

5
karakter atau sifat tertentu yang telah dimiliki oleh manusia sejak dalam kandungan
ibunya.
Menurut M. Quraish Shihab, istilah fitrah diambil dari akar kata al-fithr yang berarti
belahan. Dari makna ini kemudian lahir makna-makna lain, antara lain pencipta atau
kejadian. Dalam gramatika bahasa Arab, kata fitrah sewazan degan kata fi'lah, yang
artinya al- ibtida', yaitu menciptakan sesuatu tanpa contoh. Dalam al-Maarif al-
Islamiyah dan Nahjul Balaghah, dan kitab-kitab lain, sebagaimana dikutip oleh
Muthari, ditegaskan bahwa Allah tidak pernah mencontoh dalam penciptaan yang
dilakukannya. Oleh karena itu, Allah menciptakan manusia merupakan suatu karya
yang tanpa contoh dan tidak meniru karya sebelumnya. Fi'lah dan fitrah adalah
bentuk masdar (infinitif) yang menunjukkan arti keadaan. Demikian pula menurut
Ibn al-Qayyim dan Ibnu Katsir, karena fithir artinya menciptakan, maka fitrah berarti
keadaan yang dihasilkan dari penciptaan itu. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu ‘Abbas, fitrah adalah awal mula penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak
pernah dikemukakan oleh al-Quran dalam konteksnya, selain yang berkaitan dengan
manusia. Makna fitrah yang berarti penciptaan merupakan makna yang lazim
dipakai dalam penciptaan manusia, baik penciptaan fisik (al-jism), maupun fsikis
(an-nafs). Pemaknaan penciptaan pada kata fitrah biasanya disejajarkan dengan kata
al-'amr, al-bad', al-ja'l, al-khalq, al-shum'u, dan al-nasy'. Semua term tersebut secara
umum memiliki makna yang sama yakni penciptaan.
Menurut Mustafa al-Maraghi dalam dalam kitabnya Tafsir al-Maroghi mengatakan
bahwa fitrah adalah sebagai kondisi penciptaan manusia yang mempunyai
kecenderungan untuk menerima kebenaran. Secara fitri, manusia cenderung dan
berusaha mencari serta menerima kebenaran walaupun hanya bersemayam dalam
hati kecilnya.
3. Hubungan Tendensi Beragama Dengan Fitrah Manusia
Tendensi beragama dengan fitrah manusia memiliki hubungan yang kuat dengan
kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali ditegaskan dalam
ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia. Fitrah keagamaan
yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada
agama. Oleh karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar
beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya itu.
Ajaran Islam menjelaskan bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia yang
terdapat dalam Surat al-Rum, 30: 30 sebagai berikut:

6
‫فَأِقْم َو ْج َهَك للذين َحِنيًف ا ِفطرة هللا التي فطر الَّناَس َع َلْيَها‬
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah): (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu"
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitri
merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian
sejalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya yang mengatakan bawha
setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama). Maka tendensi
beragama dan hubungan dengan manusia itu sudah ada. sejak manusia dalam
kandungan ibunya. Tendensi seorang anak yang baru saja dilahirkan oleh ibunya
kemungkinan besar akan condong kepada agama yang sudah dianut oleh kedua
orang tuanya.
B. Fenomena Agama Tetap Kekal
Fenomena berasal dari bahasa yunani; phainomenon, "apa yang terlihat", dalam bahasa
indonesia bisa berarti: gejala, misalkan gejala alam. Fenomena adalah suatu fakta atau

peristiwa yang dapat diamati. Hal hal yang dirasakan dengan pancaindra.
Fenomena agama adalah fenomena universal umat manusia. Selama ini belum ada
laporan penelitian dan kajian yang menyatakan bahwa ada sebuah masyarakat yang tidak
mempunyai konsep tentang agama. Walaupun peristiwa perubahan sosial telah mengubah
orientasi dan makna agama, hal itu tidak berhasil meniadakan eksistensi agama dalam
masyarakat. Sehingga kajian tentang agama selalu akan terus berkembang dan menjadi
kajian yang penting. Karena sifat universalitas agama dalam masyarakat, maka kajian
tentang masyarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agama sebagai salah satu faktornya.
Seringkali kajian tentang politik, ekonomi dan perubahan sosial dalam suatu masyarakat
melupakan keberadaan agama sebagai salah satu faktor determinan. Tidak mengherankan
jika hasil kajiannya tidak dapat menggambarkan realitas sosial yang lebih lengkap.
Begitu pula dalam ranah pendidikan, agama sangat penting untuk dikaji, karena apabila
terjadi dikotomi antara agama dan pendidikan maka sudah bisa dipastikan pendidikan
tersebut tidak bisa optimal dan bahkan tidak akan sampai kepada tujuan yang
sebenarnya. Maka dari itu pendidikan tidak akan pernah terlepas dari agama dalam
prakteknya.
Pernyataan bahwa agama adalah suatu fenomena abadi di dalam pendidikan, di sisi lain
juga memberikan gambaran bahwa keberadaan agama tidak lepas dari pengaruh realitas
di sekelilingnya dan peran serta pendidik dalam 2 proses pendidikan. Seringkali

7
pemahaman dan pengamalan agama dalam pendidikan dipengaruhi oleh pemahaman dan
keteladanan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik, sehingga apabila
pemahaman dan keteladanan tersebut tidak benar maka akan berakibat fatal terhadap
pemahaman dan pengamalan peserta didik.
Maka dari itu agama dalam dunia modern tidak akan dapat pasaran lagi, disebabkan
kehidupan umat manusia yang terkait dengan perilaku menjalankan ajaran agamanya
dipengaruhi oleh perubahan sistem politik, keagamaan, ekonomi psikologi, ilmu
pegetahuan, kemajuan teknologi dan informasi.
Dengan fenomena universal umat manusia beberapa ahli berpendapat sebagai berikut:
1. Francisco J. Moreno: Sejarah agama berumur setua dengan sejarah manusia. Tidak
ada suatu masyarakat yang hidup tanpa suatu agama.
2. Max Muller – Joachim Wach: Sejarah umat manusia adalah sejarah agama. Agama
merupakan cara untuk meningkatkan pengetahuan dan cintanya kepada Tuhan.
Agama merupakan cahaya, jiwa, dan kehidupan sejarah.
3. H.M. Rasyidi: Agama sebagai problem of ultimate concern.
4. Milton Yinger: Manusia memerlukan nilai-nilai mutlak sebagai pegangan dan
jawaban terhadap persoalan hidup dan mati.
5. Mircea Eliade: Manusia adalah “Homo Religius”. Manusia yang hidup dalam suatu
alam yang sakral dan penuh dengan nilai-nilai religius disebabkan kehadiran “Yang
Suci”.
Positivisme menganggap bahwa sejarah manusia itu meningkat dari tingkatan pertama
yang dikatakan:
1. Tingkatan Keagamaan/Tahap Teologis
Yang artinya masyarakat mencari penjelasan dan solusi persoalan melalui
pendekatan keagamaan.
2. Tingkatan Metafisika
yaitu masyarakat mencari penjelasan dan solusi melalui konsep abstrak seperti
adanya hukum alam.
3. Tingkatan Positive/Positivisme
Yang artinya masyarakat mencari penjelasan dan solusi melalui science. Positivisme
memandang agama sebagai gejala peradaban manusia primitif.
Agama itu sendiri merupakan sistem rasa iman atau kepercayaan dan praktek sebagai
peraturan tentang cara hidup. Agama adalah suatu sistem kelakuan dan perhubungan

8
manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan
keghaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian memberi arti kepada
hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya. Pada tingkat masyarakat,
agama merupakan faktor harmoni dan disharmoni, pemersatu dan pemecah belah,
perkembangan dan pemandegan. Agama lahir dan berkembang berdasarkan iman kepada
Tuhan.
Agama dalam bahasa Indonesia mempunyai pengertian yang mencakup semua agama.
Dalam mendefenisikan pengertian agama, agama disebut sebagai sebuah sistem yang
menyatu mengenai kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda
sakral, yakni benda-benda yang terpisah dan terlarang, kepercayaan-kepercayaan dan
peribadatan yang mempersatukan semua orang yang menganutnya ke suatu komunitas
moral.
Indonesia yang merupakan negara dengan beragam suku dan agama. Pancasila sebagai
landasan dalam bernegara, memungkinkan untuk setiap warga negaranya memilih dan
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Ada enam agama yang diakui dan
dilindungi oleh Undang-undang Dasar 1945, diantaranya Islam, Katholik, Protestan,
Budha, Hindu, dan Kong Hu Chu. Dengan kondisi masyarakat yang plural, ruang-ruang
konflik sangat mungkin terjadi. Dan agama seolah-olah menjadi dasar dari motif
kekerasan di kalangan antar umat beragama, karena pemahaman atas doktrin teologis
yang destruktif.
C. Fenomena Masyarakat dan Kebutuhan Kebutuhan Manusia
1. Pengertian Fenomena Masyarakat
Fenomena bisa diartikan sebagai fakta sosial dalam kehidupan masyarakat yang
dilakukan lantaran adanya bentuk-bentuk perubahan sosial yang diakibatkan
tindakan masyarakat itu sendiri.
Tindakan yang dilakukan beberapa anggota masyarakat kemudian memunculkan
fenomena atau suatu kejadian yang berkesan. Sehingga terjadinya berbagai
fenomena ini akan memiliki dampak negatif akan tetapi beberapa juga akan
memiliki dampak positif.
Fenomena kemudian perlu disikapi dengan sangat bijak untuk bisa meminimalkan
efek negatifnya. Khususnya untuk fenomena yang memang negatif. Misalnya
fenomena pelecehan seksual yang marak terjadi beberapa tahun belakangan ini atau
fenomena negatif lainnya.
Fenomena masyarakat menurut para ahli, dapat dilihat sebagai berikut:

9
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
KBBI menjelaskan bahwa fenomena sosial/masyarakat adalah kejadian nyata
yang dapat dilihat secara langsung melalui panca indra dan dapat dijelaskan
dalam penelitian bersifat ilmiah.
Dalam arti ini jelas bahwa fenomena sosial harus bisa dibuktikan melalui
langkah penelitian sosial yang sistematis agar apa yang dilihatnya dapat
dipertanggung jawabkan.
Segala bentuk kejadian nyata yang bisa dilihat secara langsung dan kemudian
terjadi hal serupa di daerah lain, kota lain, bahkan negara lain di seluruh dunia.
Maka sudah termasuk ke dalam contoh fenomena.
b. Menurut Freddy Rangkuti
Oleh Freddy Rangkuti dalam bukunya juga dijelaskan, fenomena masyarakat
adalah fakta sosial atau kejadian sosial yang terlihat di lapangan. Sehingga
segala kejadian yang terjadi secara langsung, bisa dilihat, dan bisa dibuktikan
merupakan sebuah fenomena sosial.
Sebuah fenomena sosial akan memberi dampak yang sangat luas,
mempengaruhi masyarakat secara luas juga. Jadi, tidak semua kejadian di
lapangan bisa disebut sebagai fenomena. Kecuali dampaknya luas dan kemudian
bisa terjadi berulang, baik di lokasi yang sama maupun di lokasi lain.
c. Menurut Soerjono Soekanto
Pendapat berikutnya datang dari Soerjono Soekanto. Beliau menjelaskan bahwa
fenomena sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan
atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.
Soerjono kemudian mendefinisikan fenomena sosial sebagai masalah sosial.
Sehingga suatu kejadian bisa disebut fenomena jika termasuk suatu masalah.
Masalah yang memberi dampak negatif, terjadi berulang, dan bisa menyebar
dengan sangat mudah.
Dijelaskan pula, fenomena sosial bisa berarti sebagai gejala-gejala atau
peristiwa yang terjadi dan dapat diamati dalam kehidupan sosial. Sehingga oleh
Soerjono, fenomena sosial disebut juga dengan istilah gejala sosial dan masalah
sosial.
2. Kebutuhan-Kebutuhan Manusia
Kebutuhan manusia (human needs) adalah suatu rasa yang timbul secara alami dari
dalam diri manusia untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan dalam

10
kehidupannya. Kebutuhan-kebutuhan ini kemudian memunculkan keinginan
manusia (human wants), untuk memperoleh sesuatu yang dibutuhkan tersebut
sebagai alat pemuas kebutuhan hidupnya.
Setiap fenomena masyarakat akan dapat bertahan terus bila terkandung di dalamnya
unsur-unsur pokok keserasian antara fenomena masyarakat dengan kebutuhan
kebutuhan manusia. Yang dimaksud dengan keserasian ini ialah:
a. Fenomena masyarakat secara sosiologis merupakan bukti dari kebutuhan asasi
manusia dan penyingkapan dari kuatnya instink pada diri manusia sebagai
makhluk sosial.
b. Fenomena masyarakat merupakan perantaraan dalam menyalurkan instink dan
cara untuk merealisir kebutuhan kebutuhan yang paling asasi pada diri manusia.
(Majid Al Badeni, Tanpa tahun:7)
Kebutuhan kebutuhan manusia yang dimaksud dapat dilihat dalam 2 (dua) jenis,
sebagai berikut:
a. Kebutuhan kebutuhan manusia yang bersifat nature/alamiah yang serasi dengan
bentuk susunan biologis dan psikologis dan muncul dari hakikat fitrah manusia
sendiri.
Contoh:
Rasa ingin mengetahui sesuatu, cinta keindahan, keinginan berumah tangga,
berketurunan walaupun nanti akan mengikat diri dengan tanggung jawab, keinginan
berkorban dalam memerjuangkan akidah/ideologi.
b. Kebutuhan yang bukan fitrah alami pada diri manusia, akan tetapi muncul
akibat pengaruh environment dan tradisi tradisi. Kebutuhan ini bisa berubah dan
ditinggalkan bila kondisi serta situasinya telah berubah.
Contoh:
Merokok, minum teh, isap ganja/morphine, minuman keras.
D. Fenomena Agama Mencerminkan Kebutuhan-Kebutuhan Asasi Manusia
Fenomena agama mencerminkan kebutuhan-kebutuhan pokok manusia yang muncul dari
hakekat sususan tubuh dan jiwa manusia. Dimana selain agama tidak sanggup
melayaninya karena manusia mempunyai ciri-ciri keistimewaan yang tertentu yang
berbeda dengan makhluk lain. Manusia memiliki instink untuk hidup kekal, segala
macam usaha telah diakukan di abad IPTEK (Informasi dan Komunikasi) ini, namun
pintu maut tetap terpampang dihadapannya. Ilmu teknologi tidak mampu menjamin

11
ketentraman sosiologis dan psikologis, jasmani dan rohani. Satu satunya kekuatan yang
dapat menjaminnya adalah Agama.
Beberapa pendapat para ahli yang menjelaskan tentang agama sebagai cermin kebutuhan
asasi manusia, sebagai berikut:
1. G. Yung dalam bukunya "Psycology and Religon" berpendapat bahwa: "Agama
kunci ketentraman di dalam relung jiwa manusia yang terdapat pada colllective
unconciousness. Karena agama memenuhi kebutuhan manusia dan menyalurkan
kebutuhan jiwanya"
2. Winderlband dalam bukunya "History Of Philosophy" menyebutkan "Kendatipun
Voltaire tidak percaya kepada hakekat metafisika akan tetapi ia berpendapat. iman
kepa Tuhan dan Hari Akhirat sangat besar sekali artinya, sebab hal ini merupakan
dua fondasi yang kuat tempat membina prinsip akhlak.
Agama Yang Mencerminkan Asasi Manusia dijelaskan diberbagai surah dalam Alquran
yang dapat dilihat sebagai berikut:
1. Hidup Dan Memiliki Keselamatan Diri, Memperoleh Lindungan Diri, Kehormatan
Dan Harta, sebagaimana bisa dilihat dalam Alquran Surah Al-Maidah ayat 32, dan
Al-An'am ayat 151, yang intinya. adalah tentang "larangan membunuh tanpa alasan
yang dibenarkan agama, karena manusia memiliki hak hidup.
2. Memperoleh Perlindungan Diri, Kehormatan Dan Rumah Tangga, dalam surat An-
Nur ayat 27-28, intinya izin masuk rumah orang lain.
3. Merdeka Beragama (HAM yang paling asasi), diterangkan dalam surat Al-Baqarah
ayat 256, Yunus ayat 99, An-Nisa ayat 47. kesemua ayat itu menjelaskan tidak boleh
memaksakan agama kepada orang lain dan perlindungan kepada semua pemeluk
agama.
4. Memiliki Hak Milik dan Fungsi Sosial dari Hak Milik itu. Surat An-Nisa ayat 32,
All- Imran ayat 189 dan Al-Baqarah 255. Intinya bahwa manusia memperoleh hak
ekonominya sesuai apa yang dihasilkannya, tetapi dari hasilnya itu ada juga yang
menjadi hak milik orang lain atau berfungsi sosial, yakni yang harus diberikan
kepada yang berhak menerima.
5. Memperoleh Pekerjaan Yang Layak, Sesuai Dengan Kemanusiaan. Surat Al-Mulk
15. Intinya bumi diciptakan Allah untuk kebeikan manusia tetapi manusia harus
mengambil inisiatif sendiri secara bebas untuk menentukan pilihan terhadap
pekerjaanya.

12
6. Memperoleh Kemerdekaan Berfikir, Berpendapat, Dan Hak Memperoleh Pendidikan
Dan Pengajaran. Surat Al-A'raf ayat 179, An-Nisa ayat 148, At- Taubah 122. Intinya
kebebasan manusia dalam berfikir, berpendapat dan memperoleh ilmu pengetahuan
mutlak yang diberikan Allah kepada manusia. tetapi ada batasan fungsi untuk umum
dimana kebebasan itu berkaitan dengan kepentingan umum dalam rangka
menciptakan kemaslahatan manusia itu sendiri atau keseempurnaan akhlak yang
memiliki hak itu sendiri.

13
BAB III
PENUTUP

Tendensi beragama adalah tabiat manusia yang cenderung untuk hidup dalam menganut
agama atau mengamalkan ajaran agama dalam setiap aspek kehidupan, agar terjalin
hubungan yang indah dan harmonis antar sesama, alam semesta maupun dengan Tuhan.
Tendensi beragama dengan fitrah manusia memiliki hubungan yang kuat dengan
kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali ditegaskan dalam ajaran
Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia. Seperti halnya yang termaktub
dalam Qs. Al-Rum ayat 30 bahwasannya fitrah Allah menciptakan manusia sesuai dengan
fitrah-Nya.
Berlanjut dengan fenomena agama tetap kekal adalah fenomena universal umat
manusia. Selama ini belum ada laporan penelitian dan kajian yang menyatakan bahwa ada
sebuah masyarakat yang tidak mempunyai konsep tentang agama. Walaupun peristiwa
perubahan sosial telah mengubah orientasi dan makna agama, hal itu tidak berhasil
meniadakan eksistensi agama dalam masyarakat. Sehingga kajian tentang agama selalu akan
terus berkembang dan menjadi kajian yang penting. Karena sifat universalitas agama dalam
masyarakat, maka kajian tentang masyarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agama sebagai
salah satu faktornya. Maka dari itu agama dalam dunia modern tidak akan dapat pasaran
lagi, disebabkan kehidupan umat manusia yang terkait dengan perilaku menjalankan ajaran
agamanya dipengaruhi oleh perubahan sistem politik, keagamaan, ekonomi psikologi, ilmu
pegetahuan, kemajuan teknologi dan informasi. Dengan arti lain, bahwa agama akan terus
hidup sesuai dengan sejarah manusia.
Manusia yang tidak lepas dari kata mahkluk sosial, tidak akan hidup dengan sendirinya
atau disebut dengan hidup bermasyarakat. Dengan kata lain, fenomena Masyarakat bisa
diartikan sebagai fakta sosial dalam kehidupan masyarakat yang dilakukan karena adanya
bentuk-bentuk perubahan sosial yang diakibatkan tindakan masyarakat itu sendiri.
Fenomena masyarakat terlihat salah satunya dari kebutuhan manusia (human needs)
adalah suatu rasa yang timbul secara alami dari dalam diri manusia untuk memenuhi segala
sesuatu yang diperlukan dalam kehidupannya. Kebutuhan-kebutuhan ini kemudian
memunculkan keinginan manusia (human wants), untuk memperoleh sesuatu yang
dibutuhkan tersebut sebagai alat pemuas kebutuhan hidupnya. Adapun bentuk-bentuk
kebutuhan manusia itu adalah berupa sandang, pangan dan papan. Kebutuhan manusia itu
akan berpengaruh pada kehidupan manusia itu sendiri seperti haknya untuk memeluk atau

14
menganut suatu agama. Dengan kata lain disebut sebagai fenomena agama mencerminkan
kebutuhan-kebutuhan asasi manusia yang dijelaskan oleh para ahli dengan pendapat-
pendapatnya maupun termatub dalam Alquran dan hadits yang menjelaskan tentang hal
tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fadlali, https://www.mtsnegeri4indramayu.sch.id/read/4/makna-fitrah-dalam-al-


quran#:~:text=Menurut%20Mustafa%20al%2DMaraghi%20dalam,hanya%20bersemayam
%20dalam%20hati%20kecilnya., Makna Fitrah dalam Al-Qur’an, 15 Maret 2020, 18.00 wib,
09 Oktober 2023
Ervina Buana, https://www.slideshare.net/ervinabuana/agama-fenomena-agama-tetap-kekal,
Agama (fenomena agama tetap kekal), 04 Oktober 2019, 16.00 wib, 28 September 2023
Muthahhari, Murtadha, Perspektif Alquran Tentang Manusia dan Agama, Mizan, Bandung,
1989.
Puji, https://deepublishstore.com/blog/materi/fenomena-sosial/, Pengertian, Macam dan
Contoh Fenomena Sosial, 9 Juli 2023, 16.00 wib, 28 September 2023
Shihab, Quraish, Membumikan Alquran –Fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan
masyarakat, Mizan, Bandung, Cet. I, 1992.
Suriadi Samsuri, 2020, Hakikat Fitrah Manusia dalam Islam, Al-Ishlah, Kalimantan Barat

Anda mungkin juga menyukai