Disusun oleh :
Kelompok 4
KELAS A
Alhamdulillah hirobbil „alaamiin, puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT.
Karena atas karunia rahmat sehatnyalah kami selaku pemakalah mampu menyelesaikan
makalah yang berjudul AGAMA DAN LINGKUNGAN HIDUP ini dengan tepat waktu.
Tak lupa juga sholawat serta salam selalu tercurah pada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW. Yang kita nantikan syafa‟atnya di hari akhir.
Kami selaku pemakalah menyadari bahwasanya makalah ini jauh dari kata sempurna dan
memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kami selaku penyusun makalah mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi
kedepannya.Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyususn dan pembacanya. Aamiin
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
PEMBAHASAN ……....……........................…………………………………… 1
BAB III
PENUTUP …...………………….....…………………….…………...................… 9
A. Kesimpulan …….………………………………….……….….........................…… 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama dan lingkungan hidup dianggap dua hal yang terpisah dan tidak
berhubungan satu sama lain. Pemahaman tersebut berkembang selama ini, telah
menjadikan agama cenderung tidak memberikan kontribusi yang berarti terhadap
kesadaran ummat dalam menjaga lingkungan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
iii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Agama adalah sesuatu yang bukan hanya sekedar kepercayaan terhadap sesuatu
yang transenden (Tuhan) atau kepercayaan akan adanya kehidupan setelah kematian. Agama
juga harusbagaimana peran kita di dunia. Kita juga harus mengerti bahwa dalam arti yang
luas agama juga adalah berarti bagaimana manusia mengenal batas-batas realitas dan
bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungannya.1
Banyak ahli menyebutkan agama berasal dari bahasa Sansakerta, yaitu “a” yang
berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti tidak kacau (teratur).
Dengan demikian agama itu adalah peraturan, yaitu peraturan yang mengatur keadaan
manusia, maupun mengenai sesuatu yang gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup
bersama.
Dari istilah agama inilah kemudian muncul apa yang dinamakan religiusitas. Glock
dan Stark merumuskan religiusitas sebagai komitmen religius (yang berhubungan dengan
agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang
bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut. Religiusitas seringkali
diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh
pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan
seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya.2
1
Sigit Prajoko dan Sukiman, Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti, Edisi Revisi Jakarta : Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. Hal 107
2
Faisal Ismail. Paradigma Kebudayaan Islam : Studi Kritis dan Refleksi Historis, (Jogyakarta: Titian Ilahi
Press: 1997). Hal. 28
1
B. Urgensi Agama dalam Lingkungan Hidup
Menurut Al-kitab dalam ajaran Kristen, Allah menciptakan manusia secara berbeda
seperti ketika Ia menciptakan makhluk hidup lainnya. Kejadian 1:27 mengatakan bahwa
manusia diciptakan menurut gambar-Nya. Menurut Robert P. Rorong teks Kejadian 1:26-28
adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Memahami mandat penguasaan atas alam terkait
dengan pemahaman tentang hakikat penciptaan manusia sebagai gambar Allah. Selanjutnya
menurut James Nash seperti yang dikutip oleh Robert Rorong mengatakan bahwa
penggunaan kata itu adalah dalam rangka meyakinkan manusia bahwa ia akan berhadapan
dengan tantangan alam dalam rangka mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, tugas
manusia bukannya mengeksploitasi alam seenaknya demi memenuhi kepentingan pribadi
sehingga memengaruhi perkembangbiakan makhluk hidup lainnya. Kuasa yang Allah berikan
kepada manusia bukan berarti manusia menjadi makhluk yang superior atas yang lainnya.
Kuasa yang Allah berikan kepada manusia berarti manusia diberikan mandat untuk
mengelolah, menjaga serta memelihara alam sedemikian rupa sehingga manusia dan makhluk
hidup lainnya dapat hidup berdampingan dalam sebuah oikos.4
Sedangkan menurut ajaran Buddha, bahwa semua fenomena yang terjadi di alam
semesta adalah saling mempengaruhi dan berinteraksi.Semua yang terjadi berdasar hukum
sebab-akibat yang saling mempengaruhi.Dalam ajaran Buddha hubungan sebab-akibat yang
saling berinteraksi dan mempengaruhi ini disebut Paticcasamuppada. Setiap sebab yang
terjadi, baik itu dilakukan oleh manusia, hewan atau hukum geologi akan mengakibatkan
akibat yang dampaknya akan dirasakan kembali oleh manusia, hewan, atau alam. Telah
disebutkan di atas bahwasanya sang Buddha melihat segala fenomena kehidupan
mengandung ciri terus berubah dengan proses sebab-akibat yang saling mempengaruhi, dan
beliau juga mengajarkan manusia untuk menghargai hewan dan alam, maka dapat dikatakan
bahwa sang Buddha menyadari ketika seseorang menjadi tidak menghargai hewan atau alam,
akibatnya juga akan merugikan dirinya sendiri.5
3
Fitriani, Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup, UIN AR-RANIRY BANDA ACEH 2014 .
Hal69
4
Frets Keriapy, Ekologi Dalam Perspektif Iman Kristen: Mengungkapkan Masalah Ekologi Indonesia, Karya
Ilmiah ekologi 2019. Hal 4
5
Sigit Prajoko dan Sukiman, Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti, Edisi Revisi Jakarta : Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. Hal 136
2
C. Menjaga Lingkungan dalam Perspektif Islam
Islam telah mengatur di dalam Alquran bahwa kondisi alam yang seimbang dan
dinamis tidak mungkin terjadi kerusakan, karena Allah memberikannya kepada manusia
dalam kondisi baik, jadi jelas bahwa Islam mengatur tentang lingkungan dan mempunyai
relasi yang kuat. Dalam pemahaman lain bahwa manusia harus pandai memanfaatkan SDA
(sumber daya alam) secara optimal tetapi tidak berlebih-lebihan dan melampaui batas. Jika
terjadi eksploitasi yang sangat besar terhadap SDA (sumber daya alam) maka yang
diperhitungkan adalah efisiensi dan jaminan tidak menjadi rusak karena adanya eksploitasi
yang berlebihan. Apabila terjadi bencana dan kerusakan, artinya telah terjadi pengurasan
SDA (sumber daya alam) yang melebihi daya dukung lingkungan (DDL). Berlebih-lebihan
dalam menguras SDA (sumber daya alam) merupakan penyebab utama terjadinya bencana,
sebagaimana yang telah diperingatkan Allah dalam surat Asy-Syu‟ara: 151-152 :
“Dan janganlah menuruti perintah orang yang melewati batas, yang membuat
kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan”.6
Maksud dari ayat di atas adalah janganlah kalian mentaati perintah para pemimpin
dan para pembesar kalian yang selalu mengajak kalian untuk berbuat syirik, kufur dan
melawan kebenaran.
Nabi Muhammad Saw pernah menetapkan daerah yang tidak boleh dilanggar, dirusak
untuk memelihara aliran air, fasilitas-fasilitas umum dan kota-kota. Di dalam kawasan harim
fasilitas-fasilitas untuk kepentingan masyarakat seperti sumur penampuangan air dilindungi
dari kerusakan. Harim menyediakan ruangan yang cukup untuk mempertahankan dan
melindungi air dari pencemaran, penyediaan tempat khusus untuk istirahat binatang ternak
dan lahan yang cukup untuk pengairan (irigasi) sawah dan kebun. Sedangkan kawasan
khusus untuk perlindungan habitat alami dimasukkan dalam kategori hima‟.
6
Fitriani, Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup, UIN AR-RANIRY BANDA ACEH 2014 .
Hal67
3
Berikut adalah prinsip-prinsip yang dapat menjadi pegangan dan tuntunan bagi
perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara
langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam:
“Dan kami tidak mengutus engkau, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam”.7
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai
bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti halnya, setiap anggota komunitas sosial
mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama (kohesivitas sosial),
demikian pula setiap anggota komunitas ekologis harus menghargai dan menghormati
setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis itu, serta mempunyai
kewajiban moral untuk menjaga kohesivitas dan integritas komunitas ekologis, alam
tempat hidup manusia ini. Sama halnya dengan setiap anggota keluarga mempunyai
kewajiban untuk menjaga keberadaan, kesejahteraan, dan kebersihan keluarga, setiap
anggota komunitas ekologis juga mempunyai kewajiban untuk menghargai dan
menjaga alam ini sebagai sebuah rumah tangga.
Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam di atas adalah tanggung jawab
moral terhadap alam, karena manusia diciptakan sebagai khalifah (penanggung jawab)
di muka bumi dan secara ontologis manusia adalah bagian integral dari alam.
Kenyataan ini saja melahirkan sebuah prinsip moral bahwa manusia mempunyai
tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun
terhadap keberadaan dan kelestariannya Setiap bagian dan benda di alam semesta ini
diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan
itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian
dari alam semesta, bertanggung jawab pula untuk menjaganya.
3. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring For Nature)
7
Rabiah Z. Harahap, ETIKA ISLAM DALAM MENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP, Fakultas Hukum UMSU
2015. Hal 9
4
D. Menjaga Lingkungan dalam Perspektif Kristen
Dalam karya penciptaan Allah dalam kitab Kejadian merupakan hasil karya yang
begitu mengesankan. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia hadir (diciptakan Allah) di dunia
setelah Allah menciptakan dunia (alam) ini. Apakah tujuan Allah untuk menciptakan Alam
(hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam sekitar) terlebih dahulu lalu menciptakan manusia?
Tentunya agar manusia bertanggung jawab atas hasil Allah yang begitu luar biasa ini.
Memang dalam Kejadian 9 menunjukkan betapa alam ini telah menjadi rusak akibat
kejatuhan manusia ke dalam dosa. Namun demikian, keadaan alam yang telah rusak sekali
pun tidak mengurangi nilainya. Oleh karena itu, James Montgomery Boice memberikan
beberapa hal yang perlu untuk dilakukan oleh manusia demi menjaga alam ciptaan Allah.
1. Manusia harus bersyukur untuk dunia yang telah Allah jadikan dan memuji Dia untuk
hal itu.
2. Manusia harus bersuka atas ciptaan. Bersuka erat kaitannya dengan bersyukur, tetapi
itu adalah suatu langkah melampaui bersyukur.
4. Alam semesta harus digunakan oleh manusia dengan cara yang semestinya.
8
Frets Keriapy, Ekologi Dalam Perspektif Iman Kristen: Mengungkapkan Masalah Ekologi Indonesia, Karya
Ilmiah ekologi 2019. Hal 6
5
Manusia sang penghancur alam. Pernyataan ini akan terus berlanjut apabila manusia
semakin merusak alam tanpa memperhatikan keseimbangan. Jika manusia tidak mulai
berubah maka suatu saat bumi ini akan semakin rusak sehingga dapat merugikan manusia
sendiri dan alam ciptaan yang lain.
Kerusakan lingkungan yang ada di bumi ini seharusnya menyadarkan manusia tentang
betapa pentingnya untuk menjaga lingkungan hidup. Dimulai dari lingkungan sekitar yang
terdekat, meskipun tidak dapat sekaligus merubah kondisi alam lingkungan sekitar,
setidaknya telah sedikit merubah lingkungan sekitar sehingga dapat dampak positif bagi
manusia sendiri. Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam juga akan membawa
dampak positif juga bukan saja kepada manusia, melainkan juga kepada makhluk lainya. Ini
merupakan amanat yang Allah berikan kepada manusia untuk berkuasa atas segala makhluk
hidup di bumi ini kepada Adam dan Hawa dalam Kejadian 1:26-28 dan juga kepada Nuh
dalam Kejadian 9.
Manusia tidak diciptakan Allah untuk bertindak sewenang-wenang terhadap alam. Manusia
memang penguasa alam tetapi harus berprilaku sebagai penguasa yang sesuai dengan
kehendak Allah yang menunjuk manusia sebagai mitra-Nya. Hal inilah yang membuat
manusia berbeda dengan makhluk lain yang diciptakan Allah. Manusia dapat melihat dan
mengakui akan keberadaan Allah dengan melihat keadaan alam sekitarnya. Allah yang
berperan aktif dalam mengatur akan dunia ini. Hari berganti hari, siang berganti malam,
musim berganti musim menunjukkan bahwa Allah bekerja atas alam ciptaan-Nya. Oleh
karena itu, jika manusia merusak alam yang begitu indah, maka hal tersebut sama saja dengan
manusia sedang merusak apa yang sedang Allah lakukan (bekerja) dengan alam ini.
9
Frets Keriapy, Ekologi Dalam Perspektif Iman Kristen: Mengungkapkan Masalah Ekologi Indonesia, Karya
Ilmiah ekologi 2019. Hal 8
6
E. Menjaga Lingkungan dalam Perspektif Buddha
Mengenai manajemen lingkungan di dalam agama Buddha Ada lima cara manajemen
lingkungan dalam Buddhisme.
1. Menerima kenyataan alam dan menerapkannya sebagai basis dan tujuan manajemen
lingkungan.
3. Mencoba untuk membebaskan hidup manusia dari berbagai tindakan kotor, seperti
ketidak-tahuan, kasih sayang, dan keinginan serta bertindak mempromosikan
lingkungan dengan praktik ajaran Buddha, keduanya adalah ajaran dan disiplin.
Banyak vihara hutan yang didirikan di pegunungan. Hal ini menunjukkan penyesuaian diri
yang harmonis dengan alam. Hidup tenang dalam hutan membantu praktik ajaran Buddhis
untuk meningkatkan batin, sekaligus melindungi binatang yang tinggal di daerah itu.
Pengikut Buddha berprinsip untuk bersikap toleran dan penuh kasih menyesuaikan diri
dengan tumbuh-tumbuhan yang alami, binatang buas di hutan, dengan keselarasan dan
berhubungan timbal balik.12
10
Sigit Prajoko dan Sukiman, Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti, Edisi Revisi Jakarta : Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. Hal 136
11
Ibid. Hal 137
12
Ibid. Hal 138
7
Kesadaran dalam melindungi kehidupan dan lingkungan hidup telah dikenalkan oleh
Buddha sebagai salah satu hukum dasar utama sekitar 25 abad yang lalu untuk para
pengikutnya. Buddha menghadirkan jalan cinta kasih. Buddha menunjukkan rasa cinta
kasihnya secara lengkap seperti yang terlihat ketika cinta kasih melindungi semua makhluk.
Buddha mengajarkan bahwa bagi yang mengikuti ajaran-Nya perlu mempraktikkan cinta
kasih yang tulus, tidak merugikan semua mahluk, tidak hanya untuk melindungi umat
manusia, tetapi juga untuk melindungi tumbuh-tumbuhan dan binatang. Buddha dengan
kebijaksanaan yang sempurna melihat semua mahluk di alam semesta adalah sama secara
alami. Manusia, binatang, dan lingkungannya saling bergantung satu sama lain menjadi satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
13
Sigit Prajoko dan Sukiman, Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti, Edisi Revisi Jakarta : Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. Hal 136
8
BABIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya
agama (Islam) dan lingkungan hidup satu tidak terpisahkan. Karena di dalam konsep Islam,
lingkungan hidup diperkenalkan oleh Alquran dengan beragam macam. Di antaranya adalah
al-bi‟ah (menempati wilayah, ruang kehidupan dan lingkungan) yaitu lingkungan sebagai
ruang kehidupan khususnya bagi spesies manusia. Islam menempatkan ekosistem hutan
sebagai wilayah bebas (al-mubahat) dengan status bumi mati (al-mawat) dalam hutanhutan
liar, serta berstatus bumi pinggiran (marafiq al-balad) dalam hutan yang secara geografis
berada di sekitar wilayah pemukiman. Bahkan menurut Yusuf al-Qardhawi, terdapat
beberapa term dalam agama Islam yang dapat dikaitkan dengan pemeliharaan lingkungan
hidup diantaranya adalah: 1)teori al-istishlah (kemaslahatan), 2)Pendekatan lima tujuan dasar
Islam (maqashid al-syari‟ah) dan 3) Sunnah dari Rasullullah Saw.
9
DAFTAR PUSTAKA
Sigit Prajoko dan Sukiman, Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti, Edisi Revisi
Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017
Faisal Ismail. Paradigma Kebudayaan Islam : Studi Kritis dan Refleksi Historis, (Jogyakarta:
Titian Ilahi Press: 1997).
Fitriani, Agama Dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup, UIN AR-RANIRY BANDA
ACEH 2014 .
Frets Keriapy, Ekologi Dalam Perspektif Iman Kristen: Mengungkapkan Masalah Ekologi
Indonesia, Karya Ilmiah ekologi 2019.
10