Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“TATA PERGAULAN”

Dosen pengampu:
Hj. Khaerun Nisa Nuur S.S., M. Pd.I.

Disusun oleh:
Hasbiah (40400122055)
Muslimah (40400122056)
Risna Rahayu (40400122057)
Nur Fitri (40400122058)
Maulinda Ayu Lestari (40400122059)

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
hidayahnya serta rahmat nyak kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam tak henti-hentinya
kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
mengantar kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang seperti
yang kita rasakan saat ini.
Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu Hj. Khaerun Nisa Nuur
S.S., M.Pd.i selaku dosen mata kuliah Hadis yang telah memberikan kesempatan
kepada kelompok kami untuk Menyusun makalah dengan judul “Tata Pergaulan”.
Dengan ketekunan kami dalam pembuatan makalah ini, harapan kelompok
kami semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
teman-teman dan para pembaca. Mungkin di dalam makalah ini terdapat
kekurangan oleh karena itu kami menerima kritik maupun saran dari ibu dan
teman-teman sekalian untuk perbaikan makalah ini.

Samata, 07 Juni 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Tata pergaulan ................................................................................................ 3
2.2 Larangan berduaan tanpa muhrim ................................................................. 5
2.3 Sopan santun di pinggir jalan ........................................................................ 7
2.4 Menyebarluaskan Salam.............................................................................. 10
BAB III ................................................................................................................. 14
PENUTUP ............................................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 14
3.2 Saran ............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Akhlak adalah salah satu aspek penting dan memiliki peranan vital dalam
kehidupan seorang muslim. Ya’qub (1985, hlm. 33) menjabarkan bahwa akhlak
mulia yang sesuai dengan ajaran Allah merupakan tugas para Rasul diutus oleh
Allah kepada umat Manusia. Meskipun para Rasul diutus pada zaman yang tidak
sama dan kondisi umat yang berbeda-beda, namun tugas mereka sama yakni
berusaha agar umat berada di jalan Allah, menyembah Allah, mengerjakan
perbuatan baik, menjauhi perbuatan munkar, serta untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan yang merupakan prinsip akhlak al-karimah.
Islam adalah agama yang mulia dan mengatur segala aspek kehidupan
termasuk dalam hal pergaulan. Dalam agama Islam, terdapat beberapa aspek atau
hal-hal yang terkait dengan interaksi sosial yang perlu dipahami, seperti dengan
siapa seseorang bergaul dan bagaimana cara seseorang berinteraksi dengan orang
lain yang sering juga di sebut dengan etika.
Etika cenderung identik dengan kata dalam bahasa latin mos yang artinya adat
atau tata cara kehidupan. Dengan kata lain etika islami adalah sistem atau tata cara
yang mengatur tingkah laku seseorang terutama dalam masyarakat. Etika islam
adalah etika yang dilandasi oleh hukum islam dan mutlak mengikat semua umat
muslim terutama dalam pergaulan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana tata pergaulan dalam islam?
2. Bagaimana islam dalam mengatur larangan berduaan tanpa Muhrim?
3. Bagaimana sopan santun di pinggir jalan?
4. Bagaimana menyebarluaskan salam?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tata pergaulan dalam islam
2. Untuk mengetahui bagaimana islam mengatur larangan berduaan tanpa
muhrim

1
3. Untuk mengetahui sopan santun di pinggir jalan
4. Untuk mengetahui bagaimana menyebarluaskan salam

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Tata pergaulan
Tata atau etika pergaulan merupakan nilai-nilai dan peraturan yang digunakan
oleh masyarakat untuk menentukan baik buruknya hubungan yang ada dalam
masyarakat. Etika pergaulan merupakan tolak ukur identitas masyarakat terhadap
sistem nilai-nilai yang dipakai. Secara umum etika pergaulan merupakan sopan
santun atau tata krama dalam pergaulan yang sesuai dengan situasi dan keadaan
serta tidak melanggar norma-norma yang berlaku baik norma agama, kesopanan,
adat, hukum dan lain-lain.
Dalam segala aspek kehidupan, Islam telah memberikan ajaran yang sungguh
mulia bagi umatnya, terutama dalam hal tata cara bergaul dengan sesama. Islam
memandang persoalan tata krama ini sebagai salah satu perkara prinsip, yang
apabila di amalkan akan membawa implikasi yang positif bagi keselamatan serta
kejayaan umat islam di dunia dan di akhirat. Membangun persahabatan
merupakan tema yang urgen bagi seluruh manusia dari berbagai benua dan
bangsa. Karena itu, kemudian menjadi penting mencari cara dan bagaimana usaha
manusia agar sukses bergaul di tengah gelombang perubahan ini. Hal ini bukan
perkara mudah, apalagi gelombang perubahan saat ini semakin mengarah kepada
materialisme, liberalisme, dan individualisme. Jadi di satu sisi, fenomena
peradaban ini sangat bermanfaat bagi umat manusia, tetapi di sisi lain sangat
mencemaskan. Salah satu dampak perubahan yang mencemaskan adalah
terjadinya pemiskinan akhlak dan pengabaian terhadap etika, termasuk etika
pergaulan.
Etika bisa juga diartikan dengan ilmu yang membahas mengenai moralitas
atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas, yaitu sebagaimana yang
diungkapkan oleh M. Said sebagai berikut:
“Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penggunaannya ada sedikit
perbedaan. Moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai
seperti baik dan buruk. Sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem
kode. Orang menyebut perbuatan yang bermoral dan immoral, atau orang

3
menyebut sistem nilai, norma etika atau kode etik. Yang membedakan ialah
kata akhlak yang berarti tabiat, watak, budi pekerti.”
Pergaulan merupakan sesuatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.
Karena manusia diciptakan oleh Allah Swt sebagai makluk sosial. Dalam
kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepas dari interaksi (pergaulan),
sosialisasi, dan komunikasi dengan individu lainnya. Bahkan manusia pada
dasarnya sangat membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan dan
mempertahankan hidupnya. Dengan kata lain manusia tidak bisa hidup sendiri.
Sehingga dibutuhkan pergaulan antar manusia dalam kehidupan sehari-hari yang
sesuai dengan aturan yang berlaku di lingkungan masyarakat.Dalam bergaul
manusia bisa bersifat langsung ataupun tidak langsung. Pergaulan langsung adalah
pergaulan yang dilakukan melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan
adanya dialog timbal balik secara langsung dari kedua belah pihak yang
bersangkutan tanpa melalui suatu perantara. Pergaulan tidak langsung adalah
pergaulan yang terjadi melalui suatu perantara. Salah satu pergaulan tidak
langsung adalah melalui media sosial. Media sosial merupakan suatu situs yang
dimiliki oleh setiap individu dan bahkan individu tersebut bisa membuat web page
pribadi.
Salah satu pergaulan yang penting untuk diketahui remaja adalah pergaulan
antar lawan jenis. Sebab pergaulan remaja di zaman sekarang ini sudah banyak
yang melewati batas. Batasan-batasan dalam pergaulan antar lawan jenis sudah
tidak diperhatikan atau dihiraukan lagi oleh remaja saat ini. Bahkan remaja
sekarang ini terlihat lebih cuek dalam menanggapi masalah tersebut. Padahal di
dalam Al-Qur’an, Allah Swt telah menjelaskan bahwasanya umat Islam dilarang
mendekati perbuatan zina. Maksudnya yaitu perbuatan-perbuatan yang dapat
mengantarkan manusia ke dalam perbuatan perzinahan. Sebagai contoh adalah
pacaran, ciuman, pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, serta melihat
tayangan atau video yang dapat membangkitkan syahwat. Itu semua dapat
mengarahkan kepada perbuataan perzinaan.

4
2.2 Larangan berduaan tanpa muhrim
Larangan berduaan tanpa muhrim adalah aturan dalam agama islam yang
mengharuskan kehadiran pendamping atau muhrim ketika seorang wanita dan
seorang pria yang bukan muhrim sedang berduaan di satu tempat yang sama.
Muhrim adalah orang yang diharamkan bagi seorang wanita untuk menikah
dengannya karena hubungan kekerabatan atau pernikahan tertentu. Larangan ini
didasarkan pada prinsip-prinsip agama Islam yang bertujuan untuk menjaga
kehormatan, kesucian, dan keamanan individu serta masyarakat. Larangan ini
bertujuan untuk mencegah timbulnya fitnah (fitnah berarti mencurigai atau
menuduh seseorang melakukan perbuatan tercela) dan mencegah terjadinya
perbuatan zina (hubungan intim di luar pernikahan).
Dalam Islam, ada batasan-batasan yang ditentukan untuk hubungan antara pria
dan wanita. Konsep khalwat (bersendirian) antara pria dan wanita yang bukan
mahram adalah dilarang dalam Islam karena bisa membuka pintu untuk godaan
dan kemungkinan melakukan perbuatan tercela. Aturan ini berlaku bagi kedua
pihak, baik itu pria maupun wanita. Tujuannya adalah melindungi kedua belah
pihak dari godaan dan mencegah terjadinya pelanggaran moral. Adanya
pendamping atau mahram dianggap sebagai bentuk perlindungan dan pengawasan
terhadap hubungan antara pria dan wanita yang tidak sah secara agama.
َ ُ ‫ام َر أَة َوالَ ت‬
‫سا‬ ْ ‫ الَيَ ْخلُ َونَّ َر ُجل ِب‬:‫سلَّ َم يَقُ ْو ُل‬
َّ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫س ِم َع النَّ ِب َّي‬َ ُ‫عبّاَس اَ ْنه‬ َ ‫ْث اب ِْن‬ ُ ‫َح ِدي‬
‫ام َرأَتِي‬
ْ ‫ت‬ ِ ‫او َكذَ َو ْخ َر‬
َ َ‫س ْو َل هللاِ اكتَتْ ْبتْ َ فِى غزوة َكذ‬ ُ ‫ يَا َر‬:‫ام َرأَةٌ إِالَّ َو َمعَهَا َمحْ َر َم فَقَام َ َر ُج ٌل فَقَا َل‬
ْ َّ‫ف َرن‬
‫باب من اكتتب‬٤ ١ :‫ اكتاب الجهاد‬٥٦ :‫ ا ْذ َه ْب فحج مع امرأتك أخرجه البخا ري في‬:َ‫حَاجَّةقَال‬
‫جيش فخرجت امرأته حا جة‬
Artinya:
Ibnu Abbas ra mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: "Jangan seorang laki-laki
berduaan dengan wanita, dan janganlah seorang wanita bepergian melainkan
bersama mahramnya." Seseorang bangkit dan bertanya: "Ya Rasulullah, aku
bertugas dalam perang ini sedang isteriku pergi haji." Maka Nabi menjawab:
"Berhajilah bersama isterimu." (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-56,
Kitab Jihad bab ke-14, bab barang siapa yang diwajibkan untuk berperang dan
istrinya keluar untuk haji).

5
Hadis di atas menjelaskan bagi lawan jenis dilarang untuk berdua (khalwah),
kecuali sudah halal. Istilah pacaran, di zaman sekarang tidak heran banyak sekali
dari kalangan laki-laki dan perempuan melakukan itu, dengan alasan hak asasi
manusia atau kebebasan serta alasan mengikuti perkembangan zaman, jika tidak
berpacaran dianggap tidak gaul atau ketinggalan zaman. Padahal ini benar-benar
telah melanggar syariat islam dan ini sudah disinggung dari Rasulullah SAW,
karena perkembangan zaman dan hiruk pikuknya lingkungan, maka hilanglah
karakter islam dari para pemuda di era modern ini. Jadi, hadits ini berlaku untuk
zaman sekarang bukan hanya zaman Rasulullah saja, maka dari sebagai pemuda
muslim tidak boleh terlena dari perkembangan zaman dan harus menjaga batas
antara lawan jenis, khawatir hal yang tidak diinginkan terjadi.
Oleh karena itu, larangan Islam tidak semata-mata untuk membatasi
pergaulan, tetapi lebih dari itu. Yaitu, untuk menyelamatkan peradaban manusia.
Berduaan dengan lawan jenis merupakan salah satu langkah awal terhadap
terjadinya fitnah. Dengan demikian, larangan perbuatan tersebut, sebenarnya
sebagai langkah preventif agar tidak melanggar norma-norma hukum yang telah
ditetapkan oleh agama dan yang telah disepakati masyarakat. Adapun larangan
bagi seorang wanita untuk berpegian sendiri tanpa mahramnya, ini yang
dikhawatirkan dari setiap orang jika ada dari keluarganya atau kerabat bepergian
sendiri, karena banyak tangan-tangan jail di luar sana. Dengan di temani oleh
mahramnya, maka akan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Akan tetapi,
diantara ulama banyak sekali pendapat tentang ini, karena ada yang mengatakan
bahwa larangan ini bersifat mutlak. Dengan demikian, perjalanan apa saja, baik
yang dekat maupun yang jauh, harus disertai mahram. Ada yang berpendapat
bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan jauh yang memerlukan waktu
minimal dua hari. Ada pula yang berpendapat bahwa larangan tersebut ditujukan
bagi wanita yang masih muda-muda saja, sedangkan bagi wanita yang sudah tua
diperbolehkan, dan masih banyak pendapat lainnya.
Dengan demikian, yang menjadi standar adalah kemaslahatan dan keamanan.
Begitu pula pergi haji, jika diperkirakan akan aman yang dimana pada saat ini
telah banyak petugas pembimbing haji yang akan bertanggung jawab terhadap

6
keselamatan dan kelancaran para jamaah haji, maka seorang wanita yang pergi
haji tidak disertai mahramnya diperbolehkan kalau memang dia sudah memenuhi
persyaratan untuk melaksanakan ibadah haji. Adapun hikmah larangan berduaan
dengan lawan jenis: Untuk menjauhi godaan setan, Allah memberikan ujian
kepada hamba-Nya dengan kadar yang berbeda untuk meningkatkan kadar
keimanan seseorang dihadapan Allah, godaan setan merupakan salah satu ujian
berat dari Allah sehingga manusia di perintahkan untuk senantiasa berzikir. Dan
untuk menghindari zina

2.3 Sopan santun di pinggir jalan


Sopan santun menurut Markhamah terdiri dari dua kata yaitu sopan dan
santun. Sopan yang berarti: 1) hormat dan takzim (akan, kepada) tertib menurut
adat yang baik, 2) berada tentang tingkah laku, tutur kata, pakaian dan lain
sebagainya, 3) baik kelakuannya (tidak lacur, tidak cabul). Sedangkan santun
berarti: 1) halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya), 2) penuh rasa belas
kasihan, dan suka menolong. Pendapat lain tentang sopan santun menurut Hartono
sopan santun adalah kebiasaan yang baik dan disepakati dalam lingkungan
pergaulan antar manusia setempat. Sopan santun terdiri atas “sopan” dan “santun”
yang berarti adat, aturan, norma, dan peraturan. Santun berarti norma, bahasa
yang taklim (amat hormat), kelakuan, tindakan, dan perbuatan. Berdasarkan teori
mengenai sopan santu di atas dapat disimpulkan bahwa, sopan santun berarti sikap
atau perilaku yang tertib sesuai dengan adat istiadat atau norma-norma yang
berlaku dalam pergaulan antar manusia setiap harinya memiliki sikap saling
menghormati, bertutur kata baik, bersikap rendah hati, serta suka menolong.
Jalan merupakan tempat umum, tempat bertemunya banyak orang untuk
memenuhi kebutuhan mereka, bermu’umalah dan berinteraksi antarsesama.
Sebagai seorang muslim ketika berada dijalan, hendaklah beretika dan sopan
santun yang baik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Q.S Al-Furqan: 63
yang artinya:

7
“Dan hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (Al-Furqan:63)
Tentang etika berjalan telah dicontohkan oleh Rasulullah, sebagaimana yang
digambarkan oleh Ibnu Halah tentang perjalanan Rasulullah ke pasar sebagai
berikut, “Ketika berjalan Rasulullah melangkah dengan mantap, sedang dalam
gerakan tidak terlalu cepat, sederhana, lebih banyak menundukkan dan
mengucapkan salam kepada siapa yang ditemuinya.” (HR. Tirmidzi)

َ ُ‫ ِإ َّيا ُك ْم َوا ْل ُجل‬:‫سلَّ َم قَا َل‬


‫وس‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ ‫صلَّى هللا‬َ ِ ‫ع ْنهُ ع َِن النَّ ِب ّي‬
َ ُ ‫ي ِ َر ِض َي هللا‬ َ ‫ع َْن أَ ِبى‬
ّ ‫س ِع ْي ِد ا ْل ُخد ِْر‬
ُ ‫س فَأ َ ْع‬
‫طوا‬ َ ‫ َقا َل فَ ِإذَا أَبَ ْيت ُ ْم إِالَّ ا ْل َمجَا ِل‬.‫َّث فِيهَا‬ ُ ‫ إِنَّ َما ِه َي َمجَا ِل‬،ٌّ‫ فَقَالُوا َما َلنَا بُد‬.‫ط ُر َقات‬
ُ ‫سنَا نَتَ َحد‬ ُّ ‫ع َلى ال‬َ
ِ ‫ َوأَ ْم ٌر بِا ْل َم ْع ُر‬،‫سالَ ِم‬
،‫وف‬ َّ ‫ َو َر ُّد ال‬،‫َف األَذَى‬ َ ‫يق قَا َل‬
ُّ ‫ َوك‬،‫غضُّ ا ْلبَص َِر‬ ُّ ‫ط ِريقَ َحقَّهَا قَالُوا َو َما َح‬
َّ ‫ق ال‬
ِ ‫ط ِر‬ َّ ‫ال‬
‫ْى ع َِن ا ْل ُم ْنك َِر‬
ٌ ‫َونَه‬
Artinya:
“Dari Abu Said Al-Khudry r.a. Rasulullah SAW. bersabda, Kami semua harus
menghindari untuk duduk di atas jalan (pinggir jalan)-dalam riwayat lain, di
jalan mereka berkata, “Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk
kami untuk mengobrol. Nabi bersabda, “Jika tidak mengindahkan larangan
tersebut karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan.” Mereka
bertanya, “Apakah hak jalan itu?” Nabi bersabda, “Menjaga pandangan mata,
berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintahkan kepada
kebaikan dan larangan kemunkaran. (H.R Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
Rasulullah Saw dalam hadis di atas melarang duduk di pinggir jalan, baik di
tempat duduk yang khusus, seperti diatas kursi, di bawah pohon, dan lain-lain.
Karena ini adalah sebuah kekhawatiran yang berkaitan dengan adab, khawatir
menghalangi pejalan kaki, mengganggu, dan berbuat gaduh. Sebenarnya larangan
tersebut bukan berarti larangan pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat
tempat duduk di pinggir jalan itu haram.
Seiring perkembangan zaman, telah banyak pula kursi-kursi khusus di
sepanjang jalan, baik di trotoar di taman, di tempat-tempat umum lainnya, guna
memperindah dan menjadi tempat peristirahatan para pejalan, baik pejalan kaki

8
atau pengendara. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan terjadinya sesuatu yg
tidak diinginkan. Maka dari itu, jauh sebelumnya Rasulullah telah memperingati
para sahabat kala itu agar tidak nongkrong di pinggir jalan. Banyak para sahabat
yg bertanya, mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat kita berkumpul dan
lain sebagainya.
Dalam hal ini Rasulullah bukan melarang, melainkan ada larangan tertentu
yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim. Berikut ini larangan yang tidak
boleh dilakukan, diantaranya:
1) Menjaga pandangan mata
Menjaga pandangan merupakan suatu keharusan begi setiap muslim atau
muslimat, sesuai dengan perintah Allah SWT. Dalam al-Qur'an:
Artinya: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat".
Hal itu tidak mungkin dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk
dipinggir jalan. Ini karena akan banyak sekali orang yang lewat, dari
berbagai uisa dan berbagai tipe. Maka bagi para lelaki jangalah
memandang dengan sengaja kepada para wanita yang bukan muhrim
dengan pandanagan syahwat. Begitu pula, tidak boleh memandang
dengan pandangan sinis atau iri kepada siapa saja yang lewat. Pandangan
seperti tidak hanya akan melanggar aturan islam. Tetapi akan
menimbulkan kecurigaan, persengketaan dan memarahan dari orang yang
dipandangnya, apalagi begi mereka yang mudah tersinggung. Oleh karena
itu, mereka yang sedang duduk dipinggir harus betul-betul menjaga
pandangannya.
2) Tidak menyakiti
Tidak boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan, tangan,
kaki, dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau
membicarakannya, dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu
kesil atau benda apa saja yang akan menyebabkan orang lewat sakit dan

9
tersinggung, tidak memercikkan air, dan lain-lain yang akan menyakiti
orang yang lewat atau menyinggung perasaannya.
3) Menjawab salam
Menjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun mengucapkan- nya
sunnat. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan salam ketika duduk
dijalan, hukum menjawabnya adalah wajib. Untuk lebih jelas tentang
salam ini, akan dibahas di bawah.
4) Memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran
Apabila sedang duduk di jalan kemudian melihat ada orang yang berjalan
dengan sombong atau sambil mabuk atau memakai kendaraan dengan
ngebut, dan lain-lain, diwajibkan menegurnya atau memberinya nasihat
dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang memiliki
kekuatan untuk itu, doakanlah dalam hati supaya orang tersebut
menyadari kekeliruan dan kesombongannya.
Begitulah islam dengan mengatur dengan kesempurnaan, sopan santun adalah
tentang menghormati orang lain dan menciptakan lingkungan yang ramah.

2.4 Menyebarluaskan Salam


Salam yang dimaksud dalam hal ini adalah salam yang di contohkan
Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari hari yaitu yang berbunyi :
Assalamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuhu yang berarti : “Keselamatan
atas kamu, rahmat Allah dan keberkahan-Nya”. Beberapa kata yang terdapat
dalam salam tersebut yang memiliki makna tersendiri
1. Assalam, dalam bahasa Arab salam memiliki beberapa pemaknaan yaitu
sebagai berikut:
1) As-Salam dapat diartikan sebagai kesejahteraan atau kedamaian atau
sumber keselamatan atau Yang Maha memberi keselamatan seperti
dalam makna Asmaul Husna
2) Daar As-salam artinya surga
3) As-Salam Al-Malaiky, As-Salam Al-Maryami artinya penghormatan
malaikat terhadap maryam
4) Subul As-Salam artinya jalan hidup kedamaian dan keselamatan

10
5) Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu : ucapan ketika
bertemu sesama muslim dan ucapan ketika akhir shalat.
2. Rahmah, secara umum rahmah berasal dari kata rahima yarhamu rahma
(ism mashdar), dapat diartikan dengan rahmat; kasih sayang, kata rahmah
dapat diartikan dalam beberapa bentuk berikut ini
1) Kasih sayang
2) Rahmat Allah, meliputi : kebaikan, nikmat pahala yang di berikan
Allah seperti yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an
3) Kecintaan dan kelembutan; seperti dalam surah Al-Hadid ayat 27
4) Rezeqi, nikmat, hujan seperti dalam surah Al-Isra ayat 82
5) Kebaikan dan Nikmat seoerti dalam surah Yunus ayat 21
6) Pengampunan seperti dalam surah Al-Kahfi ayat 10
3. Barakah, dalam bahasa Indonesia sering di sebut dengan berkat atau
berkah. Berkah memiliki arti yaitu keberkahan, perkembangan dan
pertumbuhan, kebahagian, Al-Burkah yaitu burung yang hidup diatas air,
dan Al-Birkah artinya sungai

Periwayatan tentang salam


Di riwayatkan dalam sebuah hadis Riwayat Muslim tentang kewajiban
seorang muslim terhadap Muslim yang lain dalam menjawab salam yaitu:
ْ ‫علَى اَ ْل ُم‬
‫س ِل ِم‬ ْ ‫ق اَ ْل ُم‬
َ ‫س ِل ِم‬ ُّ ‫َللَاِ صلى هللا عليه وسلم َح‬ َّ َ ‫سو ُل‬ ُ ‫ع َْن أَ ِبي ه َُري َْرةَ رضي هللا عنه قَا َل َر‬
َّ َ ‫س َف َح ِم َد‬
َ‫َللَا‬ َ ‫ط‬ َ ‫ َو ِإذَا‬,ُ‫ص َحكَ َفا ْنصَحْ ه‬
َ ‫ع‬ ْ ِ‫ َو ِإذَا ا‬,ُ‫ َو ِإذَا َدعَاكَ َفأ َ ِج ْبه‬,‫ع َل ْي ِه‬
َ ‫ستَ ْن‬ َ ‫ ِإذَا َل ِقيتَهُ َف‬: ٌّ‫ست‬
َ ‫س ِّل ْم‬ ِ
ْ ‫ َر َواهُ ُم‬. ُ‫ َوإِذَا َماتَ فَاتْبَ ْعه‬,ُ‫ض فَعُ ْده‬
‫س ِل ٌم‬ َ ‫س ِ ّمتْهُ َوإِذَا َم ِر‬
َ َ‫ف‬

“Dari Abu Hurairah, Ia berkata bahwa Rasulullah bersabda,” hak muslim


kepada muslim yang lain ada enam, Beliau bersabda, “Apabila engkau bertemu,
ucapkanlah salam kepadanya, apabila di undang, penuhilah undangannya,
apabila Engkau dimintai nasehat berilah nasehat kepadanya, apabila Dia bersin
lalu memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) doakanlah Dia dengan
menjawab (dengan mengucapkan Yarhamukullah), apabila di sakit maka
jenguklah dan apabila meninggal dunia iringilah jenazahnya (sampai
kepemakaman)”. ( HR. Muslim)

11
Apabila bertemu, hendaklah memberi salam kepada saudaranya dan
saudaranya tersebut menjawab salamnya sehingga terwujud persaudaraan dan
saling cinta diantara mereka, oleh karena itu Rasulullah bersabda:
َ ‫ أَ َو َال أَ ُدلُّ ُك ْم‬،‫ َو َال ت ُؤْ ِمنُوا َحتَّى تَ َحابُّوا‬،‫َال تَ ْد ُخلُونَ ا ْل َجنَّةَ َحتَّى ت ُؤْ ِمنُوا‬
ُ‫علَى ش َْيء إِذَا فَعَ ْلت ُ ُموه‬
َّ ‫تَ َحابَ ْبت ُ ْم؟ أَ ْفشُوا ال‬
‫س َال َم بَ ْينَ ُك ْم‬

“Tidaklah masuk surga sampai beriman hingga saling mencintai maukah engkau
aku tunjukkan pada sesuatu yang apabila kalian lakukan akan menjadikan kaian
saling mencintai? tebarkan salam”. ( HR. Muslim no. 54)

Hadis ini memberikan isyarat akan arti pentingnya salam, sekedar


mengucapkan salam? Tentu saja tidak sesderhana itu . karena kata salam bisa
dimaknai sebagai kedamaian dalam pengertian luas. Jelaslah menebarkan salam
adalah tanda adanya kecintaan diantara kaum muslimin dan bentuk kedamaian.

Berdasarkan hadis yang ada, maka sesungguhnya islam telah memberikan


teknis dalam praktik salam tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Orang yang berkendara harus memberi salam kepada pejalan kaki
2. Orang yang berjalan kaki memberi salam kepada yang duduk
3. Kelompok yang lebih sedikit memberi salam kepada kelompok yang lebih
banyak jumlahnya
4. Yang meninggalkan tempat memberi salam kepada yang tinggal
5. Ketika pergi meniggalkan atau pulang ke rumah, ucapkanlah salam meski
tak seorang pun ada di rumah( malaikat yang akan menjawab)
6. Jika bertemu berulang-ulang maka ucapkan salam setiap kali bertemu.
Untuk poin 1 sampai 3 di jelaskan di dalam sebuah hadis yaitu:

‫علَى‬
َ ‫ب‬ َ ُ‫ «ي‬:َ‫ أنَّ رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قَال‬:‫عن أَبي هريرة رضي هللا عنه‬
َّ ‫س ِلّ ُم‬
ُ ‫الرا ِك‬
‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ق‬ ِ ِ‫علَى ال َكث‬
ٌ ‫ متف‬.»‫ير‬ َ ‫ َوالقَلي ُل‬،ِ‫علَى القَا ِعد‬
َ ‫شي‬
ِ ‫ َوال َما‬،‫شي‬
ِ ‫ال َما‬

“Dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu bahwasannya Rasulullah


Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda “Hendaklah orang-orang yang berkendara
memberi salam kepada orang yang berjalan dan orang yang berjalan memberi

12
salam kepada orang yang duduk dan orang yang sedikit (memberi salam kepada
orang yang banyak.” (HR. Bukhari Muslim)

Pengucalian keajiban menjawab salam :


1. Ketika sedang shalat. Membalas ucapan ketika shalat membatalkan
shalatnya
2. Khatib, orang yang sedang membaca Al-Qur’an atau seseorang yang
sedang mengumandagkan azan atau iqamah
3. Ketika sedang buang air atau berada di kamar mandi

13
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tata atau etika pergaulan merupakan nilai-nilai dan peraturan yang digunakan
oleh masyarakat untuk menentukan baik buruknya hubungan yang ada dalam
masyarakat. Etika pergaualan merupakan tolak ukur identitas masyarakat terhadap
sistem nilai-nilai yang dipakai. Dalam Islam, ada batasan-batasan yang ditentukan
untuk hubungan antara pria dan wanita. Konsep khalwat (bersendirian) antara pria
dan wanita yang bukan mahram adalah dilarang dalam Islam karena bisa
membuka pintu untuk godaan dan kemungkinan melakukan perbuatan tercela.
Aturan ini berlaku bagi kedua pihak, baik itu pria maupun wanita.
Dalam agama islam telah diataur bagaimana tata pergaulan yang baik dan
benar tentunya dengan akhlakul karimah tau akhlak yang terpuji. Bukan hanya
kepada sesame muslim, akan tapi kepada semua orang. Tidak melihat dari segi
suku, agama, bangsa, dan budaya. Karena hakekatnya manusia adalah sama
kecuali ketakwaannya lah yang membuat derajat seseorang menjadi tinggi dari
yang lain, karena itu tidak wajar apabila maasih ada istilah pihak lain karena
semua sama dari segi pandang kemanusiaan. Tidak ada kata kami, yang ada hanya
kita. Akan ringan segala pekerjaan, apabila segala orang saling tolong menolong
satu sama, hal yang harus dikerjakakan dalam waktu satu minggu akan selesai
hanya dengan waktu satu hari.
3.2 Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al Arif, M. F. (2018). Larangan Berduaan Antara Laki-Laki dan Perempuan


Bukan Mahram. KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu
Ushuluddin, 8(1), 11-21.
Firiyah, Z. (2019). Pengaruh Etika Jawa Terhadap Perilaku Sopan Santun Siswa
Kelas VIII MTs Nurul Ilmi Bategede Jepara Tahun Pelajar 2018/2019
dilihat dari Perspektif Religiusitas (Doctoral dissertation, IAIN KUDUS).
Kaliwungu, P., & Maulaya, D. Hadits Tentang Larangan Wanita Bepergian Tanpa
Mahram Dalam Pandangan Kiai-Kiai.
Pranoto, A., Abdussalam, A., & Fahrudin, F. (2016). Etika Pergaulan Dalam
Alquran Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Pai Di
Sekolah. Tarbawy: Indonesian Journal of Islamic Education, 3(2), 107-
119.
Qurratalaeni, N. S. A. (2021). Pemahaman hadis tentang larangan perempuan
beergian tanpa mahram dengan pendekatan Sosio-Historis (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Gunung Djati Bandung).
Sani, A. P., Saefuddin, U., & Ali, A. (2020). Implikasi Adab Menyebarkan Salam
Berdasarkan Hadits Riwayat Al-Bukhari Terkait Peran Pendidik dalam
Mendidik Peserta Didik. Prosiding Pendidikan Agama Islam, 12-19.
Shodiqin, R. (2014). Termonologi Salam Dalam Islam. Jurnal Al-Maqayis, 2(1).

15

Anda mungkin juga menyukai