Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HARI RAYA NYEPI

Nama : Ni Komang July Trisna Dewi


No : 20
Kls : X Kep

SMK KESEHATAN PANCA ATMA JAYA


TAHUN AJARAN
2022/2023

i
KATA PENGANTAR 
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Makalah yang berjudul “Hari Raya
Nyepi”. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata pelajaran ini.

Dalam penulisan makalah ini, saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan,


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini membantu teman-teman mengetahui


secara garis besar tentang Hari Raya Nyepi. Terima kasih saya ucapkan atas waktunya untuk
membaca makalah kami.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1..............................................................................................................Latar Belakang
....................................................................................................................................1
1.2.........................................................................................................Rumusan Masalah
....................................................................................................................................2
1.3...........................................................................................................................Tujuan
....................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hari Raya Nyepi.......................................................................................3


2.2 Sejarah Tahun Baru Saka...........................................................................................5
2.3 Tujuan Hari Raya Nyepi.............................................................................................9
2.4 Pelaksanaan Hari Raya Nyepi..................................................................................11
2.5 Makna Filosofis Hari Raya Nyepi............................................................................15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................16


3.2 Saran...............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Pelaksanaan upacara Yadnya pada hari-hari suci didasari dengan perhitungan.
Perhitungan tersebut ada berdasarkan weweran, pawukon dan berdasarkan pasasihan.
Hari raya Nyepi dilaksanakan berdasarkan perhitungan pasasihan  yang datangnya
setiap tahun yaitu pada penanggal apisan sasih kadasa (Tanggal satu bulan sepuluh).
Hari raya Nyepi merupakan hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap satu
tahun sekali. Hari suci ini berdasarkan pada pengalihan Purnama dan Tilem. Hari Raya
Nyepi juga dikenal sebagai Hari Tahun Baru Saka, yang secara resmi telah diakui
sebagai hari libur nasional sejak tahun 1983. Hari Raya Nyepi dirayakan setiap awal
sasih kedasa atau sehari setelah hari tilem kesanga. (Sutresna, 2012;115).
Pelaksanaan Hari Raya Nyepi diawali dengan upacara melasti dan bhuta
yadnya. Melasti dilaksanakan lima hari atau tiga hari sebelum tilem kesanga. Adapula
yang melaksanakan melasti sehari sebelum tilem kesanga dan perbedaan tersebut sesuai
dengan aturan dan kondisi masyarakat setempat. Upacara Bhuta Yajna dilaksanakan
pada hari tilem sasih kesanga. Melasti bertujuan untuk mensucikan bhuwana agung dan
bhuwana alit, sedangkan bhuta yajna bertujuan untuk mengharmonisasikan unsure-
unsur alam semesta.
Pelaksanaan Hari Raya Nyepi adalah untuk menyambut Tahun baru saka yang
dilandasi dengan kesucian dan keharmonisan sehingga tercapai ketenteraman serta
kesejahteraan hidup lahir dan batin. Dengan demikian, berdasarkan uraian tersebuat di
atas, dengan adanya makalah ini diharapkan agar dapat memahami dan menghayati
Hari Raya Nyepi sehingga dapat menjelaskan secara terperinci mengenai hari raya
nyepi, tahun baru saka, tujuan hari raya nyepi, pelaksanaan hari raya nyepi dan makna
filosofis hari raya nyepi.

1
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka?
2.      Bagaimana sejarah Tahun Baru Saka?
3.      Apa tujuan dari pelaksanaan Hari Raya Nyepi?
4.      Bagaimana pelaksanaan Hari Raya Nyepi?
5.      Apa makna filosofis Hari Raya Nyepi?

1.3  Tujuan Penulisan


1.      Untuk mengetahui pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka;
2.      Untuk mengetahui sejarah Tahun Baru Saka;
3.      Untuk mengetahui tujuan dari pelaksanaan Hari Raya Nyepi;
4.      Untuk mengetahui pelaksanaan Hari Raya Nyepi;
5.      Untuk mengetahui makna filosofis Hari Raya Nyepi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka

Hari raya Nyepi adalah salah satu hari raya bagi umat Hindu di Indonesia,
yang diperkirakan  jatuh pada bulan Maret pada tahun Masehi. Secara etimologi kata
Nyepi  berasal dari kata sepi, yang artinya sunyi. Sesuai dengan tata bahasa Bali, bahwa
konsonan c, j , dan s bila disengaukan menjadi ny, dengan demikian jika kata sepi
disengaukan menjadi kata Nyepi. Berdasarkan penjelasan tersebut, jadi Hari Raya
Nyepi adalah hari raya yang diperingati dengan sepi.
Nyepi merupakan Hari Tahun Baru Saka, yang diperingati oleh umat Hindu di
Bali Khususnya dengan suasana sepi, bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun Caka
selalu dimulai sesudah Tilem pada waktu sasih kasanga (IX), yaitu setelah diadakan
upacara Bhuta Yajna atau Tawur Kesanga.
Dalam beberapa sumber disebutkan sebagai berikut:
1.        Lontar Sri Aji Kasanu, menyebutkan bahwa;
“…ring tileming sasih kesanga, patut maprakerti caru Tawur wastanya, sedulur nyepi
awengi.”
Terjemahannya sebagai berikut:
….pada Tilem sasih Kesanga, patut mengadakan Upacara Bhuta Yajna, yaitu caru yang
disebut dengan “Tawur”. Dilanjutkan dengan Nyepi satu malam.

2.        Lontar Sundari Gama, menyebutkan bahwa;


“…Atari chaitra tekaning Tilem, ika pasucianing prawatek dewata kabeh, hana ring
telenging Samudera, ametta saring Amerta Kamandalu, matangin wenang manusia
kabeh angaturan prakerti ring prawatek dewata angapi kramanya, nihan Atari
prawaning Tilem Kasanga tag awe akena Bhuta Yajna a ring catus pataningdesa,…
enjangnya ring tilem lasti akena ikang raptima…, enjangnya nyepi amati geni, tan
wenang sajadma anambut gawe saluwirya, agni ring saparaning gnah tan wenang.”
Terjemahannya adalah sebagai berikut:
…. Pada hari Tilem sasih/bulan Chaitra/Kasanga, merupakan hari pensucian para
Dewata semua, mengambil air kehidupan yang ada di tengah-tengah lautan, oleh karena
itu patutlah semua manusia/umat Hindu melakukan persembahan kepada para Dewa,

3
melalui suatu upacara, menurut kemampuannya, pada hari purwani tilem, agar
melaksanakan upacara melasti ke laut, mensucikan pratima…melaksanakan Nyepi,
dengan tidak manyalakan api, semua orang tidak boleh melakukan pekerjaan, antara
lain, menghidupkan api di semua tempat

3.        Kitab Cendamani, menyebutkan sebagai berikut;


Bagi umat Hindu di Bali pergantian Tahun saka selalu dimulai sesudah Tilem
ke sanga (IX), sehingga Hari Raya Nyepi merupakan Hari Raya Tahun Baru Saka. Kata
saka dalam bahasa sansekerta yang artinya tarich/ tahun. Tarich atau Tahun saka kita di
Indonesia selalu dimulai setelah bulan mati (Tilem) ke IX, yaitu sekita bulan Maret
tarich masehi. Mengapa demikian dan mengapa bukan setelah bulan mati  ke XII saja?.

4.        Seminar Kesatuan Tapsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu tentang Hari Raya
Nyepi (1988)
Hari Raya Nyepi adalah perayaan hari Tahun Baru Saka yang jatuh pada
penanggal apisan sasih kadasa (eka sukla paksa waisak) sehari setelah tilem kesanga
(Panca Dasi Krsa Paksa Chaitra). (Pemda Bali, 1999/2000: 95)
Mengenai Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska
dari Dinasti Kushana pada Tahun 78 Masehi.
Pengguanaan Tahun Saka di Indonesia, berdasarkan prasasti pada zaman dahulu
hanya dikenal Tahun saka saja. Berdasarkan kitab Negara Kertagama, pada jaman
Majapahit, pergantian tahun saka (bulan chaitra ke waisakha) dirayakan secara
nasional.
Sesuai dengan penjelasan dari sumber-sumber tersebut didepan, maka Hari
Raya Nyepi adalah hari untuk merayakan Tahun Baru saka yang dilaksanakan setelah
tilem kesanga. Bukan saja dirayakan oleh umat Hindu di Bali, namun seluruh umat
Hindu di Indonesia wajib melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah masing-
masing.

4
2.2    Sejarah Tahun baru Saka
Penggunaan Tahun Baru saka diresmikan pada waktu penobatan Raja kaniska I
di india dan perkembangan selanjutnya sampai ke Indonesia adalah sebagai berikut:

A. Penobatan Raja Kaniska I di India


Suku- suku yang mendiami daerah yang sangat luas di Asia Selatan sangatlah
banyak jumlahnya. Suku- suku bangsa itu dilanda oleh permusuhan yang tiada
hentinya. Suku-suku bangsa itu antara lain; Saka(Scythia), Pahlawa(Partha), Yawana
dan Makawa. Mereka sangat berambisi dan ingin menundukkan satu dan yang lain.
mereka silih berganti  menguasai daerah yang membentang di Asia Selatan itu bahkan
sampai ke Asia Tengah diantaranya; Persia, Lembah Sungai Sindhu, Iran Selatan,
Kasmir, India Utara, dan India Barat yang terkenal dengan daerah sangat subur.
Sekitar tahun 248 sebelum masehi, suku bangsa Pahlawa unggul dalam
peperangan dan menaklukan bangsa Yawana dan Saka. Pada masa berikutnya, bangsa
Saka unggul terhadap bangsa Yueh-chi. Bangsa saka harus berhadapan kembali
dengan  suku bangsa Pahlawa dan di sekitar 138 sampai 12 sebelum masehi, suku
bangsa Saka mengalami masa jaya digjaya. Suku-suku bangsa Saka adalah suku bangsa
pengembara yang terkenal ramah dan riang dalam menghadapi segala tantangan hidup.
Peperangan antara suku bangsa terus berlangsung dan berkepanjangan. Suku
bangsa saka kini gilirannya terdesak dikalahkan oleh suku bangsa lain. menyadari hal
ini, suku bangsa Saka yang terdiri dari beberapa kelompok, diantaranya; saka
Tigrakhauda, Saka Humawarga, dan Saka Taradaraya mengubah arah perjuangannya
dari perjuangan politik dan militer untuk merebut kekuasaan  menjadi perjuangan di
bidang kebudayaan. Hal ini menyebabkan Suku bangsa Saka dengan kebudayaannya itu
benar-benar memasyarakat.
Tahun 125 sebelum masehi, Dinasti Kusuna dari bangsa Yueh-chi memegang
tampak kekuasaan. Nampaknya dinasti Kusuna terketuk hatinya oleh perubahan arah
perjuangan suku bangsa Saka. Kekuasaan yang dipegangnya tidak dipakai untuk
menindas musuhnya melainkan untuk merangkul semua bekas musuhnya dan suku-
suku bangsa yang lain yang ada di India itu serta  mengambil puncak kebudayaan dan
suku-suku  itu seperti pakaian adat/ daerah kesenian dan lain-lain dipersatukan menjadi
kebudayaan Negara(Kerajaan).
Pada tahun 78 masehi, seorang dari Dinasti Kusa bernama Raja Kaniska I naik
tahta kerajaan. Raja ini sangat bijaksana bahkan  pada hari minggu tanggal 21 Maret

5
79, Purnama Waisaka kebetulan hari itu gerhana bulan menetapkan panchanga atau
kalender sistem Saka untuk mengenang kejayaan dan hari penobatannya. Sejak saat
itulah ditetapkan perayaan tahun saka.
Diresmikannya tahun saka Kaniska I merupakan tonggak sejarah yang menutup
permusuhan antar bangsa di India sebelumnya. Semenjak saat itu bangkitlah toleransi
antar suku bahkan juga toleransi antar agama. Hal ini dibuktikan dari Raja Kaniska I
yang beragama Hindu, memperhatikan kehidupan dan perkembangan agama Buddha.
Kemasyuran Raja Kaniska I ini ditandai oleh kebijaksanaan dan kearifan politik
dan pelaksanaan pemerintahan.  Baginda Raja tidak saja menyelenggarakan siding-
sidang kabinet demi kelancaran pemerintahan Negara, tetapi juga mendorong
terselenggaranya Mahasabha (Sidang Raya), atau Pesamuan agung Keagamaan, baik
untuk agama Hindu maupun agama Buddha demi memelihara kerukunan dan toleransi
hidup beragama.
 Janam Kaniska yang dimulai sejak naik tahta pada 78 masehi , telah berhasil
mewujudkan stabilitas nasional dan keamanan di bidang politik serta kokohnya
toleransi dan kerukunan  hidup diantara umat beragama Hindu dan Buddha. Kemajuan
yang telah berhasil diwujudkan itu  telah mengantarkan dinasti Kaniska I pada masa
kejayaan.  Hel itu dibuktikan pula dengan adanya hubungan diplomatic dengan negara-
negara luar, seperti: Yunani, Cina, dan India bagian selatan.
Demikian abad Dinasti Kusana dibawah pemerintahan Raja Kaniska I yang
telah membuka jalan bagi kemajuan perkembangan kebudayaan dan agama sehingga
India menjadi salah satu pusat agama dan peradaban manusia di seluruh dunia.
Kaniska telah membuka pintu India selebar-lebarnya bagi negara- negara di
Asia Tengah, asia Timur jauh, dan Asia tenggara termasuk Indonesia untuk
perkembangan peradaban kebudayaan dan agama.
Sejak ditetapkannya tahun saka oleh Raja Kaniska I, tahun ini kemudian dipakai
pula sampai ke India Utara, yang sebelumnya masyarakat memekai tahun candra,
demikian pula di India Timur bahkan terus berkembang sampai ke Nusantara (Bali).
Sejak saat itu terjadilah pembauran perhitungan tahun, antara tahun saka (Yang
memakai perhitungan Surya) dengan tahun yang memakai perhitungan candra yang
lazim disebut Luni-solar Sistem.

6
B. Tahun Saka Zaman Kejayaan Nusantara
    

Sepanjang sejarah dari ratusan prasasti yang dijumpai,  sejak penggunaan tahun
saka tertua sampai akhir Majapahit prasasti-prasasti itu selalu  mempergunakan tahun
saka. Tiada bukti apapun yang menunjukkan adanya penggunaan tahun selain tahun
saka di Indonesia. Di lain hal agama Hindu yang masuk ke Indonesia melalui berbagai
daerah di India, bahkan ada yang lewat kamboja, ataupun Malaya (Ligor)
Dari berbagai data efisgrafis yang ada menunjukkan bahwa penggunaan tahun
saka di Indonesia khususnya jaman kejayaan nusantara sesungguhnya sudah sangat
memasyarakat/membudaya. Di samping itu berdasarkan tradisi, khususnya di jawa dan
Bali dijumpai pula tokoh Aji Saka yang disebut-sebut sebagai seorang yang
menyebarkan agama Hindu ke Indonesia melalui pengajaran huruf-huruf (aksara) yang
kita kenal (Aksara Jawa dan Bali). Siapakah Aji Saka ?
Berdasarkan huruf-huruf yang diajarkan itu, sumbernya adalah satu, yaitu huruf
Dewanagari. Ada pendapat yang menyatakan bahwa aji Saka datang ke Indonesia,
ketika masa kejayaan pemerintahan Raja Kaniska I yang pada masa itu penggunaan
tahun saka sangat popular di India. Ia diduga seorang sanyasin yang melaksanakan
Dharma Yatra ke Indonesia dan menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Ia seorang
Dharma Duta yang sangat berjasa bagi bangsa Indonesia.
Dari peninggalan yang ada, yakni kitab Negarakertagama yang ditulis oleh
Rakawi Prapanca diuraikan sepintas tentang perayaan Chaitra yaitu upacara phalguna.
Upacara phalguna dilaksanakan pada akhir bulan (mulai paro petang ke 14) dan
perayaan chaitra  dilaksanakan mulai tanggal 1 sampai tanggal 3.
Pada perayaan chaitra tanggal 1 chaitra dibacakan dibacakan Kitab Rajakapakapa
(Semacam undang-undang Dasar Negara Nusantara Majapahit). Keterangan tentang
perayaan chaitra ini diuraikan dalam pupuh LXXXV sampai dengan pupuh XCIII?.,
Kitab Negara Kertagama. Di samping itu pada bagian akhir dari kekawini ini, Rakawi
Prapanca (pupuh XCIV) menyatakan sedang mengerjakan empat buah kekawin,
masing-masing: Tahun Saka, Lambang, Bhismacarana, dan Sugataparwa.disebutkan
pula dalam kekawin: Lambang dan Tahun Saka masih akan dilanjutkan
penyusunannya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, perayaaan bulan chaitra serta kekawin tahun
saka yang sedang disusun oleh Prapanca menunjukkan adanya perayaan tahun baru
saka.

7
Di Bali perayaan Tahun Baru Saka yang popular disebut Hari Raya Nyepi yang
bersumber pada dua buah naskah /lontar yakni Sundarigama dan Swamandala,
disamping tradisi turun temurun. Tidak kalah pentingnya dan pada akhirnya peranan
PHDI sebagai majelis tertinggi umat Hindu di Indonesia memberikan tuntunan,
pengarahan, pembinaan terhadap umat Hindu di Indonesia.

C. Tahun Baru Saka di Indonesia

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia,para tokoh umat Hindu baik dari


kalangan tua maupun muda berkumpul untuk membicarakan penataan kehidupan umat
Hindu di Indonesia. Pertemuan berupa Pesamuan agung  diselenggarakan di Aula
Fakultas Sastra Universitas Udayana tanggal 21 s/d 22 Februari 1959. Pada pertemuan
ini sepakat membentuk  Parisada Hindu Dharma. Pertemuan ini berkelanjutan sampai
diadakannya Dharma Asrama di Champuan Ubud pada tanggal 17 s/d 23 November
1959. Dalam pertemuan ini, salah satu keputusannya adalah menetapkan hari raya
tahun baru saka  yang disebut Hari raya Nyepi.
Parisada Hindu Dharma  dalam berbagai keputusannya, baik keputusan
Mahasabha maupun Pesamuan Agung selslu memperjuangkan Hari Raya Nyepi, Tahun
Baru Saka dapat diakui oleh pemerintah sebagai hari libur nasional. Perjuangan ini
tidak lain adalah agar umat Hindu di seluruh Indonesia dapat melaksanakan upacara
hari raya Nyepi sebaik-baiknya. Pada hari Rabu Kliwon, Wuku Ugu tanggal 19 Januari
1983, Presiden Soeharto mengeluarkan keputusan Presiden No.3 Tahun 1983 yang
menyatakan bahwa hari Raya Nyepi sebagai Libur Nasional. Keputusan Presiden ini
seakan-akan hadiah tahun baru bagi umat Hindu di Indonesia.
Tahun baru saka di Indonesia dirayakan tanggal 1 bulan Waisakha dengan Pati
agni, yang sebelumnya pada Pancadasi Krsnapada Chaitra masa (hari Tilem bulan
Chaitra) dilaksanakan upacara Tawur Agung Kasanga, Upacara Bhuta Yajna yang
dilaksanakan setiah setahun sekali.perayaan tahun baru saka di Indonesia
mempergunakan perhitungan Luni-solar System, perpaduan antara Suryapramana
dengan Candrapramana.
Dilaksanakannya upacara Tawur ini pada hari Tilem Chaitra sesuai pula dengan
yang termuat dalam lontar Sang Hyang Aji Swamandala yang menyatakan : Muah yang
tawur kunang haywa angelaning pamargi ring tilem bulan chaitra, yang terjemahannya
: bila melaksanakan Tawur, hendaknya janganlah mencari hari lain, selain tilem bulan

8
chaitra. Demikian pula tahun baru dirayakan pada tanggal 1 Waisakha yakni saat
matahari menuju garis Dewayana, yakni waktu yang baik untuk mendekatkan diri
kepada Sang Hyang Widhi, saat itu pula musim hujan telah mulai reda.

2.3    Tujuan Hari Raya Nyepi

Sebelum membahas tentang tujuan hari raya Nyepi, terlebih dahulu perlu
diketahui pula makna daripada rangkaian upacara yang diselenggarakan sebelum
Nyepi, yaitu upacara melasti dan Tawur Kesanga.
Adapun tujuan dari melasti  dijelaskan pula dalam sumber-sumber berikut ini:
1.         Lontar Sang Hyang Aji Swamandala
“…. Anganyutakan laraning jagat, paklesa letehing bhuana….”
Artinya:
….melenyapkan penderitaan masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran
alam…
2.         Lontar Sundari Gama
“…. Atari chaitra tekaning tilem, ika pesucianing prawatek dewata kabeh, hana
ring telening samudra, amet sarining amertha kamandalu, matangian wenang
manusia kabeh angatura prakerti ring prawatek dewata.”
Terjemahannya:
…. Pada hari bulan chaitra, merupakan hari pensucian para dewata semua,
mengambil air kehidupan yang di tengah-tengah samudera, oleh karena itu
patutlah semua manusia/ umat Hindu melakukan persembahan kepada para dewa.
3.         Dalam kitab pedoman Hari raya Nyepi dijelaskan bahwa upacara melasti
bertujuan untuk mensucikan arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga yang terbuat dari
permata, kepingan emas/ pripih, kayu dan sebagainya. Arca, Pratima, Nyasa atau
Pralingga tersebut bermacam-macam bentuknya seperti arca Brahma, Arca
Wisnu, Arca Siwa, Ganapati dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan media
untuk memusatkan pikiran dalam rangka memuja Sang Hyang Widhi, Dewa-
Dewi, Batara-Batari, dan roh suci leluhur.

Berdasarkan dari sumber tersebut di depan, maka upacara melasti bertujuan untuk
menyucikan bhuwana alit (diri sendiri) dan bhuwana agung (alam semesta), serta arca
pratima dan pralingga sebagai istana dari Sang Hyang Widhi/ manifestasinya,

9
selanjutnya mohon tittha amertha agar mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan
dalam hidup.
Setelah melaksanakan upacara Melasti barulah melaksanakan upacara Tawur
kasanga sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada  beberapa sumber  antara lain:
1.        Lontar Aji Kasanu
“…. Rring tileming sasih kasanga patut maprakerti caru tawur wastanya…”
Artinya:
… pada Tilem bulan/ sasih kasanga, patut mengadakan upacara Bhuta Yajna yang
disebut tawur.
2.        Lontar Sundari Gama
“…. Ri prawaning Tilem Kasanga agar melaksanakan upacara Bhuta Yajna/
Tawur Kasanga di perempatan jalan/ desa…”
3.        Pelaksanaan  Bhuta Yajna, disebutkan dalam Agastya Parwa
“…. Bhuta Yajna angaranya tawur kapujaning tuwuh…”
Artinya:
Bhuta Yajna adalah upacara Tawur untuk kesejahteraan makhluk.
4.        Buku Cudamani menyebutkan tujuan bhuta Yajna adalah untuk menetralisir
kekuatan-kekuatan alam, agar perpustakaan alam ini tidak goncang.  Sebenarnya
dalam kehidupan ini manusia terlalu banyak memohon kehadapan ida sang
Hyang Widhi agar selamat dan sejahtera. Secara lahiriah, manusia terlalu banyak
meminta, memohon dan hanya sedikit memberi/mempersembahkan.  Berdasarkan
hal tersebut, maka sudah sewajarnya kita menyampaikan rasa terimaksaih dalam
bentuk ritual yang disebut caru, agar tercapai keseimbangan alam dan
keharmonisan alam beserta isinya. Untuk menetralisir kekuatan alam, agar
bergerak seimbang, sehingga terwujudlah kelestarian alam dan keselamatan serta
kesejahteraan semua makhluk hidup di dunia ini.

Tujuan Brata Khususnya Brata yang dilaksanakan pada hari Raya Nyepi dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1.        Untuk mensucikan diri lahir dan bathin. Usaha mensucikan diri dalam wujud
lahiriah adalah mandi, memakai sabun dan mengenakan pakaian yang bersih,
sedangkan mensucikan diri yang  bersifat bathiniah pada hal-hal yang baik, serta
memuja keagungannya

10
2.        Untuk melaksanakan Yajna dan Bhakti, secara sekala (Nyata), Yajna kita
laksanakan melalui persembahan upakara dan sebelum hari raya nyepi.
Sedangkan secara Niskala (abstrak) kita wujudkan melalui tapa, brata, yoga dan
Samadhi.
3.        Untuk melaksanakan amulet sarira (Introspeksi) yakni menilai kembali perbuatan
atau keberhasilan dan kegagalan kita dimasa yang lalu. Segala hal yang baik dan
benar perlu dilestarikan dan dikembangkan,sedangkan segala kesalahan dan
keburukan patut dihindarkan
4.        Untuk merencanakan program kerja atau langkah selanjutnya sesuai dengan budi
pekerti yang merupakan pancaran dari Sang Hyang Atma yang berstana dalam
diri pribadi.

Dengan melaksanakan Brata Hari raya Nyepi diharapkan seseorang dapat


meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya, jasmani maupun rohani.  Sehari
setelah hari raya Nyepi disebut Ngembak Geni, yang berarti ngelebar brata dan
dilanjutkan dengan Dharma Santi, yaitu saling memaafkan, sebagai tanda terjalinnya
hubungan yang harmonis.

2.4    Pelaksanaan Hari Raya Nyepi


a)      Upacara Melasti
Dilaksanakan tiga atau sehari sebelum Nyepi, sebagai upacara awal adalah
mengahturkan sesajen di Pura Puseh, Desa, Dalem serta Pura-pura yang menjadi milik
Desa, mempermaklumkan memohon kehadapan Dewa-dewi dan Bhatara-Bhatari agar
berkenaan, bahwa beliau akan di stanakan di Bale agung, atau tempat yang telah
ditentukan. Setelah semuanya berkumpul, para pemangku mengahturkan sesajen,
selanjutnya memohon agar Dewa-Dewi dan Bhatara-Bhatari yang merupakan sinar suci
dari Sang Hyang Widhi berkenan di iringkan ke laut/ sumber air yang suci untuk
menghanyutkan malaning jagat/ kekotoran alam dan memohon Tirtha amertha.
Sesampainya di tempat melasti,  lalu menghaturkan sesajen dilanjutkan dengan
nunas tirtha penglukatan ke hadapan Dewi Gangga, dan Tirtha amertha  ke hadapan
Sang Hyang Baruna. Tirtha penglukatan tersebut diciptakan terlebih dahulu pada arca,
pratima, pralingga serta semua perangkat upacara dan kepada semua masyarakat yang
ikut dalam upacara ini, kemudian setelah selesai sembahyang barulah mohon Tirtha
Amertha.

11
Setelah upacara berakhir, kemudian kembali menuju Pura bale agung, sang
Hyang Widhi Wasa, Dewa-dewi, Bhatara-Bhatari dimohon untuk berstana di pura Bale
Agung yang secara simbolis menstanakan arca, Pratima, Nyasa, atau PralinggaNya.
Selama bersthana yang disebut juga nyejer, umat Hindu wajib mempersembahkan
sesajen yang disebut prani dan Nunas Tirta Amertha untuk  kesejahteraan diri sendiri
dan alam lingkungan. Upacara nyejer ini berlangsung sampai diadakan upacara Bhuta
Yajna/ Tawur Kasanga, denganmaksud upacara tersebut disaksikan oleh Ida Sang
Hyang Widhi.
Upakara-upakara/banten yang dipersembahkan pada rangkaian upacara Melasti
adalah sebagai berikut:
1)        Di kahyangan masing-masing untuk nguntab/ menurunkan Pratima serta pralingga,
menghaturkan; penyucian/pengresikan, ajuman dan segehan. Pratima dan pralingga
tersebut diusung untuk bersama-sama distanakan di Bale agung/ suatu pura yang telah
ditentukan sampai saat hari melasti. Di Bale Agung (setelah semua parum) dihaturkan
pula sesajen seperti penyucian.
2)        Uapacara di tempat melasti
Suci dua soroh beserta reruntutannya, banten hidangan, pengulapan pengambeyan,
peras, penyeneng dan segehan. (Banten suci dihaturkan ke hadapan Ida Sang Hyang
Baruna untuk memohon sarining bhuwana/ tirtha amertha) bila upakara dilakukan di
laut, danau, atau sungai, maka satu soroh suci beserta reruntutannya ditenggelamkan
terlebih dahulu sebelum mengambil/ mohon tirtha.
3)        Banten beserta runtutannya dihaturkan  kehadapan Gangga Dewi untuk memohon
Tirtha Penglukatan/pembersihan, baik untuk praline, pralingga, jumpana, bangunan
suci, alat-alat upacara serta anggota masyarakat.
4)        Upacara di bale agung setelah kembali dari melasti.
Di depan pura menghaturkan segehan agung atau pemedak sesuai dengan  desa kala
patra. Selanjutnya pratima serta pralingga Ida batara distanakan di Bale Agung atau
suatu pura, dipersembahkan pedatengan/pedapetan sesuai dengan loka dresta. Mulai
saat itu sampai keesokan harinya, masing-masing keluarga menghaturkan perani berupa
sesajen yang terdiri dari ; nasi, lauk pauk, jajan, buah-buahan, canang wangi-wangian,
atau sesuai dengan kemampuan seseorang (Mas Putra, 1993: 81,82,83,84)

12
b)     Upacara Tawur Kasanga
Dilaksanakan tepat pada hari Tilem Chaitra yaitu sehari sebelum upacara Nyepi.
Dilaksanakannya Tawur ini disesuaikan dengan tingkatan
a)      Di Merajan/Sanggah
Menghaturkan peras, ajuman, daksina, katipat kelanan, canang lengewangi buratwangi,
nunas tirta dan bija beras kuning.
b)      Di halaman Merajan/Sanggah
Menghaturkan segehan nasi cacah 108 tanding,  berisi ulam jejeron mentah, segehan
agung asoroh, denga tetabuhan arak, berem, tuak air tawar, diharuskan/ngeyat ke
hadapan Sang Bhuta Kala, dan sang Kala Bela.
c)      Di jabaan(pintu masuk halaman rumah)
Mendirikan/nancep sanggah cucuk dan mengunggahang banten daksina, peras,
penyeneng, ajuman banten danaan tumpeng ketan, sesayut, jangan-janganan/lauk-pauk,
kacang ranti, dan kacang panjang. Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelanan,
canang dan cambeng yang berisi tuwak, arak, berem dan air bersih. Dibawahnya
mengahturkan:
-          Segehan agung 1 soroh
-          Segehan manca warna 9 tanding berisi olahan ayam berumbun dan tetaburan arak,
berem, tuwak dan air
-          Dihaturkan ke haapan Sang Bhutaraja dan Sang kalaraja
-          Pada waktu menghaturkan banten, baik di merajan, di halaman rumah maupun di muka
pintu masuk pekarangan, dilengkapi dengan tirta air tawur yang diperoleh dari
propinsi/kabupaten/kecamatan/atau banjar (Mas Putra 1993,85-87)

Setelah menghaturkan upakara/sesajen, dilanjutkan dengan ngerupuk, yaitu


berkeliling di halaman rumah membawa obor, bunyi-bunyian, disertai dengan
menaburkan nasi tawur, menyemburkan mesui, berakhir di pintu masuk pekarangan
dan perlengkapan upakara ditaruh di sana. Maksud dari upakara ngrupuk ini adalah
untuk memanggil para bhutakala, agar menikmati upacara korban/tawur, setelah itu
diharapkan tidak mengganggu kehidupan manusia.
Selesai melaksanakan upacara ngrupuk, semua anggota keluarga mabyakala
dan maprayascita, serta natab sesayut lara melaraden, kecuali yang belum tanggal gigi
sebagai pensucian terhadap diri sendiri. sehari setelah tawur kasanga, yaitu pananggal

13
apisan sasih kadasa adalah hari raya nyepi/ perayaan tahun baru saka, yang disambut
dengan melakukan tapa, brata, yoga, Samadhi, sesuai dengan catur brata penyepian
yaitu:
1)             Amati Geni
Secara lahiriah tidak menyalakan api, baik siang atau malam, tidak memasak, serta
tidak menyalakan lampu penerangan.  Sedangkan secara batin dimaksudkan untuk
meredakan nafsu yang mengarah pada hal-hal yang bersifat negative ; Sad Ripu, Sad
Atatayi, Sapta Timira, dan sejenisnya.
2)             Amati Karya
Berarti tidak melakukan kerja fisik sebagai upaya untuk melaksanakan tapa,brata, yoga
dan Samadhi. Sedangkan secara batin, berusaha menghubungkan  diri dengan Tuhan, 
berusaha untuk menghentikan kegiatan jasmani dengan menghentikan kegiatan jasmani
dengan merenung dan menghitung-hitung perbuatan dimasa lampau,  seberapa yang
masih perlu diperbaiki, karena kesempatan hidup yang diperoleh justru patut digunakan
untuk menolong diri dengan jalan berbuat baik.
3)             Amati Lelanguan
Kata langu berarti asyik, indah mulia. Berarti amati lelanguan adalah tidak menikmati 
keindahan atau sesuatu yang mengasyikan seperti hiburan music, lagu, tari, film, dll.
Pikiran harus dipusatkan untuk menenangkan keagunganNya, untuk introspeksi dan
mendengar suara alam tanpa aktivitas manusia.
4)             Amati Lelungan
Kata lungan berarti pergi atau bepergian. Ini dimaksudkan agar tidak bepergian
kemanapun. Menyediakan wakru untuk upaya mendukung kegiatan tapa, yoga,
Samadhi.

Sarana dan suasana penunjang


Melaksanakan brata Nyepi bagi mereka yang tinggal di kota dengan kondisi
umat beragama yang heterogen tentu tidak akan sepenuhnya mendukung suasana Hari
Raya Nyepi. Bagi mereka dapat melaksanakannya di pura. Brat nyepi tersebut dimulai
saat matahari terbit sampai matahari terbit keesokan harinya. Pada saat berakhirnya
brata penyepian itu, disebut Ngembak geni, artinya mengakhiri pelaksanaan catur brata
penyepian, dilanjutkan dengan pelaksanaan Dharma Santhi yang bermakna saling
memaafkan dengan saling kunjung mengunjungi.

14
2.5    Makna Filosofis Hari Raya Nyepi
Mengenai makna filosofis Nyepi, maka perlu dikaji dari rangkaian upacar Nyepi
seperti berikut ini:
1.         Melasti
Bertujuan untuk melenyapkan kekotoran baik Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit.
Kekotoran dan kepapaan dalam Bhuwana Alit dilebur dengan mentucikan pikiran,
perkataan, dan perbuatan dengan tirta penglukatan dan tirta amerta, sedangkan
penyucian bhuwana agung diwujudkan dengan menyucikan Arca, Pralina, Pralingga
secara spiritual dengan memercikan tirta penglukatan dan Tirta amerta.
2.         Tawur Kasanga
Tujuannya adalah menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir
kekuatan-kekuatan alam, yang dipimpin oleh sulinggih, memohonTirta Tawur untuk
melebur malaning Bhumi. Untuk mencapai keseimbangan Bhuwana agung dan
Bhuwana alit diadakan pengembalian terhadap apa yang pernah diambil yang
diwujudkan secara simbolis dengan menaburkan nasi tawur, sehingga tercapainya
keharmonisan dan kesejahteraan hidup.
3.         Catur Brata Penyepian
 Amati Geni berarti tidak menyalakan api, makna yang lebih dalam adalah
pengendalian hawa nafsu
 Amati Karya berarti tidak bekerja secara jasmani, namun harus meningkatkan
kesucian rohani.
 Amati Lelungan berarti tidak keluar rumah tetapi harus mawas diri.
 Amati Lelanguan berarti tidak menuruti kesenangan duniawi, hendaknya lebih
meningkatkan pemusatan pikiran ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

4.         Ngembak Geni


Berarti melepaskan brata, dilanjutkan dengan melaksanakan Dharma santi, yang
bermakna untuk mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan
bermasyarakat.

15
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Hari Raya Nyepi adalah hari untuk merayakan Tahun Baru saka yang
dilaksanakan setelah tilem kesanga. Bukan saja dirayakan oleh umat Hindu di Bali,
namun seluruh umat Hindu di Indonesia wajib melaksanakannya sesuai dengan kondisi
daerah masing-masing.
Mengenai Tahun Baru Saka, mulai diresmikan pada penobatan Raja Kaniska
dari Dinasti Kushana pada Tahun 78 Masehi.Pengguanaan Tahun Saka di Indonesia,
berdasarkan prasasti pada zaman dahulu hanya dikenal Tahun saka saja. Berdasarkan
kitab Negara Kertagama, pada jaman Majapahit, pergantian tahun saka (bulan chaitra
ke waisakha) dirayakan secara nasional.
Pelaksanaan upacara Nyepi diawali dengan Melasti, Tawur Kasanga, Catur
Brata Penyepian dan Ngembak Geni. Mengenai makna filosofis Nyepi adalah Melasti
untuk melenyapkan kekotoran baik Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit.Tawur
Kasanga adalah menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir
kekuatan-kekuatan alam. Catur Brata Penyepian adalah untuk pengendalian hawa
nafsu, mawas diri, serta  tidak menuruti kesenangan duniawi, dan terakhir adalah
Ngembak Geniyang bermakna untuk mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dalam
kehidupan bermasyarakat.

3.3 Saran
Saran yang saya ajukan mengenai tata cara pelaksanaan Nyepi yang dapat dilaksanakan
oleh umat Hindu di seluruh Indonesia yaitu:
1. Disarankan dalam melaksanakan Catur Berata Penyepian agar melaksanakan
secara hikmat dan khusuk.
2. Dalam melaksanakan hari raya Nyepiu disarankan agar seluruh umat Hindu
tidak melanggar Catur Berata Penyepian.
3. Disarankan bagi umat lain selain umat Hindu agar menghargai pelaksanaan hari
raya Nyepi di Bali pada khususnya dan di seluruh Indonesia pada umumnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Jelantik, Gde Nyoman.2009.Sanatana Hindu Dharma.Denpasar. Penerbit Widya


Dharma
Sutrisna, I Made. 2012. Dasar-Dasar Agama Hindu.Jakarta. Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
Wandri, Ni Wayan. 2008. Acara Agama Hindu. Jakarta. Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Hindu Departemen Agama RI
 Acara Agama Hindu. Jakarta. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu
Departemen Agama RI

17

Anda mungkin juga menyukai