Dosen Pembimbing :
Dra. G. AYU AMBARAWATI, M.Si
Oleh :
Nama : I Gede Deva Diasmountaina
NPP : 30. 1045
No. Absen : 12
Kelas : F-2
Puji syukur kami panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan
Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunianya, akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas
yaitu “Makalah Mengenai Hari Raya Nyepi” Dimana dalam pembuatan makalah ini adalah
bertujuan unuk menambah pengetahuaan kami di bidang keagamaan hari – hari besar agama
Hindu .
Saya menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk
itu kami mengharapkan saran dan masukan yang positif demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya saya meminta maaf jika ada kesalahan atau kekurang sempurnaan dalam makalah
ini. Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih dan mudah – mudahan makalah ini sangat
bermanfaat bagi seseorang yang membacanya
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan ................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Pengertian Hari Raya Nyepi.............................................................................2
B. Latar Belakang Sejarah Hari Raya Nyepi.......................................................3
C. Rangkaian Pelaksanaan Nyepi..........................................................................4
D. Makna Nyepi.......................................................................................................8
E. Tujuan Dilaksanakannya Hari Raya Nyepi.....................................................8
F. Ogoh – ogoh dalam pelaksanaan Nyepi ..........................................................9
G. Makna Antropologi Rangkaian Nyepi...........................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................................11
B. Saran..................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era yang modern ini banyak masyarakat yang sudah mulai
melupakan runtutan acara ke agamaan seperti hari raya nyepi. Dimana hari raya Nyepi
merupakan upacara keagamaan yang dilakukan setahun sekali. Banyak makna yang
terdapat dalam ritual hari raya nyepi ini. Sehingga kita sebagai umat hindu harus
melestarikannya dan terus di turunkun ke anak cucu, sehingga ritual ini tidak
memudar.
Hari Raya Nyepi adalah hari pergantian tahun Saka (Isakawarsa). Perayaan hari
tahun baru saka yang jatuh pada penanggal apisan sasih Kedasa (eka sukla paksa
Waisak) sehari setelah tilem Kesanga (panca dasi Krsna Paksa Caitra).
Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya
merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka,
yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi,
Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa.
Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara
Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hari Raya Nyepi
2. Latar Belakang Sejarah Hari Raya Nyepi
3. Rangkaian Pelaksanaan Nyepi
4. Makna Nyepi
5. Tujuan Dilaksanakannya Hari Raya Nyepi
6. Ogoh – ogoh dalam pelaksanaan Nyepi
7. Makna Antropologi Rangkaian Nyepi
C. Tujuan
1. Mengetahui lebih dalam mengenai hari raya nyepi
2. Mengetahui makna apa saja yang terdapat dalam hari raya nyepi
3. Mengetahui sejarah hari raya nyepi
4. Mengetahui makna ogoh – ogoh dalam hari raya Nyepi
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
personifikasi Matahari menerima wahyu dari Brahman untuk menciptakan manusia
pertama, yaitu Manu. Sambhu, yang menerima wahyu dari Brahman, Hyang Widhi,
mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran suci dalam bentuk Veda-Desa. Manu-lah
manusia pertama di bumi. Bumi kita diperkirakan sudah berusia 4.320.0000 tahun.
Segala sesuatunya dalam alam semesta ini, baik makhluk hidup maupun alam benda,
yang tercipta, pada akhir dunia ini, di kala yuga datang akan habis menjadi musnah,
lenyap kembali kepada asal mula. Pada permulaan yuga yang baru, segala sesuatunya
akan kembali terciptakan oleh Brahman, Hyang Widhi. Bagaikan buah jatuh ke tanah
dari pohon, lalu tumbuh kembali.
Sesuai pesan Sambhu, Manu kemudian mengajarkan wahyu, yaitu isi kitab
Veda-Veda kepada Iswaku, undang-undang hukum hidup dalam alam semesta ini agar
alam semesta ini dapat dilestarikan dan tidak termusnahkan di kala yuga mendatang.
Demikianlah dalam perjalanannya yang amat panjang, umat manusia mengalami
hidup pasang surut dan dunia ini mengalami kezaliman, kemusnahan dari zaman ke
zaman. Demi melindungi kebajikan dan menegakkan dharma, Hyang Widhi (Tuhan
Yang Maha Kuasa) turun menjelma dalam wujud Sri Khrisna sebagaimana
diungkapkan oleh Bhagavadgita:
Mana kala dharma hendak sirna
Dan adharma hendak merajalela
Saat itu, wahai keturunan bharata
Aku sendiri turun menjelma
3
mancanegara, misi keagamaan mengemban penyebaran ajaran-ajaran suci sesuai
zaman kebangkitan dan toleransi beragama ini. Demikianlah, seorang pendita Saka
gelar Aji Saka menyebarkan kebangkitan dan toleransi beragama dan melakukan
ekspedisi ke Indonesia, menuju Jawa, mendarat di sekitar desa Waru, Rembang, Jawa
Tengah. Kebangkitan dan toleransi beragama ini mendapat gayung bersambut, di
mana agama Hindu sudah tersebar luas. Begitu besar antusiasme penduduk bumi
tanah Jawa terhadap kebangkitan dan toleransi beragama ini tercermin dalam
ungkapan karya Empu Tantular: “Bhineka Tunggal Ika Tan Ana Dharma Mangrwa”.
Seperti halnya di India, di Nusantara juga terdapat berbagai ragam agama, dari yang
paling sederhana sampai kepada agama Hindu berbagai sekte, dari menyembah
berhala, dewa-dewa sampai Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa.
Kehadiran sang pendita Saka gelar Aji Saka yang teramat penting ini, di bumi
Indonesia ini, tidak dapat dilewatkan begitu saja. Ini adalah suatu tonggok sejarah
kebangkitan dan toleransi beragama yang sangat harmonis, serasi dan selaras dengan
sikap dan watak bangsa Indonesia, sejak dahulu kala hingga sekarang. Pendita Saka
gelar Aji Saka ini adalah keturunan bangsa Saka dari Kshatrapa Gujarat, Barat Laut
India, tiba di Indonesia pada tahun 456 Masehi, tatkala di India berkuasa Maharaja di
Raja Skanda Gupta dari dinasti Gupta Yang Agung yang menaklukkan dinasti
Kushana dan mengenyahka mereka dari India. Berkat ketekunan dan keuletan Pendita
Saka gelar Aji Saka yang menyebarkan doktrin kebangkitan dan toleransi beragama,
yang dirintis oleh Maharaja di Raja Kanishka I hampir 400 tahun sebelumnya, yaitu
tahun 78 Masehi di India, maka doktrin ini tetap berkembang hingga kini. Makin hari
makin subur. Demikianlah hari tanggal 1 bulan 1 tahun 1 Saka yang jatuh pada tahun
78 Masehi diperingati dan dirayakan oleh umat Hindu yang mengagungkan hari
kebangkitan dan toleransi beragama sebagai Hari Raya Nyepi.
4
Hyang Widhi Wasa diarak oleh umat menuju laut atau sumber air untuk
memohon pembersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan). Seperti dinyatakan
dalam Rg Weda II. “ Apam napatam paritastur apah” yang artinya “Air yang
berasal dari mata air dan laut mempunyai kekuatan untuk menyucikan. Selesai
melasti Pretima, Arca, dan Sesuhunan Barong biasanya dilinggihkan di Bale
Agung (Pura Desa) untuk memberkati umat dan pelaksanaan Tawur Kesanga.
2. Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pengerupukan
Dilaksanakan sehari menjelang Nyepi yang jatuh tepat pada Tilem Sasih
Kesanga. Pecaruan atau Tawur dilaksanakan catuspata pada waktu tengah hari.
Filosofi Tawur adalah sebagai berikut tawur artinya membayar atau
mengembalikan . apa yang dibayar dan dikembalikan? Adalah sari – sari alam
yang telah dihisap dan digunakan manusia. Sehingga terjadi keseimbangan maka
sari – sari alam itu dikembalika dengan upacara Tawur/Pecaruan yang
dipersembahkan kepada Butha sehingga tidak mengganggu manusia melainkan
bisa hidup secara harmonis (Butha Somya). Filosofi tawur dilaksanaka pada
catuspata menurut Perande Made Gunung agar kita selalu menempatkan diri
ditengah alias selalu ingat akan posisi kita, jati diri kita, dan perempatan
merupakan lambing tapak dara, lambang keseimbangan, agar kita selalu menjaga
keseimbanga dengan atas (Tuhan), bawah (Alam Lingkungan), kiri kanan
(Sesama Manusia). Setelah Tawur pada catuspata, diikuti oleh upacara
pengerupukan, yaitu menyebar – nyebar nasi tawur, mengobor – obori rumah dan
seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesui, serta
memukul benda apasaja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Pada
malam pengerupukan ini, di bali biasannya tiap desa dimeriahkan dengan adanya
Ogoh – Ogoh yang diarak keliling desa disertai dengan berbagai suara mulai dari
kulkul, petasan dan juga keplug – keplugan yaitu sebuah bom khas bali yang
mengeluarkan suara keras dan menggelegar seperti suara bom yang dihasilkan
dari proses gas karbit dan air yang dibakar mengeluarkan suara ledakan yang
menggelegar. Ogoh – Ogoh umumnya berwajah seram yang melambangkan
Butha Kala, juga menunjukan kreatifitas orang Bali yang luar biasa terkenal
dengan budayanya.
Nyepi jatuh pada Penanggal Apiisan Sasih Kedasa (Tanggal 1 Bulan ke 10 Tahun
Caka). Umat Hindu merayakan Nyepi selama 24 jam, dari matahari terbit (jam 6 pagi)
5
sampai jam 6 pagi besoknya. Umat diharapkan melaksanakan Catur Brata Penyepian
yaitu:
1. Amati Geni
Tidak boleh menyalakan api. Amati geni mempunyai makna ganda yaitu tidak
melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan menghidupkan api. Disamping
itu juga merupakn uopaya mengendalikan sikap perilaku agar tidak dipegaruhi
oleh api amarah (kroda) dan api serakah (loba). Menurut Tattwa Hindu (filsafat)
yang memakai symbol Geni tidak disimbolkan sebagai kekuatan Dewa Brahma
yang sebagai pencipta. Penciptaan terkait denga hasil pemikiran seseorang disisni
perlu diadakannya perenungan, apakah kita sudah menghasilkan pemikiran untuk
kebaikan umat ataukah sebaliknya. Pernyataan tersebut terungkap dalam berbagai
Pustaka Suci Hindu yang menyatakan bahwa “Keunggulan mnausia sebagai
mahluk ciptaan Tuhan, terletak pada proses pemikiran seseorang yang dapat
membedakan sikap perilaku yang baik dan buruk (Sarasmuscaya : Sloka 82). Alat
kendali proses berpikir paling utama menurut ajaran Agama Hindu adalah
keyakinan terhadap karma phala (Sarasmuscaya : Sloka 74). Mengacu pada etika
Berata Penyepian diatas sudah menampakan pelaksanaan amati Geni merupakan
suati symbol pengendalian diri.
2. Amati Lelanguan
Artinya tidak boleh bersenang – senang. Amati lelanguan yang dimaksud
merupakan kegiatan seseorang mulat sarira atau nawas diri terhadap kegiatan
yang berkaitan dengan wacika. Wacika adalah perkataan yang benar yang dalam
ineraksi dengan sesame maupun dengan Tuhan sudah dilaksanakan atau belum.
Menurut tattwa Hindu dalam pustaka suciyang terungkap dalam Sarasamuscaya
dan Kekawin Nitisastra mengajarkan sebagi berikut:
1. Kata – kata menyebabkan sukses dalam hidup;
2. Kata – kata menyebabkan orang gagal dalam hidup;
3. Kata – kata menyebabkan orang mendapat hasil sebagai sumbu
kehidupan dan
4. Kata – kata menyebabkan orang memiliki relasi.
6
Mengacu pada pemikiran diatas manusia Hindu telah diajarkan agar tetap
melaksanakan wacika yang parisudha yang artinya:
a) Proses interaksi social (komunikasi) tidak boleh berkata kasar,
b) Mencacai maki dan juga tidak boleh menyebabkan orang tersinggu dan
menderita (Sarasamuscaya; Sloka 75),
Uraian diatas memberikan kita suatu pelajaran bahwa perkataan (wacika) yang
diparisudha itulah yang patut dipahami dan menata sikap perilaku seseorang agar
hidup ini aman dan bahagia.
3. Amati Karya
Artinya tidak boleh bekerja. Amati karya sebagai etika Nyepi yang
bermaknakan sebagai evaluasi diri dalam kaitan dengan karya (kerja) merenung
hasih kerja dalam setahun dan sesebelumnya sudahkah bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Aktualialisasi amati karya dalam konteks hari raya
merupakan perenungan pikiran yang religious yang mengajarkan umat Hindu
dalam evaluasi hasil kerja sebagai berikut, yaitu sisihkan hasil kerja untuk
yadnya,
Ø Untuk Hyang Widhi
Ø Untuk Rsi
Ø Untuk Leluhur maupun
Ø Untuk Budhi.
Hal tertera dalam pustaka suci Atharwa Weda III. 24.5 dan Sarasamuscaya
Sloka 262, yadnya itu merupakan implementasi dari ajaran Tri Rna. Diajarkan
pula melalui yadnya dapat terjadi proses penyucian diri manusia baik secara
rohani maupun jasmani.
Amati karya bermakna gada yang artinya tidak bekerja dimaknai sebagai
kesempatan untuk mengevaluasi kerja kita ap[akah aktifitas kerja itu sudah
berlandaskan dharma atau sebaliknya. Kerja yang baik (subha karma) dapat
menolong manusia terhindar dari penderitaan. Berdasarakan uraian diatas ajaran
agama Hindu memandang kerja sebagai yadnya dan titah Hyang Widhi.
4. Amati Lelungan
Artinya tidak boleh bepergian. Amati lelungan merupakan salah satu dari
empat brata penyepian yang berpunsi sebagai evaluasi diri dan sebagai sumber
pengendalian diri. Amati lelengan berarti menghentikan bepergian ke luar rumah,
maka pada saat Nyepi jalan raya sangat sepi. Dalam konteks yang lebih luas
7
berarti evaluasi diri. Evaluasi kerja berhubungan dengan Tuhan, sesama, dan
alam sekitar apakah sudah baik atau belum, sehingga kita dapat menilai hasil
kerja seobyetif mungkin. Mutu meningkat untuk kebaikan atau merosot, langkah
selanjutnya bisa menentukan sikap. Diharapkan agar lebih memantapkan kualitas
kerja untuk hidup manusia.
3. Ngembak Geni
Berasal dari kata ngembak yang berarti mengalir dan geni yang berarti api
yang merupakan symbol dari Brahma (Dewa Pencipta) maknanya pada hari ini
tapa berate yang kita laksanakan selama 24 jam (Nyepi) hari ini bisa diakhiri dan
kembali beraktifitas seperti biasa, memulai hari yang baru untuk berkarya dan
mencipta alias berkreatifitas kembali sesuai swadharma/kewajiban masing –
masing. Ngembak geni biasanya diisi dengan kegiata mengunjungi kerabat atau
saudara untuk bertegur sapa dan bermaaf – maafan.
D. Makna Nyepi
Jika kita renungi secara mendalam perayaan Nyepi mengandung makna dan
tujuan yang sangat dalam dan mulia. Seluruh rangkaian Nyepi merupakan sebuah
dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan ini seimbang dan
harmonis sehingga ketenagan dan kedamaian bisa terwujud. Mulai dari Melasti adalah
dialog manusia dengan Sang Pencipta serta para leluhur. Tawu Agung dengan segala
rangkaiannya merupakan dialog manusia denagan mahluk cptaan Tuhan lainya untuk
menyucukan Buana Alit dan Buana Agung. Pelaksanaan Catur Berata Penyepian
merupakan dialog sang Atman dan Paramatma. Dalam diri manusia ada atman yang
bersumber dari Sang Pencipta. Dan Ngembak Geni dengan Dharma Santhinya
merupakan dialog spiritual atar sesame manusia untuk menjaga keharmonisan dan
kedamaian hidup.
8
b. Membiasakan diri untuk melakukan tapa, yoga dan semadi bagi masing –
masing pribadi umat, ini mengandung makna evaluasi perbnuatan dala
setahun.
c. Aspek social budaya merupakan wahana untuk intergrasi umat bersama –
sama ngiring Ida Betara dari awal sampai nyejer di Bale Agung.
Sebagai daerah yang kaya akan seni dan budaya, kesenian dan kebudayaan
yang berkembang di daerah Bali banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai luhur agama
Hindu. Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan umat Hindu di Bali untuk
memisualisasikan nilai-nilai ajaran agama Hindu. Dalam perayaan Tahun baru Saka
atau Nyepi, ogoh-ogoh memiliki peranan sebagai simbol atau visualisasi prosesi
penetralisiran kekuatan-kekuatan negatif atau kekuatan bhuta. Ogoh-ogoh yang dibuat
pada perayaan Nyepi ini merupakan perwujudan Bhuta Khala, yakni unsur alam yang
terdiri dari air, api, cahaya, tanah, dan udara yang divisualkan dalam wujud yang
menyeramkan, karena jika kekuatan alam itu berlebihan tentunya akan menjadi
kekuatan yang merusak.
9
G. Makna Antropologi Rangkaian Nyepi
Di dalam upacara Melasti yang diadakan dua hari sebelum Nyepi, dibayangkan
perjuangan manusia mencari sumber air amerta yang akan menghidupkan terus
semangat mereka dalam menegakkan dharma. Diiringi suara gamelan yang riuh dan
meriah, umat berjalan beriringan membawa seluruh perlengkapan upacara ke sumber-
sumber air maupun menyusuri pantai. Terutama di pesisir pantai Sanur dan Kuta,
diadakan upacara memberi sesaji kepada dewa laut, Baruna. Alunan monoton dari
gamelan dan tabuhan membawa suasana magis dan beberapa orang mulai mengalami
trance. Dialami bahwa seluruh kenyataan menjadi bulat dan seolah-olah “air amerta”
itu sungguh-sungguh diteguk. Upacara berakhir dengan percikan air suci dari
pedanda, diikuti oleh perasaan lengkap di hati umatnya.
Sehari sebelum Nyepi diadakan upacara Butha Yadnya. Umat beriring membawa
obor sambil memukul tabuhan pada senja kala. Kemudian, diadakan juga upacara
memotong hewan korban yang secara simbolis ingin mengungkapkan bahwa bila
manusia sanggup berkorban, ia baru dapat mencapai cita-citanya. Sesajen-sesajen
diberikan bagi Butha Kala. Di sini, Butha Kala adalah kekuatan-kekuatan negatif
yang menguasai manusia yang menghasilkan kekacauan dan penderitaan di dunia ini.
kekuatan ini diajak berdamai dan dengan jalan ini manusia mencapai keselarasannya.
Dalam konteks kita sekarang ini, kemarahan, pemerkosaan martabat manusia, nafsu
berperang, pencemaran lingkungan, eksploitasi alam, kerasukan industri, adalah
unsur-unsur yang dapat dipersonifikasikan ke dalam tokoh mitologis itu.
Pada Hari Raya Nyepi, aspek ideal dari penghayatan harmoni antropokosmis dialami.
Pada saat sepi itu, manusia menghayati kesatuan buana alit dan buana agung seperti
pernah terjadi. Matra yang dibayangkan terjadi pada saat awal sekarang dibayangkan
hadir saat kini. Kejadian primordial itu juga menjadi orientasi bagi tindakan manusia
di masa kini, menjadi etika yang menentukan perasaan-perasaan manusia, baik sedih
maupun gembira. Perbuatan agresif manusia seperti permusuhan, peperangan,
kemarahan, kebencian, dianggap akan menggoncangkan atau bahkan merusak
keselarasan.
Dalam suasana semadi pada Hari Raya Nyepi ini, manusia ingin mengambil bagian
dalam keheningan alam yang harmonis, alam yang berjalan menurut siklus yang
selaras. Inilah makna terdalam yang ingin dicapai umat Hindu dalam menjalani Hari
Raya Nyepi dan ini pula makna dalam diri umat manusia: harmoni antara dirinya dan
alamya.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, pembahasan mengenai Makna Etika Upacara Nyepi
Bagi Pengendalian Diri adalah sebagai berikut:
1 Hari raya Nyepi merupakan salah satu hari raya yang digunakan sebagai
penentu jati diri umat Hindu karena hanya hari raya inilah yang diakui oleh
pemerintah.
2 Catur Brata Penyepian merupakan etika Nyepi yang dapat digunakan
sebagai evaluasi diri dan pengendalaian diri.
3 Aspek theology Nyepi merupakan pengewantahan dari moral umat yang
mampu.
4 Catur Brata Penyepian merupakan perenungan untuk evaluasi kerja kita
selama setahun dan mampu untuk mengendalikan pikiran dan mengendalikan
diri.
5 Kemampuan untuk pengendalian diri berarti perlu suatu jalan untuk
mengatasi permasalahan hidup, jalan untuk penyucian manacika, wacika, dan
kayika akhirnya mampu mewujudkan “Jagadhita ya ca iti dharma”.
B. Saran
Saran yang saya ajukan mengenai tata cara pelaksanaan Nyepi yang dapat
dilaksanakan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia yaitu:
1 Disarankan dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian agar melaksanakan
secara hikmat dan khusuk.
2 Dalam melaksanakan hari raya Nyepi disarankan agar seluruh umat Hindu
tidak melanggar Catur Brata Penyepian.
3 Disarankan bagi umat lain selain umat Hindu agar menghargai pelaksanaan
hari raya Nyepi di Bali pada khususnya dan di seluruh Indonesia pada
umumnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
12