Anda di halaman 1dari 13

PENTINGNYA OTONAN

DALAM MENJAGA BUDAYA BALI

Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Agama Hindu

Disusun oleh :
I Made Ramdhawa Yudapatha
1102180096

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
2019
1. ABSTRAK
Makalah ini bertujuan untuk memberitahukan masyarakat khususnya
masyarakat bali dalam menjalankan tradisi otonan sehingga pengetahuan
masyarakat mengenai tradisi otonan lebih terbuka. Otonan adalah peringatan hari
kelahiran yang dirayakan pada 210 hari yang bertujuan untuk membasmi segala
keburukan di dalam diri. Di daerah bali sendiri tradisi otonan ini secara umum
dilaksanakan berulang kali setiap 210 hari sekali. Otonan menggunakan
perhitungan wewaran kalender bali berdasarkan wuku dan hari. Dalam makalah ini
akan dijelaskan mengenai otonan beserta dasar-dasarnya. Sehingga pembaca
diharapkan mengerti mengenai otonan secara luas.
Kata kunci : Otonan, Wuku, Tradisi, Bali
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................... 1
ABSTRAK .......................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 4
1. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
1.3 Tujuan Pembahasan ............................................................................................ 5
2. Kajian Pustaka ............................................................................................................ 5
2.1 Pengertian Otonan............................................................................................... 5
2.2 Fungsi Upacara Otonan ...................................................................................... 6
2.2.1. Upacara Otonan Sebagai Dasar Kelepasan Moksa ..................................... 6
2.2.2. Upacara Otonan Sebagai Pembayar Hutang (Rna) dan Peleburan Dosa .... 6
2.2.3. Upacara Otonan Sebagai Penyucian Diri .......................................... 6
2.3 Sarana Dalam Pelaksanaan Otonan .................................................................... 7
2.4 Makna Ulang Tahun ........................................................................................... 7
3. Pembahasan ................................................................................................................ 8
4. Penutup ..................................................................................................................... 11
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 11
4.2 Saran ................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 13
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat serta anugerah dari-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-Nya maka saya tidak akan sanggup menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Semoga kita diberikan kesehatan selalu oleh Tuhan Yang
Maha Esa sehingga dapat melakukan aktivitas secara normal.
Adapun pengajuan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Agama Hindu pada program studi Teknik Elektro di Fakultas Teknik
Elektro Universitas Telkom. Melalui penyusunan makalah ini tentunya saya sadar
masih banyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu saya berharap saran dan
kritik yang membangun sehingga makalah ini menjadi lebih baik.
Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya
bagi segenap pihak yang telah memberi dukungan, baik itu berupa bantuan, doa,
maupun dorongan selama proses penyelesaian makalah ini. Terakhir saya harapkan
segala bantuan yang telah diberikan dapat bermanfaat dan semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat.

Bandung, 17 April 2019


I Made Ramdhawa Yudapatha
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masyarakat bali yang beragama Hindu otonan merupakan tradisi yang
wajib dilakukan. Otonan biasanya dilakukan setiap 210 hari. Tujuan dari otonan ini
untuk memperingati hari kelahiran serta meleburkan segala sifat buruk di dalam diri
manusia. Hal ini belum dimengerti secara luas oleh masyarakat bali yang bergama
Hindu. Serta prosesi dari otonan itu sendiri belum dimengerti oleh masyarakat
dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosesi otonan?
2. Bagaimana manfaat otonan bagi kehidupan?
3. Bagaimana hubungan otonan dengan perayaan peringatan kelahiran
lainnya?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui prosesi dari otonan
2. Mengetahui manfaat otonan bagi kehidupan
3. Mengetahui hubungan otonan dengan perayaan peringatan kelahiran
lainnya?
2. Kajian Pustaka
2.1 Pengertian Otonan
Upacara Otonan atau ulang tahun Bali sering dianggap sebuah hal yang sepele bagi
sebagian banyak orang. Padahal upacara yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali ini
ternyata benar-benar sangat penting buat hidup kamu. Upacara ini ada di Bali bukan
karena disengaja, melainkan ada maksud tertentu di dalam melaksanakan upacara ini.
Berdasarkan penjelasan dari Sulinggih asal Mengwi, Ida Pandita Mpu Putra Yoga Parama
Daksa dalam Kalender Bali menyebutkan bahwa, saat weton Bali atau hari kelahiran Bali
wajib untuk mengucap syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha
Esa atas diberikannya sebuah kesempatan untuk menjelma kembali menjadi seorang
manusia.
Asal-usul Otonan ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dari kata weton dan diubah
menjadi oton yang artinya lahir atau menjelma ke dunia. Makanya kamu harus bersyukur
sama Tuhan, karena sudah dikasih kesempatan sekali lagi untuk menjadi manusia Secara
etimologi, Otonan adalah hari kelahiran bagi umat Hindu yang datang dan diperingati
setiap 210 hari sekali. Dalam lontar Pawacakan, Otonan memiliki makna mensyukuri atas
semua karunianya kepada kamu. Tradisi Hindu juga mempercayai, kalau menentukan
Otonan harus menggunakan sapta wara, panca wara, dan wuku. Jadi, tidak bisa
sembarangan, karena semua itu sangat memengaruhi perilaku serta jalan hidup
seseorang (Sumantara, 2018)
2.2 Fungsi Upacara Otonan
2.2.1. Upacara Otonan Sebagai Dasar Kelepasan Moksa
Hari Pawetonan (otonan) adalah hari kelahiran seseorang ke dunia, itu
berarti Ida Sang Hyang Widhi memberikan kesempatan kepada kita lahir kembali
ke dunia untuk memeperbaiki Karmawasana yang terdahulu menjadi lebih baik,
agar ikatan karmawasananya makin berkurang dan akhinya hilang. Dengan
lepasnya karmawasananya maka sifat-sifat Roh berubah kembali menjadi jiwa,
sehingga jiwa akan dapat menunggal dengan atma, maka akan terjadi penyatuan
kembali yang disebut jiwatman. setelah menjadi jiwatman, maka jiwatman akan
kembali kepada Sang Pencipta yaitu kembali ke Parama atman (Ida Sang Hyang
Widhi Wasa) inilah yang disebut Moksa.
2.2.2. Upacara Otonan Sebagai Pembayar Hutang (Rna) dan Peleburan Dosa
Salah satu ajaran Tri Rna yang paling erat hubungannya dengan
pelaksanaan upacara otonan adalah pembayaran hutang kepada para leluhur (Pitra
Rna). Sesuai dengan kepercayaan agama Hindu yang dilandasi oleh ajaran “Panca
Sradha”. Pembayaran hutang di sini mengandung pengertian bahwa orang lahir di
satu keluarga menurut pandangan dan kepercayaan ajaran agama Hindu, yang ikut
lahir (reinkarnasi) adalah dewa pitara (Roh Suci 1eluhur) yang tetap menuntut
kewajiban kepada sentananya agar selalu berkarma yang baik. Setelah sentananya
berbuat kebajikan termasuk melaksanakan upacara otonan, maka pahala dari
berbuat kebajikan tersebut akan dapat memberi pengaruh sebagai pelebur dosanya
sendiri, demikian juga akan memberi pengaruh peleburan dosa terhadap para Roh
leluhurnya.
2.2.3. Upacara Otonan Sebagai Pen yucian Diri
Upacara otonan memiliki makna dan fungsi sebagai penyucian diri, baik
secara jasmani maupun rohani, karena upacara otonan tersebut memiliki magis
khususnya terhadap unsur-unsur kejiwaan dari manusia sendiri. Maka melalui
pelaksanaan upacara otonan itulah unsur-unsur kejiwaan akan disucikan oleh
kekuatan upacara tersebut. Keadaan ini dicerminkan dengan munculnya perasaan
tenang, gembira dan bahagia (Edi, 2016).
2.3 Sarana Dalam Pelaksanaan Otonan
Menurut Bapak Made Jagat,“otonan merupakan hari yang sangat penting bagi
umat Hindu untuk memanjatkan syukurnya atas kehidupan yang telah diberikan
oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa.” Menurut beliau dalam pelaksanaannya, Otonan
tidak diwajibkan untuk membuat sesajen / banten yang mewah (Sastrawan, Tradisi
Otonan, 2018).
Dalam pelaksanaannya otonan yang sederhana, sarana yang diperlukan:
- Banten Pejati : Ayaban paling sederhana dan sebagai simbol manusia.
- Tumpeng Lima dan Peras Pengambian : Sebagai konsep pembersihan.
- Sesayut : Simbol untuk memohon kesehatan dan keselamatan.
(Gunarta, 2017).
Manusia / orang yang telah melakukan prosesi otonan biasanya ditandai dengan
pemasangan benang pada lengan, serta benang pada telinga dan kepala. Filosofi
benang ini berasal dari bahasa Bali halus “Beneng” yang artinya benar. Ini
dimaksudkan supaya orang yang melaksanakan otonan berada di jalan yang beneng
/ benar (Sastrawan, Tradisi Otonan, 2018).
2.4 Makna Ulang Tahun
Ulang tahun merupakan hari kelahiran seorang anak baru di dunia ini atas
karunia Tuhan Yang Maha Esa melalui seorang tubuh Perempuan/Ibu dengan cara
melahirkan. Karena pada saat Ibu kita melahirkan, Ibu kita berada dalam dua
pilihan, yaitu antara hidup dan mati demi untuk melahirkan kita. Ibu kita bersusah
payah melahirkan kita pada waktu itu dengan mempertaruhkan nyawa sendiri
(Susanto, 2013).
Orang yang berulang tahun berarti orang tersebut umurnya bertambah sehingga
ketuannya bertambah dan kemudaannya berkurang. Pada awalnya memang
seseorang akan tumbuh dan berkembang menjadi orang yang dewasa serta muda
secara fisik. Namun secara perlahan-lahan tubuh seseorang akan mengalami
penuaan sehingga pada akhirnya akan menjadi tua renta yang tidak menarik seperti
dulu lagi.
Semakin tua maka umur seseorang akan semakin dekat dengan ajalnya. Mati
merupakan sesuatu hal yang pasti akan terjadi di mana setiap manusia maupun jin
tidak akan tahu kapan dirinya akan mati meninggalkan dunia yang fana ini untuk
menuju ke alam berikutnya. Merayakan ulang tahun merupakan suatu kepalsuan
karena pada dasarnya yang seharusnya dirasakan adalah kesedihan. Sedih karena
menjadi lebih tua secara fisik, dan sedih karena akan segera meninggal dunia cepat
maupun lambat.
Tentu tidak akan terlihat pantas apabila orang yang secara fisik terlihat dewasa
namun kelakuannya seperti anak-anak pada umumnya. Walau pun tidak wajib
namun untuk menjadi orang dewasa yang sesungguhnya maka seseorang harus
menjadi lebih baik, lebih berpikir dewasa, lebih bijaksana, lebih menjaga diri, lebih
peduli, lebih cerdas, dan lain-lain dari sebelum-sebelumnya (Godam64, 2015).
3. Pembahasan
Agama Hindu yang sekarang diwarisi di Bali adalah sebuah perpaduan
akulturatif antara tradisi kecil (budaya Bali) dengan tradisi besar (Hindu) yang
datang dari India. Oleh karena agama Hindu merupakan sebuah hasil akulturasi,
maka beberapa tradisi lokal masih tetap bertahan hingga saat ini. Masuknya agama
Hindu lebih banyak bersifat mempermulia apa yang telah ada di Bali. Beberapa
tradisi lokal yang tetap bertahan misalnya bentuk-bentuk pelaksanaan upacara.
Agama Hindu terdiri atas tiga kerangka, yaitu tattwa, etika dan upacara. Dalam
realisasinya ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak dapat
dipisah-pisahkan. Artinya, satu aktivitas keagamaan merupakan realisasi dari ketiga
kerangka dasar tersebut. Dalam penampilannya secara empiris upacara mungkin
tampak lebih menonjol dibandingkan dengan aspek etika dan tattwa. Akan tetapi
esensi, terdalam dari agama Hindu terdapat dalam Tattwa.
Dalam rangka membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, maka
upacara otonan ini mutlak dilakukan oleh para orang tua, terutama kaum perempuan
sebagai penyangga yadnya. Namun, kenyataan yang ditemukan di lapangan banyak
orang tua (terutama para perempuan/ibu yang berkarier di luar rumah) mengganti
otonan menjadi perayaan ulang tahun sehingga makna otonan itu sendiri menjadi
sangat kabur. Ada kalanya bagi orang tua yang mampu justru melaksanakan kedua-
duanya (otonan dan ulang tahun). Konsep pikir mereka adalah mengikut zaman.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki konsep pikir seperti
itu sudah kena pengaruh modernisasi dan pola pikir keseragaman.
Bahwa dewasa ini terjadi berbagai krisis pada diri manusia, di antaranya adalah
krisis keanekaragaman. Semua krisis yang terjadi disebabkan dan dinikmati oleh
manusia sendiri. Lebih jauh dikatakan bahwa krisis keanekaragaman ditandai
dengan hilangnya ciri-ciri khas, bahkan punahnya spesi atau penampilan sebagai
akibat dari upaya penyeragaman, sedangkan penyeragaman dilakukan dengan
tujuan effisiensi dan modis. Penyeragaman ini tidak hanya dalam bentuk arsitektur
bangunan, makanan dengan berbagai jenisnya yang sering dikonsumsi oleh orang
Bali (Hindu), tetapi juga dalam hal perayaan hari kelahiran.
Padahal, menurut konsep Hindu yang ada kaitannya dengan permasalahan
tersebut adalah Bhineka Tunggal Ika yang terdapat dalam Lontar Sutasoma.
"Bhinneka Tunggal Ika" mengandung makna keanekaragaman, bukan
keseragaman. Landasan, keanekaragaman juga ditemukan dalam ajaran filosofis
Tri Hita Karana. Ajaran filosofis ini mengajak umat Hindu untuk menjaga
hubungan dengan sesama, manusia mesti menyadari bahwa dirinya dilahirkan
dalam perbedaan dengan orang lain dan dalam perbedaan itulah manusia memiliki
makna. Upaya penyeragaman dengan umat agama lain juga telah menggusur
kebiasaan umat Hindu dalam memperingati hari kelahirannya. Umat Hindu
mengenai hari kelahiran sebagai paweton (otonan). Peringatan hari kelahiran
berdasarkan sistem otonan dilaksanakan enam bulan sekali. Sistem ini akan
mendapatkan hari yang sama dengan hari ketika kelahirannya, baik wuku,
saptawara, maupun pancawaranya. Keadaan ini akan lebih tepat bila dibandingkan
dengan sistem ulang tahun yang hanya memperhitungkan tanggal kalender Masehi.
Dengan demikian, yang diperingati sebenarnya bukan hari kelahiran (birth day),
melainkan justru gejala ini sangat tampak pada masyarakat Hindu dewasa ini, yakni
ulang tahun lengkap dengan pesta-pestanya. Padahal umat Hindu memiliki sistem
otonan yang secara filosofis memiliki makna yang lebih mendalam.
Upacara otonan bagi umat Hindu di Bali sebagai sebuah upacara penguat
identitas kehinduan menjadi sangat penting dalam perkembangan masyarakat yang
mengarah pada masa postmodern yang ditandai dengan keanekaragaman. Pada
masa modern telah terjadi penyeragaman akibat adanya globalsiasi. Zaman modern
dengan tradisi serba logika ilmiah ternyata tak mampu menyelesaikan semua
persoalan, yang dihadapi manusia. Akhirnya orang mulai melirik berbagai kearifan
lokal yang dimiliki bangsa-bangsa dalam upaya membantu mengatasi, berbagai
persoalan baik persoalan-persoalan yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah.
Upacara otonan adalah satu bentuk upacara manusa yadnya, sebagai peringatan
hari kelahiran yang jatuh setiap 210 hari sekali. Perhitungannya berpedoman pada
hari lahir seseorang berdasarkan Panca Wara (Umanis, Pahing, Pon, Wage,
Kliwon); Saptawara (Redite, Coma, Anggaran, Budha Wrhaspati, Sukra dan
Saniscara); dan Pawukon (banyaknya 30 mulai dari wuku Sinta sampai dengan
Watugunung). Misalnya seseorang yang lahir pada Budha Kliwon Dunggulan,
maka 210 hari terhitung sejak saat itu ia akan merayakan otonannya tepat pada
Budha Kliwon Dunggulan juga.
Kata oton berasal dari kata metu. Kata yang identik dengan itu adalah odalan
dari medal. Kedua kata itu mengandung makna lahir atau ke luar. Otonan atau
odalan bagi manusia merupakan peringatan hari kelahiran sendiri. Kelahiran pada
hari tertentu ini menurut keyakinan umat Hindu membawa dampak terhadap watak
dan kepribadian seseorang. Setiap hari kelahiran membawa kelebihan dan
kelemahan sendiri bagi yang bersangkutan. Upacara agama dilakukan pada hari
kelahiran tersebut agar yang bersangkutan terhindari dari petaka-petaka yang
mungkin muncul dari hari kelahirannya itu. Oleh karena itu, terdapat bentuk-bentuk
upacara penebusan oton.
Banten yang digunakan untuk upacara otonan yang pertama kalinya, yaitu
ketika anak berumur enam bulan adalah prayascita byakala, perurubayan, pesaksi
ke Bale agung, banten tuwun tanah, banten kumara, jejanganan dan tataban
seadanya disertai penebusan oton. Sebaliknya, untuk oton-oton selanjutnya,
diperlukan banten dapetan, byakala, tataban, Penyelenggaraan otonan setiap enam
bulan (210 hari) sekali merupakan tonggak peringatan hari kelahiran secara
berkesinambungan, mengandung makna penyucian, serta memberi sinyal, baik
pada keluarga maupun yang bersangkutan agar selalu berusaha meningkatkan
pengendalian diri.
Bertambahnya umur berarti bertambah pula pengetahuan dan kebijaksanaannya
dan serta persoalan-persoalan hidup yang harus diatasi. Melalui upacara ini,
manusia Hindu memohon kepada Hyang Widhi Wasa agar selalu memberikan
bimbingan dan tuntutan-Nya. Hanya Tuhan tempat manusia memohon
perlindungan karena Ia yang kuasa pada hidup manusia. Hal ini tergambar dalam
penggunaan berbagai bentuk bebanten seperti byakala dan prayaseita.
Banten byakala dan prayascita dimaksudkan untuk membersihkan dan
menyucikan, baik jasmani maupun rohani orang yang dibuatkan upacara otonan.
Hampir semua upacara manusa yadnya mengandung makna yang sama, yaitu
penyucian dan peningkatan kualitas hidup. Hal ini perlu dilakukan secara berulang-
ulang karena dalam perjalanan hidup manusia tak mungkin lepas dari papa dan
dosa. Hal itu terjadi sebab dalam diri manusia terdapat unsur-unsur Daiwi Sampad
(unsur-unsur kedewataan) serta Asuri Sampad (unsur-unsur keraksasaan). Oleh
karena itu, harus selalu dilakukan upacara-upacara tertentu agar unsur-unsur
kedewataan mengayoni unsur-unsur keraksasaan sehingga hidup manusia menjadi
lebih mulia dari waktu ke waktu. Jadi itu upacara oton sebagai awal periode waktu
kelahiran mengandung makna yang sangat tinggi.
Upacara oton mengandung makna penyucian, baik terhadap fisik yang
bersangkutan maupun terhadap rohani orang yang dibuatkan upacara. Upacara oton
juga sebagai sinyal untuk mengingatkan yang bersangkutan dan keluarganya bahwa
bertambahnya umur berarti bertambah pula kebijaksanaan dan tantantan yang akan
dihadapi dalam kehidupan ini. Oleh karena itu dimohonkan wara nugraha Hyang
Widhi untuk selalu memberikan bimbingan dan perlindungan.
Makna upacara otonan bila dikaitkan dengan usaha penguatan identitas
kehinduan adalah sebagai proses internalisasi nilai-nilai kehinduan secara
berkelanjutan. Variasi bentuk materi peringatan kelahiran tersebut, misalnya
penambahan penggunaan kue tart bagi anak-anak boleh saja sepanjang tidak
melupakan penggunaan berbagai bentuk banten yang mengandung makna-makna
tertentu. Bagi umat Hindu, pelaksanaan upacara oton ini harus lebih
dimasyarakatkan sehingga upacara ini tidak terkikis dari keyakinan masyarakat
Hindu. Pepatah yang mengatakan "tak kenal maka tak sayang" harus dijadikan
pedoman untuk memasyarakatkan upacara otonan.
4. Penutup
4.1 Kesimpulan
Otonan adalah gabungan antara budaya bali dengan agama Hindu dari India.
Otonan dilaksanakan setiap 210 hari yang bertujuan untuk memperingati hari
kelahiran dan menyucikan diri dari keburukan. Banten yang digunakan untuk
upacara otonan yang pertama kalinya, yaitu ketika anak berumur enam bulan adalah
prayascita byakala, perurubayan, pesaksi ke Bale agung, banten tuwun tanah,
banten kumara, jejanganan dan tataban seadanya disertai penebusan oton. Untuk
oton selanjutnya diperlukan banten dapetan, byakala, tataban yang dilakukan secara
berkesinambungan untuk selalu berusaha meningkatkan pengendalian diri.
Makna upacara otonan bila dikaitkan dengan usaha penguatan identitas ke-
Hinduan adalah sebagai proses internalisasi nilai-nilai ke-Hinduan secara
berkelanjutan. Variasi bentuk materi peringatan kelahiran tersebut, misalnya
penambahan penggunaan kue tart bagi anak-anak boleh saja sepanjang tidak
melupakan penggunaan berbagai bentuk banten yang mengandung makna-makna
tertentu.

4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Edi, W. (2016, April 20). Pengertian Upacara Otonan. Dipetik April 18, 2019, dari
www.academia.edu:
https://www.academia.edu/9125282/Pengertian_Upacara_Otonan

Godam64. (2015, Februari 9). Makna / Arti Ulang Tahun yang Sebenarnya. Dipetik April
18, 2019, dari www.organisasi.org: http://www.organisasi.org/1970/01/makna-
arti-ulang-tahun-yang-sebenarnya-asli.html

Gunarta, I. W. (2017, Juni 1). Upacara Otonan, Apa Saja Banten Yang Harus Ada? (I. A.
Sadnyari, Editor) Dipetik April 4, 2019, dari bali.tribunnews.com:
http://bali.tribunnews.com/2017/06/01/upacara-otonan-apa-saja-banten-yang-
harus-ada

Sastrawan, K. H. (2018, Agustus 10). Tradisi Otonan. Dipetik April 18, 2019, dari budaya-
indonesia.org: https://budaya-indonesia.org/Tradisi-Otonan

Sumantara, Y. (2018, April 19). Jangan Sepelekan Upacara Otonan, Ini Sangat Penting
Buat Hidup Kamu! Dipetik April 18, 2019, dari Masbroo.com:
http://masbrooo.com/jangan-sepelekan-upacara-ototnan-ini-sangat-penting-
buat-hidup-kamu/

Susanto, E. (2013, Juni 16). Makna Ulang Tahun Sebenarnya. Dipetik april 18, 2019, dari
www.erdisusanto.com: http://www.erdisusanto.com/2013/06/makna-ulang-
tahun-sebenarnya.html

Anda mungkin juga menyukai