AGAMA HINDU :
SEJARAH, SUMBER DAN RUANG LINGKUP
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
penyeragaman dalam segala bidang tidak mungkin bisa terjadi. Lagi pula usaha-
usaha kearah itu memang sulit, sukar, dan memang tidak perlu. Kecuali kesia-
siaan saja dipanen.
Oleh karena itulah, kami akhirnya dapat menjelaskan bahwa ada karakter
tertentu agama Hindu (dan Buddha) yang menyebabkan survivel dan
merambahnya Hindu sepanjang masa dan zaman. Sejak 6000SM sampai sekarang
Hindu terus dan tetap hidup berkembang merambah seluruh permukaan bumi
dengan corak, warna, wujud, gaya, dan sebagainya yang bervariasi. Sesuai dengan
nama panggilan aslinya sanatanadharma (agama yang kekal abadi) memang
Hindu tanpa awal dan tanpa akhir. Justru karena itulah Hindu terus dan terus
hidup bertumbuh kembang mengikuti pertumbuhkembangan budaya manusia di
mana pun mereka berada dan bermukim.
Pada kesempatan ini, dengan rendah hati kami mengucapkan
angayubhagya kepada para leluhur, para dewa samudaya, dan Sang Hyang Widi
Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa. Begitu juga terima kasih tidak terkira kami
sampaikan kepada Ibu Ketut Geniki yang sangat sabar dan tekun mendampingi
kami sejak 1958; juga kepada semua putra-putri dan menantu serta cucu kami
yang sangat kami kasihi dan sayangi.
Walaupun sekecil apa pun makna dan nilai buku ini di tenagh-tengah
buku-buku Hindu yang telah ada dan yang akan ada di persada Indonesia, kiranya
pada tempatnya kami berdoa dengan harapan semoga buku kecil ini ada
manfaatnya bagi siapa pun yang tekun mendalami Hindu atau pun yang ingin
mengetahui tentang agama Hindu. Untuk kesempurnaannya sangat diharapkan
bantuan semua pihak terutama para pembaca yang budiman dan bijaksana.
Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru.
BAB I
KARAKTER AGAMA HINDU
Pertama, dari ajaran dasar istadevata ini, ialah kebebasan yang diberikan
oleh agama Hindu kepada para pemeluknya, umat Hindu, untuk memilih bentuk
Tuhan, -- yang telah diterangkan dalam kitab-kitab suci, personal God atau
impersonal God,-- yang ingin mereka puja, sesuai dengan kesenangan dan
kemantapan hati nuraninya ( atmanastusthi, atau atmatusthi) Di sini juga ada
keunikan, sehingga Max Muller, --yang banyak menyelidiki Hinduisme pada abad
ke-19-- sangat terpesona terhadap bentuk-bentuk pemujaan dewa-dewa dalam
agama Hindu atau Hinduism. Menurut Max Muller, bahwa Hinduisme bukan
agama polytheisme.
Jika seandainya di dalam agama Hindu (Hinduism), terdapat seseorang
yang telah memilih satu Dewa tertentu untuk dipuja, sesuai dengan apa yang
tercantum di dalam kitab sucinya, maka dewa-dewa yang lainnya secara otomatis
5
menjadi "sub atau bagian" Dewa yang dipuja. Kedudukan para dewa lainnya
langsung berada di bawah kedudukan Dewa yang dipujanya. Jadi, bentuk
pemujaan seperti ini, sangat berlainan dengan bentuk polytheisme, yakni
kedudukan antara dewa yang dipuja dengan para dewa lainnya masih sejajar dan
sama, bahkan masih ada kompetisi kekuatan di antara para dewa tersebut.
Sehubungan dengan itu Max Muller kemudian menyebut agama Hindu
(Hinduism) sebagai agama Henotheism. Tetapi, menurut pandangan saya, istilah
"isme" di dalam studi agama-agama, sesungguhnya hanya dapat dipergunakan
oleh para sarjana Barat. Hal itu disebabkan, karena istilah "isme" ini sulit
diterapkan pada agama Hindu, karena sifat keunikan agama Hindu itu
sendiri.Seandainya kita menerima bentuk henotheism Max Muller, maka hal itu
juga dijadikan bahan argumentasi,- maka sekelompok indolog lainnya, seperti
Prof. Murti, -- yang mengatakan bahwa agama Hindu (Hinduism) adalah
pantheism ( semua reality adalah divine ).
Kedua, ajaran adhikara, memberikan kebebasan kepada penganut agama
Hindu untuk memilih disiplin, tatasusila dan tatacara yang sesuai dengan budaya,
kemampuan dan kesenangan serta kemantapan hati nuraninya (atmatusthi) . Jadi,
bagaimana caranya melaksanakan pemujaan dan dengan sarana apa saja yang
dipakai untuk pemujaan itu, adalah terserah kepada atmanastusthi mereka.
Kemudian dalam perkembangannya di daerah-daerah tertentu (misalnya di
Bali/Indonesia) disebut: desa, kala, dan patra atau tempat, waktu dan keadaan.
Menurut pandangan saya, kedua konsep ini muncul dari pandangan umat
Hindu, bahwa kitab suci Veda itu bersifat apaurushya (tidak dibuat oleh manusia),
dan nitya (kekal abadi). Kita dapati Veda itu melalui revalations atau sruti
(wahyu) yang diterima oleh para Maharesi Namun, oleh karena keadaan kita
yang masih belum sempurna (belum jivanmukti) inilah yang mengakibatkan
interpretasi kita terhadap Veda belum sempurna. Hal itulah yang membuat
agama Hindu (Hinduism) terdiri dari berbagai aliran filsafat, bahkan berbagai
aliran sekte dan agama, yang mampu hidup bertahan sejak zaman India kuno
Sampai-sampai bentuk pemujaan animistic dapat kita temukan bersamaan dengan
bentuk monotheistic dan monistic yang sangat tinggi. Agama Hindu berpendirian,
6
bahwa setiap bentuk pemujaan dianggap sebagai satu langkah maju yang sangat
berguna untuk menuju keadaan yang lebih tinggi.
Bahkan, setiap bentuk pemujaan itu dipandang dengan toleran dan
pengertian yang sangat mendalam. Agama Hindu tidak memaksa akan adanya
keseragaman bentuk pikiran dan cara berpikir serta dalam praktek. Agama Hindu
menyadari, bahwa setiap manusia memiliki pikiran, ucapan dan tindakan yang
beraneka ragam, bahkan menyadari bahwa setiap manusia berada pada tingkat
perkembangan spiritual yang berbeda.Sehubungan dengan itu, Mahatma Gandhi
mengatakan (Journal Young India, 8-4-1926) bahwa, " Hinduism adalah sebuah
organisme hidup, yang dapat berkembang dan juga mati, dan merupakan subjek
hukum Nature (Tuhan). Akarnya begitu besar dan kuat, yang sudah tumbuh pada
pohon yang besar, dengan cabang dan ranting yang tidak terhitung jumlahnya.
Perubahan musim mempengaruhinya: dia mempunyai musim gugur, musim
panas, musim dingin, dan musim bunga".
Dengan kata lain, Max Muller mengatakan, bahwa agama Hindu
mempunyai kamar untuk setiap agama , dan agama Hindu merangkul mereka
dengan toleran. Begitu juga, Dr. K. M. Sen mengatakan, bahwa definisi agama
Hindu (Hinduism) menghadirkan kesulitan lain. Agama Hindu (Hinduism) lebih
menyerupai sebatang pohon, yang tumbuh perlahan-lahan, daripada sebuah
bangunan megah yang dibangun oleh arsitek besar, pada saat tertentu dan dalam
satu waktu tertentu pula Lain daripada itu, agama Hindu tidak menekankan faith-
nya (keyakinannya) kepada seorang resi atau nabi. Hal itu dikarenakan bahwa
menurut agama Hindu, jalan menuju Tuhan sangat luas pada vision yang terus-
menerus dan experience pada Tuhan yang tanpa henti-hentinya. Tuhan ada tanpa
awal dan akhir.
Sehubungan dengan itu, Savepalli Radhakrisnam menulis ("The Hindu
View of Live, Macmillan, New York, 1973, hlm.55), " Hinduism lebih merupakan
suatu cara hidup daripada suatu bentuk pemikiran. Ketika dia memberikan
kebebasan mutlak dalam dunia pemikiran, agama Hindu menekankan satu etika
dan disiplin". Seterusnya dia melanjutkan, bahwa agama Hindu tidak
7
.
9
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA HINDU
Kitab samhita terdiri dari empat Veda: Reg, Yajur, Sama dan Atharva
Veda SamhitaKitab Rig Veda terdiri dari 10 buku (mandala), dan 1028 hymne
(termasuk 11 suplementacy), dan 10.552 stanza (sloka). Kitab Yajur Veda
Samhita, terbagi atas 40 bab, dan 1975 stanza (sloka) dan unit-unit prosa. Kitab
Samaveda Samhita, terdiri atas 1875 stanza (sloka), dan dibagi atas dua bagian.
Terakhir kitab Atharva Veda Samhita, terbagi atas 20 buku: terdiri dari 730
hymne, 5987 stanza dan unit-unit prosa.
Dari empat samhita (himpunan) itu, yang paling tua usianya ialah Reg
Veda Samhita. .Di dalam Yajur Veda Samhita, yang berisi koleksi hymne, hampir
semua verse diambil dari Reg Veda Samhita (kecuali 75 verse/sloka), dan hymne-
hymne ini diatur atas beberapa nada atau lagu (chanda) khusus.
Sedangkan Atharva Veda Samhita, yang berisi hymne-hymne dan
magical formula, tidak saja berbeda dengan Reg Veda Samhita, tetapi juga
mewakili satu tingkatan pikiran yang lebih primitif (Macdonald, Religion and
Philosophy of Veda, hlm.31).
2.1.1.2 Brahmana
Kitab Brahmana adalah kitab yang ditulis dalam bentuk prosa, untuk
menerangkan arti suci berbagai upacara yang berbeda. Menurut Macdonald (Ibid.,
hlm: 31), dikatakan bahwa kitab-kitab Brahmana mewakili aktivitas intelektual
suatu zaman yang semua aktivitas dipusatkan pada upacara.
Sehubungan dengan itu, Prof. S. N. Dagsupta (History of Indian
Philosophy, Vo.1, hlm: 13) mengatakan, bahwa spekulasi pikiran yang bebas
adalah pembantu (subordinated) upacara, dan hasilnya merupakan satu produksi
suatu upacara yang sangat mengherankan sistem simbolik.
11
itu, dalam periode ini, juga terjadi perkembangan Sutra-sutra sekte bhakti
seperti: Vaisnavism, Saivism, dan Saktism, serta sistem filsafat Hindu.
Vedangga terdiri dari enam bidang: kalpa (ceremonial /upacara), siksa
(phonetic), chanda (prosody / metre, lagu), wyakarana (grammar / tatabahasa),
nirukta (etimology), dan jyotisa (astrology).
Sedangkan Kalpa Sutra, terdiri dari tiga jenis teks: Srauta Sutra,
membahas tentang upacara (sacrificialrites), hya Sutra, membahas upacara
domestik (domestic ceremonies), dan Dharma Sutra membahas sifat-sifat sosial
dan tugas-tugas individu.Karena Kalpa Sutra merupakan bentuk Vedangga, maka
ada tiga macam Kalpasutra yang berbeda, sebagai apendiks Veda yang berbeda
juga. Namun, hanya dalam Yajurveda ketiga teks itu disebutkan. Tidak ada
Dharmasutra yang berasal dari Atharvavedayang masih ada pada saat ini,
walaupun beberapa Dharmasutra milik kitab ini telah disebutkan dalam kitab
Mahabhasya-nya Patanjali.
Vasistha Dharmasutra dikatakan sebagai milik Rg Veda, dan Gautama
Dharmasutra milik Samaveda. Dharmasutra yang lainnya yang juga terkenal
antara lain: Visnu, Yajnavalkya, Baudhayana dan Apastamba adalah milik
Yajurveda
Manusmrti muncul dalam bentuknya sekarang pada zaman jauh sesudah
sutra-sutra tersebut, namun istilah 'manu' sudah dikenal semenjak zaman
dharmasutra. Sedangkan Manusmrti menyebutkan Dharmasutra - dharmasutra
yang lebih tua seperti: Atri, Vasistha, Gautama, dan Saunaka.
ajaran para Alvar sangat terasa, karena mereka merupakan sumber inspirasi
untuk perkembangan Vasistadvaita bagi Ramanujja dan juga berpengaruh besar
terhadap aliran filsafat itu dibawah pimpinan para filosof (philosopher-
philosopher) pasca /post Ramanuja, terutama Vedanta Desika.
Kitab Nalayiradivya Prabhandam, adalah sebuah kumpulan ucapan-
ucapan para Alvar, yang dianggap sangat suci di daerah-daerah Tamil dan
dianggap sama kedudukannya dengan Weda oleh kaum Vaisnava di daerah
Tamil. Bahkan sampai sekarang verse-verse, sloka-sloka, syair-syair kitab
tersebut selalu dibacakan pada setiap upacara-upacara suci.
Hasil karya yang paling bagus di kalngan Sivaisme adalah hymne-
hymne, puja, sthawa, brahma, mantra, pemujaan kepada 63 Nayanmar. Hymne-
hymne Tamil kepada tiga Nayanmar besar: Appar, Sambandar,dan Sundarar
membentuk Thevaram, kitab pertama dari 12 kitab suci yang disebut Tirumarai
(kitab suci). Tirumarai ke-18 adalah Tiruvacagam salah satu Nayanmar,
Manivavagar. Hasil-hasil karya para Naayanmar itu disebut Dravida sruti, dan
dianggap sangat suci oleh sebagian besar Siavit.
Saiva Siddhanta, adalah salah satu kitab theologi Tamil Sivaism yang
sistematik. Kitab itu berkembang pada awal pertama pertengahan abad ke-13.
Sivajnana Bondham, sebuah kitab Tamil yang ditulis oleh Meykandar,
adalah kitab pertama yang mencoba membuat satu bahasan yang sistematik
tentang Sivaisme. Berikutnya mnncul Sivajnana Siddhiyar yang juga sangat
penting dalam Sivaisme.
Kemudian kitab-kitab itu diikuti oleh 8 kitab yang bersifat mendukung
apa yang ditulis oleh Umapathi Sivacarya. Tamil Sivaisme lebih theistic dalam
pandangan mereka, sedangkan Kashmira Sivaism yang berkembang pada abad
ke-9, mempunyai sifat pandangan yang monistic.
Karya-karya dasar aliran Sivaism Kashmir adalahsbb.:(a)Agama Sastra,
menurut kepercayaan ditulis oleh Vasugupta, berisi 77 Sivasutra, yang
mengajarkan jalan mencapai moksa dan komentar-komentar; (b) Spanda sastra,
menurut tradisi ditulis oleh Kallata,membentuk komentar pendek atas Sivasastra-
sastra; dan (c) Pratyabhijnana sastra, yang dikomposisi oleh Somananda.
16
2.1.3 Periode Sutra dan perkembangan sistem fifsafat Hindu (awal Masehi)
menonjol. Dari keenam sistem filsafat tersebut, ternyata karakter aliran Nyaya
yang sangat nyata: dari aliran Nyaya adalah cara uji yang sangat teliti atas satu
objek, sumber dan keberlakuan pengetahuan.
Kitab Nyayasutra yang utama karya Gautama, ditulis sekitar abad ke-3
SM. Ada beberapa komentar kitab itu yang ditulis oleh Vatsyayana pada awal
abad ke-4 M: Udyotkara, pada abad ke-7 dan Udayana pada abad ke-10. Di
samping itu, Nyaya Kusumanjali karya Udayaana, juga merupakan hasil karya
yang penting. Kitab Nyaya Kusumanjali itu menunjukkan bukti-bukti logika
untuk mempertahankan adanya Tuhan di dalam bentuk suguhan sistematik
untuk pertama kalinya.
Aliran Nyaya baru, dikenal sebagai Navya Nyaya, dimulai dengan
Gangesa Upadhyaya karya Mithila pada abad ke-13 Masehi. Agak berbeda
dengan aliran Nyaya yang mengutamakan episthemologi dan methaphisika,
aliran baru itu (Navya Nyaya) mengutamakan epistemologi untuk menguji
keempat pramana: pratiaksa (sense perception), anumana (inference), upamana
(analogy), dan sabda (scriptural testimony). Di samping itu perlu juga
disebutkan tafsir / komentar karya Gangesa Upadhyaya oleh Ragunath Siromani
(tahun 1500 M), Mathura Bhattachaarya (tahun 1580 M), dan Gadadara (tahun
1650 M).
Advaita adalah satu aliran filsafat yang hidup dengan pengikut yang sangat
besar. Ajaran nondual Sankara tidak memberikaan dampat yang saaangat besar
terhadap elemen theistik Hindu. Keinginan untuk membahas elemen theistik
membnagkitkan kembali theisme dalam Hinduisme.
Ramanuja (tahun 1017 M) berusaha untuk menunjukkan satu bahasan
yang sistematik tentang theisme dalam Hinduisme dan aliran filsafat visitadvaita
terbentuk. Doktrin-doktrin Ramanuja berdasarkan atas itihasa/epik (Ramayana
dan Mahabharata), purana-purana, pancaratras dan tulisan-tulisan para Alvar
sebagai tambahan atas Prasthanatraya. Karakter Visistadvaita yang menonjol
adalah konsep atas erality (Tuhan). Sedang menguatkan kesatuan ultimate
dengan Absolute (Tuhan), dia mengizinkan perbedaan melalui metode-
metodenya (prakaras) tanpa menambahkan satu fundamental perbedan di dalam
reality (Tuhan) sendiri.
Visistadvaita menerima tiga tattva yang kekal : matter (acit), jiwa individu
(cit), dan Tuhan (Isvara). Matter dan self (jiwa) sangat bergantung pada Tuhan.
Ketergantungan itu mirip dengan ketergantungan badan atas jiwa. Menurut
aliran itu, matter dan soul membentuk badan Tuhan dan matter-soul itu
didukung oleh Tuhan untuk tujuan-Nya.
Madva yang erat hubungannya dengan aliran Dvaita hidup pada abad ke-
13 dan 14 (1238-1317). Madva menulis 37 kitab di antaranya: Sepuluh
monograf filsafat, Komentari atas sepuluh Upanisad, Komentari atas
Bhagavadgita dan Brahmasutra, Komentari pendek atas tiga bab pertama
Rgveda, Satu epitome atas Mahabharata dalam bentuk verse-verse, dan Catatan
pendek atas Brahmasutra dikenal sebagai Anuvyakyana. Karya itu kemudian
dikomentari oleh Jayatirtha, yang merupakan komentator Madva yang terbaik,
di dalam kitab Tattva Prakasika-nya.
Adapun nama lainnya yang penting juga dalam aliran Dvaita adalah
Vyasaraya (1478 - 1539) yang terkenal atas karya-karyanya: Nyayamrta,
Tarkatandava, dan Tatparya Chandirika. Aliran Dvaita Vedanta menekankan
perbedaan yang absolut antara invidu dan Tuhan. Dalam hal ini juga asal- usul
jiwa individu dan perlunya berkah Tuhan untuk keberhasilan mencapai moksa.
22
sebagai anak kera yang terus-menerus memeluk ibunya ketika bergerak ke sana
kemari (marjala nyaya).
Pada kejadian pertama, anak kucing harus tetap diam; dan pada kejadian
kedua anak kera harus memeluk dan bekerja sama dengan ibunya. Atas
pertanyaan aspek wanita Tuhan, tengalai menjawab , bahwa Sri adalah satu
finite self (jiwa yang terbatas) yang diangkat ke pangkat sebagai istri Tuhan.
Sedangkan vadalai mempertahankan bahwa sri adalah infinite, tidak terbatas,
dan uncreated, tidak terciptakan.
Pergerakan agama pada peruode itu yang lain dipusatkan atas pemujaan
inkarnasi Visnu, pemujaan Siva, dan Sakti (power dan energy keaktipan Tuhan,
dipersonalkan menjadi istri Siva). Dua inkarnasi Visnu, Rama dan Krisna,
menjadi sangat menonjol. Mahabharata, Ramayana dan purana-purana
menyediakan tanah yang subur untuk perkembangan banyak sekte agama.
Pemujaan Krisna-Radha menjadi karakter sekte Ramananda, dan ini
menimbulkan banyak subsekte seperti: Kabirpanthis, Mulakdasis, Raidasis,
Senapanthis, dan sebagainya. Tulasidas, penulis Ramayana versi Hindu (tahun
1574) juga berasal dari sekte Ramananda.
Beberapa saint yang memuja Krisna yang penting disebut di sini adalah
Jnanesvara, Namdev dan Tukaram. Sekte vallabhacaris juga mengajarkan dan
mempraktekkan pemujaan Kresna; bentuk pemujaan yang diajarkan oleh sekte
ini adalah bentuk pemujaan yang menggunakan cinta Radha terhadap Krisna.
Sedangkan pihak lain, mereka dari sekte Sahajiya seperti Jayadeva,
penulis kitab Gita Govinda, Candideva dan Vidyapathi mempraktekkan
Saktibhava. Di sini bentuk pemujaan adalah analogi cinta seseorang terhadap
temannya yang dia ingin bersatu dengan kekasihnya.Berlawanan dengan sekte-
sekte Vaisnava, sekte-sekte Siva mempraktekkan asceteism (pertapaan) dan
menekankan perlunya menuntun kehidupan seperti petapa di dalam pencaharian
kesadaran spiritual. Sekte-sekte penting di dalam Saivite adalah: Dandis, Yogis,
Singayats, Paramahamsas, Aghoris, Sannyasis, dan Nagas. Di samping itu ada
kelompok sekte terdiri dari : Dakshinas, Vamacaris, Kanchbians, dan Kararis.
Semua sekte itu menentang adanya sistem kasta yang dipraktekkan oleh
24
dan itu membawa kesatuan bentuk nilai Hindu yng baru. Ketertarikan yang
dalam atas personality Jesus dan nilai prakteknya, banyak kaum Hindu
mencoba menemukan kemiripan nilai-nilai itu di dalam tradisi agamanya
sendiri.
Masyarakat Hindu perlu perubahan meningkatnya estenalitas di dalam
praktek agama dan banyak pemimpin agama bangkit untuk menunjukkan
pikiran kaum Hindu, dari eksternalitas ke satu titik inner spiritual. Banyak juga
yang membangkitkan nilai-nilai asli Hindu kembali untuk satu alat untuk
membela diri atas serangan kaum missionaris Kristen yang menjadi agresip
menentang filsafat agama dan bentuk masyarakat India.
Pergerakan Brahma Samaj yang didirikan oleh Raja Rammohan Roy
(1772-1835), dikembangkan oleh Debendranath Tagore (1817-1905), Keshub
Chandra Sen (1838-1884) menghendaki beberapa penghilangan noda-noda evil
(bersifat setan /jelek) yang menjadi benalu dalam struktur masyarakat Hindu di
India. Dia juga berusaha memasukkan harmoni di dalam kehidupan beragama.
Pergerakan Dev Dharma yang didirikan oleh Agnihotri (1850-1929), merupakan
cabang Brahma Samaj. Cabang itu mengajarkan saatu doktrin rasionalistik dan
etika humanisme.
Arya Samaj, didirikan oleh Swami Dayanand Sarasvati (1824-1883)
bergerak menentang kegiatan missionasir Kristen dan mengembalikan nilai-
nilai asli Hindu.
Anne Besant (1847-1930) yang berjuang untuk pergerakan Theosophical
sosciety, membuat pertahanan yang gigih pada Hindusime dan berusaha gigih
untuk mempopulerkan Hinduism melalui kegiatannya yang penuh energi.
Swami Ramakrisna Paramamhamsa (1836-1886) dengan baktinya yang
terus-menerus, menciptakan percakapan sederhana dan penggunaan parabel-
parabel yang bersifat sederhana menjadi satu sumber inspirasi banyak umat
Hindu di India. Beliau menekankan kepada pengikutnya saatu spirit
renunciation (meninggalkan keduniawian) daan pelayanan kepada kemanusiaan.
Pengikutnya, Swami Vivekananda (1863-1902), membawa pesan-pesan
gurunya ke seluruh dunia dan mengatakan bahwa Vedanta berisi satu ajaran
26
universal, dan dia percaya bahwa Vedanta adalah satu antidote (obat anti)
menentang materialisme Barat. Dalam hal itu dia memulai apa yang dikatakan
banyak sarjana sebagai counter attack from the East yang menunjukkan
kehebatan Hinduisme tidak hanya pada masyarakat modern India tetapi juga
keseluruh dunia. Jerih payah Swami Vivekananda berhasil diteruskan oleh
sarjana Prof. Radhakrisnan. Integral Yoga-nya Sri AAurobindo (1872-1950),
pesan-pesan spiritual dan ajaran-ajaran Ramana Maharesi (1879-1855), nature
mysticism-nya Rabindranath Tagore (1861-1941) dan usaha dedikasi agama
serta ideals ke dalam politiknya Mahatma Gandhi (1869-1948), telah membawa
ajaran dan pesaan-pesan Hinduism sampai jauh dan meluas dan berhasil
memberikan ide spiritual agama yang begitu kuno itu.
Hinduisme hari ini penuh dengan hidup dan dinamika. Berisi di
dalamnya banyak sekte agama, ahli akademika, beragama sarja Vedantic,
bervariasi yogi daan tentu saja pemimpin-pemimpin agama darisekte orthodoks.
Ada satu kesadaran beragama di antara massa (masyarakat Hindu). Juga ada satu
kenginan kaum intelek untuk mengerti lebih baik tradisi agamanya dan
menngunakannya. Studi pada agama menjadi sangat populer dan diskusi antar
agama sering terjadi. Keinginan masyarakat Hindu yang sangat besar untuk
kembali mempelajari agama mereka dan mempraktekkannya menunjukkan
bahwa Hinduisme akan terus kekal menjadi sumber inspirasi dan pemandu
kegiatan mansuia.
Mungkin yang dimaksudkan adalah Keling, yang juga dipakai di India Selatan,
Kalingga.
Orang Batak Karo mempunyai nama-nama marga seperti Chola, Pandya,
Pallawa dan Malaya, semua itu adalah nama-nama India dari bangsa Dravida.
Menngenai aksara atau huruf, Prof. Dr. R.C. Majumdar berpendapat bahwa
inskripsi / prasasti tertua berbahasa Sansekerta di Funan menggunakan tulisan
Kushana. Sehubungan dengan itu N.A. Nilakanta Sastri berpendapat bahwa
semua abjad yang dipakai di Asia Tenggara berasal dari India Selatan; bahkan
tulisan Pallawa mempunyai pengaruh besar.
Tetapi Coedes menunjukkan bahwa ada banyak pengaruh Bengali pada
huruf-huruf yang dipakai di Asia Tenggara pada abad-abad ke-8 dan awal abad
ke-9 M. Sementara itu Kalimantan menunjukkan bukti-bukti tertua pengaruh
India, pada tujuh prasasti yang ditemukan di Kuati. Prasasti-prasasti itu bertahun
400 M yang dkeluarkan oleh Raja Mulawarman, yang menyebutkan kakeknya
bernama Kudungga dan ayahnya bernama Asvavarman. Nama kakeknya
ternyata bukan nama Sansekerta, tetapi masih memakai nama asli Indonesia. Di
lembah-lembah sungai Kapuas dan Mahakam, banyak ditemukan patung-patung
Hindu dan Buddha yang bergaya Gupta.
Sedangkan prasasti yang tertua di Jawa ditemukan dekat Bogor, bertahun
kira-kira 450 M. Prasasti itu dikeluarkan oleh raja Purnawarman dari kerajaan
Tarumanagara, waktu mengadakan upacara Hindu untuk memulai penggalian
irigasi. Nama kerajaannya mengingatkan nama daerah di India Selatan dekat
Tanjung Comorin. Kerajaan itu masih ada sampai pertengahan abad ke-7 M,
yang dinuktikan oleh orang-orang Cina yang mencatat utusan dari To-lo-mo,
pada tahun 666-669 M. Diperkirakan 20 tahun kemudian ditaklukkan oleh
Srivijaya.
Berkuasanya Sailendra yang beragama Buddha di Jawa Tengah pada
abad ke-8 M, menyebabkan Sivaisme mencari tempat pengungsian di bagian
timur pulau Jawa. Terdapat bukti adanya kerajaan merdeka di sana dalam
pertengahan abad itu, dengan pusatnya di sekitar Malang. Kerajaan itulah yang
mendahului kerajaan Singasari. Ada bangunan-bangunan yang gayanya sama
32
baik tinggal menetap terus di Bali. Kemudian mereka membuka usaha dagamg
berbagai macam barang di Bali. Pengaruh mereka nampak pada seni dan
arsitektur di Bali, misalnya: meru, barong, rumah dan pekarangan dan
sebagainya.
Kemudian akhirnya Bali ditaklukkan oleh Majapahit pada tahun 1343 M.
Bathara Maospahit (Maspahit, Majapahit), sampai kini masih dipuja di setiap
merajan, (di altar / pelinggih yang berisi patung kepala menjangan) di Bali.Kitab
Buddhis Manjusri Mulakalpa, bertahun sebelum 920 M, menyebutkan nama
Bali sebagai negeri tempat tinggal kaum barbarian. Sedangkan catatan China
abad ke-5 - 6 M menyebutkan P'o-li. Nama Dwa-pa-tan (negeri di timur Kaling),
yang disebutkan pada dinasti Tang (647 M) mungkin Bali. Catatan itu
memberikan informasi bahwa huruf-huruf ditulis di atas daun, mayatnya dibakar
di atas tumpukan kayu api, dihiasi emas, dan dengan emas di mulutnya, dengan
segala macam harum-haruman.
Bukti langsung, adalah lempengan copper (tembaga), bertahun 882-914
M menyebutkan berdirinya satu pertapaan di Sukawana ( di bukit Penulisan),
dan peletakan dasar sebuah pura untuk bhatara Da Tonta di desa Trunyan.
Kedua tempat itu masih sangat penting bagi umat Hindu di Bali. Bhatara Da
Tonta masih dipuja. Prasasti Bali menggunakan tahun Saka. Prasasti-prasasti tua
tidak menyebutkan nama raja. Singhamandava yang disebutkan pasti tempat
tinggal raja. Nama raja disebutkan pertama kalinya pada prasasti tugu batu
Sanur 914 M, namanya Adhipatih Sri Kesari Varma ..., nama istanya
Singhadhavala.
Prasasti Seri Singhamandava berikutnya brtahun 915 - 933, berisi nama
raja Sang Ratu Sri Ugrasena. Setelah berjarak 20 tahun, pengganti-penggantinya
adalah:
1) Sang Ratu Sri Aji Tabanendra dan isteri Subhadrika (tiga prasasti
bertahun 955).
2) Sang Ratu Sri Chandrabhayasingha (960)
3) Sang Ratu Sri Janasadhu (975)
4) Sri Maharaja Sri Mahadevi (984)
35
Kecuali yang terakhir, semua raja di atas setelah tahun 955 memakai nama famili
Varmadeva.
Sanur Pillar (Tugu Sanur) setengah berbahasa Bali kuno dan
setengahnya Sansekerta. Melihat tulisan yang dipakai yaitu tulisan pre Nagari
atau early Nagari. Tulisan tersebut dipakai pada tugu-tugunya Soka (abad 3
SM), dan di negara-nrgara Buddha di Bengal. Jadi tidak sepenuhnya sama
dengan tulisan di Jawa Tengah. Kelihatannya ada hubungaan langsung dengan
Bali. Cap-cap di Pejeng (Pejeng clay seals) kemungkinan besar datangnya dari
negeri-negeri Buddha Bengal. Walaupun ada catatan dari kitab-kitab Jawa,
carita Parahyangan yang mencatat raja Sanjaya (730) menaklukkan Baali,
namun jelas ada hubungan langsung antara Bali dengan India.
Bahasa yang kini disebut 'bahasa Bali kasar', ternyata tidak ada
hubungannya dengan bahasa Jawa. Bahasa ini lebih erat hubungannya dengan
Sumbawa dan Sasak. Dari penggunaan baahasa di pulau Nusa Penida dan desa-
desa yang sulit terjangkau di Bali Utara, ternyata mereka lebih cenderung
menggunakan bahasa Bali kasar. Penggunaan bahasa Jawa kuno, dimulai pada
akhir abad ke-10 di kalangan istana. Penggantian bahasa Bali kuno ke bahasa
Jawa kuno, berhubungan erat dengan perkawinan Sang Ratu Maharani Sri
Gunapriyadhamapatni yang berasal dari Jawa dengan Sang Ratu Maharani Sri
Dharmodayana Varmadeva (989).
Dalam prasasti Calculta Stone (1041) dikatakan bahwa
Gunapriyadharmapatni adalah titel yang diberikan oleh ayahnya Mahendradatta
(ibunya Airlangga). Ayahnya Mahendradatta adalah Sri Makutavangsa
Vardhana, cucunya Mpu Sendok, raja Jawa Timur yang pertama. Pada prasasti-
prsasti yang dikeluarkan oleh pasangan itu nama Sang Ratu selalu disebutkan
pertama, mungkin dia lebih penting kedudukannya atau mungkin karena dia
putri Jawa.
Patung Durga yang amat cantik diperuntukkan untuk Mahendradatta di
Kutri. Menurut Goris, gambaran patung itu berhubungan dengan ilmu
blackmagic yang dikuasai oleh Gupriya. Jadi ada hubungannya kebenarannya
dengan kisah calon arang (kisah itu mengisahkan bahwa ada perjanjian yakni
36
Tahun 1284 merupakan awalnya satu era baru pada hubungan Bali dan
Jawa. Setelah kehidupannya yaang pendek namun menjadi periode yang sangat
penting dari Gunapriyadharmapatni dan Udayana. Bahasa resmi dan mungkin
37
bahasa istana dipakai bahasa Jawa. Namun, tidak ada tanda-tanda adanya
pengaruh politik langsung. Agama pada masa itu adalah Siwa dan Buddha.
Tetapi ada juga sekte-sekte kecil lainnya. Misalnya, sekte Ganapatya yang
menyembah Gana atau Ganesa dan Sora yang menyembah surya dan
sebagainya. (Patung Ganesa terdapat di gunung Penulisan, pura Penataran Sasih
Pejeng, Pura Pusering Jagat dll). Sedangkan pemujaan kepada Surya
(suryasevana), sampai sekarang kita dapati pada kebaktian kepada Surya atau
Sivaditya.
Sebelum Mpu Kuturan datang di Bali (tahun 1039), di Bali waktu itu
telah terdapat beberapa sekte agama Hindu. Konsep rwabhineda (dualisme)
telah dikenal pula seperti: siang malam, baik buruk, naik turun dan sebagainya.
Dalam agama dikenal Pura Penataran bertempat di hulu desa (kaja), dan Pura
Setra di hilir desa (kelod). Mpu Kuturan datang di Bali dan tinggal di Padang
(Padangbai), yang sekarang pura Silayukti. Ia mengajarkan konsep Trimurti dan
membuat Kahyangan tiga yaitu: Pura Puseh di hulu desa untuk memuja Wisnu,
Pura Desa di pusat desa untuk memuja Brahma, dan Pura Dalem di hilir desa
untuk memuja Siwa (Durga).
Adapun raja Bali kuna terakhir, adalah Sri Artasura Ratna Bhumi Banten
(1337-1343), menganut agama Bhairawa, (gama Bhairawa itu pernah
berkembang subur di Singosari), dan berkedudukan di Bedahulu, dengan Patih
Pasunggrigis. Kemudian ditundukkan oleh Majapahit, di bawah pimpinan Gajah
Mada pada tahun 1343. Perbedaan agama Bhairawa yang dianut oleh Astasura
dengan agama yang dianut di Majapahit, yakni Siwa Buddha, menyebabkan raja
Artsura disebut 'bedahulu'. Peninggalannya sekarang tertdapat di Pura Kebo
Edan di desa Bedulu, Gianyar.Namun demikian Bali baru aman pada
pemerintahan Dalem Ketut Ngulesir (cucunya Sri Kresna Kepakisan), setelah
Pura Dasar di Gelgel dijadikan sebagai pura Pusat kerajaan (sama dengan pura
Pusering Jagat pada masa Bedahulu), dan menjadikan Pura Besakih sebagai pura
pusat di seluruh Bali.
Kemudian pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong (1460-1550),
datanglah di Bali Dang Hyang Nirartha (tahun 1480) dengan membawa banyak
38
BAB III
KONSEP KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU
Di India ( dunia Timur ) tidak seperti di Eropa (dunia Barat), yaitu garis
pemisah antara filsafat dan agama sangat tipis. Bahkan sering tidak ada
batas pemisahnya dan saling mengisi satu dengan yang lainnya. Hal itu yang
menyebabkan fisafat India sama dengan agama Hindu, dan sebaliknya
agama Hindu sama dengan filsafat India (dharsana).
Kenyataan seperti itu sangat jelas dalam agama Hindu dan dapat
dibuktikan dalam Veda, kitab suci agama Hindu. Veda berkedudukan sebagai
otoritas mutlak terhadap keenam sistem filsafat orthodok Hindu (saddharsana,
astika dharsana).
Dalam keenam sistem filsafat (saddharsana) itu, Vedalah yang
dijadikan sebagai titik akhir semua perbedaan pendapat filsafat. Bahkan,
definisi Hindu orthodok (astika), yang berbeda dengan Hindu hetherodok
(nastika) dan agama-agama India seperti Buddhisme dan Jainisme, didasari
atas kepercayaan kebenaran kitab Veda.
Hal itu bisa kita lihat dalam kenyataan, bahwa sekte-sekte agama Hindu
tetap rukun atas kemutlakan Weda. Padahal agama Hindu terdiri dari berbagai
cabang yang kemudian merupakan berbagai sekte, akibat menempuh zaman
yang sangat panjang, tidak pernah berkelahi atas kemutlakan Veda. Semuanya
berawal dari Veda dan berakhir pada Veda.
Semuanya menuntut bahwa Veda sebagai otoritas yang selalu benar,
karena mereka percaya bahwa isi Weda adalah rekaman atau liputan
revelation atau sruti (wahyu) langsung.
40
Revelation atau sruti dari Brahman (Tuhan) yang diterima oleh para resi
semenjak zaman yang tidak bisa ditentukan kapan mulai pendapat di atas yang
mengatakan bahwa ajaran-ajaran Veda sangat penting, yang menyebabkan
agama Hindu disebut sebagai vaidika dharma (agama Veda). Jadi konsep
Tuhan dalam agama Hindu adalah konsep Tuhan menurut Veda.
Dengan demikian timbullah masalah, yang perlu diteliti dan didalami yakni:
Apakah konsep polytheisnya samhita dan brahmana yang benar, ataukah
konsep monotheisnya Upanisad, yang sesungguhnya benar-benar menyatakan
ide Veda yang sebenarnya. Masalah itulah yang akan dibahas dalam tulisan ini.
Untuk itu kita mencoba melihat, seandainya samhitanya Veda, yang
politheismenya sangat menonjol dapat membawa kita ke satu pemecahan.
Mantram (verse, sloka) gayatri dinyatakan amat penting, karena
mengandung spiritual life (kehidupan sepiritual), baik dalam Weda maupun
dalam beberapa tulisan Sanskerta (Rgv, III,62.10).
Di dalam Atharvaveda, gayatri, diterangkan sebagai ilmu Veda
(AV.XIX,712) mengandung inti kehidupan sepiritual (spiritual life). Jadi
Gayatri Veda salah satu elemen Veda yang paling vital. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa dalam gayatri mantram terkandung satu universal being
(Tuhan ) menjelmakan diri-Nya dan bersinar sendiri dari manifestasi diri-Nya,
baik di dalam alam ini maupun di dalam alam-alam lainnya, dan Being
(Tuhan) itu juga bersemayam di dalam hati manusia, sebagai penguasa
batin manusia itu sendiri (inner ruler).
Adapun konsep Gayatri atas satu self-luminous universal spirit dan Dia
bersemayam di dalam hati manusia, di kemudian hari dikristalkan di dalam
kitab-kitab Upanishad, yang merupakan bagian kesimpulan Veda, ke dalam
doktrin bahwa Brahman (Tuhan) ada di mana-mana yang sama identitasnya
dengan individual self (atman). Individual self (atman), walaupun nampaknya
terbatas dan tidak sempurna, dalam bentuk akhirnya adalah Divine
(Tuhan/Brahman); karena Dia bersemayam di dalamnya.
Doktrin tentang identitas Atman dan Brahman, pertama kali
diutarakan di dalam Gayatri dan kemudian dikembangkan oleh Upanishad-
Upanishad menjadi pusat ajaran Veda dan Hinduisme pada umumnya.
Seperti mahavakya Upanishad-Upanishad: that thou art (tat tvam asi), I am
Brahman (Aham Brahmasmi)dan sebagainya. Jelas bahwa konsep atman
menjadi titik pusat upanisad-upanisad.
42
Tetapi ada satu pertanyaan yang kiranya sulit dijawab, yang dapat kita
tampilkan di sini, seandainya atman yang kekal adalah inti reality maanusia
dan alam semesta (universe), dan bagimana kita harus memnadang phenomena
perubahan dan becoming of changes yang menjadi karakter dunia penglaman
kita sehari-hari. Jawaban Upanishad adalah, hal-hal yang mengalami
perubahan dan tidak berasal dari luar nilai-nilai yang dimiliki sendiri dan tidak
mempunyai reality sendiri.
Jadi perubahan dan becoming (menjadi) itu dianggap tidak benar dan
dianggap sebagai sumber penderitaan. Hanya atman yang tidak terjangkau oleh
perubahan dan penderitaan, tetapi walaupun dia tidak terjangkau oleh
perubahan dan penderitan, Atman dibawah pengaruh satu kebodohan cosmic
(avidya), melupakan sifat aslinya sendiri, dan dengan salah menyamakan
dirinya dengan perubahan fenomena badan dan pikiran.
Yang terakhir itu bukan bagian self sendiri, tetapi kosa-nya self atau
pembungkus atman, misalnya badan dan mental bertanggung jawab atas
semua penderitaan mahluk karena atman salah membayangkan milik-milik
sifat badan dan pikiran sebagai sifat-sifatnya sendiri.
Hanya ketika atman berhasil membebaskan diri dari pembungkus-
pembungkus (kosa) itu dengan cara spiritual traening dibawah tuntunan
seorang guru (guru spiritual), bersinar maju di dalam bentuk devine-nya sama
dengan Brahman. Tetapi selama itu tidak terjadi self menderita dari illusion
(bayangan semu) yang merupakan subjek semua evils, ketidaksempurnaan dan
keterbatasan pembungkus luar; jadi membuat dirinya korban penderitaan dan
kematian. Tetapi pada saat yang sama, setiap individu berkeinginan untuk lolos
dari penderitaan dan menentang kematian, itu membuktikan bahwa semua
penderitaan bukan sifat self dan bukan tujuan akhir.
Seandainya ada elemen asing yang memasuki badan kita atau satu duri
ke dalam daging, badan kita langsung bereaksi kepadanya dan mencoba untuk
mengenyahkan, seperti semua orang ingin mengenyahkan kesedihan dan
kesengsaraan kehidupan manusia. Itu menunjukkan bahwa mereka bukan milik
self tetapi elemen asing yang masuk. Itu menyatakan karakter self adalah satu
44
keadaan yang sempurna dan damai atau bliss (damai mutlak, ananda), bebas
mutlak dari semua penderitaan dan ketidaksempurnaan.
Keadaan yang bahagia mutlak disebutkan dalam berbagai istilah di dalam
Upanishad-Upanishad sebagai: mukti, moksa, kaivalya, apavarga, dan
sebagainya dan pencapaian manusia (caramapurusartha).
Bagaimana caranya mencapai tujuan utama itu? Hanya dengan jalan
menyobek penutup kosmik yang menghalangi pandangan kita (avidya), dan
berhasil menyadari identitas Atman dengan Brahmaan; itulah jawaban yang
diberikan Upanishad atas pertanyaan tersebut.
Ketika seseorang menyadari keidentitasannya itu dia akan tahu
kebenaran sejati. Atman akan bebas dari ketentuan, bebas dari kematian, bebas
dari kesedihan, bebas dari lapar dan haus (ChUI, 1.3). Itulah sebabnya manusia
disebutkan di dalam upanisad-upanisad sebagai putra dan putri "kekal abadi"
(amrtsya putrah).
Doktrin kepentingan spiritual identitas antara atman dan Brahman
mewakili inti pandangan spiritual maharesi-maharesi Vedic - Upanisadic dan
memberikan Hinduisme satu karakter khas.
Agak menarik dicatat di sini doktrin kuno Upanisadic tentang Atman -
Brahman mempunyai keparalelan dengan mediaval Christian mystic Eckhart:
"untuk mengukur jiwa (soul) kita harus mengukurnya dengan Tuhan, karena
dasar Tuhan dan dasar jiwa (soul) adalah satu dan sama" (To gauge the Soul we
must gauge it with God, for the groud of the God and the Soul are one and the
same) (Aldous Huxley, Perennial Philosophy, 19).
Untuk mengetahui atman (self), kita harus mengetahui Brahman
(Tuhan). Dengan mengetahui Tuhan adalah mengetahui semuanya, karena
semua di alam semesta ini dihadiri oleh Tuhan. "Semua ini diciptakan oleh
Tuhan" (Isopanisad). Jadi ada pertanyaan aneh -- Apa yang diketahui semuanya
yang lain diketahui? -- menemukan jawabannya pada jiwa manusia: atmanam
Viddhi, diketahui self-mu sendiri Karena hal itu yang menyebabkan semua
kitab-kitab Upanisad dinamakan Atmavidya, satu studi tentang atman.
45
Satu contoh jawaban yang khas Hindu, adalah tidak pernah ada
polytheisme yang asli dalam agama Hindu. Apa yang nampak sebagai
polytheisme di dalam verse-verse /sloka-sloka Samhita, adalah benar-benar
monotheisme dan hanya berselimut polytheistik semu/ samaran. Ini membawa
kita ke satu pertanyaan yang lebih mendasar ke dalam sifat adanya para dewa
dan status methaphysikanya.
Seandainya kita ambil agama pra Kristen dari klasikal Yunani dan Roma
sebagai contoh yang beanr politheisme tidak sulit bagi kita melihat kenapa
Hinduisme masuk golongan ini. Di dalam polytheisme Yunani dan Roma
perbedaan pokok antara dewaa-dewa daan manusia berbeda dalam hal
yang pertama ialah immortal (kekal, anitya), sedangkan maanusianya tidak;
dan manusia mortal, nitya (tidak kekal) tidak akan mencapai status sebagai
dewa. Tetapi dalam Hinduisme, manusia dan dewa mempunyai nasib yang
sama: bahwa mereka, keduanya diciptakan olel Brahman, Tuhan Maha
Pencipta; dan sebagai mahluk mereka bernasib lahir dan mati.
Seperti manusia biasa, nasib para dewa itu juga ditentukan oleh hukum
karmaphala, hukum sebab akibat. Hukum tersebut berfungsi sebagai awal
dan akhir kedudukan mereka sebagai dewa. Menurut hukum karmapala,
kebahagiaan dan penderitaan seseorang tergantung pada perbuatan baik
(punya atau subha karma, kusala karma), dan perbuatan jelek, jahat (papa,
asubhakarma, akusala karma), yang dilakukan seseorang. Perbuatan baik
akan berakibat kebahagiaan, dan perbuatan jelek / jahat akan berakibat
kesedihan, penderitaan.
Sekarang seandainya hasil perbuatan baik seseorang begitu besar,
sehingga semua kebahagiaan di dunia ini tidak dapat menyamainya. Ketika
badan wadag orang mati, ia akan lahir sebagai seorang dewa di sorga. Untuk
menikmati hasil-hasil perbuatannya dan tetap di sana, sebagai mahluk dengan
kekuatan supernatural (adikodrati), dan menguasai satu kekuatan alam.
Kebahagiaan yang berlimpah dan kekuatan superhuman menjadi
karakter kehidupan dewa-dewa di sorga. Lagi, seandainya seseorang yang
mendapat hasil perbuatan baik yang tertinggi dengan melakukan bebrapa
47
pertapaan khusus dan upacara Veda (Yajna) mati, maka dia akan lahir kembali
tidak hanya sebagai dewa, tetapi sebagai raja dewa-dewa yang disebut Indra,
dan semua dewa yang lebih kecil akan menuruti perintahnya. Tetapi kehidupan
para dewa itu termasuk Indra akan berakhir, seandainya hasil perbuatan
baiknya sudah habis dinikmatinya dan mereka akan mati dan kemudian akan
lahir kembali dalam bentuk menurut hasil perbuatannya yang lalu. Lingkaran
hidup dan mati itu disebut samsara.
Lingkaran hidup dan mati manusia atau dewa akan terus berputar,
selama mereka belum menyadari identitas mereka dengan Brahman. Adalah
sangat menarik untuk kita catat di sini, bahwa dewa-dewa Vedic tersebut
dideklarasikan sebagai karyawan kosmos (cosmic) yang memegang jabatan
tertentu (pada), dan mempunyai tugas-tugas tertentu. Jadi, istilah Indra, -raja
dewa-dewa-, bukan nama seseorang tetapi nama satu kedudukan / jabatan
(Indrapada). Setiap orang yang mempunyai hasil perbuatan baik mencukupi
lahir untuk menjadi seorang Indra, dia berhak menduduki kedudukan /jabatan
tersebut. Tetapi kalau karma baiknya sudah habis, dia harus meninggalkan
kedudukan tersebut, dan Indra lainnya (yang baru) akan mengambil
kedudukannya.
Jadi walaupun kedudukan dewa-dewa itu (pada) adalah konstan, namun
individu-individu yang melakukan tugas sebagai Indra, Agni dan sebagainya
yang berubah. Sekarang melihat hal-hal yang tersebut di atas yang khas deva
Vedic, kekekalan dan kemampuan mereka untuk mengangkat dirinya
menjadi dewa-dewa, kita tidak menyebut Vedic polytheisme, sebagai
polytheisme sejati pada agama Yunani dan Roma kuno.
Satu hal yang sangat penting yang kita perhatikan pada dewa-dewa
Vedic, adalah walaupun mereka berkekuatan cukup untuk mengontrol
kekuatan-kekuatan alam, mereka tidak pernah dinyatakan sebagai menciptakan
mahluk dan alam. Pencipta di dalam Hinduisme adalah hanya Tuhan Yang
Maha Esa (Iswara), yang Dia sendiri tidak tercipta.
Dewa-dewa / para dewa dalam agama Hindu, agak mirip dengan
malaikat-malaikat dan santo-santo dalam agama Kristen, yang mereka sendiri
48
adalah mahluk Tuhan pencipta. Dewa Hindu juga mirip dengan santo-santo
Kristen dalam hal pencapaian kedudukan tinggi tersebut, tidak semenjak awal.
Para malaikat diciptakan oleh Tuhan bersamaan waktu penciptaan.
Walaupun Tuhan satu dan hanya satu (The God one and only), Veda
telah membagi dua sifat Tuhan yang berbeda yaitu: (1) immanent, dan (2)
transcendental. Di dalam apsek imanentnya, Tuhan dikatakan sebagai:
pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta (srsti, sthiti, pralaya
karta).Konsep Tuhan sebagai maha pencipta, adalah satu fundamenatal hampir
pada semua agama di dunia dan Hinduism termasuk di dalamnya.
Tetapi satu bentuk yang khas konsep Hindu tentang Tuhan Maha
Pencipta, adalah setelah Tuhan menciptakan alam semesta, Tuhan tidak berada
atau berdiri di luar alam semesta, tetapi Tuhan berada di dalam alam semesta.
Konsep Tuhan tinggal di sorga, di atas alam semesta, dan kadang-kadang
turun ke alam semesta pada waktu krisis, cukup asing bagi pikiran Hindu.
Tuhan menurut Hinduisme, tetap berada di dalam universe / alam semesta
bahkan menjadi satu dengannya, mengontrol dan tetap bersamanya
(Bhagavadgita, XV, 13).
Jadi, Tuhan diterangkan oleh kitab suci Hindu sebagai pencipta, intern
dan mengontrol di dalam dunia, atau dalam bahasa Sansekerta antaryamin.
Untuk menghargai pengertian tentang Tuhan dikatakan interatly embedded di
dalam universal, kita perlu mengerti teori Hindu tentang penciptaan, (diskusi
secara detail tentang ini di bahas dalam bagian berikutnya).
51
Namun, untuk keperluan sekarang ini cukup kita mencatat Tuhan dalam
bentuk imanennya: adalah bentuk personal God, di dalam pemujaan bhakti
Hinduism di kemudian hari diberikan enam sifat yaitu: (1) maha agung,
(majesty, aisvarya), (2) maha kuasa (omnipotence, virya), (3) maha
mulia, (glory, yasa), (4) maha cantik/indah, (beauty, sri), (5) maha tahu,
(knowledge, jnana), dan (6) maha adil, (dispassin, vairagya).
Tuhan dalam bentuk imanent dengan sifat-sifat tersebut di atas,
dinamakan juga sebagai Saguna Brahman, dan dapat dipuja serta disembah
dalam bentuk Isvara, seperti disebutkan dalam kitab Upanisad. Walaupun
Tuhan berada dalam alam semesta dan menjadi satu dengannya, namun dalam
kenyataannya Tuhan tetap ada dan Dia di luar jangkauan alam semesta. Jadi,
Tuhan selain immanent,(tetap ada), juga mempunyai hubungan transcendental
(di luar pengertian, pikiran) dengan alam semesta. Tentang itu dikatakan
dalam satu hymne/sloka Rg Veda yaitu Purusa Sukta : "Tuhan menyatu
dengan seluruh dunia, dengan seperempat tubuhnya, sedangkan tiga per
empatnya berdiri kekar di langit. Tuhan menyatu dengan seluruh dunia dengan
seperempat tubuh-Nya, sedangkan tiga perempat-Nya berdiri sebagai kekal di
langit (Rg Veda, I, 90.3).
Bahasa ukuran yang digunakan dalam hymne /sloka itu tentu saja
mettaforika, seperti akan kita lihat kemudian, bahwa Tuhan dalam aspek
transcendental di luar jangkauan ukuran manusia dalam istilah kuantitas
maupun kualitas. Tuhan adalah di luar jangkauan alam semesta, aspek
transcendental Tuhan itu disebut Brahman. Tidak hanya di dalam Rg Veda,
tetapi juga dalam kitab-kitab suci Hindu lainnya sudah berkali-kali dijelaskan
yaitu Tuhan mempunyai aspek yang luar jangkauan fenomena (misalnya
Brhadaranyaka Upanishad, III, 9.26; Bhagavagita, X.42, XIV.16-17).
Sekarang, aspek transcendental Tuhan tentu tidak ada satu keterangan
linguistk yang mampu menerangkan tentang Tuhan, Kita ambil dari
Upanishad: Brahman adalah dari di mana pikiran dan perkataan bingung di
dalam pencahariannya (Taittirya Upanisad, II,9.1).
52
kumpulan vibrations itu menjadi sangat cair dan mulai kembali dan akhirnya
diserapkan kembali ke dalam Tuhan, dari mana Dia diproyeksikan sebelumnya.
Kumpulan getaran (vibrations) yang tidak bergerak dari alam semesta
di dalam Tuhan itu dikenal sebagai pralaya /peleburan atau cosmic
dissolution. Tetapi harus tidak diartikan sebagai penghancuran mutlak alam
semesta. Alam semesta pralaya, tidak meledak menjadi ketidakadaan mutlak
selama-lamanya. Setelah mencapai level frekwensi terendah alam semesta
tetap ada sebagai suatu keadaan yang tidak terbentuk (humanitested
condation).
Segala apa pun yang telah berkembang (evolved) dari Tuhan akan
menjadi satu (involved) kembali di dalam Tuhan. Tetapi setelah satu periode
involution sementara seluruh alam semesta kembali berkembang ke depan
pada awal satu lingkaran yang baru. Proses involution dan evolution alam
semesta berjalan ke belakang dan ke depan seperti ombak samudra dalam
kekekalan.
Lagi pula pralaya itu tidak mengambil tempat secara beruntun di semua
bagian alam semesta ini. Satu solar sistem tertentu seperti solar sistem kita
mungkin diserap tetapi ribuan yang lainnya tetap melanjutkan kenyataannya di
dalam kenyataannya masing-masing.
Jadi, penciptaan sebagai satu keseluruhan adalah kekal abadi dalam arti
tidak mempunyai awal yang absolut dan akhir yang absolut. Ketika kitab suci
Hindu menggunakan kata 'awal' dan 'akhir' dunia ini, mereka harus diartikan
sebagai awal dan akhir satu lingkaran tertentu tidak lebih dari itu.
57
BAB IV
SUMBER DAN RUANG LINGKUP AGAMA HINDU
4.1 Pengantar
Terjemahannya:
Ketahuilah, bahwa Sruti adalah Veda, (dan) Smrti sesungguhnya
adalah Dharmasastra; keduanya harus diyakini dan dituruti, agar
sempurnalah dalam dharma itu.Hendakya Veda itu dihayati
dengan sempurna melalui itihasa dan purana; karena pengetahuan
yang sedikit itu menakutkan (dinyatakan) janganlah mendekati
saya (SS,37,39).
Kata veda berasal dari urat kata vid artinya pengetahuan.Oleh orang
Inggris diterjemahkan menjadi Knoledge, dengan huruf 'K'besar. Jadi, Veda
berarti ilmu pengetahuan dalam arti yang sangat luas. Memang Veda, bukan
60
pengetahuan rohani saja, atau bukan pengetahuan suci saja, melainkan juga
berisi ilmu pengetahuan biasa/duniawi dan ilmiah. Jadi juga berisi ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam pengertian sehari-hari. Dengan demikian,
Veda tidaklah semata-mata yang berbentuk buku itu saja, tetapi mengandung
makna buku abstrak.
Lebih lanjut kata veda yang memakai 'a' panjang, artinya 'kata-kata yang
diucapkan dengan lagu, atau dinyanyikan'. Memang sloka-sloka dalam Veda
digubah dalam bentuk puisi (chanda) dan mempunyai berbagai lagu: gayatri.
Sebab itulah, kemudian sloka-sloka itu lebih dikenal dengan sebutan mantra.
Sedangkan kata sruti, berarti mendengar, atau apa yang didengar. Kata
srota artinya telinga. Dengan demikian kata sruti identik dengan kata wahyu.
Memang, para resi menerima dari pendengarnnya (sruti) dari Brahman/Tuhan
Yang Maha Esa, Sang Hyang Widi Wasa. Sruti itu diterima oleh para resi: (1)
Grtsamada, (2) Visvamitra, (3) Vamadeva, (4) Atri, (5) Bharadvaja, (6)
Vasistha, (7) Kanva, (8) Agastya, (9) Narayana, (1)) Prajapati, (11)
Hiranyagarbha dan lain-lainnya.
Adapun resi nomor 1 - 7 , termasuk dalam golongan sapta resi yang
menghimpun sloka-sloka Rgveda, mandala II - VIII. Sedangkan Resi Agastya
beserta siswanya menghimpun sloka-sloka Rgveda mandala I. Selanjutnya Resi
Narayana, Prajapati serta Hiranyagarbha, menghimpun sloka-sloka Rgveda
mandala IX - X. Jadi, Rgveda atau Rgvedasamhita, yang merupakan himpunan
sloka (stanza) sejumlah 10.552 mantra, terdiri dari 10 mandala, adalah sruti
(wahyu) yang didengar (diterima) oleh para resi tersebut ( dengan srota atau
telinga) dari Brahman/Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
Maharesi Manu, membagi veda menjadi dua : sruti dan smrti, yang lebih
lanjut merincinya masing-masing. Begitu juga Vedasruti dibagi menjadi tiga
bagian: (1) mantra, (2) brahmana (karmakanda), dan (3) upanisad / aranyaka
(jnanakanda). Bagian mantra terdiri lagi dari empat macam himpunan (samhita)
: (a) Rgvedasamhita, terdiri dari 10.552 sloka (mantra, stanza); (b)
Samavedasamhita, terdiri dari 1.875 sloka / mantra / stanza; (c)
Yajurvedasamhita, terdiri dari 1.975 mantra (beberapa mantra dalam bnetuk
61
prosa liris); dan (d) Atharvavedasamhita, terdiri dari 5.987 sloka / mantra /
stanza (beberapa sloka dalam bentuk prosa liris). Jika sloka-sloka keempat veda
(caturveda) itu dijumlahkan semuanya, maka seluruh himpunan mantra atau
veda ada 20.389 mantra (sloka). Rg vedasmhita, merupakan kumpulan mantra
yang paling tua, yang mengandung ajaran umum dalam bentuk pujaan. Kitab ini
disusun berdasarkan 5 resensi: Sakala, Baskala, Asvalayana, Sankhyayana, dan
Mandukeya. Di antara kelima resensi itu, Sakala yang masih utuh dan sempurna.
Seperti telah dikemukakan di depan, Rgvedasamhita terdiri dari 10 mmandala:
mandala 2 - 8 hasil himpunan warga saptaresi, yang berhasil dipelihara oleh
para keluarganya secara oral turun-temurun. Sedangkan mandala (bab) 1, 9 dan
10 merupakan himpunan beberapa resi.Samavedasamhita, himpunan mantra
tentang lagu-lagu pemujaan, yang dipetik dari Rgveda. Samaveda terdiri dari 2
bagian: arcika, mantra pujaan (Rgveda), dan uttracika, himpunan mantra
tambahan.Yajurvedasamhita, himpunan mantra mengenai pokok-pokok yajus,
sebagian besar dipetik dari Rgveda, dan dari sumber lain sebagai mantra
tambahan (prosa). Yajurvesamhita, terdiri dari dua aliran: (a) Krsna
Yajurveda(Yajurveda hitam), mengenai makna yadnya, dan (b) Sukla
yajurveda, (Yajurveda putih), mantra waktu upacara. Juga terdapat pokok-pokok
upacara darsapurnamamasa, upaca bulan purnama dan tilem (bulan
gelap/mati).Atharvavedasamhita, atau Atharvangira, kumpulan mantra petikan
Rgveda.Keempat himpunan itu kemudian terkenal dengan nama caturveda,
bahkan sering hanya tiga himpunan yang ditonjolkan (Rg, Sama dan Yajur)
dengan sebutan triveda. Bagian Brahmana (karmakanda), berisi himpunan puja,
sthava, brahma, yang dipakai dalam upacara yadnya. Setiap mantra (Rg, Sama,
Yajur, Atharva), mempunyai brahmana. Kata 'brahma' artinya doa, puja,
sthava, stotra. Brahmana, juga merupakan penjelasan arti dan makna
mantra.Bagian Upanisad dan Aranyaka (Jnanakanda), merupakan himpunan
mantra pembahasan aspek Ketuhanan. Setiap mantra samhita juga mempunyai
upanisad (aranyaka) yang merupakan rahasia jnana (jnanakanda). Jumlah
Upanisad diperkirakan ada 1180 buah buku, namun kebanyakan para sarjana
menyetujui adanya 108 buah upanisad. Perinciannya sbb.:
62
4.2.2.1 Vedangga
Kelompok Vedangga, disebut batang tubuhnya veda, karena isinya
merupakan penuntun dan penjelasan bagi orang yang mendalami Vedasruti.
Jadi, seperti sebuah "buku pinter" (manual). Dengan mempelajari Vedangga,
diharapkan seseorang dapat mengeti bahasa, makna yang tersirat dalam sloka-
sloka. Sehubungan dengan itu, Vedanggaterdiri dari enam bidang veda: (a)
Siksa, (b) Vyakarana, (c) Chanda, (d) Nirukta, (e) Jyotisa, dan (f) Kalpa.Siksa,
berisi uraian tentang fonologi atau ilmu fonetik dalam bahasa Sanskerta yang
dipakai menggubah Veda. Isinya memuat petunjuk tentang lafal, matra, dan lagu
mantra. Terdapat banyak buku yang menjelaskan tentang fonologi veda tersebut
Sarjana di bidang fonologi Veda: Bhagavan Saunaka, Katyayana, Bharadvaja,
Vyasa (Abyasa), Vasistha dan Yajnavalkya.
Vyakarana, mengandung tatabahasa Sanksterta. Untuk dapat menyimak,
mengertikan dan memahami isi Vedasruti, serta menghayatinya, pemahaman
dan penguasaan tentang ketatabahasaannya (Sanskerta), harus terlebih dahulu
dikuasai.Sudah tentu, sistem fonolgi di atas terlebih dahulu dikuasai.Banyak
sarjana di bidang bahasa Sanekerta: Sakatayana, Panini, Patanjali dan Yaksa.
Panini yang pertama kali mengetahui sistem tatabahasa Sankserta Veda.
64
4.2.2.2 Upaveda
Kelompok Upaveda, merupakan veda tambahan, yang mengandung
berbagai disiplin ilmu, antara lain: (a) Itihasa, (b) Purana, (c) Arthasastra, (d)
Ayurveda, dan (e) Gandharvaveda.Itihasa, merupakan veda terapan,
mengandung pokok-pokok ajaran Veda, yang disajikan dalam bentuk cerita
kegagahberanian, kepahlawanan, (viracarita). Ia menyajikan cerita indah,
menarik dan bermakna yang mengandung ajaran agama Hindu yang sangat
mendasar. Setiap orang akan terasuki jiwanya bahkan sampai seluruh darah dan
dagingnya. Di sana sini terselip hukum smrti dan prinsip Veda, yang dilukiskan
melalui figur tokoh agung nan mulia dan luhur. Metode itu ternyata sangat
memudahkan kaum awam untuk memahami dan menghayati ajaran dan filsafat
Hindu yang cukup sulit. Sungguh sangat tepat dan bijaksana metoda yang dipilih
65
oleh Walmiki dan Vyasa, untuk menerapkan ajaran Veda atau memasyarakatkan
veda. Itihasa sering juga disebut epos yang besar (mahavakya).
Itihasa, terdiri dari dua macam: (a) Ramayana, dan (b) Mahabharata.
Namun, ada juga yang menambah lagi dua, yaitu: (c) Yogavasistha, dan (d)
Harivamsa. Biasa juga disebut Suhritsamhita (pembahasan populer), sedangkan
Vedasruti disebut prabhusamhita (pembahasan serius).Ramayana digubah oleh
Maharesi Valmiki, terdiri dari 7 kanda, yang isinya menceritakan zaman
tretayuga. Ramayana, selesai ditulis sebelum 500 SM. Sedangkan ceritanya,
sudah populer sejak 3.100 SM. Isinya dibagi menjadi 7 kanda: Balakanda,
Ayodhyakanda, Aranyakanda, Kiskindakanda, Sundarakanda, Yuddhakanda,
dan Uttarakanda. Cerita Ramayana itu tersebar dan tersohor di seluruh pelosok
dunia, termasuk di Indonesia.
Mahabharata, menurut tradisi digubah oleh Bhagavan Vyasa (Abyasa),
terdiri dari 18 buku (asthadasaparva), dua buku sisipan: Harivamsa dan
Bhagavadgita. Ceritanya diperkirakan terjadi sejak + 950 SM, namun menurut
tradisi kejadian itu pada awal zaman kaliyuga 3101 SM. Mahabharata terdiri
dari 18 parva: AAdiparva, Sabhaparva, Vanaparva, Virataparva, Udyogaparva,
Bhismaparva, Dronaparva, Karnaparva, Salyaparvaa, Sauptikaparva,
Santiparva, AAnusasanaparva, AAsvamedhikaparva, sramavasikaparva,
Mausalaparva, Mahaprasthanikaparva, dan Svargarohanaparva.Bhagavan
Vyasa (Abyasa), putra Maharesi Parasara, juga terkenal menyusun kodifikasi
caturvedasamhita bersama dengan siswanya.
Purana, merupakan cerita kuno. Ciri-cirinya mengandung atau
mengungkapkan: sejarah, kosmogoni, penciptaan tahap kedua, silsilah para raja,
dan Manvantara (pancalaksana). Sedangkan menurut VisnupuranaIII.6.24.
kelengkapan purana diukur kandungan isinya meliputi: (1)kosmogoni (cerita
penciptaan alam semesta; (2) pralaya (cerita tanda dan terjadinya kiamat); (3)
cerita silsilah para dewa dan bhatara; (5) cerita silsilah keturunan dinasti
Suryavangsa dan Candravangsa.
Jenis kitab purana ada 18 (Mahapurana): Brahmanda, Brahmavaivarta,
Markandeya, Bhavisya, Vamana, Brahma, Visnu, Narada, Bhagavata, Garuda,
66
Padma, Varaha, Matsya, Kurma, Lingga, Siva, Skanda, dan Agni. Berdasarkan
sifatnya, purana-purana dikelompokkan menjadi tiga: (a) Satvikapurana (Visnu,
Narada, Bhagavata, Garuda, Padma, dan Varaha); (b) Rajasikapurana
(Brahmanda, Brahmavaivarata, Markandeya, Bhavisya, Vamana, dan Brahma);
(c)Tamasikapurana (Matsya, Kumara, Lingga, Siva, Sakda, dan Agnipurana).
Penulisan purana dimulai pada 500 SM dan mencapai kesempurnaannya pada 600
M, pada zama Raja Harsa Vardhana memerintah wilayah Aryavarta. Penulis
utama purana, sepanjaang masa yang tiada taranya sampai sekarang adalah Vyasa
atau Krsnadvipayana putra Bhagavan Parasara.
Arthasastra, berisi pokok-pokok ilmu pemerintahan negara dan politik.
Misalnya: Usana, Nitisastra, Sukraniti, dan Astrasastra. Dalam Ramayana dan
Mahabharata, tersirat juga pokok-pokok ajaran Arthasastra. Cabang ilmunya
disebut: Nitisastra, Rajadharma, Dandaniti. Para acarya di bidang politik Hindu:
Bhagavan Brhaspati, Bhagavan Usana, dan Resi Canakya. Penulis lainnya:
Visalaksa, Bharadvaja, Dandin, dan Visnugupta. Adapun jenis Arthasastra yang
digubah di Indonesia:Usana, Nitisara.
Ayurveda, isinya mengenai bidang ilmu kedokteran, kesehatan jasmani,
dan rohani. Jadi, memuat fisfasat kehidupan, baik etis maupun medis,sehingga
ruang lingkupnya cukup luas. Kitab ini erat hubungannya dengan kitab-kitab
Dharmasastra dan Purana. Penulisnya: Maharesi Punarvasu. Materi Ayurveda
meliputi 8 bidang: (1) Salya (ilmu bedah), (2) sajkya(ilmu penyakit), (3)
kayakitsa (ilmu usada/obat-obatan), (4) bhutavidya (ilmu psikoterapi), (5)
kaumarabhrtya (ilmu pendidikan anak dan dasar ilmu jiwa anak), (6) agdatantra
(ilmu toksikologi), (7) rasayamatantra (ilmu mujizat), dan (8) vajikaranatantra
(ilmu jiwa remaja). Kitab Yogasara dan Yogasastra, karya Bhagavan Nagarjuna,
memuat pokok-pokok ilmu yoga dikaitkan dengan sistem anatomi, guna
pembinaan kesehatan jasmani rohani. Kitab Kamasastra atau Kamasutra (juga
cabang Ayurveda), karya Bhagavan Vatsyayana, memuat seni cinta dalam
kebahagiaan keluarga.
Gandharvaveda, membahas berbagai aspek cabang ilmu seni.
67
4.2.3 Sila
Kelompok sumber hukum Hindu / dharma yang kedua yang bersifat
tidak tertulis, seperti yang telah dikemukakan di depan adalah sila, acara, dan
atmanastusti. Mengingat sifatnya tidak tertulis, sumber itu sangat ditentukan
dan dipengaruhi oleh masyarakat dan lingkungannya. Jadi, ia mengikuti keadaan
dan perkembangan masyarakatanya, dalam segala bidangnya, geografi, dan
keadaan alam lingkungannya. Dengan demikian, ia selalu berubah berkembang
sepanjang masa dan zaman. Dengan karakter universalnya (istadevata dan
adikara) agama Hindu menerima dan menyesuaikan dirinya dengan ketiga
keadaan itu. Karena itulah pelaksanaan agama Hindu sanga bervariasi. Setiap
daerah, wilayah dan etnis mempunyai varian tersediri, seperti kenyataan yang
kita kihat dan kita alami. Justru kevariasiaannya itulah yang memberi kekuatan
agama Hindu selalu bisa hidup subur sepanjang masa, sejak 6000 SM.
Adapun yang dimaksudkan sila itu adalah contoh-contoh perbuatan, baik
dalam bentuk (manacika, vacika, dan kayika) pikiran, ucapan, maupun laksana,
yang pernah dan telahdikakukan oleh para resi, baik yang berada di India,
maupun yang berada di luar India, seperti di Indonesia, baik pada masa lampau,
sekarang maupun pada masa yang akan datang. Semua contoh sila-sila tersebut,
baik yang tercantum dalam Vedasruti, Vedasmrti, maupun dalam Itihasadan
lain-lainnya, merupakan suri tauladan yang seyogyanya patut ditiru dan sebagai
cermin kehidupan umat Hindu di manapun mereka berada. Hal-hal seperti itu,
banyak sekali terdapat di dalam Ramayana, Mahabharata, Bhagavadgita,
Sarasamuscaya dan lain-lainnya. Sila atau etika yang baik dan luhur itulah yang
menjadi pegangan dan pedoman umat Hindu. Misalnya, dalam Bhagavadgita,
Krisna memberi contoh apa yang pernah dilaksanakan oleh raja Janaka, yang
seyogyanya ditiru oleh Arjuna. Jika dirinci, ajaran sila yang tersirat dalam
Ramayana, Mahabharata, Bhagavadgita, Sarasamuscaya, Vrhaspatitattva, dan
sebagainya akan ditemukan 'harta karun' nan tak luntur dan berharga itu. (dalam
uraian mengenai sila atau etika Hindu dan pengendalian diri, akan kami uraikan
tersendiri nanti).
68
4.2.4 Acara
Acara adalah tradisi, kebiasaan-kebiasaan yang telah melembaga yang
pernah dilakukan oleh seseorang dan masyarakat, yang kemudian dilakukan,
ditiru pada masa sekarang. Tradisi itu, tentu pada mulanya merupakan contoh-
contoh sila, perbuatan yang baik yang pernah dilakukan oleh seseorang, resi,
tokoh agama dan atau masyarakat pada masa lalu, yang masih relevan untuk
dilakukan pasa masa kini. Mengenai tradisi atau adat istiadat itu banyak sekali
ditemukan dalam masyarakat beragama apapun termasuk masyarakat yang
beragama Hindu. Sumber tradisi itu bermula dan berpangkal pada sila. Bahkan
semua aspek kebudayaan, bisa menjadi sumber dan bahan dasar tradisi suatu
orde masyarakat berikutnya.
Karena itu, trdisi itu bisa berkembang dan bertumbuh terus, tergantung
pada daya tarik masyarakatnya.Agama Hindu, sesuai dengan karakternya,
ternyata tradisi itu merupakan pemberi pola dan variasi yang paling dominan.
Makin beraneka ragam kebudayaan masyarakatnya, makin beraneka warna pula
variasi agama Hindu itu. Oleh sebab itu, tidaklah bijaksana kalau umat Hindu
berusaha membedakan dan memisahkan antara agama dan adat atau tradisi.
Adalah sudah demikian rupa variasi agama Hindu, yang ditimbulkan oleh
karakternya sendiri. Justru agama Hindu bisa semarak dan hidup sejak tahun
6000 SM hingga kini, adalah berkat karakternya, sifatnya, yang bisa
menampung dan menerima kebudayaan, tradisi masyarakatnya. Varian-varian
yang beraneka ragam ada di dunia ini, adalah diakibatkan oleh tradiri tersebut.
Semua jenis upacara yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu dari etnis Bali
misalnya, adalah merupakan sebuah contoh varian Hindu tersendiri, begitu juga
varian Hindu yang ditimbulkan oleh masyarakat India.Dengan uraian itu, jelas
bahwa acara, sadacara atau tradisi, adat, juga merupakan sumber dan
memberi pola varian-varian Hindu.
69
4.2.5 Atmanastusti
Atmanastusti atau atmatusti, adalah kepuasan pribadi yang sanga
subjektif. Setiap orang, masyarakat, etnis dan bangsa secara kovensi
berkesamaan membuat satu atmatusti. Berawal dari perseorang, atmatusti itu
merupakan hak yang paling azasai baginya untuk melaksanakan keagamaannya.
Hak individu dan martabat individu sangat dihormati dalam agama Hindu. Hal
itu menimbulkan variasi yang paling kecil dalam agama Hindu. Kemudian,
sebagai mahluk sosial ( di samping sebagai mahluk individu) manusia (dalam
hal ini masyarakat Hindu), secara bersama-bersama membuat satu ketetapan
atmatusti yang lebih luas. Begitu seterusnya, atmatustui terbentuk melalui
kelompok-kelpmpok mayarakat, yang berawal dari perseorangan, keluarga,
masyarakat, etnis, bangsa dan seterusnya. Dalam agama Hindu di Indonesia
misalnya, peranan Parisada Hindu Dharma Indonesia, sebagai majelis agama
Hindu yang tertinggi sangat utama. Melalui mahasabha, pesamuhan agung, dan
lokasabha lembaga tersebut menetapkan berbagai keputusan, sebagai atmatusti
secara makro yang diperkirakan memberi kepuasan masyarakat Hindu di
wilayahnya (Indonesia). Atmatusti (dalam arti sempit/perseorangan) itu, menjadi
budaya yang memberi kelonggaran bahkan kebebasan mutlak terhadap seorang
umat Hindu dalam melaksanakan ajaran agamanya. Justru, atmatusti itulah yang
memberikan warna dan merupakan akar yang sangat mendasar bagi kehidupan
agama Hindu itu dalam diri pribadi penganutnya. Atmatusti itulah yang
membentuk religius experient, atau 'keagamaan' dalam diri setiap individu.
Misalnya, dalam sebuah keluarga saja, keagamaan, atau kadar, pola penghayatan
agama itu bervariasi.Atas dasar itulah, munculnya berbagai cara, jalan atau
marga menuju tujuan akhir agama Hindu. Ajaran catur marga yoga(karma,
bahkati, jnana, dan raja marga yoga) itu, pada hakikatnya bermula dan
berpangkal pada atmanastusti atau atmatusti itu. Justru, atmatusti, itu
merupakan benih yang menyuburkan kihidupan agama Hindu, Bersama-sama
dengan sila dan acara, ketiga faktor itu memberi kesuburan hidupnya agama
Hindu.
70
4.3.1 Satya
4.3.2 Rta
Rita sebagai hukum alam semesta dan hukum moral adalah rita yang abadi
sebagai ritus yang berubah menurut waktu, dan perlu diperbaharui agar sesuai
dengan keinginan manusia akan perubahan: Navyo jayatam ritam, biarlah ritus
yang baru tumbuh (Rgv.I,105.15).
Menurut Weda, setiap dewa dinyatakan sebagai pelindung rita, tatanan
alam semesta. Bahkan dewa tertentu, digambarkan sebagai raja, yang
menlindungi rita. Seperti Mitra dan Varuna digambarkan sebagai penegak rita
(Rgv.VIII,25.3). Para raja meniru Mitra dan Varuna, yaitu menegakkan hukum
(rita) untuk diterapkan dalam kehidupan sosial. Karena itu, raja disebut kshatra
= kshatrya), pelindung, pembela dan pejuang Dewa yang dianggap kesatria dan
penegak hukum dengan semangat yang tinggi adalah Indra (Rgv.III,46.2).
Dengan kshatra (kekuasaannya), para raja menjadi pelindung masyarakatnya,
seperti dewa (Indra, Vishnu), menggunakan kekuasaannya dalam alam semesta
sesuai dengan rta.
Rta (rita) bukan merupakan suratan takdir. Rita tetap merupakan hukum
abadi dan keadilan abadi. Karena itu, manusia tidak bisa menghindar dari akibat
perbuatannya. Apa yang ditanam, itulah yang akan dipetiknya. Itulah yang
membawa kepada ajaran hukum karma. Dengan menerima ajaranpunarbhawa
(tumimbal lahir), setiap jiwa (atman) akan lahir membawa karmakelahiran
terdahulu (praktana) yang tidak tampak (adrishta), yang menunutun hidupnya
sampai mencapai kebahagiaan atau kesengsaraan, menurut hakikat rita. Dengan
demikian ajaran rta dan dharma merupakan dasar ajaran karma dan
karmaphala. Bahkan rta dan dharma (dalam arti luas) mencakup pengertian
hukum (orde) abadi, ajaran sila, estetika, dan hukum sosial.
Satya dan rta bagaikan Brahman dan kshatra. Satya (dalam arti
metafisis dan moral) dan rta (dalam arti luas meliputi: hukum kosmos, etis,
estetis, sosial, dan ritual), merupakan kepentingan yang lebih mulia dan luhur
dalam hidup. Satya (hidup berlandaskan filosofi agama) dan rta (bersifat moral
politis), digambarkan seperti Brahman dan kshatra.
74
4.3.3 Diksa
Jadi diksha dilaksanakan hanya untuk penasbihan pandita. Pada mulanya (asli)
diksa dipergunakan secara umum dipakai untuk mencapai tahap-tahap kehidu-
pan suci melalui upacara yadnya. Namun, karena pengkhususan seperti di atas,
maka pengertian sejenis diksha untuk itu disebut samskara, sangaskara,
sakramen, yang lebih populer dengan sebutan pewintenan.
4.3.4 Tapa
Tapa, artinya 'disiplin'. Yang dimaksud dengan tapa dalam Atharvaveda,
adalah pengendalian diri, penguasaan terhadap nafsu, pengendalian panca indrya
dan pikiran. Jadi, berusaha melaksanakan hidup suci. Dengan pengendalian diri
itu, diharapkan terciptanya trikaya parisuddha dalam diri manusia. Bersihnya
atau sucinya ketiga bagian tubuh manusia: pikiran (manacika), ucapan (vacika),
dan perbuatan (kayika).
Tapa merupakan usaha nan tak kenal lelah, perjuangan dan kerja keras
yang pantang menyerah, untuk mencapai tingkatan hidup yang lebih tinggi, dan
yang lebih luhur. Jadi, tapa merupakan awal segala sesuatu yang luhur dan
mulia. Kesucian (diksha) hanya dapat dicapai dengan melaksanakan disiplin
(vrata atau brata). Vrata atau brata adalah bentuk tapa. Setiap orang yang
sadar, selalu berusaha membersihkan (visuddha) atau melakukan parisuddha
dengan tapa atauvrata, brata. Istilah prayascita, parisuddha, dan brata sama
dengan tapa. Tapa dapat dilakukan dengan berbagai variasi: upavasa (berpuasa),
monabrata (tidak berbicara), jagra, aturu (tidak tidur), bahkan ada dengan cara
penyiksaan diri dsbnya. Namun, tapa harus dilaksanakan dengan kesadaran.
4.3.5 Brahma
Brahma arti harfiahnya: mantra, puja, stawa, stotra, stuti, doa dan
pujian. Brahma adalah sloka-sloka atau ayat-ayat suci Veda, yang dipergunakan
untuk melaksanakan pemujaan kepada Sang Hyang Widi Wasa/TuhanYang
76
Maha Esa. Karena itu, Veda disebut buku doa dan ilmu Veda. Brahmacharya
artinya kegiatan untuk menguasai Veda dan ilmu Veda. Brahmana orang yang
mencari Brahman (Jnanayoga),orang yang mengetahui Brahmanatau isi Veda.
Para resi sejak zaman dahulu mengakui betapa kemanjuran gema gaya
suci mantra Veda. Mantra Veda termasuk karya puisi yang sangat tinggi dalam
sejarah umat manusia. Fungsi mantra, brahman, puja itu bergantung pada tujuan
penggunaannya, dan jenis isi yang terkadung dalam mantra itu sendiri. Namun,
pada umumnya gaya suci yang ditimbulkan oleh karena pemujaan mantra itu,
mampu menciptakan suasana tenang, damai dan tenteram di lingkungan dan
dalam diri yang mengucapkannya. Gaya suci dan spiritual itu mampu
mempengaruhi diri pribadi manusia dan mahluk metafisika serta lingkungan
wilayah pembacaan mantra tersebut. Situasi seperti itu akan membantu usaha
manusia untuk menjalankan meditasi mengendalikan pikirannya dan
meningkatkan kesadarannya, untuk mencapai kesucian dan tingkatan-tingkatan
samadhi, kebijaksanaan dan pandangan terang.
Sesungguhnya, manusia dapat membersihkan dan menyucikan
pikirannya dengan mengucapkan mantra. Misalnya, dengan mengucapkan
mantra atau puja trisandhya setiap hari, merupakan kegiatan yang sangat
berfaedah bagi dirinya lahir batin, bahkan juga terhadap lingkungannya. Gema
dan getaran mantra itu menimbulkan gaya-gaya suci yang sangat diperlukan
untuk menciptakan suasana tenang, tenteram dan damai. Oleh karena itu,
peranan dan kedudukan mantra, brahman dalam agama Hindu sangat dominan.
4.3.6 Yajna
Kata 'yajna' (Sanskerta) berasal dari urat kata 'yaj', yang artinya
'memuja', atau memberi pengorbanan atau menjadikan suci',
mempersembahkan, bertindak sebagai perantara'. Kata 'yajna' (Rgv.VIII,40.4)
berarti 'kurban', 'pemujaan'.
Yajna ialah upacara (Veda) yang mempersembahkan sajen (banten, atau
upakara) kepada para dewa. Upacara itu sangat indah diiringi mantra, nyanyian,
77
bagaikan 'kapallaut yang suci' yang akan dapat mengantarkan manusia menuju
tujuannya.
Di dalam Manavadharmasastra disebut rincian panca mahayajna (lima
macam upacara besar): devayajna, rsiyajna, pitriyajna, manusayajna, dan
bhutayajna. (Uraian lebih lanjut tentang itu lihat bab: yadnya).
79
BAB V
SIMBOL (NYASA) DALAM AGAMA HINDU
5.1 Pengantar
a. lingga yoni
Dalam sejarah agama Hindu baik di India maupun di Nusantara
(Indonesia) pemujaan terhadap lingga dan yoni sangat populer. Lingga dan yoni
merupakan simbol kekuatan (creative energi) pria dan wanita. Itulah sebabnya,
kedua simbol ini seringkali dipadukan, yakni yoni menjadi dasar tempat lingga
itu tegak. Dari zaman Hindu kuno, lingga tersebut sudah dikenal dan dipuja,
sebagai simbol creative energi Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa
dalam aspeknya sebagai Siva.
c. Suastika
Svastika (keadaan yang baik) merupakan simbol yang juga diyakini oleh
umat Hindu. Svastika mempunyai kekuatan suci yang sangat sakti. Svastika juga
merupakan simbol roda dunia yang melambangkan gerak kosmik dan perputaran
evolusi pada pusat yang tetap. Dalam Brhatsamhita (IV.15) disebutkan bahwa
82
svastika harus dilukis atau dipasang pada pintu pura. Bahkan sering juga dilukis
pada rumah untuk melindungi keluarga dari kejahatan. (Asal-usul simbol ini
masih menjadi teka-teki para indologis; namun contohnya banyak sekali
ditemukan di: lembah Indus, Mesopotamia, Palestina, Amerika Selatan, dan
pulau Easter).
BAB VI
FILSAFAT HINDU: SISTEM DAN PERKEMBANGANNYA
(Filsafat Veda, dan Brahmana)
Pada waktu kitab suci Veda dibentuk, mungkin sekali orang India kuno
belum mempunyai sistem tulis. Jadi, hal itu merupakan suatu hal yang yang luar
biasa, yang dilakukan oleh para pemuka dan penekun agama (Brahmana), untuk
mempelajari kitab suci Veda itu. Beliau menekuninya dengan cara yang luar
biasa, mengingat dan mengapalkan semua ajaran Veda dalam ingatannya,
dengan cara yang luar biasa juga, dalam kurun waktu yang lamanya sangat sulit
ditentukan, seandainya kita mencoba menentukannya. Paling sedikit selama
3000 tahun mereka mempelajari Veda dengan cara seperti itu, yakni secara lisan
turun temurun dari mulut ke mulut.
Seandainya kita mempelajari dan menyimak sejarah India kuno, dengan
jelas sekali kita bisa melihat perubahan-perubahan yang terjadi semenjak zaman
Veda sampai zaman later Vedic. Tetapi kitab Veda selalu merupakan kitab
tersuci bagi umat Hindu dalam setiap zaman. Bahkan, sampai saat kini, semua
upacara dalam kehidupan umat Hindu, seperti: upacara perkawinan
(vivahasamskara), upacara kelahiran (jatakarma samskara), upacara kematian
(antyesti samskara), dan sebagainya, masih tetap dilakukan mengikuti dan
menurut petunjuk kitab Veda.
Jadi mantra-mantra, doa-doa suci, yang dipergunakan oleh umat Hindu
pada saat sekarang, umurnya sudah ribuan tahun. Mantra Gayatri misalnya, kita
temukan di antara hymne-hymne (sloka-sloka) yang terdapat dalam Rg Veda,
Veda yang paling tua di antara keempat Veda. Lagi pula, mantra Gayatri
tersebut sudah merupakan mantra yang paling suci di antara semua hymne
(sloka) dalam Rg Veda.Pengaruh Veda, tidak saja kita rasakan sangat kuat
dalam kehidupan umat Hindu sehari-hari, tetapi juga pada karya sastranya, yang
lahir pada zaman setelah zaman Veda Semuanya berdasarkan Veda dan para
penulis menerima bahwa hasil karya mereka berdasarkan kitab suci Veda.
Pada keenam sistem filsafat Hindu (saddharsana) kita temukan bahwa
mereka selalu 'baku hantam' dalam mempertahankan ketenaran ide mereka,
bahwa ide atau filsafat merekalah yang paling setia kepaada kitab suci Veda.
86
Semua hukum dan peraturan-peraturan yang terdapat di India saat ini juga
berdasarkan Veda Bahkan, pada zaman Inggris menguasai India pun pemerintah
Inggris membuat hukum dan peraturan-peraturan di India berdasarkan kitab suci
Veda. Misalnya, pada hukum tentang warisan, pengangkatan anak dan
sebagainya. Jadi, walaupun kitab suci Veda itu sudah sangat tua usianya, namun
Veda masih tetap segar bugar bagi umat Hindu. Tidak ada perubahan yang
terjadi pada kitab suci Veda menurut umat Hindu. Kitab suci Veda selalu
merupakan kitab suci bagi umat Hindu dari zaman ke zaman.
semua yang didengar. (seperti para resi mendengar ajaran itu (wahyu) dari
Tuhan/Brahman).
kudanya, serta udara sebagai kehidupannya kuda dan sebagainya. Jadi, upacara-
upacara kini beralih ke bentuk meditasi dan filsafat, serta pengetahuan tentang
kebenaran menjadi tujuan hidup yang utama
Pada zaman itu, di zaman Aranyaka, terjadi suatu perubahan darastis
dalam jalan pikiran umat Hindu. Dalah hal itu, Aranyakalah yang membuka
jalan untuk munculnya ajaran-ajaran Upanisad, ajaran filsafat yang berpedoman
kepada Veda. Kemudian Upanisadlah yang menjadi sumber aliran-aliran filsafat
Hindu dan menjadi sumber jalan pikiran umat Hindu.
6.8 Brahman
Menyusul yang telah diuraikan di depan, kemudian kita menemukan
munculnya konsep Brahman sebagai Tuhan. Hal itu kita temukan pada aliran
filsafat Vedanta. Sedangkan arti dan makna Brahman yang sesungguhnya masih
diperdebatkan oleh para sarjana. Salah seorang resi, bernama Resi Sayana
memberi arti tentang brahman itu sebagai Mahabesar. Sedangkan menuerut
kitab Satapatha Brahmana, Brahman(netral), adalah asal mula alam semesta.
Dia (Brahman), menciptakan dewa-dewa dan memberi tugas-tugas para dewa
untuk mengatur alam semesta ini, misalnya : Agni mengatur api, Vayu untuk
angin dan sebagainya. Kemudian sebagai Yang Maha Kuasa, Brahman kadang-
kadang juga disebut sebagai Prajapati, Purusa, dan Prana. Di samping itu
Brahman sering juga disebut sebagai Svayambhu.
dan berjalan dengan sempurna, maka tidak ada satu kekuatan pun yang mampu
menggagalkan tujuan upacara tersebut.
Jadi jelaslah di sini, bahwa hasil upacra tidak tergantung pada belas kasih para
dewa, tetapi tergantung pada upacaranya sendiri, pada hasil upacaranya sendiri.Menurut
umat Hindu, sacrifices (upacara kurban) itu sama seperti halnya dengan kitab Veda
bersifat kekal dan tidak mungkin kita bisa mencari dan menentukan asal mulanya. Di
samping itu umat Hindu juga percaya, bahwa alam semesta ini (macrocosmos, bhuwana
agung) tercipta karena sacrifices (upacara yadnya) yang dilakukan oleh
Brahman/Purusa (Tuhan).
Jadi, upacara yadnya /sacrifices, sesungguhnya tidak ditujukan atau tidak
dipersembahkan kepada para dewa. Hasil yang dicapai (melalui yadnya) tergantung dan
diperoleh langsung dari kekuatan upacara itu sendiri, seandainya upacara yadnya itu
dilakukan secara sempurna.Walau kita kadang-kadang menemukan tentang
disebutkannya beberapa dewa dan pemberian atau persembahan sesajen, banten
kepadanya. Tetapi sebenarnya fungsi dewa-dewa tersebut hanyalah sebagai alat
pelengkap keberhasilan sacrifices/upacara/yadnya. Jadi, sacrifices / upacara / yadnya
mempunyai potensi power, yang luar biasa, yang bahkan lebih besar dari kekuatan para
dewa. Malahan, kita juga menemukan , bahwa mereka /umat Hindu yang melakukan
upacara/yadnya kadang-kadang bisa menjadi dewa karena kesempurnaan upacara
yadnya /sacrifices yang mereka lakukan.
93
BAB VII
SISTEM KALENDER DAN TAHUN HINDU INDIA
7.1 Kalender
4) Karkata Cancer
5) Simha Leo
6) Kanya Virgo
7) Tula Libra
8) Vrscika Scorpio
9) DhanusSagitarius
10) Makara Capricorn
11) Kumbha Aquarius
12) Mina Pisces
(tahun) ini didirikaan oleh Raja Kanishka, dari dinasti Kushana dan dengan pasti
tahun (era) ini digunakan oleh Westum Satraps pada awal abad kedua Masehi.
Westum Satraps menguasai Malawa, Kathiavar dan Gujarat. Jadi penggunaan
tahun Saka ini menyebar ke Deccan dan dieksport ke Asia Tenggara, termasuk
Indonesia.
7.2.6.3 Licchavi Eraa dan Neyar Era dari Nepal (Masehi 110 dan 878).
BAB VIII
HARI RAYA DAN UPACARA YADNYA
8.0 Pendahuluan
yang berhubungan dengan hari raya yang disucikan hanyalah pancawara, dan
saptawara saja dikombinasikan denganpawukon tersebut. Pancawara terdiri
dari 5 wara/ hari: umanis atau legi, pahing, pon, wage atau cemeng, dan
kliwon. Dari legi atau umanis mencari umanis berikutnya ada lima hari.
Saptawara terdiri dari tujuh hari: Radite, Soma, Anggara, Budha, Wrehaspati,
Sukra, dan Saniscara (Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu).
Ternyata, pengombinasian kedua wara dan wuku itulah yang dipakai
untuk menentukan hari raya, seperti: Pagerwesi, Galungan, Kuningan, dan
Saraswati. Di samping itu juga ada hari-hari yang dipergunakan untuk
piodalan dan hari raya lokal dan khusus untuk menghormati tertentu,
seperti: anggarkasih (Selasa kliwon), tumpek (Sabtu kliwon), buddha manis,
budha kliwon, dan budha wage, yang masing-masing ada enam macam dalam
210 hari (bukan hanya satu macam).
Jadi, hari-hari raya yang disucikan umat Hindu di Indonesia,
sebagian berdasarkan: (1) sistem luni solar (mengikuti India) dan (2)
sebagian berdasarkan sistem pawukon.
Hari-hari raya yang berdasarkan sistem lunisolar: (a) Sivaratri, dan (b)
Nyepi/Tahun Baru Saka. Sedangkan hari-hari raya yang berdasarkan
pawukon: (a) Pagerwesi, (b) Galungan, (c) Kuningan, dan (d) Saraswati
8.1.1 Asal-usulnya
puncak lingga itu makin tinggi pulka. Akhirnya Brahma tidak sanggup mecapai
puncak lingga itu. Brahma pun turun ke bumi dengan sangat kecewa. Begitu
juga Visnu. Ia segera masuk ke dalam bumi untuk mencari pangkal lingga
itu. Sama dengan Brahma, makin dalam Visnu masuk ke dalam bumi,
terbnyata pangkal lingga itu bertambah makin ke dalam bumi. Akhirnya ia
gagal juga menemukan pangkalnya dan langsung naik ke atas bumi.
Keduanya sangat lelah dan masing-masing menceritakan
kegagalannya. Namun, anehnya dengan tiba-tiba pula lingga itu menghilang.
Dengan lenyapnya lingga tersebut, Brahma dan Visnu pun sangat heran dan
menyerah kalah. Dalam keadaan payah begitu, lenyaplah lingga dan
muncullah Siva. Dengan sangat mudahnya, dengan kedua tangannya Siva
dapat menangkap kedua senjata Brahma dan Visnu. Sambil tersenyum Siva
menyerahkan kedua senjata itu kepada pemiliknya masing-masing, yaitu
senjata brahmastra kepada Brahma, dan pasupatastra kepada Visnu.
Brahma dan Visnu ternganga keheranan dan tidak sempat berkata
sepatah pun sebagai komentar dan ucapan terima kasih. Siva pun langsung
berkata, "Wahai, Brahma dan Visnu! Ternyata Anda berdua tidak berdaya
menagkap kembali senjata Anda yang Anda pertarungkan siang dan malam,
sehingga mengganggu ketenteraman sorga. Para dewa pun pada memprotes
kejadian itu; namun Anda berdua tidak peduli. Bahkan Anda berdua
melanjutkan pertarungan Anda dengan berpacu mencari ujung dan pangkal
Lingga Siva yang muncul dan lenyap secara tiba-tiba di hadapan Anda berdua.
Oleh karena itu, sebagai sanksinya bahwa sejak saat ini Anda berdua beserta
pengikut Anda harus turut memuja Siva pada Sivaratri (Malam Siva).
mempunyai tiga dosa yang sangat besar, yaitu: (1) ia tidak mau mempelajari
Veda; (2) ia (Sukumara) kawin dengan seorang wanita candala, dan (3) terakhir
ia mengawini putrinya sendiri. Namun, karena ia pernah mengikuti upacara
pemujaan pada hari Sivaratri di pura Nagesvara, maka atmannya kemudian
diterima oleh Siva di Sivaloka.
Dalam Padmapurana diceritakan bahwa Nisada sebagai pemburu.
Kemudian Mpu Tanakung menyadur cerita itu dalam bentuk kakawin, dengan
judul Sivaratrikalpa. Tokoh utamanya adalah Lubdhaka. Cerita ini sangat
populer di Indonesia. Luar biasa keberhasilan karya sastra tradisional gubahan
Mpu Tanakung itu (Dalam Padmapurana kata 'lubdhaka' dipakai hanya dua
kali, dalam arti 'pemburu', bukan sebagai nama seorang tokoh). Mpu
Tanakung menyebutkan bahwa Lubdhaka adalah seorang pemburu dari suku
terasing Nisada.
Mpu Tanakung menceritakan bahwa Sivaratri telah diajarkan untuk
diperingat sejak zaman purba. Namun, kemudian tidak dirayakan lagi, bahkan
para dewa pun telah melupakannya. Hanya Lubdhaka yang merayakannya saat
'malam Siva' (Sivaratri) itu, walaupun dalam keadaan tidak sengaja dan tidak
sadar. Oleh karena itu, diumumkan klembali kepada masyarakat dan para
dewa, agar masyarakat dan para dewa, agar merayakannya kembali,
Demikianlah, sejak saat itu Sivaratri dibudayakan kembali, hingga saat kini.
8.1.4 Pelaksanaannya
seperti Indonesia.
Hari Raya Nyepi dirayakan sebagai hari suci bagi umat Hindu di
Indonesia, yang biasanya jatuh pada bulan Maret atau April sehari setelah
tilem (bulan gelap/mati: tanggal pisan). Pada saat itu, mulai pergantian tahun
Saka, sehingga pantas juga disebut tahun baru Saka, walaupun belum biasa,
bagi umat Hindu di Indonesia. Namun, bagi umat Hindu masa kini, mereka
sudah membiasakan dirinya di samping merayakan Nyepi secara tradisional,
mereka juga memanfaatkan saat itu seperti merayakan tahun baru Masehi,
saling mengirimkan kartu dan telegram indah, bahkan sms (short messages
system). Tentu saja kelak cara dan kebiasaan itu akan mentradisi juga, seperti
halnya pengadaan dharmasanti (semacam halal-bihalal), yang telah ditetapkan
oleh Parisada sebagai salah satu hasil keputusan mahasabha (kongres besar).
Acara itu kini kian membudaya, apalagi setelah Hari Raya Nyepi dinyatakan
sebagai hari libur nasional oleh pemerintah.
Mengingat Hari Raya Nyepi merupakan perayaan Tahun Baru Saka,
maka sebelum diuraikan hal-hal yang berhubungan dengan Hari Raya Nyepi itu,
terlebih dahulu diuraikan sejarah pendirian tahun Saka itu sendiri, yang bermula
di India. Jika demikian, Raja Kanishka dari dinasti Kushana yang sangat
berhubungan dengan pendirian tahun Saka tersebut.
8.2.1 Kushana
dapat diselamatan. Dalam migrasi ke arah barat, The Yueh-chi harus berhadapan
dengan bangsa Wu-sun di tepi sungai Ili. Dalam pertempuran itu, ternyata Yueh-
chi dapat mengalakan dan mengusir bangsa Wu-sun, bahkan berhasil membunuh
raja / pemimpin Wu-sun, yang bernama Nan-teou-mi. Bangsa Yueh-chi
menguasai seluruh wilayah bangsa Wu-sun. Namun, tidak berapa lama
kemudian, di daerah itu juga, bangsa Yueh-chi pecah menjadi dua seksi. Satu
divisi terus melanjutkan perjalanannya ke arah selatan dan kemudian menetap
di daerha perbatasan Tibet, yang kemudian dikenal dengan sebutan Yueh-chi
Kecil (Siao yueh-chi). Sedangkan divisi besarnya, terus melanjut-
kanperjalanannya dan berperang melawan bangsa Saka, (yang juga sudah
terdesak dari daerah asalnya di utara Jaxartes.
Namun demikian, bangsa Yueh-chi tidak lama tinggal didaerah
talukannya, sebab kemudian mereka dapat dikalahkan oleh Kwen-mo putra
raja suku bangsa Wu-sun, yang dahulu dibunuh oleh Yueh-chi. Kwen-mo
datang menyerang mrbalas dendam dengan bantuan Hiung-nu pada tahun 140
SM.
Oleh karena kekalahan itu, bangsa Yueh-chi kemudian melanjutkan
perjalannya/pengembaraannya menuju lembah Oxus. Di lembah itu, Yueh-chi
harus berhadapan dengan kaum Tahia (Bactrian) yang bermukim di lembah itu,
yang terkenal makmur dan pencinta damai. Peperangan pun terjadi, dengan
diakhiri oleh kemenangan Yueh-chi terhadap kaum Tahia yang terkenal
pencinta damai itu. Secara bertahap bangsa Yueh-chi dapat menguasai Bactria
dan Sogdiana.
Kemudian pada awal abad Masehi mereka mulai menanggalakan
kebiasaan nomadiknya. Mereka mulai menjalani cara hidup baru yakni
menetap di daerah yang dikuasainya itu. Di situ bangsa Yueh-chi terbagi
menjadi lima grup / kelompok: Hieu-mi, Chouang-mo, Kouei-Chouang, Hi-
thun, dan Kao-fu.
Selanjutnya, kira-kira satu abad setelah pembagian kelompok itu, the
Yabghu atau Yavuga dari kelompok Kouei-Chouang (Kushana) dapat
mengalahkan keempat kelompok lainnya, dan berhasil dipersatukan kembali di
108
bawah satu kerajaan dengan nama K'ieou-tsieouk'io. Raja ini (Wang), kemu-
dian oleh para sarjana diidentasikan sebagai Kujula Kadphises. Pendapat itu
berdasarkan coin-coin yang memberi informasi tentang raja tersebut. Raja
Kujula Kadphises akhirnya dapat memperkuat pengaruhnya di kawasan itu,
pada saat melemahnya kejayaan dan pengaruh Yunani di lembah Kabul.
Beberapa koin memiliki nama Kujula Kasa dalam bahasa Kharosthi dan
Kozoulo Kadaphes dalam bahasa Yunani atau kadang-kadang Hermaeus.
Karena itu, mungkin kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kedua raja itu
bersatu, dan mungkin untuk menahan kekuatan Pahlava. Namun, secara
perlahan-lahan akhirnya Kushana berhasil dapat menguasai daerah kekuasaan
Yunani di daerah Kabul.
Kemudian Kujula Kadphises menyerang Parthia, mengalahkan Kipin
(mungkin Gandhara), dan bagian selatan Afganisthan. Dia juga pasti berhasil
meraih kemenangan itu pada akhir-akhir masa hidupnya, setelah kematian
Gondophernes, yang menguasai Peshawar pada tahun 45 M menurut prasasti
Takht-i-Bahi. Para penulis China mengatakan, bahwa Kujula Kadphises hidup
sampai berumur 80 tahun. Jadi dari sini kita bisa mengambil tahun kematiannya
pada kira-kira pertengahan tida perempat abada kesatu Masehi.
8.2.3 Kanishka
SM, R.G. Bhandarkhar 278 M). Kita tidak perlu membicarakan dasar
perbedaan pemikiran mereka di sini.
Hampir semua sarjana indologi berpendapat bahwa, sesungguhnya
Kanishkalah sebagai pendiri era 78 M. Hal itu tidak dapat diragukan lagi,
bahwa Kanishka mendirikan satu era, sejak cara penghitungannya dilanjutkan
oleh para penggantinya. Kita tidak mengetahui satu pun Samvat, yang berlaku
di India Utara, yang mulai pada akhir perempat pertama abad kedua Masehi.
Tahun 78 M itu biasanya diterima sebagai tahun Kanishka naik tahta.
Di samping, seandainya Kujula Kadphises wafat pada pertengahan
perempat ketiga abad pertama Masehi. Kalau begitu pasti Kanishka dekat
sekali dengan tahun itu, sebab Vima Kadphises naik tahta sebagai seorang
octogenerian. Jadi, dia pasti memerintah dalam waktu yang sangat pendek.
8.2.3.2 Penaklukannya
Kanishka adalah seorang prajurit yang sangat gagah perkasa dan
berhasil menang dalam banyak peperangan. Dia mengambil alih Kashmir dan
memasukkan ke dalam wilayahnya, kerajaan kushana. Dia sangat menyukai
daerah Kashmir yang baru ditaklukkannya itu.
Kalau kita mempercayai tulisan-tulisan para sejarawan China dan
Tibet, maka kita akan melihat bahwa kekuasaannya mencapai Saketa dan
Magadha. Dari sana dia berhasil membawa lari Bikkhu Buddha yang amat
terkenal bernama Asvaghosa. Selain itu juga disebutkan bahwa Kanishka
berhasil memukul mundur serangan yang dilakukan oleh raja bangsa Parthian.
Tetapi tindakannya yang paling penting adalah dengan banggsa China.
Tindakannya itu membuahkan hasil penanklukkannya atas Kashgar, Khotan, dan
Yarkand. Bangsa China yang kekuasaannya di Asia Tengah melemah pada akhir
dinasti Han pertama tahun 23 M.
Namun, mereka bangkit kembali setengah abad kemudian, dan
melakukan gerakan yang sangat mantap ke arah barat di bawah pimpinan
Jendral Pan-chao. Hal itu tentu saja mengusik raja Kanishka. Raja Kanishka
merasa bahwa kedudukannya sama dengan Kaisar China. Karena itu, ia
111
meminta seorang putri China untuk dijadikan istrinya dan dia minta diakui
sebagai seorang raja yang bertitel Devaputra.
Tetapi sebaliknya Pan-chao menganggap permintaan itu sebagai
penghinaan terhadap tuannya, Kaisar China. Maka Pan-chao pun menahan
utusan Kushana itu. Dengan tindakan penahanan utusan tersebut, Kanishka
lalu menyeberangi Pamir untuk menggempur Pan-chao. Namun, sayang
dalam peperangan tersebut, Kanishka ternyata mengalami beberapa kali
kekalahan. Akhirnya Kanishka minta diadakan perdamaian, namun dia harus
membayar upeti kepada kaisar China.
Beberapa tahun kemudian, Kanishka kembalimenyeberangi Pamir, dan
ternyata dalam peperangan saat itu dia menang, dengan mengalahkan Pan-
yang, putra Pan-chao. Beberapa sumber mengatakan, bahwa Kanishka
menuntut beberapa orang China sebagai sandera. Salah satu sanderanya adalah
putra kaisar China sendiri. Tetapi hal itu sulit untuk diterima akal. Namun, kita
diberi tahu bahwa sandrea-sandera itu diperlakukan dengan perlakuan yang
sangat terhormat. Pengaturan khusus dilakukan untuk tempat tinggal para
sandera di monasteri She-lo-ka di Kapisa (Kafiristan), Gandhara, dan di sebuah
tempat lagi bernama Chinabhukti di Punjab Timur. Dikatakan bahwa di sana
mereka memperkenalkan the peach and pear.
selatan.
8.2.3.5 Satrap-satrapnya
Mengenai administrasi Kanishka, sangat sedikit yang dapat kita
ketahui. Misalnya, prasasti Sarnath yang berangka tahun 3 atau 81 M, namun
dengan dasar itu kita sedikit sekali memiliki pengetahuan tentang sistem
satrapanya di propinsi-propinsi. Kharapallana adalah mahasatrapanya,
kemungkinan besar dia berkedudukan di Mathura. Vanaspara memerintah di
daerah timur Benares, sebagai seorang ksatrapa
8.2.3.7 Agamanya
Berdasarkan koin-koin yang ditemukan, tidak mampu memberikan
penjelasan yang pasti tentang agama yang dianut oleh Kanishka. Kalau pun
mereka memberikan bukti, hanya pada eclecticism-nya saja (sistem
filsafatnya), kecenderungan untuk menghormati gabungan dewa-dewa Yunani,
Mitraic, Zoroastrian, dan Hindu. (Atau mungkin dewa-dewa yang tertera pada
koin-koinnya itu hanya menunjukkan berbagai bentuk kepercayaan yang
dianut di kerajaan Kanishka yang memang sangat luas itu :Prof. Tripathi).
Pada koin-koinnya banyak kita temui figure-figure dewa-dewa Yunani
itu: Herakles, Serapis, Matahari dan Bulan dengan nama Yunaninya Helios
dan Selene, Miiro (matahari), Athro (Api), Nanaia, Siva dan sebagainya. Selain
itu, kita temukan juga Buddha, duduk dengan cara India dan kadang-kadang
berdiri dengan pakaian Yunani.
Penulis-penulis Buddhist sangat kuat mengatakan, bahwa agamanya
Kanishka adalah Buddha. Mereka mengatakan seperti halnya Asoka, Kanishka
memeluk Buddhism, setelah perasaan penyesalan yang luar biasa atas
kekejamannya terhadap musuh-musuhnya.
Tanpa diragukan lagi, tujuan utama cerita ini adalah untuk
menekankan pengaruh Buddhism terhadap seseorang, pengaruh yang bahkan
dapat mengubah besi biasa menjadi emas berkilau, namun tidak ada keraguan
bagi para indologist untuk tidak mempercayai terjadi conversion pada diri
kanishka. Pengabdiannya terhadap relik-relik Sang Buddha di satu tempat yang
luar biasa indah dan terhormatnya serta prakarsa pengadaan Buddhist Council
ke empat yang amat besar dan bersejarah, menambah point akan bukti agama
yang dianutnya.
sakti atas perintah rajanya itu, diakhiri dengan kematian kedua-duanya. Patih I
setia mempertahankan keris itu, sedangkan Patih II setia meminta keris itu.
Keduanya atas perintah raja. Dan keduanya sangat patuh dan setia kepada
rajanya.
Sementara itu, Raja Aji Saka tersentak dan sadar. bahwa kedua
perintahnya sangat bertentangan dan pasti akan menimbulkan bahaya. Maka
raja pun segera balik ke barat, namun sudah terlambat. Ditemukannya kedua
patihnya yang gagah perkasa itu telah tergeletak menjadi mayat. Mereka
gugur keduanya dengan penuh keperkasaannya, yang diakibatkan oleh
kkhilafan raja sendiri.
Raja pun sangatsedih dan menyesali tindakannya. Kemudia sebagai
penghargaan dan penghormatannya kepada kedua patihnya, raja menulis
aksara Jawa dengan keris itu di batang pohon kayu. Aksara Jawa yang ditulis
itu, kemudian terkenal sampai saat sekarang. Adapun aksara itu sebagai berikut:
ha, na, ca, ra, ka, dha, tha, sa, wa, la, ma, ga, ba, ta, nga,pa, da, ja, ya, nya.
Atas dasar itu, mulailah tahun Saka dikenal di Indonesia berikut 20
aksara tersebut.Mitologi itu cukup terkenal dalam pustaka Jawa, yang
dianggap sebagai pembawa dan mulainya berlaku tahun Saka di
nusantara.Menurut tradisi, bahwa tahun Saka sampai tersebar di Nusantara /
Indonesia, dibawa oleh Raja Aji Saka.
Namun, dari kedua sumber tersebut, dapat disimpulkan bahwa tahun
Saka disebarluaskan dari Deccan ke Asia Tenggara, termasuk Nusantara /
Indonesia. Cara masuknya agama dan kebudayaan Hindu ke Nusantara, ada
berbagai teori dan metoda: bramana, ksatria, dan waisya. Namun,
sesungguhnya yang paling disetujui adalah dengan cara, adanya beberapa
orang Indonesia datang ke India, melalui perdagangan dan mereka belajar di
sana (Gujarat), dan kemudian mereka menyebarkan dan mengembangkannya
di Nusantara. Dengan demikian, kebudayaan dan agama Hindu bisa tersebar
secara meluas di seluruh Nusantara.
Bersamaan dengan itu, awal-awal abad I Masehi, terbawa juga sistem
tahun Saka itu. Bukti itu dapat ditemukan pada beberapa prasasti yang tertua
119
sampai dengan prasasti yang termuda, ternyata memekai tahun Saka atau Isaka
Warsa. Dasar perhitungannya pun disesuaikan dengan sistem yang dipakai di
India.
Bahkan nama bulan-bulannya pun diambil dari India: (1) Sravana (sasih
kasa), (2) Bhadrapada (sasih karo), (3) Asvina (sasih katiga), (4) Kartika
(sasih kapat), (5) Marghasira (sasih kalima), (6) Pausa (sasih kanem), (7)
Magha (sasih (kapitu), (8) Phalguna (sasih kawolu), (9) Chaitra (sasih
kasanga), (10) Vaisakha (sasih kadasa), (11) Jyesta (sasih jyesta /kajyseta),
dan (12) Asadha (sasih sada /kasada) (lihat tentang tahun/era).
Pada hari itulah saat tanggal satu tahun baru Saka dengan bulan
Vaisakha (sasih kadasa, bulan sepuluh). Seluruh masyarakat Hindu, di
manapun mereka berada tinggal di rumah. Mereka menjalani 'penghentian
hidup sehari', atau melakukan 'penghentian sejenak', dalam rangka untuk
meneruskan perjalanan hidupnya selama setahun pada tahun Saka yang baru
muncul itu. Dalam sastra disebutkan, bahwa segenap umat Hindu
seyogianya melakukan sambang samadhi, yaitu melakukan tapa, brata, yoga,
dan samadhi, atau istilah populernya amati geni.
Sehubungan dengan itu, setiap umat Hindu diharapkan menjalani
catur brata panyepian: (a) amati geni, (b) amati karya, (c) amati lelunganan,
dan (d) amati lalangunan. Kesesemuanya itu dilaksanakan selama sehari dan
semalam, jadi 24 jam, mulai saat matahari terbit, sampai dengan besok paginya
pada saat matahari terbit juga.
Untuk jelasnya, akan diuraikan semua pelaksanaan disiplin nyepi itu,
berikut pengawasan oleh para petugas pada saat itu. (Uraian ini khas terjadi di
Bali, sedangkan di luar Bali menyesuaikan diri).
a) Amati geni
Amati geni, artinya 'tidak menyalakan api, pemadaman api'.
Pemadaman api, atau tidak menyalakan api itu mengandung dua makna dan
hakikat, yakni: memadamkan api dalam arti sesungguhnya, jadi tidak
menyalakan lampu, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan api yang
menyala.
Kegiatan itu dimulai pada pagi hari pada saat matahari terbit, sampai
besok paginya baru berakhir pada saat matahari terbit juga. Oleh sebab itu, pada
malam harinya terjadi suasana gelap gulita, tiada nyala lampu sedikit pun di
malam nan pekat itu. Benar-benar selama satu dan satu malam, pulau Bali
bebas dari nyala api. (Tentu ada perkecualian, atas dasar dispensasi yang
berlaku).
Sedangkan makna yang kedua, adalah pemadaman api yang berada di
dalam diri manusia. Api yang berada dalam diri manusia, antara lain berupa:
125
b) Amati karya
Amati karya berarti tidak bekerja. Tidak melakukan kegiatan apa pun
yang berhubungan dengan pekerjaan. Di depan telah diuraikan, bahwa agar
bisa seseorang melaksanakan tapa, brata dan yoga samadhi, haruslah segala
kegiatan bentuk kerja dihentikan. Di sinilah yang dimaksud dengan
penghentian sejenak, agar tujuan amati geni itu tercapai. Tanpa itu,
bagaimana mungkin tapa, brata, dan yoga samadhi itu bisa terwujud dalam diri
126
kita. Jadi, jelaslah bahwa disiplin atau brata yang kedua ini, benar-benar
sangat diperlukan, dalam rangka pelaksanaan pemadaman api di dalam diri kita.
c) Amati lelunganan
Amati lelunganan artinya tidak bepergian. Biasanya, jika kita tidak
bekerja, muncul keinginan untuk pergi ke mana pun. Agar tujuan pemadaman
api dalam diri tercapai, dengan tidak bekerja saja tidak akan bisa. Hal itu baru
bisa terlaksana kalau dibarengi dengan tidak bepergian. Karena itu, disiplin
amatai lelunganan itu, diletakkan pada nomor tiga; sebab manusia yang tanpa
kerja pada saat itu ia akan ingin bepergian. Jadi, jelas sangat sistematis.
d) Amati lelangunan
Amati lelangunan artinya tidak menikmati keindahan, tontonan dan
hal-hal yang menimbulkan kenikmata. Pemadaman penikmatan itu, sangat
diperlukan sebagai daya dukung yang ketiga, setelah pemadaman
perkunjungan. Disiplin yang terakhir itu, terasa akan sangat menjadi
penghambat dan kendala pokok, yang sangatmengganggu proses sambang
samadhi, atau yoga samadhi. Jika proses pelaksanaanya terganggu, maka
tidak telak lagi tujuannya pun tidak akan tercapai. Pandangan terang (high
wisdom) tidak akan tercapai, sehingga hikmah pelaksanaan catur
bratapenyepian tidak dirasakan, karena tidak tercapainya tujuan brata itu.
Dari uraian itu, dapat disimpulkan bahwa makna dan hakikat Hari
Raya Nyepi, adalah pencarian dan penemuan jati diri kita, dalam rangka
memulai hidup baru di tahun baru yang baru saja muncul. Jika setahun itu
lamanya 365 hari, mengapa timbul kendala dan kesulitan dalam diri kita
mengunakan hanya satu hari satu malam untuk memawas diri? Inilah dilema
nan kunjung sirna dan selalu berulang setiap tahun. Karena itu, seyogianya
kita memanfaatkan kelahiran sebagai manusia ini sebaik-baiknya, sebab untuk
lahir menjadi manusia jauh lebih sulit daripada melaksnakan catur brata
127
Hari raya Galungan, jatuh pada hari Budha (Rabu), kliwon, wuku
Dungulan (Galungan). Hadirnya setiap 210 hari, sesuai dengan sistem
pawukon (6 x 5 x 7 hari = 210 hari). Maksudnya: angka 6 menunjukkan, bahwa
dalam satu siklus kalender pawukon ada 6 Buddha kliwon ((1) Budha kliwon
Sinta,(2) Budha kliwon gumbreg, (3) Budha kliwon dungulan / galungan, (4)
Budha kliwon pahang, (5) Budha kliwon matal, dan (6) Budha kliwon ugu);
angka 5 menunjukkan, bahwa Budha kliwon hadirnya setiap 5 wuku; dan angka 7
menunjukkan usia setiap wuku 7 hari. Jadi hadirnya setiap Budha kliwon 35
hari (5 x 7 hari = 35 hari = satu bulan wuku).
Menurut tradisi, perayaan hari Galungan di Indonesia khususnya di Bali,
diawali pada tumpekwariga, atau tumpekuduh, tumpekpengarah, atau
tumpekpangatag. Tumpek pangatag itu jatuh pada hari Sabtu /Saniscara,
kliwon, wuku wariga, jakni 25 hari sebelum hari Galungan (-25). Hari
tumpek pangatag, diperingati sebagai 'hari tumbuh-tumbuhan', terutama pohon
buah-buahan yang berguna bagi kehidupan manusia. Memang pada hari
Galungan dan Kuningan, cukup banyak diperlukan buah-buahan, janur,
dedaunan, dan sebagainya, untuk perlengkapan banten (sajen). Segala
keperluan untuk hari Galungan dan Kuningan mulai dipersiapkan.
Setelah itu. berbagai kegiatan yang merupakan rangkaian hari Galungan
dengan tertib dan patuh dilaksanakan. Namun, berdasarkan sosial masyarakat,
beberapa anggota masyarakat di Bali, tidak lagi mematuhi rentetan kegiatan
tersebut secara utuh. Mereka hanya mengambil yang pokok-pokok menurut
aspirasinya.
Rangkaian yang paling terkenal dilaksanakan antara lain: (1)
panyajaan (hari membuat kue / jaja: Senin /Soma), dan (2) panampahan
129
(pemotongan hewan: babi, ayam, bebek untuk sajen, lawar, dan sebagainya:
Selasa /Anggara). Keesokan harinya (Rabu /Budha), barulah hari
Galungan.Menurut tradisi kegiatan pada hari Galungan: (1) persembahyangan di
Sanggah /Merajan, pura Pedharman, (2) ke kuburan membawa sajen bagi
mereka yang belum diabenkan oleh para keluarganya, sekaligus bersembahyang
di pura Dalem. (di beberapa daerah di Bali, acara ke kuburan ditiadakan, karena
mereka beranggapan paraatman sang newata (para roh yangmeninggal sudah
berada di rumah pada saat itu).
Setelah berdirinya Parisada Hindu Dharma Indonesia, melalui
berbagai sarana pembinaannya, masyarakat Hindu Di manapun berada, baik di
Bali maupun di luar Bali, mereka mengadakan persembahyangan bersama di
pura-pura, prahayangan, kahyanganyang ada di tempat mereka berada.
Persembahyang bersama itu, kini telah membudaya dan secara otomatis, tanpa
pemberitahuan / pengumuman lagi, mereka melaksanakan upcara persem-
bahyangan itu. Hal itu, merupakan salah satu keberhasilan Parisada yang tiada
taranya, sebab seluruh umat Hindu yang tersebar di seluruh pelosok tanah air
tercinta Indonesia, dengan penuh sraddha dan bhakti kepada Sang Hyang
Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, berbondong-bondong mengikuti
persembahyangan bersama di pura setempat.
Makna simbolis dan filosofis yang tersirat dalam hari Galungan,
sebenarnya merupakan pertarungan antara dharma (kebenaran) melawan
adharma (ketidakbenaran), yang diakhiri dengan kemenangan dharma. Satyam
eva jayate, na anrtham (kebenaran pasti menang, bukan ketidakbenaran).
Pertarungan itu diawali mulai pada hari Radite (Minggu), dan
berakhir pada hari Anggara (Selasa). Rangkaian pertempurannya sebagai
berikut: (1) pada hari Minggu (Radite), manusia diserang oleh Kala Galungan,
(2) pada hari Senin (Soma) datanglah Kala Dungulan yang ingin menundukkan
manusia, dan (3) pada hari Selasa (Anggara), datang lagi Sang Kala
Amangkurat, yang berhasrat menguasai manusia. Jadi, Sang Bhuta Kala Tiga
( Sang Bhtakala Galungan, Sang Bhtakala Dungulam, dan Sang Bhutakala
Amangkurat), secara berturut-turut datang menyerang, menundukkna dan
130
satu bhutakala), sehingga pada hari kesepuluh disebut hari kemenangan kesepu-
luh (Vijayadasami). Hakikat perayaan itu, juga merayakan kemenangan
dharma melawan adharma. Apakah filosofis itu diresepir di Indonesia,
mungkin saja. Namun, sampai kini belum ada sarjana yang meneliti tentang itu.