Anda di halaman 1dari 20

KARAKTERISTIK PRINSIP DAN POKOK POKOK AJARAN

AGAMA HINDU

Dosen Pengampu:

Komang Bagus Rian Sastrawan, M.Pd.

Oleh:

Putu Yesa Primadani (2211031053)

Kadek Selisna Juniastini (221103)

I Gede Mangku Putrawan (221103)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN DHARMA ACARYA
STAHN MPU KUTURAN
SINGARAJA
2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah
memberikan kesempatan pada kami sebagai penulis untuk menyelesaikan
makalah ini. Atas berkat dan rahmat beliau kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul "Karakteristik Prinsip dan Pokok-Pokok Ajaran Agama
Hindu” tepat waktu. Kami juga tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih
kepada Bapak Komang Bagus Rian Sastrawan, M.Pd. selaku dosen pengampu
mata kuliah Studi Agama Hindu, yang telah memberikan tugas ini kepada kami
sebagai penulis.

Kami sadari makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu, kami sebagai penulis mengharapkan kritik, saran
dan masukan dari pembaca mengenai semua kekurangan dari makalah ini baik
dari segi susunan makalah, isi makalah maupun kosakata dari makalah ini, agar
nantinya makalah ini bisa lebih baik lagi.

Semoga makalah sederhana yang kami susun ini dapat bermanfaat dan
meningkatkan wawasan serta pengetahuan kita semua khususnya kami penulis
dan bagi pembaca umum mengenai karakteristik, prinsip, dan pokok-pokok
ajaran agama hindu.

Singaraja, 14 September 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

2.1 Karakteristik dan Prinsip Ajaran Agama Hindu………………………. 3


2.2 Sanatana Dharma.................................................................................. 5
2.3 Tri Hita Karana..................................................................................... 7
2.4 Panca Sraddha....................................................................................... 8
2.5 Sad Kertih............................................................................................. 10

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 14

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 14


3.2 Saran .................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama memiliki peranan yang sangat penting untuk mengatur setiap hal
dalam kehidupan manusia, khususnya rohani. Agama adalah sebuah ajaran
kebaikan yang menuntun manusia untuk kembali kepada hakikatnya. Beragama
berarti belajar untuk mengamalkan ajarannya dalam setiap aspek kehidupan, agar
terjalin hubungan yang indah dan harmonis antar-sesama, alam semesta, dan
Tuhan. Di Indonesia, ada enam agama yang diakui, yaitu Islam, Kristen, Hindu,
Buddha, dan Konghucu. Menurut para ahli, agama yang paling tua di dunia adalah
Hindu. Disebutkan bahwa akar penyebaran agama Hindu diperkirakan sudah terjadi
sejak 4.000 tahun lalu di lembah Sungai Indus dan daerah sekitar Pakistan. Sampai
saat ini, agama Hindu masih ada dan berkembang dengan total pemeluknya
berjumlah sekitar 900 juta orang di dunia.
Berdasarkan catatan sejarah, masuknya agama Hindu ke Indonesia
diperkirakan terjadi sekitar awal abad ke-4 dan diketahui berasal dari India. Hal itu
ditandai dengan berdirinya kerajaraan Kutai dan Tarumanegara yang bercorak
Hindu. Selain juga dibuktikan dari beberapa prasasti yang ditemukan yang berasal
dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat yang menggunakan tulisan Pallawa,
tulisan asli India. Kala itu, masuknya agama Hindu ke Indonesia juga dipertegas
dengan adanya bukti tertulis atau dari benda-benda purbakala. Misalnya saja
ditemukannya tujuh buah Yupa peninggalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.
Terdapat keterangan dari tujuh buah Yupa itu yang menyebutkan perihal kehidupan
keagamaan pada waktu itu bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan
melaksanakan yadnya oleh Mulawarman”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Karakteristik dan Prinsip Ajaran Agama Hindu?
1.2.2 Apa Yang Dimaksud Sanatana Dharma?
1.2.3 Apa Yang Dimaksu Tri Hita Karana?
1.2.4 Apa Yang DimaksudPanca Sraddha?
1.2.5 Apa Yang Dimaksud Sad Kertih?
1.3 Tujuan Penulisan

1
1.3.1 Untuk Mengetahui Karakteristik dan Prinsip Ajaran Agama Hindu
1.3.2 Untuk Mengetahui Ajaran Sanatana Dharma
1.3.3 Untuk Mengetahui Ajaran Tri Hita Karana
1.3.4 Untuk Mengetahui Ajaran PancaSraddha
1.3.5 Untuk Mengetahui Ajaran Sad Kertih
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Dapat Mengetahui Karakteristik dan Prinsip Ajaran Agama Hindu
1.4.2 Dapat Mengetahui Ajaran Sanatana Dharma
1.4.3 Dapat Mengetahui Ajaran Tri Hita Karana
1.4.4 Dapat Mengetahui Ajaran Panca Sraddha
1.4.5 Dapat Mengetahui Ajaran Sad Kertih

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik dan Prinsip Ajaran Agama Hindu


A. Karakteristik
Swamin Nikhilananda sebagaimana dikutip Tyagi dalam bukunya The
Philosophy of Radhakrisnan menjelaskan bahwa sifat universal Hinduisme
menggagalkan setiap upaya untuk membatasinya. Ia pun meringkas prinsip
utama dari Hindu yang kuat karakter universalnya yakni Ketuhanan yang non
dualitas, keilahian jiwa, kesatuan eksistensi dan harmoni agama.
Senada dengan itu, Ramaswamy bahkan menyebut Hindu sebagai “a
great golden umbrella” yang melindungi segala bentuk pemikiran dan
spekulasi." Sharma lebih suka menyebut Hinduisme sebagai “a league of
religions” daripada agama tunggal dengan keyakinan yang pasti. Hindu ibarat
rumah besar yang ramah, ada ruang untuk semua jenis jiwa dari yang tertinggi
sampai terendah. Ketika seseorang tumbuh dalam kebajikan, cinta dan wawasan,
seseorang dapat berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain dan tidak
pernah merasa bahwa suasananya pengap atau panas. Adapun karakter ataupun
ciri umum dari Hinduisme sebagaimana pandangan S. Radhakrisnan adalah sebagai
berikut :

1. Ciri pertama Hindu, menurut Radhakrisnan, yakni komprehensif.


Hinduisme seperti pohon besar yang selalu melindungi siapa pun
yang menemuinya, dan getahnya tetap mengalir tanpa henti tanpa
kehilangan kemurnian dan vitalitasnya. Ia mampu memasukkan
sejumlah ragam kepercayaan ke dalam jalinannya. Inilah yang
disebut karakter komprehensif tersebut.
2. Kedua, Hindu memiliki karakter universal. Ia meyakini pengalaman
bathin tidak bisa dibatasi, seperti burung bisa melayang di udara,
ikan berenang di laut. Ia tidak membatasi variasi kehidupan dan
jalan. Penekanannya pada kehidupan spiritual menghindari
kebingungan dan antagonisme dalam masalah agama yang
disebabkan oleh klaim kita yang berlebihan atas pandangan kita
sendiri. Doktrin universalitas yang melekat dalam Hinduisme telah
membuatnya energik, dinamis, sederhana, dan tepercaya. Selanjutnya
yang keempat, toleransi.
3. Ketiga, Hinduisme dicirikan sebagai non-historis karena memang
tak seperti agama lain di dunia. Tidak ada pendiri di dalam
Hinduisme. Tidak ada manusia yang dikultuskan sebagai pendiri.
Artinya Hinduisme tidak terletak pada kesejarahan sosok manusia
3
tertentu, tindakan perkasa manusia, tetapi dalam “Kebenaran Abadi”.
Inti dari Hindu terletak pada nilai-nilai yang kekal berorientasi
kebenaran yang meliputi seluruh alam semesta menggantikan
beberapa tokoh atau fakta sejarah.
4. Toleransi. Ciri keempat ini meniscayakan harmoni dan kesesuaian
dari semua agama. Hinduisme telah menerima semua kepercayaan
dan bentuk ibadah tanpa ragu sedikit pun. Dia menyadari dari
ketinggian berawan, pemandangan spiritual di puncak bukit adalah
sama, meskipun jalur dari lembah berbeda.
Kata Radhakrisnan: “Tolerance is the homepage which the finite
mind pays to the inexhaustibility of the infinite”. Hinduisme lebih
memilih untuk berpikir bahwa dalam masalah realisasi pribadi, kredo
dan dogma, kata-kata dan simbol tidak lebih dari nilai instrumental,
mereka hanya untuk menambah sesuatu untuk pertumbuhan jiwa
dengan memberikan dukungan untuk suatu tugas yang sangat
pribadi. Hinduisme memiliki cukup ruang untuk mengakomodasi
keyakinan atau praktik apa pun dan menyesuaikan diri dengan apa
yang telah ada.
5. Ciri yang kelima adalah kepekaan intuitif. Kepekaan intuisi ini
menuntun seseorang untuk menyadari yang ilahi di dalam dirinya,
tidak hanya sebagai formula atau proposisi, tetapi sebagai fakta
sentral dari keberadaannya, dengan tumbuh menjadi kesatuan
dengannya karena jiwa penuh dengan kemungkinan yang sangat
besar.
Di sini, harus diperhatikan bahwa intelek dan intuisi adalah tidak
bertentangan tetapi terjalin erat. Dalam sepanjang hidup, sisi intuitif
dan intelektual manusia bekerja. Tidak ada pemisahan antara intuisi
dan intelek. Bergerak dari intelek ke intuisi tidak berarti bergerak ke
arah yang tidak masuk akal, tetapi untuk masuk ke rasionalitas
terdalam. Menurut Radhakrishnan, intuisi adalah energi kreatif dari
semua manusia. "Kreativitas dalam aktivitas kognitif, estetika, etika,
atau religius," menurut Radhakrishnan "muncul dari pemikiran yang
intuitif.
6. Ciri keenam adalah memiliki sikap etis, pendisiplinan spiritual. Ia
tidak hanya menghormati sesama manusia dan hewan, melainkan
juga tumbuhan. Kemajuan moral manusia tidak harus dinilai dari
kekuatannya atas kekuatan alam, tetapi oleh kontrolnya atas hasrat
diri.
7. Dan terakhir adalah sikap humanis. Radhakrishnan tidak pernah
lelah menekankan perlunya landasan spiritual bagi tatanan sosial di
mana semua manusia dari kasta dan keyakinan yang berbeda dapat
hidup seperti komunitas. Ia mengajarkan untuk bekerja demi
kebahagiaan dunia: bahujana hitaya bahujana sukhaya.

4
Hinduisme menemukan hubungan kekerabatan dalam semua melalui
pengalaman spiritual dan selalu berusaha untuk membuat mereka
menyadari kesatuan jiwa. Visi bahwa umat manusia adalah keluarga
akan menjadi solusi mengatasi semua problem konflik di dunia. Di
sini Vasudhaiva Kutumbakam menjadi relevan digaungkan dalam
merespon berbagai persoalan kemanusiaan di dunia.

B. Prinsip
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia prinsip adalah asas (kebenaran
yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya); dasar.
Sementara menurut ensiklopedia prinsip adalah suatu pernyataan fundamental
atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/
kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak.
Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun
perubahan, dan merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan oleh
sebuah objek atau subjek tertentu.
Dalam agama Hindu, terutama agama Hindu di Bali terdapat beberapa
prinsip yang menjadi pedoman dalam kehidupan diantaranya : tri kerangka dasar
agama hindu, panca sradha, tri hita karana, desa kala patra, rwa bineda, sad kerti
dan panca sakti. Nah pada kali ini kami akan membahas 3 di antara prinsip-
prinsip tersebut yaitu Tri Hita Karana, Panca Sradha, dan Sad Kerti.

2.2 Sanatana Dharma


Agama Hindu bagi banyak masyarakat juga dikenal dengan nama Sanatana
Dharma (kebenaran yang abadi). Ajaran kebenaran yang telah ada ribuan tahun yang
lalu ini banyak mengandung ilmu pengetahuan, baik pengetahuan tentang materi
hingga pengetahuan tentang rohani. Ajaran ini juga mempunyai pandangan yang
luas akan hukum dan aturan moralitas sehari-hari yang berdasar pada karma,
dharma, dan norma kemasyarakatan. Oleh karena itu, ajaran agama Hindu dikenal
sebagai ajaran pengetahuan yang sangat lengkap. Selain mengajarkan banyak hal,
agama Hindu memiliki banyak kitab suci, baik Sruti maupun Smriti (smerti). Weda
adalah salah saat kitab suci umat Hindu yang merupakan kumpulan wahyu dari
Tuhan. Pada awal turunnya wahyu, Weda diajarkan dengan sistem lisan dari mulut
ke mulut. Weda juga diyakini sebagai sastra tertua dalam peradaban manusia yang
masih ada hingga saat ini.
Tujuan agama Hindu adalah mencapai kebahagian rohani dan kesejahteraan
jasmani. Dalam Weda, hal ini disebut Mokshartham Jagathitaya Ca Iti Dharma.
Untuk mencapai hal tersebut, agama Hindu menjabarkan menjadi tiga kerangka

5
dasar. Tiga kerangka dasar tersebut terdiri dari Tattwa (Filsafat), Susila (Etika), dan
Upacara (Yadnya). Tattwa (filsafat) adalah cara kita melaksanakan ajaran agama
dengan mendalami pengetahuan dan filsafat agama.
Tattwa sebagai dasar keyakinan Hindu mencakup lima hal yang disebut
Panca Sradha, yaitu: Widhi Tattwa atau Brahman, Karmapala Tattwa, Punarbhawa
Tattwa, Karmaphala Tattwa, dan Moksha Tattwa. Susila (Etika) adalah cara kita
beragama dengan mengendalikan pikiran, perkataan, dan perbuatan sehari-hari agar
sesuai dengan kaidah agama. Susila memegang peranan penting bagi tata kehidupan
manusia sehari-hari. Realitas hidup bagi seseorang dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi pekerti manusia itu
sendiri. Ia akan memperoleh simpati dari orang lain manakala dalam pola hidupnya
selalu mencerminkan ketegasan sikap yang diwarnai oleh ulah sikap simpatik yang
memegang teguh sendi-sendi kesusilaan. Upacara adalah kegiatan keagaman dan
karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa atau rohani dalam
kehidupan ini berdasarkan dharma sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada. Yadnya
dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, dan penyerahan dengan
penuh kerelaan berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan
hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Yang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa
dalam bentuk ritual Yadnya yang dikenal dengan Panca Yadnya. Ketiga bagian
tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Ketiganya harus dimiliki, dipahami, dan dilakasanakan oleh umat Hindu semuanya.
Dari tiga kerangka ajaran agama Hindu ini, apabila umat Hindu mampu
melaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka akan mempunyai dampak kehidupan
yang luar biasa, baik untuk diri pribadi, keluarga, alam sekitar, serta seluruh dunia
dan isinya. Keseimbangan alam dan keharmonisnnya dapat dengan mudah terwujud.
Dengan memaknai Tattwa sebagai bentuk keyakinan bahwa Tuhan adalah maha
segalanya, maka secara otomatis akan membuat manuasia untuk hidup
berdampingan saling menjaga, saling mengasihi, hidup rukun, asah asih dan asuh,
baik kepada manusia maupun sesama ciptaanNya. Dalam konsep ajaran Hindu,
kebahagiaan hanya akan terwujud jika adanya hubungan yang harmonis antara
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Ajaran
ini disebut Tri Hita Karana (tiga faktor penyebab terwujudnya kebahagiaan).

6
Manusia memiliki peranan utama dalam mewujudkan keharmonisan antara
ketiga faktor tersebut. Dalam kehidupan ini semua aktivitas memiliki
aturan/etika/susila. Semua yang ada di alam bebas maupun di dunia harus mengikuti
aturan dalam pergerakannya. Jika aturan ini tidak diikuti maka pasti akan terjadi
kekacauan. Dalam mewujudkan keharmonisan antara manusia dengan Tuhan,
manusia memiliki kelebihan dalam menerima ajaran-ajaran susila/etika dalam
menghubungkan diri dengan Tuhan (sembahyang). Ada etika/aturan yang harus
diikuti dalam melakukan hubungan dengan Tuhan, baik hubungan secara pribadi,
maupun secara kolektif (bersama-sama), misalnya persembahyangan di pura (tempat
ibadah). Etika persembahyangan pribadi tidak dapat diterapkan pada
persembahyangan bersama, demikian juga sebaliknya. Untuk jenis-jenis
persembahyangan tertentu juga memiliki aturan yang berbeda. Jika aturan/etika ini
dilanggar, maka dipastikan keharmonisan tidak akan terwujud.

2.3 Tri Hita Karana


Tri Hita Karana merupakan konsep atau ajaran dalam agama Hindu yang
selalu menitikberatkan bagaimana antara sesama bisa hidup berdampingan, saling
bertegur sapa satu dengan yang lain, tidak ada riak-riak kebencian, penuh toleransi
dan penuh rasa damai. Tri Hita Karana bisa diartikan secara leksikal yang berarti
tiga penyebab kesejahteraan. Istilah ini terambil dari kata tri yang artinya tiga, hita
yang artinya keseimbangan atau sejahtera, dan karana yang artinya penyebab.
Ketiga hal tersebut adalah Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Kalo kita lihat
lebih jauh, maka unsur- unsur Tri Hita Karana itu meliputi : Sanghyang Jagatkarana
(Tuhan Yang Maha Esa), bhuana (alam), dan manusia. Unsur- unsur Tri Hita
Karana itu terdapat dalam kitab suci Bhagavad Gita (III.10), berbunyi sebagai
berikut: “Sahayajnah prajah sristva pura vaca prajapatih anena prasavisya dhvan esa
vo'stivistah kamadhuk.” (Pada jaman dahulu, Prajapati menciptakan manusia
dengan yajna dan bersabda “dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi
kamadhuk dari keinginanmu).
Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu selama ini adalah
sebagai berikut: hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang diwujudkan
dengan Dewa yadnya, hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang
diwujudkan dengan Bhuta yadnya, sedangkan hubungan antara manusia dengan

7
sesamanya diwujudkan dengan Pitra, Resi, Manusia Yadnya. Padahal, hubungan ini
jauh daripada itu. Misal Parahyangan bisa saja diwujudkan dengan PHBS di Pura,
yaitu menjaga kebersihan, keindahan dan kesuucian di Pura juga merupakan wujud
hubungan bhakti kita kepada Hyang Widhi. Awalnya konsep Tri Hita Karana
muncul berkaitan dengan keberadaan desa adat di Bali. Hal ini disebabkan oleh
terwujudnya suatu desa adat di Bali, bukan saja merupakan kepentingan hidup tapi
adalah kepentingan bersama dalam masyarakat, dalam hal kepercayaan memuja
Tuhan. Dengan kata lain, bahwa ciri khas desa adat di Bali harus mempunyai unsur
wilayah, orang-orang atau masyarakat yang menempati suatu wilayah serta adanya
tempat suci untuk memuja Tuhan. Pertama, Parahyangan. Parahyangan berasal dari
kata para (tertinggi) dan hyang (Beliau) yang artinya Tuhan. Parahyangan berarti
ketuhanan atau hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan dalam rangka memuja Ida
Sanghyang Widhi Wasa. Banyak di kalangan kita mengartikan bahwa parahyangan
berarti tempat suci (Pura) untuk memuja Tuhan. Manusia menyembah atau memuja
kepada Tuhan disebabkan oleh sifat-sifat satvika (kebajikan) yang dimilkinya. Rasa
bhakti dan sujud pada Tuhan timbul dalam hati manusia oleh karena Sanghyang
Widhi yang maha ada, maka kuasa, maha pengasih yang melimpahkan kasih dan
kebijaksanaan kepada ciptaan-Nya. Kita Sebagai umat yang beragama yang yang
selalu memohon perlindunganNya, sangat berhutang budi, baik lahir dan batin
kepadaNya. Hutang budhi tersebut tak akan terbayarkan dengan apapun. Karena hal
tersebut, maka satu-satunya cara yang dapat kita lakukan kepadaNya hanyalah
dengan jalan menghaturkan bhakti dan sradha yang setinggi-tingginya.

2.4 Panca Sraddha


Agama Hindu dikenal dengan agama yang mengenal banyak dewa, namun
yang paling dikenal adalah Trimurti. Trimurti adalah tiga Dewa yaitu Brahma,
Wisnu , dan Siva. Dewa Brahma dikenal karena perannya sebagai pencipta alam
semesta beserta isinya, Dewa Wisnu sebagai pemelihara seluruh alam semesta dan
Dewa Siva berperan sebagai pelebur alam semesta. Ketiga perwujudan itu adalah
manifestasi dari kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Dan menurut umat Hindu Tuhan
itu tiada duanya, hanya saja disebut dengan banyak nama. Terlepas dari hal tersebut
ada banyak ajaran – ajaran dasar dalam Hindu, diantara yang paling dasar adalah
ajaran Panca Sradha. Panca Sradha secara etimologi terdiri dari kata Panca dan

8
Sradha, Panca adalah lima dan Sradha adalah keyakinan atau kepercayaan. Lima
dasar kepercayaan itu adalah percaya adanya Brahman, Atma, Karma Phala,
Punarbhawa, dan Moksa.
Brahman artinya umat Hindu percaya bahwa hanya ada satu Tuhan,
sebagaimana telah tertuliskan dalam Chandogya Upanisad IV.2.1 yaitu “Ekam Eva
Avityam Brahman” yang artinya “Tuhan itu hanya satu tidak ada yang kedua.
Kemudian dalam Yajur Veda XVII.27 juga tertuliskan “Yo Devanam Namadha Eka
Eva” yang artinya “Ia adalah satu dan Dia disebut dengan banyak nama”. Masih
banyak lagi tulisan – tulisan dan doa – doa yang menyebutkan dengan jelas bahwa
umat Hindu percaya akan adanya satu Tuhan.
Atman atau Atma merupakan jiwa atau roh yang terdapat dalam tubuh kasar
semua makhluk hidup. Atman adalah percikan api kehidupan dari Tuhan Yang
Maha Esa. Semua makhluk hidup sesungguhnya berasal dari percikan kehidupan itu
yang berasal dari Sang Pencipta. Atman sesungguhnya bersifat kekal dan sama
sehingga dalam proses kehidupan, dikenal dengan yang namanya Reinkarnasi. Di
mana reinkarnasi sesungguhnya kehidupan kembali dengan Atman yang sama
dengan kehidupan sebelumnya.
Karma Pala, terdiri dari Karma dan Pala, Karma merupakan perbuatan, dan
Pala adalah hasil. Jika disatukan menjadi hasil yang akan kita peroleh atas apa yang
telah kita perbuat. Dalam hidup ini kita tentunya saat melakukan sesuatu disertai
dengan tujuan atau hasil yang akan dicapai. Kedua hal itu merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Saat kita tidur tujuannya adalah untuk
mengistirahatkan tubuh, kita makan untuk merasa kenyang, kita berjalan untuk
berpindah ke posisi yang lainnya. Setiap saat kita melakukan apa yang namanya
Karma Pala. Ada banyak sekali sebab akibat yang kita lakukan dan terima dalam
hidup ini. Jika kita melakukan sesuatu dengan positif dan niat yang baik pasti hal
baik juga yang akan menghampiri kita, jika melakukan sesuatu dengan tujuan yang
buruk, hasil buruk pun akan kita terima. Ada tiga jenis Karma Pala , yaitu Prarabda
Karma Pala, Kriyamana Karma Pala, dan Sancita Karma Pala. Prarabda Karma Pala
adalah segala perbuatan yang telah kita lakukan baik perbuatan baik maupun buruk,
baik kepada diri sendiri atau bukan akan kita terima pada saat itu juga. Sehingga
jarak antara melakukan dan hasil dari perlakuan kita tidak dalam waktu yang lama.
Berikutnya Kriyamana Karma Pala merupakan segala perbuatan yang telah kita

9
lakukan dalam kehidupan ini akan kita terima hasilnya pada saat setelah kita
meninggal. Hasil dari perbuatan selama kita hidup memang tidak semuanya kita
terima semasa hidup juga. Kemudian Sancita Karma Pala adalah semua perbuatan
yang telah kita lakukan, hasilnya akan kita terima suatu saat nanti pada saat
Reinkarnasi, yaitu saat kita terlahir Kembali untuk menjalankan kehidupan lainnya
dan untuk menerima hasil Karma atas perbuatan kita di kehidupan sebelumnya.
Umat Hindu percaya, Ketika makhluk hidup terlahir di dunia atau di alam semesta
ini, mereka sebenarnya sedang menerima apa yang telah diperbuat di kehidupan
sebelumnya. Tak terlepas apakah itu hewan, tumbuhan, manusia, dan makhluk
lainnya mereka semua tidak bisa terlepas dari hukum Karma Pala ini.
Punarbawa adalah keyakinan bahwa semua makhluk hidup akan mengalami
reinkarnasi. Seperti telah disinggung di penjelasan sebelumnya, Reinkarnasi
disebabkan karena hasil perbuatan makhluk hidup itu sendiri, baik yang ia lakukan
pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ialakukan pada saat ia menjalani
kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan makhluk hidup
menentukan nasib yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan
hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah Reinkarnasi).
Kemudian yang terakhir adalah Moksa. Moksa merupakan tujuan terakhir
dalam kehidupan di Agama Hindu. Hal tersebut karena dengan Moksa, makhluk
hidup tidak lagi harus menerima Hukum Karma atau Reinkarnasi, karena Atman nya
telah menjadi satu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Jiwa yang mengalami Moksa
tidak lagi mengalami ikatan nafsu dan keduniawian yang bersifat maya atau palsu.
Jiwanya telah sepenuhnya terbebas dari rasa suka dan duka yang berasal dari
keduniawian. Mereka yang telah mencapai Moksa jiwanya telah mengalami
kebahagiaan dan ketenangan yang kekal dan sesungguhnya. Damai selalu bagi
semua umat beragama, sekiranya artikel ini dapat memberikan pemahaman bagi kita
semua atas sedikit bagian dari Agama Hindu. Dan semoga kita semua dapat selalu
menjalin persaudaraan dan perdamaian terlepas dari apapun agama dan sukunya
demi Indonesia Raya.

2.5 Sad Kertih


Tujuan tertinggi dalam Hindu adalah “moksartham jagadhita ya ca iti
dharma”, yang berarti: dengan dharma kita mewujudkan kedamaian semua mahluk

10
dan keharmonisan alam semesta [jagadhita], serta mencapai pembebasan dari roda
samsara [moksartham]. Sehingga di dalam keseharian ajaran Hindu menugaskan
kita untuk melaksanakan Sad Kerti sebagai landasan pokok. “Sad” artinya enam dan
“Kerti” artinya upaya untuk menjaga kesucian atau menjaga keseimbangan, dimana
semuanya saling berkaitan erat satu sama lain. Sad Kerti berarti enam upaya untuk
menjaga keseimbangan jagad alam semesta ini, yaitu:
a. JANA KERTI
Jana Kerti berarti upaya untuk menegakkan kesucian atau keseimbangan
diri kita sendiri. Secara sekala Jana Kerti kita laksanakan dengan catur sadhana:
pikiran yang bebas dari dualitas, welas asih dan kebaikan tidak terbatas kepada
semua mahluk, pikiran yang bebas dari Sad Ripu [enam kegelapan bathin] dan
dengan melaksanakan svadharma [tugas-tugas kehidupan kita]. Lalu catur
sadhana ini kita perkuat dengan berbagai jalan yoga, seperti meditasi,
sembahyang, dll. Secara niskala Jana Kerti kita laksanakan dengan
melaksanakan Manusa Yadnya, misalnya dengan upakara “nyambutin” guna
menyambut bayi yang baru lahir, upakara “nelu bulanin” untuk bayi yang baru
berumur 105 hari, dengan melaksanakan otonan, melukat [ruwatan], dll.
Tujuannya adalah menguatkan vibrasi energi positif pada diri kita sebagai
manusia.
b. JAGAT KERTI
Jagat Kerti berarti upaya untuk menjaga kesucian atau keharmonisan
hubungan antara semua mahluk. Secara sekala Jagat Kerti kita laksanakan
dengan toleransi, saling menghormati, saling menolong dan menjaga
keharmonisan hubungan sosial. Termasuk juga dengan menjaga habitat asli
hewan-hewan liar, tidak mengganggu tempat-tempat yang tenget [angker], dll.
Kita mulai dari lingkup paling kecil, yaitu keluarga dan rumah kita sendiri
dahulu. Lalu kita luaskan menjadi tetangga dan lingkungan, kantor dan tempat
kerja, dst-nya semakin meluas. Secara niskala Jagat Kerti kita laksanakan
dengan melaksanakan Bhuta Yadnya, yaitu yadnya yang diselenggarakan bagi
sarwa bhuta, yaitu mahluk-mahluk niskala alam bawah, hewan, tumbuh-
tumbuhan serta unsur-unsur alam raya beserta dinamika kekuatannya. Misalnya
dengan menghaturkan segehan, mecaru, dll. Untuk menyomiakan kekuatan-
kekuatan kegelapan sehingga menjadi damai dan harmonis.
c. SAMUDRA KERTI
11
Samudera Kerti berarti upaya untuk menjaga kesucian atau kelestarian
pantai dan lautan. Secara sekala Samudera Kerti kita laksanakan dengan
menjaga kebersihan-kelestarian pantai dan laut, serta berbagai sumber-sumber
alam yang ada didalamnya. Karena lautan memegang peranan yang penting pada
kehidupan di bumi ini. Secara niskala Samudera Kerti kita laksanakan dengan
melaksanakan berbagai upakara yang terkait dengan pembersihan-penyucian
lautan secara niskala, serta melestarikan pura-pura segara. Tujuannya adalah
menjaga vibrasi energi positif pada samudera.
d. WANA KERTI
Wana Kerti berarti upaya untuk menjaga kesucian atau kelestarian hutan
dan pegunungan. Dalam tata ruang kosmik Hindu ada tiga jenis hutan, yaitu:
Maha Wana [hutan rimba yang masih asli dan belum tersentuh manusia], Tapa
Wana [hutan suci tempat dimana para yogi membuat pusat pertapaan atau
pesraman] dan Sri Wana [kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai sumber
kemakmuran ekonomi]. Secara sekala Wana Kerti kita laksanakan dengan
menghormati, menjaga kelestarian dan kealamian hutan-hutan dan gunung. Agar
tidak rusak atau habis oleh perilaku yang serakah dan tidak terpuji yang
mengeksploitasi hutan-hutan dan gunung, sebagai penjaga keseimbangan alam
dan kehidupan. Secara niskala Wana Kerti kita laksanakan dengan
melaksanakan berbagai upakara yang terkait dengan menjaga kelestarian hutan
dan pegunungan secara niskala, serta melestarikan pura-pura gunung dan alas
angker [hutan lindung]. Tujuannya adalah menjaga vibrasi energi positif pada
hutan-hutan dan gunung.
e. DANU KERTI
Danu Kerti berarti upaya untuk menjaga kesucian atau kelestarian
sumber-sumber air tawar seperti danau, berbagai sumber mata air dan sungai.
Dalam tata ruang kosmik Hindu, danau adalah pusat sumber mata air tawar. Dari
resapan danau permukaan dan danau bawah tanah, muncullah sumber-sumber
mata air, yang lalu mengalir menjadi sungai-sungai. Secara sekala Danu Kerti
kita laksanakan dengan menghormati, menjaga kelestarian dan kealamian
sumber-sumber air tawar seperti danau, berbagai sumber mata air dan sungai.
Agar tidak rusak atau tercemar perilaku yang tidak terpuji pada sumber-sumber
air tawar sebagai salah satu unsur alam yang paling menentukan kehidupan di

12
bumi ini. Secara niskala Danu Kerti kita laksanakan dengan melaksanakan
berbagai upakara yang terkait dengan menjaga kesucian-kelestarian sumber-
sumber air tawar secara niskala, serta melestarikan pura-pura beji dan ulun danu.
Tujuannya adalah menjaga vibrasi energi positif pada sumber-sumber air tawar.
f. ATMA KERTI
Atma Kerti berarti upaya untuk menegakkan kesucian jiwa-jiwa yang
telah meninggalkan dunia material ini. Secara niskala Atma Kerti kita upayakan
dengan melaksanakan Pitra Yadnya, yaitu yadnya yang diselenggarakan guna
mengangkat serta menyempurnakan kedudukan atman mereka-mereka yang
sudah meninggal, khususnya para leluhur [pitra], agar mereka mendapatkan
tempat yang baik di alam kematian. Yadnya ini sebagai wujud rasa bakti,
memberikan sesuatu yang baik dan layak kepada para leluhur, dengan upakara
jenasah [sawa wedana] sejak tahap permulaan sampai tahap terakhir yang
disebut atma wedana. Termasuk penyucian dan pralina [kremasi / ngaben] yang
sangat membantu perjalanan atman di alam-alam kematian. Atma Kerti juga kita
upayakan dengan melaksanakan Bhuta Yadnya, yaitu yadnya bagi para mahluk-
mahluk niskala alam bawah, hewan dan mahluk-mahluk lainnya. Tujuannya
untuk membantu mengangkat serta menyempurnakan kedudukan atman mereka,
agar mereka mendapat kesempatan naik tingkat, lahir menjadi mahluk yang
lebih tinggi kesadarannya dalam roda samsara ini.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab II, maka dapat disimpulkan bahwa:
Adapun karakter ataupun ciri umum dari Hinduisme sebagaimana pandangan S.
Radhakrisnan adalah sebagai berikut :
1. Komprehensif
2. Universal
3. Non-Historis
4. Toleransi
5. Kepekaan Intuinsif
6. Sikap Etis dan Pendisiplinan Spiritual
7. Sikap Humanis

Dalam agama Hindu, terutama agama Hindu di Bali terdapat beberapa prinsip
yang menjadi pedoman dalam kehidupan diantaranya : tri kerangka dasar agama
hindu, panca sradha, tri hita karana, desa kala patra, rwa bineda, sad kerti dan panca
sakti.
Agama Hindu bagi banyak masyarakat juga dikenal dengan nama Sanatana
Dharma (kebenaran yang abadi). Ajaran kebenaran yang telah ada ribuan tahun yang
lalu ini banyak mengandung ilmu pengetahuan, baik pengetahuan tentang materi
hingga pengetahuan tentang rohani. Ajaran ini juga mempunyai pandangan yang
luas akan hukum dan aturan moralitas sehari-hari yang berdasar pada karma,
dharma, dan norma kemasyarakatan. Oleh karena itu, ajaran agama Hindu dikenal
sebagai ajaran pengetahuan yang sangat lengkap. Selain mengajarkan banyak hal,
agama Hindu memiliki banyak kitab suci, baik Sruti maupun Smriti (smerti). Weda
adalah salah saat kitab suci umat Hindu yang merupakan kumpulan wahyu dari
Tuhan. Pada awal turunnya wahyu, Weda diajarkan dengan sistem lisan dari mulut
ke mulut. Weda juga diyakini sebagai sastra tertua dalam peradaban manusia yang
masih ada hingga saat ini.
Tri Hita Karana merupakan konsep atau ajaran dalam agama Hindu yang
selalu menitikberatkan bagaimana antara sesama bisa hidup berdampingan, saling
bertegur sapa satu dengan yang lain, tidak ada riak-riak kebencian, penuh toleransi
dan penuh rasa damai. Bagian-bagian Tri Hita Karana :
1. Parahyangan,
2. Pawongan,
3. dan Palemahan

14
Panca Sradha secara etimologi terdiri dari kata Panca dan Sradha, Panca
adalah lima dan Sradha adalah keyakinan atau kepercayaan. Lima dasar
kepercayaan itu adalah percaya adanya Brahman, Atma, Karma Phala, Punarbhawa,
dan Moksa.

Sad Kerti adalah landasan pokok. “Sad” artinya enam dan “Kerti” artinya
upaya untuk menjaga kesucian atau menjaga keseimbangan, dimana semuanya
saling berkaitan erat satu sama lain. Sad Kerti berarti enam upaya untuk menjaga
keseimbangan jagad alam semesta ini, yaitu:
1. Jana Kerti
2. Jagat Kerti
3. Samudra Kerti
4. Wana Kerti
5. Danu Kerti
6. Atma Kerti

3.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, adapun saran dalam penulisan makalah ini adalah
sebagi berikut:
1) Kepada mahasiswa
Kita sebagai mahasiswa mempunyai kewajiban dalam menanamkan dan
mengamalkan prinsip-prinsip ajaran agama Hindu dalam kehidpan sehari-
hari, dan sebagai calon pengajar kita juga harus memiliki visi kedepannya
tentang bagaimana cara kita dalam menanamkan prinsip-prinsip tersebut ke
pada peserta didik kita khususnya yang beragama Hindu.
2) Kepada Masyarakat
Sebagai masyarakat yang merupakan bagian dari prinsip-prinsip ajaran
agama Hindu, kita harus dapat mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut
dengan baik sehingga dapat terjalinnya keharmonisan lingkungan.

15
DAFTAR PUSTAKA

“Prinsip”. Ensiklopedia.
Tersedia pada https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Prinsip Diakses pada 13
September 2023.(Sastrawan 2023).

Kemendag Bali.“Prinsip Dasar Beragama Hindu”.


bali.kemenag.go.id. Tersedia pada
https://bali.kemenag.go.id/klungkung/berita/20704/prinsip-dasar-beragama-hindu
Diakses pada 13 September 2023. (Sastrawan 2023).

Universitas Hindu Indonesia Denpasar, “Ciri Umum Hindu Dharma, Seperti Apa?”.
www.unhi.ac.id. Tersedia pada
https://www.unhi.ac.id/id/agama-budaya/detail-agama-budaya/ciri-umum-hindu-
dharma-seperti-apa Diakses Pada pada 13 September 2023. (Sastrawan 2023).

Widadi Nur Widyoko. “Memahami Ajaran Sanatana Dharma ”.


kemenag.go.id. Tersedia pada
https://kemenag.go.id/hindu/memahami-ajaran-sanatana-dharma-
zj4887#:~:text=Agama%20Hindu%20bagi%20banyak%20masyarakat%20juga
%20dikenal%20dengan%20nama%20Sanatana,materi%20hingga%20pengetahuan
%20tentang%20rohani. Diakses pada 13 September 2023. (Sastrawan 2023).

Beacukai Kudus. “Panca Sradha”.


bckudus.beacukai.go.id. Tersedia pada
https://bckudus.beacukai.go.id/2020/07/05/panca-sradha/#:~:text=Panca%20Sradha
%20secara%20etimologi%20terdiri,Phala%2C%20Punarbhawa%2C%20dan
%20Moksa. Diakses Pada pada 13 September 2023. (Sastrawan 2023).

Ketut Yogi Adi Saputra. “Sad Kerti: enam upaya untuk menjaga keseimbangan jagad
alam semesta”.
Binus.ac.id. Tersedia pada
https://binus.ac.id/character-building/2020/05/sad-kerti-enam-upaya-untuk-
menjaga-keseimbangan-jagad-alam-semesta/ Diakses Pada pada 13 September
2023. (Sastrawan 2023).

Tim Mimbar Hindu. “Implentasi Ajaran Tri Hita Karana Dalam Kehidupan”
Kemenag.go.id. Tersedia pada
https://kemenag.go.id/hindu/implentasi-ajaran-tri-hita-karana-dalam-kehidupan-
4s9s1u Diakses Pada pada 13 September 2023. (Sastrawan 2023).

16
17

Anda mungkin juga menyukai