Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

INKLUSIVISME
(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Budayana)

Dosen pengampu
Dr. Burmansah ,M.Pd
Junni Suryanadi ,M.pd
Tariadi ,Sag.,MPd M.Pd.B
LennyAlloy,SH.

Disusun oleh :
Andre Kurniawan :2023203025
Dian paramita :2023103014
Surya putra purba :2023101006
Aditiya :2023103011
Yoga :2023103002
Meta :2023469549
Kelompok 7

SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA (STIAB) JINARAKKHITA


BANDAR LAMPUNG
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Namo Sanghyang Adi Buddhaya

Namo Buddhaya

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Sanghyang Adi Buddha, Tuhan Yang Maha
Esa, para Buddha Bodhisatva, Mahasatva. Berkat karma baik, akhirnya makalah yang berjudul
Inklusivisme akhirnya bisa diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada Dr. Burmansah, M.Pd., Junni Suryanadi, M.pd., Tariadi , S.
Ag., MPd M.Pd.B., LennyAlloy, SH. selaku dosen pengampu mata kuliah “pengantar bisnis.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini guna
menyempurnakan penulisan makalah selanjutnya. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada
pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tapat pada waktunya.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi kepada mahasiswa dan mahasiswi Sekolah
Tinggi Ilmu Agama Buddha Jinarakkhita Bandar Lampung untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia

Sadhu...Sadhu...Sadhu...

Bandar Lampung, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................i
daftar IsI............................................................................................................................ii
BAB I ...............................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
A. Inklusivisme Di Aliran Buddhayana.....................................................................3
B. Langkah-Langkah Inklusivisme Dalam Agama Buddha......................................6
C. Metode Inklusivisme Dalam Agama Buddha........................................................
D. Teori Tentang Inlusivisme Dalam Agama Buddha...............................................8

BAB III.............................................................................................................................9
A. Kesimpulan............................................................................................................9
B. Saran.......................................................................................................................10
Daftar Pustaka...................................................................................................................11

ii
A. LATAR BELAKANG
Inklusivisme adalah suatu pendekatan atau sikap yang mendorong toleransi, saling
menghargai, dan penerimaan terhadap berbagai aliran atau pandangan dalam sebuah
tradisi agama atau filosofi. Dalam konteks tiga aliran Budayana Mahayana dan
Tantrayana, inklusivisme mencerminkan semangat kerjasama, dialog, dan pengakuan atas
keragaman pendekatan spiritual, meskipun memiliki perbedaan dalam praktik dan
doktrin. Berikut adalah latar belakang inklusivisme dalam tiga aliran tersebut: Mahayana
adalah salah satu dari dua aliran utama dalam agama Buddha, yang lainnya adalah
Theravada. Mahayana dikenal karena memberikan penekanan pada cita-cita bodhisattva,
yaitu menjadi seorang yang mencapai pencerahan (kebangkitan) untuk memberikan
manfaat kepada semua makhluk, bukan hanya untuk diri sendiri.
Dalam Mahayana, inklusivisme diwujudkan dalam pengakuan terhadap berbagai
pandangan dan praktik spiritual. Mahayana melibatkan berbagai aliran seperti Zen,
Tiantai, dan Pure Land, yang memiliki perbedaan dalam metode meditasi, pemahaman
tentang sutra-sutra, dan fokus kebaktian. Namun, mereka tetap diakui sebagai bagian dari
tradisi Mahayana yang lebih besar.

Inklusivisme di aliran teravada Inklusivisme dalam Theravada Budha adalah


pandangan bahwa kebenaran sungguh dapat ditemukan dalam agama-agama lain selain
itu Budha Dharma, dan semua ajaran agama yang mengarahkan pada pemahaman yang
lebih dalam tentang kenyataan dan kebahagiaan, seharusnya terhormat dan dipelajari
dengan rasatikar. Inklusivisme di aliran Tantrayana Inklusivisme dalam Tantrayana
mengacu pada pandangan bahwa semua Ajaran agama memiliki potensi untuk membantu
manusia mencapai kebahagiaan dan kesadaran tertinggi (dikenal sebagai Kebuddhaan
atau pencerahan). Bisa kita bilang dari pargraf di atasa bahwa aliran ya yang ketiga ini
memiliki rasa kebersasman dan semangat dalam buddha dharma.

B. RUMUSAN MASALAH
Ada rumusan makalah yang menjadi makalah penelitian ini adalah :
1.inklusivisme di tiga aliran budayana ,Mahayana ,dan Tantrayana

1
2.langkah-langkah
3.metode
4.teori tentang inlusivisme dalam agama Buddha

C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui inklusivisme
1.inklusivisme di tiga aliran budayana ,Mahayana ,dan Tantrayana
2.langkah-langkah
3.metode
4.teori tentang inlusivisme dalam agama Buddha

BAB II PEMBAHASAN

A. Inklusivisme di aliran budayana

2
Inklusivisme dalam budayana mengacu pada pandangan bahwa semua ajaran
agama dan kepercayaan dapat memiliki nilai dan kebenaran, dan dapat terlibat ke dalam
praktek keagamaan individu. Ini berbeda dengan eksklusivisme, yang berasumsi bahwa
hanya satu kepercayaan atau agatau agama yang benar dan yang lainitu harus ditolak.

Dalam budayana, inklusivisme ditunjukkan dalam konsep karma dan Reinkarnasi.


karma mengajarkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuya, dan setiap individu
bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri. Oleh karena itu, konsep tersebut tidak
terbatas pada agama tertentu, namun tertidak semua tindakan dan keyakinan.

Reinkarnasi, di sisi lain, mengatakan bahwa jiwa kita terus hidup setelah itu
kematian dan kelahiran kembali dalaminggris yang berbeda. Meskipun demikian konsep
ditampilkan lebih umum dikaitkan dengan kepercayaan Hindu dan agama Budha, konsep
ini telah ada di banyak budaya danbu di keseluruhan dunia.

Dalam Mahayana , inklusivisme ditunjukkan dalam konsep bahwa semua


keberadaan (semua makhluk hidup) memilikiA Sifat, dan memiliki potensi untuk mencapai
pencerahan. Ini menyiratkan bahwa setiap makhluk hidup memiliki kemampuan potensial
untuk mencapai kebijaksana dan ketenangan, tidak hanya mereka yang sudah mengikuti
ajaran Budha secara resmi.

Oleh karena itu, inklusivisme dalam budayana tekanankan pentingingnya


melepaskan batasan-batasan ajaran yang cerdas dan membuka pikiran kita untuk semua
bentuk kepercayaan dan praktek keagamaan. Ini Merujuk pada kemampuan kita sebagai
manusia untuk mencari kebenaran dan ketenangan di mana saja, dan dengan
mengeksplorasi aspek-aspek budaya, agama, dan filsafat yangberbeda, kita dapat mencapai
pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang dunia dan keberadaan kita di di
dalamnya.

inklusivisme di aliran teravada

3
Inklusivisme dalam Theravada Budha adalah pandangan bahwa kebenaran
sungguh dapat ditemukan dalam agama-agama lain selain itu Budha Dharma, dansemua
ajaran agama yang mengarahkan pada pemahaman yang lebih dalam tentang kenyataan
dan kebahagiaan, seharusnya terhormat dan dipelajari dengan rasatikar.

Pandangan ini didasarkan pada konsep karma dan ditampilkan dalam kepercayaan
Budha, yang menyatakan bahwa semua makhluk hidup saling terhubng dan terkait dalam
lingkaran kehidupan yang tak berakhir. Oleh karena itu, Theravada Budha percaya bahwa
ada banyak jalan menuju kebahagiaan dan pemmahaman yang mendalam tentang
Kenyataannya, dan bahwa kebenaran dalam diri seseorang tidak selalu terbatas pada agama
tertentu saja.

Namun, meskipun mempromsebuah inklusivisme, Theravada Budha tetap


mempertahankan keyakinan bahwa ajaran Budha adalah cara terbaik untuk mencapai
pencerahan dan kemerdekaanari cikal bakal menderita dan samsara. Selain itu itu,
Theravada Budha juga berpikir bahwa tidak semua ajaran agama di luar Budha Dharma
memilikiiliki aspek positif, dan bahwa menetap kebenaran tidak boleh dilakukan dengan
mengabaikan etika dan kemewahan yang ditegakkan oleh ajaran Budha.

Inklusivisme di aliran Tantrayana

Inklusivisme dalam Tantrayana mengacu pada pandangan bahwa semua Ajaran


agama memiliki potensi untuk membantu manusia mencapai kebahagiaan dan kesadaran
tertinggi (dikenal sebagai Kebuddhaan atau pencerahan).

Dalam Tantrayana, inklusivisme ditunjukkan dalam konsep upaya-tiga berjenjang


(tiga jalur utamaalam tantrisme) yaitu yoga, mantra, dan ajaran Budha.Ketika melakukan
praktik rohani, seorang praktisi Tantrayana dapat bergabung aspek-aspekspesifikasi dari
berbagai agama dan menciptakan praktek yang tidaktentang dengan kebutuhan dan
perspektif mereka.

4
Misalnya, seorang praktisi Tantrayana dapat laki-lakieksplorasi praktik dari agama
Hindu, Taoisme,id, dan lain-lain dalam praktik-praktik mereka, Asalkan praktik tersebut
sejalan dengan prinsip-prmenyesap dasar Tantrayana tentang transformasi kesadaran.

Namun demikian, Tantrayana tidak bertindak untuk mencampuradukkan berbagai


agama secara sembarangan. Praktisi harus mempertimbangkan dengan hati-hati dan
menjaga integritas dari ajaran mereka dan menjaga kesetiaan kepada guru dan tradisi
mereka.

Penting untuk ingat bahwa inklusivisme dalam Tantrayana bukan berartiti


mengadopsi semua agama dan ajaran secara acak, tetapi pandangan bahwa berbagai AN
memiliki nilai-nilai yang dapat diterapkan dan digabungkan dalam praktik rohani
seseorang.

Aliran Tantrayana, juga dikenal sebagai Vajrayana, adalah salah satu aliran agama
Buddha yang berkembang di Tibet, Bhutan, Nepal, dan beberapa bagian India. Tantrayana
memiliki ciri khas dalam pendekatannya terhadap praktik spiritual dan pemahaman doktrin
agama Buddha.

Dalam konteks inklusivisme, aliran Tantrayana memiliki pendekatan yang relatif


inklusif terhadap elemen-elemen dari tradisi agama dan kepercayaan yang berbeda. Ini
terutama terlihat dalam cara aliran Tantrayana mengadopsi dan mengintegrasikan unsur-
unsur agama Hindu, Bön (tradisi asli Tibet), dan kepercayaan-kepercayaan tradisional
lainnya ke dalam praktik dan ajarannya.

Salah satu aspek inklusivisme dalam aliran Tantrayana adalah penggunaan upacara
dan ritual yang melibatkan berbagai dewa dan dewi dari agama Hindu dan Bön sebagai
aspek spiritual. Misalnya, dalam praktik Tantra, dewa-dewi Hindu seperti Tara, Manjushri,
atau Avalokiteshvara dapat dihormati dan dianggap sebagai manifestasi dari aspek tertentu
dari kesadaran yang tercerahkan.

5
Selain itu, aliran Tantrayana juga mengakui guru-guru spiritual yang berasal dari
tradisi Hindu, Bön, dan lainnya. Mereka mungkin dianggap sebagai inkarnasi spiritual atau
guru yang memiliki keahlian khusus dalam membimbing praktisi Tantrayana menuju
pencerahan.

Namun, meskipun aliran Tantrayana cenderung inklusif dalam pendekatannya


terhadap berbagai tradisi agama, penting untuk diingat bahwa praktek-praktek dan ajaran-
ajaran yang terlibat dalam Tantrayana masih memiliki kerangka dan konteks yang khas
dari perspektif Buddha. Jadi, inklusivisme dalam aliran Tantrayana tidak berarti bahwa
semua ajaran dan praktik dari berbagai tradisi agama diadopsi secara tanpa kritis atau
setara.

Penting juga untuk dicatat bahwa pemahaman dan praktik agama adalah hal yang
kompleks dan bervariasi. Pandangan dan pendekatan inklusif dalam aliran Tantrayana
mungkin berbeda-beda di antara praktisi yang berbeda. Oleh karena itu, jika Anda tertarik
dengan inklusivisme di aliran Tantrayana, disarankan untuk mendalami sumber-sumber
yang lebih otoritatif dan berkonsultasi dengan praktisi atau guru yang terlatih dalam tradisi
tersebut.

B. Langkah-Langkah Inklusivisme Dalam Agama Buddha

Memahami bahwa semua agama memiliki kebenaran dan nilai positif yang sama.
Agama Budha tidak mengklaim kebenaran mutlak, melainkan mengajarkan bahwawa
kebenaran dapat dilakukan melalui praktek yang benar.

1. Menerima perbedaan dan menghormati keseluruhan agama. Sebagai seorang


Budhatidak untuk mememhami bahwa orang-orang mempunyai kebebasan untuk
memilih dan tempat tinggal agama mereka sendiri. Kita harus melestarikan khususnya
dan menerima perbedaan antara agama-agama.

6
2. Menjalin hubungan harmonis dengan orang-orang dari agama yang berbeda. Agama
Budha mengajarkan perdamaian, toleransi, danN mencari jalan tengah dalam setiap
situasi.

3. Mengakui kesamaan empati kebenaran mulia dalam semua agama. Keempat kebenaran
mulia yaitu menderita, sebagaiaku dari menderita, kebebasan dari menderita, dan jalan
menuju kebebasan dari menderita. Konsep ini ada dalam banyak agama dan dapat
membantu kitaA menghargai kesamaan penting yang ada dalam kepercayaan agama
yang berbeda-beda.

4. Menggunakan pendekatan yang inklusif dalam praktek agama. Agama Budha tekanan
pada kesehatan dan praktek yang reflektif. Ini dapat dilakukan oleh orang dari semua
agama dan tak harus terbatas pada orang yang mempraktikantikkan agama Budha saja.

5. Tidak menghakimi atau menilai buruk apa permainan kata-kata yang tidak sesuai
dengan kepercayaan agama kita. Kita harus menerima bahwa setiapebebasan untuk
mencari kebenaran mereka sendiri dan praktek agama mereka.

C. Metode Inklusivisme Dalam Agama Buddha


Inklusivisme dalam agama Budha adalah sebuah pendekatan yang
mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan dan kesamaan antara agama-aggama lain.
Metode yang dapat digunakan untuk menerapkan inklusivisme dalam agama Budha
adalah sebagai berikut:
1. Belajar dan memahami ajaran Buddha dengan hati yang terbuka dan terbuka untuk
belajar doktrin-doktrin agama yang yang berbeda.
2. Mempraktikkan nilai-nilai inklusif yang mengajar oleh Budha, misalnya
mengngedepankan kerja sama, toleransi, dihargai terhadap nilai-nilai yang berbeda, dan
tidak paksaan keyakinan pada orang lain.
3. Menyampaikan pemikberpikir yang terbuka dan kritis tentang agama dan budaya lain,
serta menghargai perbedaan perbedaan dalam konsep kepercayaan dan praktek
keagamaan.

7
4. Berpartisipasi dalam dialog antar agama, diskusi terbuka dan dialog untuk Memperkuat
pemahaman terhadap kebiasaan dan praktek yang berbeda dari berbagai agagama.
5. Menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmoni. Memberikan dukungan dan
membantu orang-orang yang terdiskriminasi atau diabaikan oleh masyarakat akibatnya
perbedaan agama atau budaya.
6. Menyampaikan pesan inklusivisme dan nilai-nilai toleransi untuk masyarakat luas
melalui berbagai cara, misalnyalalui ajaran agama, media sosial, atau kegiatan sosial.

Penerapan metode inklusivisme dalam agama Budha membutuhkan kesadaran dan


komitmen yang kuat untuk tidak memandang perbedaan sebagai hal yang negatif. Hal
ini dapat dilakukan dengan Memperkuat pemahaman dan kesadaran manusia bahwa
perbedaan memungkinkan terciptanya keanekaragaman dan harmoni yang lebih baik di
masyarakat.

D. Teori Tentang Inlusivisme Dalam Agama Buddha


Inklusivisme dalam agama Budha adalah teori yang mengajarkan
bahwa semua agama memiliki sumberR yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu
tentang kebahagiaan yang menyeluruh untuk semua makhluk hidup. Teori inklusivisme
ini memandang bahwa ajaran Budha dapat dipelajari dan dipraktikkan dalam banyakk
bentuk agama dan filosofis lain, karena intinya selalu sama yaitu mencari kebijaksanaan
dan penyerahan dari menderita. Dalam pandangan inklusivismeSaya, tidak ada agama
yang lebih benar atau lebih baik dari agama lain, tetapi semuagama dan filosofis dapat
menjadi jalan untuk mencapai pencerahan dan kedmaian batin.

Selain itu itu, inklusivisme dalam agama Budha juga tekanan


pentingnyaerasi dan dihargai terhadap perbedaan keyakinan. Teori inieori ini
mengajarkan bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih jalan rohani yang
sesesuai untuk dirinya sendiri, dan kita harus menghargai dan Mmenerima perbedaan
tersebut. Melalui inklusivisme dalam agama Budha, kita dapat membangun ketenangan
dan harmoni di antara umat manusia, serta mengemudi kerja sama dan pengertian yang
lebih baik di antara penganut agama dan tunasya yang berbeda.

8
BAB III PENTUP

E. Kesimpulan Dan Saran


A. Kesimpulan
Inklusivisme adalah suatu pendekatan atau sikap yang mendorong toleransi, saling
menghargai, dan penerimaan terhadap berbagai aliran atau pandangan dalam sebuah tradisi
agama atau filosofi. Dalam konteks tiga aliran Budayana Mahayana dan Tantrayana,
inklusivisme mencerminkan semangat kerjasama, dialog, dan pengakuan atas keragaman
pendekatan spiritual, meskipun memiliki perbedaan dalam praktik dan doktrin.

Inklusivisme dalam budayana mengacu pada pandangan bahwa semua ajaran


agama dan kepercayaan dapat memiliki nilai dan kebenaran, dan dapat terlibat ke dalam
praktek keagamaan individu. Ini berbeda dengan eksklusivisme, yang berasumsi bahwa
hanya satu kepercayaan atau agatau agama yang benar dan yang lainitu harus ditolak.

Dalam budayana, inklusivisme ditunjukkan dalam konsep karma dan Reinkarnasi.


karma mengajarkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuya, dan setiap individu
bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.

Inklusivisme dalam agama Budha adalah sebuah pendekatan yang


mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan dan kesamaan antara agama-aggama lain.
Inklusivisme dalam agama Budha adalah teori yang mengajarkan bahwa semua agama
memiliki sumberR yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu tentang kebahagiaan
yang menyeluruh untuk semua makhluk hidup. Teori inklusivisme ini memandang bahwa
ajaran Budha dapat dipelajari dan dipraktikkan dalam banyakk bentuk agama dan filosofis
lain, karena intinya selalu sama yaitu mencari kebijaksanaan dan penyerahan dari
menderita.

9
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini , smoga bermanfaat menambah
pengatahuan para pembaca . kami mohon maaf apa bila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan para pembaca . Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas ,dimengerti , dan lugas. Dan kami juga sangat
mengharapakan saran dan keritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Saran kami bagi penulis selanjutnya yang akan membahas ini adalah semoga
pembahsan tentang inklusivisme di tiga aliran budayana ,Mahayana ,dan Tantrayana bisa
menjadikan makalah ini sebagai referensi maupun acuan dalam membantu tugas
perkulihan.

Serta bagi pembaca , semoga apa yang sudah kelompok kami bahas menjadi
pengaahuan yang berguna dan bisa membantu mendapatkan pemahaman dan wawasan
mendalam tentang inklusivisme di tiga aliran budayana ,Mahayana ,dan Tantrayana.

Sekian penutupan dari kami semoga dapat di terima di hati dan kami ucapkan
terimakasih yang sebesar- besarnya .

10
F. Daftar Pustaka

Agustin, D., Kosasih, A., Linardy, Y., Enrico, A., & Gautama, S. A. (2023). Pandangan
Masyarakat Buddha Terhadap Wawasan Buddhayana Dalam Konteks Komunikasi Sosial.
1(1), 24–30.

Hatmono, P. D. (2019). Analisis Diskriptif Perkembangan Agama Buddha Majelis


Buddhayana di Desa Giling Kecamatan Gunungwungkal Kabupaten Pati. … Agama Buddh
a Dan Ilmu Pengetahuan 53–69. https://jurnal.radenwijaya.ac.id/index.php/ABIP/article/vie
w/27%0Ahttps://jurnal.radenwijaya.ac.id/index.php/ABIP/article/download/27/18

Wibisono, M. Y. (2020). Toleransi dan Pluralisme Dalam Perspektif Islam. Modul Sosialisasi
Toleransi Beragama, 17.

11

Anda mungkin juga menyukai