Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEYAKINAN PADA DHARMAKAYA

(Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah PPDB & SPABI)

Dosen Pengampu:

Rapiadi, S,Ag,,M.pd,B

Tupari, S,Ag M.M,,M.pd.B

Rina Manggalani Spd

Disusun Oleh:

Adi Kristianto

2022102009

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI BUDDHA

SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA JINARAKKHITA LAMPUNG

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Namo Sanghyang Adi Buddhaya

Namo Budhhaya.

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Sussusa sutavaddhani, Sutam paññaya vaddhanam Paññaya attham jānāti, Nāto


attho sukhāvaho

Keinginan untuk belajar akan meningkatkan pengetahuan, Pengetahuan


meningkatkan kebijaksanaan. Dengan kebijaksanaan, tujuan dapat diketahui,

Mengetahui tujuan akan membawa kebahagiaan.

(Thera Gāthā 141)

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Sanghyang Adi Buddhaya
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa bertemu dan berbagi pada saat ini. Penulis disini
akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang
kami beri judul “Keyakinan Kepada Dharmakaya”.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak
Rapiadi, S.Ag., M.Pd.B. atau Bhante Bhadra Purisa Thera dan Bapak Tupari, S,Ag
M.M,,M.pd.B, Rina Manggalani Spd Selaku dosen pengampu mata kuliah PPDB &
Sejarah Perkembangan Agama Buddha di Indonesia yang sudah memberikan kami
kesempatan untuk membahas materi mengenai Keyakinan Pada Dharmakaya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Penulis berharap karya yang sederhana ini dapat bermanfaat untuk
mengkaji Ilmu Pengetahuan dengan lebih baik lagi. Maka sepatutnya, kritik dan
saran dari segenap pembaca sangat penulis harapkan, guna penyempurnaan tulisan
berikutnya.

Bandar Lampung 17 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Buddhisme, konsep ketuhanan tidak diperlakukan seperti dalam agama
lain. Namun yang terpenting adalah memenuhi ajaran moral untuk mencapai
kehidupan yang sempurna. Menurut aliran Hinayana, tidak banyak yang disebut
Buddha (dewa), dan bahkan dewa tidak dapat direpresentasikan dalam bentuk apa
pun. Ajaran ini dilestarikan oleh sekolah Hinayana. Berbeda dengan aliran Mahayana
yang direformasi, maka muncullah upacara pemujaan kepada Tuhan di aliran ini.
Karena aliran Mahayana mereformasi konsep ketuhanan, maka tujuan yang
dicapainya juga berbeda dengan ajaran aslinya, yaitu Hinayana. Tujuan dari ajaran
aslinya adalah untuk memurnikan manusia, yaitu untuk mencapai kemampuan Arahat
untuk mencapai Nirvana. Mahayana bercita-cita menjadi bodhisattva.
Seiring dengan berkembangnya agama Budha di Indonesia dan munculnya
banyak sekte Budha. Ketika Kongres Umat Buddha Indonesia di Yogyakarta pada
tahun 1979 menghasilkan pembentukan Kelompok Minat Umat Buddha Indonesia
(WALUBI), MUABI berubah nama menjadi Majelis Umat Buddha Indonesia (MBI).
Perubahan ini menyebabkan kerusakan pada tubuh MBI. Karena ada yang mengaku
sesat. Pada Kongres V MBI, 7-9. pada bulan Juni 1987 di Pacet kesalahan ini
diperbaiki dan akhirnya MBI menjadi organisasi pembantu Sangha Agung Indonesia.
Buddhayana digambarkan sebagai perkembangan agama Buddha yang mengarah
pada penyatuan berbagai sekte. Buddhayana sebagai cara berpikir inklusif di jantung
agama Buddha, yang terdiri dari banyak sekte termasuk Hinayana, Mahayana, dan
Tantrayana. Ketiganya mematuhi Dharma yang diajarkan oleh Buddha dan
memimpin umat Buddha ke nirwana. Ketiga yana tersebut disebut Buddhayana
karena berasal dari ajaran Sang Buddha dan keduanya mengantarkan umat Buddha
menuju Nibbana (Nirvana). Perlu diketahui bahwa Buddhayana bukanlah sekte,
melainkan Buddhayana adalah bentuk roh atau Bhinneka Tunggal Ika dalam agama
atau ajaran Buddha. harus dipelajari atau dihayati, yaitu 5 diantaranya:
Non-sektarian (bersifat non-sektarian tidak dibatasi oleh kelompok agama tertentu),
inklusivitas (pada hakekatnya berlaku secara regional dan antar sekte atau dalam
satu agama atau bahkan antar agama), pluralisme (pluralisme merupakan
pandangan penting dalam dialog bahwa agama adalah jalan yang berbeda menuju
kebenaran hakiki dan realitas adalah sama) , universalisme (memahami bahwa
manusia sama di hadapan Tuhan dalam arti bahwa pada akhirnya Tuhan
menyelamatkan segalanya), Dharmakaya (Sang Hyang Adi Buddha atau kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa). Yang dibahas dalam artikel ini adalah kepercayaan
terhadap Dharmakaya, yang merupakan nilai kelima dalam pandangan Buddhayana.

B. Rumusan Masalah
Mengutip dari judul dan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dibahas
pada makalah ini yaitu : Memahami seperti apa yang dimaksud dengan konsep nilai
keyakinan pada Dharmakaya.

C. Tujuan
Dengan perumusan permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
yaitu sebagai berikut:
Untuk mengetahui seperti apa bentuk serta makna yang dimaksud dengan keyakinan
pada Dharmakaya (Sang Hiyang Adi Buddha)

D. Manfaat
Manfaat yang akan di peroleh dari makalah ini adalah penulis dapat menyelesaikan
tugas terstruktur , Sehingga penulis dan pembaca mendapatkan ilmu pengetahuan
dan pemahaman tentang materi Keyakinan Kepada Dharmakaya.

E. Metode Pengumpulan Data


Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data
melalui media buku, jurnal, artikel, dan internet. Kemudian memahami data-data
yang lebih didapatkan kemudian di susun menjadi sebuah makalah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dharmakaya (Sanghyang Adi Buddha)


Nilai kelima yang dianggap benar dalam pemahaman Buddhayana adalah
“keyakinan terhadap Dharmakaya” (Sang Hyang Adi Buddha atau kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa).
Di Indonesia terminologi tersebut pertama kali ditemukan antara lain dalam kitab
Namasangiti (Candrakirti versi Sriwijaya, abad ke-7) dan Sang Hyang
Kamahayanikan (Mpu Rompin, abad ke-10) yang menggunakan istilah Adi-
Buddha. Harus dipahami sejak awal bahwa terminologi Dharmakaya atau Adi
Buddha sebenarnya adalah terminologi yang berada di luar jangkauan kata-kata
atau konsep intelektual atau ilmiah, karena yang dibicarakan adalah konsep
Tuhan menurut konsep Buddhis. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa uraian
berikut mungkin sangat sulit dipahami bagi sebagian orang, tetapi mungkin tidak
memuaskan atau cukup bagi orang lain. Namun, mari kita coba membahas dan
menafsirkan terminologi yang membingungkan ini. Konsep ketuhanan dalam
agama Buddha terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII:
3, di mana dikatakan:
"Atthi Ajatam, Abhutam Akatam, Asamkhatam."
Yang berarti ______:
Sesuatu yang tidak dibeli, tidak menjelma, tidak diciptakan, dan mutlak. Kutipan
ini dapat digunakan sampai batas tertentu untuk menggambarkan apa yang kita
sebut Adi Buddha (dewa dalam dewa tertinggi atau di Wajrayana disebut
Kuntuzangpo).
Perlu diketahui bahwa sekte Mahasangika merupakan sekte yang berpengaruh
terhadap sekte transformatif Mahayana. Dalam aliran Mahayana tersebut terdapat
pandangan bahwa Buddha memiliki 3 (tiga) raga (trikaya), yaitu:

1. Nirmanakaya
Etimologis:
Nirmana berarti perubahan. Artinya Nirmanakaya adalah umat ajaran Buddha
sejarah. Ia sengaja menggunakan bentuk materi (berbasis karbon) agar ia
dapat berinteraksi dengan orang setiap hari sehingga ia dapat menyampaikan
ajarannya secara efektif.
2. Samboghakaya
Etimologis:
Sambho berarti kebahagiaan. Bhoga:
memiliki Jadi Sambhogakaya adalah Buddha yang mengajar para Bodhisattva.
Manifestasinya adalah:
Amida (Amitabha) atau Bhaisajya Guru. Setara dengan Sambhogakaya dalam
agama Kristen adalah Tuhan dengan kekuatan absolut atau Ishwara dalam
agama Hindu.

3. Dharmakaya
Dharmakaya memiliki arti yang luas dan nama yang majemuk namun
saling melengkapi, seperti dapat dilihat dari uraian berikut: Menurut kitab suci
Prajnaparamita, dharmakaya secara etimologis berarti produk tertinggi dari
dharma, atau berarti hukum atau substansi itu sendiri.
Dengan kata lain, dharmakaya adalah prajna (kebijaksanaan) itu sendiri,
meskipun Sutra Avatamsaka mengatakan bahwa dharmakaya
memanifestasikan dirinya dalam tiga dimensi (tiga dimensi:
Karma Dhatu, Rupa Dhatu dan Arupa Dhatu), dia bebas dari ketidakmurnian
dan nafsu. Dia ada di mana-mana di alam semesta. Pohon mengajarkan anus
Madhyamika (Nagarjuna) Menurut Dharmakaya, itu adalah kekosongan
(shunyata, kekosongan). Yogacara (asanga dan vasubandhu) menyebutnya
mutlak (mutlak). Fritjof Capra mendamaikan Dharmakaya dengan Brahmana
(Hindu) dan Tao (Taoisme). Dalam Bhagavadgita, terminologi yang kurang
lebih sama artinya dengan dharmakaya adalah atmadharma atau swadharma
(dharma alam). hoga:
Halaman Titik atau Solusi Ada aliran pemikiran bahwa Dharmakaya tidak
berbentuk. Namun bagi yang sudah paham, Dharmakaya memang memiliki
wujud. Contoh:
Mahavairocana adalah lambang dari badan hukum. Sedangkan Shingon, sekte
Jepang, memandang Dharmakaya sebagai seseorang yang mengungkapkan
welas asih (karuna, welas asih) dan bekerja menyelamatkan makhluk hidup
dengan mengajar mereka. Selain itu, aliran Tibet menggambarkan
Dharmakaya dengan dua aspek, yaitu:
a. Jhana kaya (Wisdom Truth Body): Pikiran Buddha yang mencapai
kesunyataan;
b. Sabhava-kaya (The Natural Truth Body): Kesunyataan itu adalah hakikat
dari pikiran Buddha itu sendiri
Dharmakaya sekte Gelug (H.H. Dalai Lama) memiliki dua aspek, yaitu:
a). Svabhava-vikakaya atau badan vital yang merupakan kebenaran
hakiki. Tubuh vital juga memiliki dua aspek:

1) .Kurangnya keberadaan inheren (kekosongan, shunyata) dalam


kaitannya dengan kemahatahuan dan kesadaran individu Buddha. Ini
adalah benih yang selalu ada di setiap makhluk. Oleh karena itu disebut
Tathagatagarbha;
2) . Kurangnya tabir kognitif dan moral:
Ini dicapai ketika makhluk mencapai Kebuddhaan.

b). Tubuh kebijaksanaan atau tubuh Gnosis (Jnana-kaya):


Inilah Kesadaran Buddha, yang mahatahu dan bebas dari dualisme.
Kesadaran ini melihat segala sesuatu sebagai kekosongan dan apa adanya
(benda-benda dalam diri mereka) sepanjang waktu. Dalam keadaan
seperti ini, Sang Buddha dapat membantu semua makhluk mencapai
pencerahan.
Kita harus tahu bahwa Dharmakaya memiliki dua aspek dalam
pengaruhnya, yaitu:

a). Kesadaran akan fenomena tertentu. Itulah kesadaran kebanyakan


orang. Kesadaran Sravaka dan Pratekya Buddha;
b). Kesadaran akan perbuatan yang akan dilakukan (karmavijnana). Ini
adalah kesadaran bodhisattva dari aspirasi tingkat pertama (cittopada)
hingga puncak tertinggi tahap bodhisattva. Ini disebut sambhogakaya.”
Dharmakaya adalah "substansi Dharma, yaitu intisari kebenaran itu
sendiri. Pada dasarnya, Sang Buddha tidak mengetahui bentuk maupun
warna. Dan karena Beliau tidak mengetahui bentuk maupun warna, Beliau
datang entah dari mana dan tidak pergi ke mana pun. Itu seperti biru
surga menutupi segalanya, dan karena Dia adalah segalanya, Dia tidak
kekurangan apapun.Dia tidak ada karena orang mengira Dia ada, tetapi
Dia tidak ada karena orang melupakan Dia. Dia tidak bergantung pada
kondisi keberadaan tertentu, Dia tidak dipaksa untuk muncul ketika orang
senang atau puas, tetapi Dia juga tidak harus menjadi tidak ada karena
orang mengabaikan dan melupakan Dia. Buddha melampaui segala arah
pikiran manusia. Tubuh Buddha memenuhi semua penjuru alam semesta
dalam hal ini; Dia ada di mana-mana, Dia ada selamanya apakah orang
percaya atau tidak.) Uraian di atas dapat digambarkan secara singkat
bahwa Dharmakaya atau Adi Buddha adalah “Realitas Tertinggi” atau
Kebenaran Mutlak yang sungguh di luar jangkauan kata-kata.
Dharmakaya sebenarnya adalah Tuhan Yang Mahakuasa yang selalu hadir
di mana-mana dan tidak datang maupun pergi. Dharmakaya juga dapat
disebut dengan berbagai istilah termasuk:
Tatatha (shinnyo, keserupaan, menjadi seperti itu), Tatagathagarba,
Dharmadhatu, Nirvana, Alayavijnana (kesadaran penyimpanan, kesadaran
ke-8).
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan memahami beberapa istilah yang dijelaskan, dapat juga disimpulkan
bahwa Dharmakaya memang merupakan tingkat atau pencapaian yang lebih tinggi
yang harus disadari oleh setiap makhluk dengan sendirinya. Masing-masing makhluk
ini memiliki benih Dharmakaya dan karenanya kemudian mencapai alam ini atau yang
disebut Manunggaling Kawulo Gusti.
B. Saran
Tentunya materi yang kami sampaikan dan pelajari jauh dari kata sempurna.
Tentunya setelah membaca artikel ini masih banyak kekurangannya, sangat
membutuhkan kritik dan saran agar lebih baik lagi kedepannya, dan semoga para
pembaca dapat mempelajari dan memahami materi yang disampaikan sehingga
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Shi, J. (2018). Buddhist Economics: A Cultural Alternative. (February), 417–436.


https://doi.org/10.1007/978-981-10-6478-4_23
Sunarsi, D., Wijoyo, H., & Al Choir, F. (2020, October). IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN ONLINE DALAM MASA PANDEMIK COVID 19. In
Prosiding Seminar Nasional LP3M (Vol. 2).
Suparlan, P. (2014). Bhinneka Tunggal Ika: Keanekaragaman Sukubangsa atau Kebudayaan?
Antropologi Indonesia, 0(72), 24–37. https://doi.org/10.7454/ai.v0i72.3472
Tarocco, F. (2019). The Buddhist Economies of Modern Urban China. Hualin International
Journal of Buddhist Studies, 2(2), 250–272. https://doi.org/10.15239/hijbs.02.02.09
Wijaya-Mukti, K. (2003). Wacana Buddha-Dharma.
Wijoyo, H., & Nyanasuryanadi, P. (2020). Etika Wirausaha Dalam Agama Buddha. Jurnal Ilmu
Komputer dan Bisnis, 11(2).
Jurnal Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 3, No. 1, Maret 2021
p-ISSN 2686-1194 | e-ISSN: 2746-5179

BUDDHAYANA VALUES.2012.

Anda mungkin juga menyukai