Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ETIKA DAN AGAMA BUDDHA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
dosen pengampu “Ns. Nadia Sintia Wandany, M.Kep”

Disusun oleh
 Alya SIti Nurhayati (11025123098)
 Dava Melany Putri(11025123076)
 Ersa Chese(11025123095)
 Fatma Denia(11025123074)
 Ima Mar’atussholihah(11025123066)
 Muthia Annisa S(11025123073)
 Nailah Nur Saidah(11025123084)
 Muhammad Alwi A (11025123091)
 Syafita Haiqa T(11025123072)
 Shavira Latifah(1102512309)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA
JL. Letjen Mashudi No. 20, Cibereum, Tasikmalaya, Jawa Barat, 46196
2023
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah “Etika Umum” tentang hubungan etika dengan agama Buddha”. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang etika dan agama Buddha.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu selaku dosen pada mata kuliah Etika Umum
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Tasikmalaya, 03 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Bab
KATA PENGANTAR......................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................
I PENDAHULUAN.............................................................................
1.1 Latar Belakang..............................................................................
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................
1.3 Tujuan...........................................................................................
1.4 Manfaat.........................................................................................
II PEMBAHASAN................................................................................
2.1 Definisi Etika................................................................................
2.2 Definisi Agama.............................................................................
2.3 Hubungan Etika dengan Agama...................................................
III PENUTUP.........................................................................................
3.1 Kesimpulan...................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar belakang masalah
Etika adalah suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu yang didasarkan atas
pengertian mengenai baik dan buruk. Masalah sebenarnya yang membedakan manusia dan
menempatkan manusia berada di atas derajat mereka adalah etika. Dengan demikian etika
merupakan perangkat yang dimiliki oleh manusia untuk mengatur tata kehidupan nyata di dunia
baik dalam berhubungan dengan pribadi sesama manusia dan makhluk lainnya serta sang
pencipta.Berbicara tentang etika tidak akan dapat terlepas dari manusia, yaitu tentang pribadi dan
kedudukannya. Bila manusia dibicarakan lebih jauh, ternyata mempunyai keunikan khusus
dipandang dari segi etikanya. Masalah etika adalah masalah yang pertama-tama muncul pada diri
manusia secara ideal maupun real. Hampir setiap ajaran yang lahir baik itu ajaran Samawi
maupun Ardi membicarakan masalah ini walaupun dalam porsi yang berbeda-beda antara satu
ajaran dengan ajaran yang lain.
Berdasarkan latar belakang sejarah hidupnya, di dalam ajaran Budha etika merupakan
ajaran Budha yang paling dominan. Ajaran Budha menitik beratkan pada kebutuhan untuk
mengembangkan diri atau menegakkan moral, yang bertujuan tidak lain adalah untuk
mendapatkan kebebasan dari rintangan kehidupan. Hal ini di karenakan pada dasarnya dalam
ajaran Budhisme adalah penderitaan, yang diakibatkan oleh duka, samsara dan loba, yang
semuanya bersumberkan dari hawa nafsu manusia.
Pembentukan manusia sempurna dalam ajaran Budha merupakan tujuan dari
pengembangan etika, bukan saja hanya mengembangkan etika seseorang saja, melainkan
membawa kerukunan, kedamaian dan kemajuan sosial. Dengan latihan etika demikian nuscaya
akan mampu mencapai kebebasan (moksa). Menurut doktrin Budhisme seseorang belum
menyadari pentingnya prilaku dalam berbuat serta perlunya aplikasi pengetahuan dalam
kehidupan dianggap belum matang secara mental.

Agama merupakan suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal, dalam arti bahwa
semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat
untuk disebut "agama" (religious). Ellis, tokoh terapi kognitif behavioral menulis dalam Journal
of Counseling and Clinical Psychology terbitan 1980. Agama yang dogmatis, ortodoks dan taat
(yang mungkin kita sebut sebagai kesalehan) bertoleransi sangat signifikan dengan gangguan
emosional orang umumnya menyusahkan dirinya dengan sangat mempercayai kemestian,
keharusan dan kewajiban yang absolut. Orang sehat secara emosional bersifat lunak, terbuka,
toleran dan bersedia berubah, sedang orang yang sangat relegius cenderung kaku, tertutup, tidak
toleran dan tidak mau berubah, karena itu kesalehan dalam berbagai hal sama dengan pemikiran
tidak rasional dan gangguan emosional.2Banyak dari apa yang berjudul agama termasuk dalam
superstruktur, agama terdiri atas tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan dan nilai-nilai spesifik
dengan mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka, akan tetapi karena
agama juga mengandung komponen ritual maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur
sosial.

Buddhism atau yang biasa dikenal sebagai ajaran Agama Buddha, merupakan salah satu
filsafat tua dari timur yang ikut berkembang di Indonesia sejak abad ke 5. Pada dasarnya, Agama
Buddha yang berasal dari India, masuk di Indonesia pertama kali dibawa oleh orang India yang
datang untuk berdagang dengan memanfaatkan angin musim. Setelah selesai berdagang dan
sambil menunggu angin musim yang mengantar para pedagang kembali ke India, mereka
menyebarkan Agama Buddha kepada penduduk setempat. Agama Buddha tersebut diterima
dengan baik oleh masyarakat dan kemudian berkembang pesat, sehingga muncul kerajaan-
kerajaan yang menganut Agama Buddha, seperti kerajaan Sriwijaya (680-1337) yang merupakan
pusat kebudayaan Buddhadi Asia Tenggara, kerajaan Sailendra(775–850) yang merupakan
kerajaan dengan paling banyak peninggalan sejarah dan salahnya satu adalah candi Borobudur,
serta kerajaan Majapahit (1292 –1478) sebagai kerajaan Buddha terakhir di Indonesia.

Pada tahun 1478, seiring dengan runtuhnya kerajaan Majapahit, keberadaan Agama
Buddha mulai mengalami kemunduran dan digantikan oleh Agama Islam. Sejak saat itu Agama
Buddha di Indonesia mulai terlupakan selama kurang lebih 5 abad lamanya. Setelah lama
terlupakan, keberadaan Agama Buddha di Indonesia mulai bangkit kembali di pulau Jawa pada
bulan Maret 1934 dengan kedatangan Bhikkhu Nerada Thera dari Srilangka. Selama di pulau
Jawa, Bhikkhu Nerada Thera banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial untuk membangkitkan
kembali Agama Buddha di Indonesia, yaitu dengan memberikan kotbah-kotbah dan pelajaran
tentang Dhamma (ajaran sang Buddha), memberkati penanaman pohon Bodhi di pekarangan
Borobudur pada tanggal 10 Maret 1934, membantu dan mendirikan Java Buddhist Associationdi
Bogor dan Jakarta, serta menjalin kerja sama yang erat dengan Bhikkhu–Bhikkhulain yang
berasal dari kelenteng atau sekarang dikenal dengan ViharaTri Dharma. Dengan kedatangan
Bhikkhudari Srilangka ini dan seiring dibukanya kembali candi Borobudur yang merupakan
salah satu keajaiban dunia, membuat keberadaan Agama Buddha di Indonesia berangsur baik.

Perkembangan Agama Buddha dapat dilihat dengan hadirnya Vihara sebagai tempat
ibadah Agama Buddha yang semakin banyak jumlahnya. Sekarang ini jumlah Vihara yang ada di
Jawa Barattelah mencapai 128 Vihara (Departemen Agama Buddha, 2011). Dengan adanya
perkembangan Agama Buddha tersebut, maka bangunan Vihara baik arsitektur maupun
interiornya akan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan arsitektur pada
masa tersebut. Salah satu Viharayang memiliki khas tersendiri yaitu Vihara Vipassana Graha
yang berada di jl. Kol. Masturi no 69, Lembang, Bandung, yang lebih dikenal sebagai Vihara
Thailand oleh masyarakat luas dan merupakan salah satu tempat tujuan wisata di-Bandung.
Sebagian Bangunan dari Vihara mengadopsi gaya dan budaya arsitekturdari Negara Thailand.
1.2 Rumusan Masalah
1. Definisi etika
2. Definisi agama
3. Hubungan etika dengan agama

1.3 Tujuan
1. Ingin mengetahui Definisi Etika.
2. Ingin mengetahui Definisi Agama.
3. Ingin mengetahui Hubungan etika dengan agama.
1.4 Manfaat
1. Berguna sebagai sumber informasi pemahaman penerapa konsep dasar perancangan etika dan
agama.
2. Memberikan pengetahuan dan pembelajaran bagi masyarakat khususnya umat beragama
Buddha dan yang bukan beragama Buddha.
3. Bermanfaat sebagai masuka referensi bagi perancang maupun peneliti yang akan melakukan
perancangan atau penelitian serupa
BAB 2
Pembahasan

2.1 Definisi Etika


Etika berasal dari bahasa Yunani ethos (kata tunggal) yang berarti: tempat tinggal,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, sikap,cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta,
etha, yang berarti adat istiadat.Dalam hal ini, kata etika sama pengertianya dengan moral. Moral
berasaldari kata latin : Mos (bentuk tunggal), atau mores (bentuk jamak) yangberarti adat
istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup.Menurut Bertens ada dua
pengertian etika: sebagai praktis dansebagai refleksi. Sebagai praktis, etika berarti nilai- nilai dan
norma-norma moral yang baik yang dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan, walaupun
seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai praktis sama artinyadengan moral atau moralitas yaitu
apa yang harus dilakukan, tidak bolehdilakukan, pantas dilakukan, dan sebgainya. Etika sebagai
refleksi adalah dalam pengertian aslinya, apa yang disebutkan baik itu adalah yang sesuai dengan
kebiasaan masyarakat (pada saat itu). Lambat laun pengertian etika itu berubah dan berkembang
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan manusia. Perkembangan pengertian etika tidak
lepas dari substansinya bahwa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan
atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana yang jahat. Istilah lain dari etika,
yaitu moral, asusila, budi pekerti, akhlak. Etika merupakan ilmu bukan sebuah ajaran. Etika
dalam bahasa arab disebut akhlak, merupakan jamak dari kata khuluq yang berarti adat
kebiasaan, perangai, tabiat, watak, adab, dan agama. Istilah etika diartikan sebagai suatu
perbuatan standar (standard of conduct) yang memimpin individu, etika adalah suatu studi
mengenai perbuatan yang sah dan benar dan moral yang dilakukan seseorang Menurut Webster
Dictionary, secara etimologis, etika adalah suatu disiplin ilmu yang menjelaskan sesuatu yang
baik dan yang buruk, mana tugas atau kewajiban moral, tau bisa juga mengenai kumpulan
prinsip atau nilai moral.
Etika adalah cabang filosofi yang berkaitan dengan pemikiran dengan pemikiran tentang
benar dan salah. Simorangkir menilai etika adalah hasil usaha yang sistematik yang
menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral individu dan untuk menetapkan aturan
dalam mengendalikan perilaku manusia serta nilai-nilai yang berbobot untuk bisa dijadikan
pedoman hidup. Satyanugraha mendefenisikan etika sebagai nilai-nilai dan norma moral dalam
suatu masyarakat.Sebagai ilmu, etika juga bisa diartikan pemikiran moral yang mempelajari
tentang apa yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan.
Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang memuat keyakinan ‘benar
dan tidak sesuatu’. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah melakukan sesuatu yang
diayakininya tidak benar berangkat dari norma-norma moral dan self-respect (menghargai diri)
bila ia meninggalkannya. Tindakan yang diambil olehnya harus ia pertangungjawabkan pada diri
sendiri. Begitu juga dengan sikapnya terhadap orang lain bila pekerjaan tersebut mengganggu
atau sebaliknyamendapatkan pujian.
Etika diartikan sebagai seperangkat prinsip moral yang memebedakan apa yang benar
dan apa yang salah. Etika merupakan bidang normatif, karena menentukan dan menyarankan apa
yang seharusnya orang lakukan atau hindarkan. Setiap manusia melakukan tindakan. Menurut
pendapat ini, pertimbangan etika atau morallah yang menentukan tindakan atau perilaku
seseorang. Setiap orang akan mempertimbangkan akibat dari tindakannya apakah baik atau
buruk, benar atau salah, berakibat lebih baik atau lebih buruk, pantas atau tidak pantas.Ini
dilakukan pada suatu momen dan situasi. Jadi, ada pendapat bahwa etika dan moral itu
situasional. Tindakan itu adalah pilihan, dan pilihan itu memerlukan proses pengambilan
keputusan yang dipandu oleh subjective judgment atau pertimbangan pribadi. Jadi, ada proses
evaluasi moral. Yang menjadi dasar utama dalam memutuskan pilihan dan tindakan apa yang
akan dilakukan seseorang merujuk kepada komitmen, prinsip, nilai, dan aturan yang berlaku
pada saat dan situasi itu. Memang, tidak ada tindakan yang dilandasi moral yang hanya
ditentukan oleh situasi tanpa diwarnai komitmen pada suatu prinsip. Prinsip di sini diartikan
sebagai tujuan dalam arti luas yang membantu menentukan keputusan nyata dan kriteria normatif
yang membawa pada situasi nyata.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa etika diartikan sebagai ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Menambahkan bahwa etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak
memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma dan
pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut pertanggungjawaban dan mau Franz
Magnis dan Suseno, Op Cit, h. 18 menyingkapkan kerancuan.Kemudian Frans Magnis
Etika atau moral adalah aturan mengenai sikap perilaku dan tindakan manusia yang hidup
bermasyarakat. Etika ini juga bisa sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan antara
yang baik dari yang buruk. Dalam masyarakat kita tidak hidup sendiri sehingga harus ada aturan
yang dilaksanakan setiap orang agar kehidupan bermasyarakat berjalan dengan aman, nikmat,
dan harmonis. Tanpa aturan ini, kehidupan bisa seperti neraka, atau seperti di Rimba yang kuat
akan menang dan yang lemah akan tertindas. Maka harus meningkatkan aspek etikanya dan
penegakan kode etik profesi dalam kurikulum dan dalam menjalankan

2.2 Definisi Agama


Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan (atau
sejenisnya) serta tata kaidah yang berhubungan dengan adat istiadat, dan pandangan dunia yang
menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan, pelaksanaan agama bisa dipengaruhi oleh
adat istiadat daerah setempat. Pada zaman sejarah adat menjadi alat untuk menyampaikan ajaran-
ajaran agama. Sementara agama susah untuk didefinisikan, sebuah model standar dari agama,
digunakan dalam perkuliahan religious studies, diajukan oleh Clifford Geertz, yang dengan
sederhana menyebutnya sebagai sebuah "sistem kultural". Sebuah kritikan untuk model Geertz
oleh Talal Asad mengategorikan agama sebagai "sebuah kategori antropologikal." Banyak agama
memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna, tujuan
hidup dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan
sifat manusia, orang-orang memperoleh moralitas, etika, hukum adat, atau gaya hidup yang
disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, mendefinisikan
tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci.
Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan terhadap tuhan,
dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trans, inisiasi, cara penguburan, pernikahan,
meditasi, doa, musik, seni, tari, atau aspek lain dari kebudayaan manusia. Agama juga mungkin
mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan, atau
kadang-kadang mengatur tugas. Namun, menurut ahli sosiologi Émile Durkheim, agama berbeda
dari keyakinan pribadi karena merupakan "sesuatu yang nyata sosial". Émile Durkheim juga
mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan
praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan
bahwa 59% dari populasi dunia mengidentifikasi diri sebagai beragama, dan 36% tidak
beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9% pada keyakinan agama dari tahun
2005.[9] Rata-rata, perempuan lebih religius daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti
beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah
atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti cara tradisional yang memungkinkan untuk
terjadi unsur sinkretisme.

2.3 Hubungan Etika dengan Agama Buddha


Eetika dan agama adalah dua hal yang tidak harus dipertentangkan. Antara etika dan
agama adalah dua hal yang saling membutuhkan, atau dalam bahasa Sudiarja “agama dan etika
saling melengkapi satu sama lain”. Agama membutuhkan etika untuk secara kritis melihat
tindakan moral yang mungkin tidak rasional. Sedangkan etika sendiri membutuhkan agama agar
manusia tidak mengabaikan kepekaan rasa dalam dirinya. Etika menjadi berbahaya ketika
memutlakan racio, karena racio bisa merelatifkan segala tindakan moral yang dilihatnya
termasuk tindakan moral yang ada pada agama tertentu.
Hubungan etika dan agama akan membuat keseimbangan, di mana agama bisa membantu
etika untuk tidak bertindak hanya berdasarkan racio dan melupakan kepekaan rasa dalam diri
manusia, pun etika dapat membantu agama untuk melihat secara kritis dan rasional tindakan –
tindakan moral. Bahwa kepelbagaian agama adalah salah satu hal yang membuat kita juga
menjadi sadar betapa pentingnya etika dalam kehidupan manusia. Tidak dapat kita bayangkan
bagaimana kehidupan manusia yang berbeda agama tanpa etika di dalamnya. Kebenaran
mungkin justru akan menjadi sangat relatif, karena kebenaran moral hanya akan diukur dalam
pandangan agama kita. Diluar agama kita maka tidak ada kebenaran. Etika dapat dikatakan telah
menjadi jembatan untuk mencoba menghubungkan dan mendialogkan antara agama-agama.

Kita dapat mengatakan bahwa etika, secara filosofis menjadi hal yang sangat penting
dalam kehidupan agama-agama, khusunya bagi negara-negara yang majemuk seperti Indonesia.
Etika secara rasional membantu kita mampu untuk memahami dan secara kritis melihat tindakan
moral agama tertentu. Kita tidak mungkin menggunakan doktrin agama kita untuk melihat dan
menganalisis agama tertentu. Sebuah pertanyaan menarik akan muncul, jika sekiranya agama
hanya satu apakah dengan demikian etika tidak lagi dibutuhkan? Karena agama tersebut akan
menjadi moral yang mutlak dalam kehidupan manusia. Kalau kita tetap memahami bahwa etika
hadir untuk secara rasional membantu manusia memahami tindakan moral yang dibuatnya, maka
tentu etika tetap menjadi penting dalam kehidupan manusia. Karena etika tidak akan terikat pada
apakah agama ada atau tidak etika akan tetap ada dalam hidup manusia selama manusia masih
menggunakan akal sehatnya dan racionya dalam kehidupannya. Sekalipun manusia menjadi
ateis, etika tetaplah dibutuhkan oleh mereka yang tidak mengenal agama.

Pertanyaan berikut yang akan muncul adalah apakah cukup kita ber-etika tanpa ber-
agama? Jika kita mencoba memahami secara filosofis, maka dapat dikatakan bahwa etika tanpa
agama adalah kering, sebaliknya agama tanpa etika hambar. Bahwa manusia tidak hanya
diciptakan sebagai mahluk rasional, tetapi melekat dalam dirinya mahluk religius yang membuat
dia mampu berefleksi terhadap kehidupannya. Karena itu agama akan membantu manusia untuk
bertindak tidak hanya berdasarkan rasionya tetapi juga berdasarkan rasa yang ada dalam dirinya.
Satu kesatuan antara rasio dan rasa yang melekat dalam diri manusia. Manusia bukanlah mahluk
egois yang harus mengandalkan rasionya semata-mata.
BAB 3
Penutup
3.1 Pertanyaan
o Bagaimnaa upaya cara menjadi orang bermoral menurut agama budha?
Jawab =
Seseorang berperilaku baik dan bermoral dengan menjalankan lima
pelatihan moral bagi umat awam Buddhis, yaitu menghindari pembunuhan,
pencurian, hubungan seksual yang salah (berzinah, berselingkuh, dan
berbuat asusila), ucapan tidak benar, serta ketagihan minuman keras dan
obat-obatan terlarang.

3.2 kesimpulan
Etika dan agama adalah dua hal yang tidak harus dipertentangkan. Antara etika dan
agama adalah dua hal yang saling membutuhkan, atau dalam bahasa Sudiarja “agama dan etika
saling melengkapi satu sama lain.
Agama Buddha lahir dan berkembang pada abad ke-6 SM. Agama ini memperoleh
namanya dari panggilan yang diberikan kepada pendirinya yaitu

Siddharta Gautama.

3.3 Saran
Etika dalam beragama itu sangat penting, karena apabila kita beretika maka
kita termasuk orang beragama. Etika itu penting sekali bagi kehidupan di
masyarakat, apabila kita mempunyai etika yang baik dalam beragama maka orang-
orang yang kenal dengan kita akan merasa nyaman karena orang yang mempunyai
etika dalam beragama itu bisa menghargai, menghormati orang lain dengan baik,
dan pasti timbal balik nya juga akan baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/
amp/ivan_pdt/55280d656ea8340d188b45ed/hubungan-etika-dan-agama?
amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM
%3D#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16962953702799&csi=1&referrer=https
%3A%2F%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F
%2Fwww.kompasiana.com%2Fivan_pdt%2F55280d656ea8340d188b45ed
%2Fhubungan-etika-dan-agama
http://repository.maranatha.edu/17220/2/0863110_Chapter1.pdf
https://galamedia.pikiran-rakyat.com/citizen-journalism/pr-352094472/agama-dan-
adat-istiadat-pertentangan-pengetahuan-dan-kebiasaan?page=3#:~:text=Hubungan
%20Agama%20dan%20Adat%2DIstiadat&text=Agama%20dan%20adat
%20istiadat%20sangat,untuk%20menyampaikan%20ajaran%2Dajaran%20agama

Anda mungkin juga menyukai