Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MANDIRI

(AGAMA BUDDHA)

Nama :ANDI HALIM

NPM :170410095

Prodi : Teknik Industri

Fakultas : Teknik dan Komputer

UNIVERSITAS PUTERA BATAM

2017/2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut puji syukur Tuhan Yang Maha Esa, yang telah kami
dapat menyelesaikan tugas mandiri mata kuliah agama buddha ini.

Tugas mandiri ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah tugas mandiri agama buddha.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tugas mandiri kami ini dapat
bermanfaat bagi masyarakan luas dan dapat inspirasi terhadap pembaca.

Hormat kami,

ANDI HALIM

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Permasalahan .................................................................. 1
B. Permasalahan ............................................................................................ 1
C. Tujuan Pembahasan .................................................................................. 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Sejarah Agama Buddha ............................................................................ 3
1. Tahap awal agama Buddha .......................................................................... 4
2. Konsili Buddha Pertama (abad ke-5 SM) .................................................... 4
3. Konsili Kedua Buddha (383 SM) ................................................................ 5
4. Konsili Buddha Ketiga (+/- 250 SM)........................................................... 6
B. Ajaran Agama Buddha ............................................................................. 7
a. Moral Buddha .............................................................................................. 9
b. Aliran Buddha .............................................................................................. 9
c. Buddha Mahayana ....................................................................................... 9
d. Buddha Theravada ..................................................................................... 10
e. Kitab Suci................................................................................................... 12
f. Ajaran ......................................................................................................... 12
g. Waisak........................................................................................................ 13
C. Proses Masuknya Agama Buddha ke Indonesia ............................... 13
BAB II ............................................................................................................... 19
IPENUTUP ....................................................................................................... 19
A. Simpulan................................................................................................. 19
B. Saran ....................................................................................................... 19
REFERENSI ......................................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan


Agama Buddha di Indonesia merupakan salah satu dari enam agama
yang diakui keberadaannya. Agama Buddha juga merupakan salah satu agama
tertua yang masih dianut di dunia. Seperti agama-agama yang lain, agama
Buddha juga merupakan agama pendatang, dalam arti bukan merupakan produk
asli bangsa Indonesia. Agama Buddha masuk di Indonesia bersamaan dengan
masuknya agama Buddha.
Dilihat dari proses masuk dan penyebarannya di Indonesia, antara
agama Hundu dengan agama Buddha, memiliki banyak kemiripan. Oleh karena
itu, biasanya proses masuknya kedua agama tersebut satu paket, yaitu masuknya
agama Buddha-Buddha di Indonesia. Untuk mempelajari proses masuknya
agama Buddha di Indonesia juga tidak dapat terlepas dari proses masuknya
agama Buddha di negara ini.
Pembahasan dalam makalah ini akan menguraikan tentang proses
masuk dan berkembangnya agama Buddha di Indonesia. Diharapkan, uraian ini
akan dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang berguna dalam hal sejarah
perkembangan dan keberadaan agama Buddha di Indonesia.

B. Permasalahan
Pada makalah tentang proses masuknya agama Buddha di Indonesia ini,
pembahasan akan difokuskan pada beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah agama Buddha itu?
2. Bagaimana isi ajaran yang ada pada agama Buddha?
3. Bagaimana proses masuknya agama Buddha di Indonesia?

1
4. Bagaimana reaksi masyarakat Indonesia terhadap masuk dan
berkembangnya agama Buddha di negara tersebut?
5. Bagaimana pengaruh kultur atau budaya Indonesia asli terhadap
perkembangan agama Buddha tersebut?

C. Tujuan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis dan pembahasan
tentang hal-hal sebagai berikut:
1. Sejarah tentang agama Buddha
2. Isi ajaran yang ada pada agama Buddha
3. Proses masuknya agama Buddha di Indonesia.
4. Reaksi masyarakat Indonesia terhadap masuk dan berkembangnya agama
Buddha di negara tersebut.
5. Pengaruh kultur atau budaya Indonesia asli terhadap perkembangan agama
Buddha tersebut.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Pembahasan dalam makalah ini difokuskan pada hal-hal yang berkaitan


tentang arti atau sejarah dari agama Buddha, isi ajaran dari agama Buddha, proses
masuknya agama Buddha ke Indonesia, reaksi masyarakat Indonesia terhadap
agama Buddha, serta pengaruh kultur asli Indonesia terhadap perkembangan agama
Buddha di Indonesia.

A. Sejarah Agama Buddha


Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari
lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu
agama tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara
berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur
kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara.
Dalam proses perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir
seluruh benua Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan
banyak aliran dan mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di
antaranya adalah aliran tradisi Theravada , Mahayana, dan Vajrayana
(Bajrayana), yang sejarahnya ditandai dengan masa pasang dan surut.
Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama
dilahirkan dari klan Sakya pada awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah
kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini
terletak di Nepal sebelah selatan. Beliau juga dikenal dengan nama Sakyamuni
(harafiah: orang bijak dari kaum Sakya).
Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah
perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada
kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan
menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah
kesengsaraan yang tak dapat dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan
kehidupan mewahnya yang tak ada artinya lalu menjadi seorang pertapa.

3
Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa juga tak ada artinya, dan lalu mencari
jalan tengah (majhima patipada). Jalan tengah ini merupakan sebuah
kompromis antara kehidupan berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa nafsu
dan kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa diri.
Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak akan pernah
meninggalkan posisinya sampai ia menemukan Kebenaran. Pada usia 35 tahun,
ia mencapai Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama Buddha, atau
hanya "Buddha" saja, sebuah kata Sansekerta yang berarti "ia yang sadar" (dari
kata budh+ta).
Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran Gangga di tengah
India (daerah mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak sungainya), sembari
menyebarkan ajarannya kepada sejumlah orang yang berbeda-beda.
Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan
ajarannya mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam waktu 400 tahun
selanjutnya: pertama-tama aliran-aliran mazhab Buddha Nik aya, yang
sekarang hanya masih tersisa Theravada, dan kemudian terbentuknya mazhab
Mahayana, sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan pada penerimaan
kitab-kitab baru.

1. Tahap awal agama Buddha


Sebelum disebarkan di bawah perlindungan maharaja Asoka pada
abad ke-3 SM, agama Buddha kelihatannya hanya sebuah fenomena kecil
saja, dan sejarah peristiwa-peristiwa yang membentuk agama ini tidaklah
banyak tercatat. Dua konsili (sidang umum) pembentukan dikatakan pernah
terjadi, meski pengetahuan kita akan ini berdasarkan catatan-catatan dari
kemudian hari. Konsili-konsili (juga disebut pasamuhan agung) ini
berusaha membahas formalisasi doktrin-doktrin Buddhis, dan beberapa
perpecahan dalam gerakan Buddha.

2. Konsili Buddha Pertama (abad ke-5 SM)


Konsili pertama Buddha diadakan tidak lama setelah Buddha wafat
di bawah perlindungan raja Ajatasattu dari Kekaisaran Magadha, dan
dikepalai oleh seorang rahib bernama Mahakassapa, di Rajagaha(sekarang

4
disebut Rajgir). Tujuan konsili ini adalah untuk menetapkan kutipan-
kutipan Buddha (sutta (Buddha) dan mengkodifikasikan hukum-hukum
monastik (vinaya): Ananda, salah seorang murid utama Buddha dan saudara
sepupunya, diundang untuk meresitasikan ajaran-ajaran Buddha, dan Upali,
seorang murid lainnya, meresitasikan hukum-hukum vinaya. Ini kemudian
menjadi dasar kanon Pali, yang telah menjadi teks rujukan dasar pada
seluruh masa sejarah agama Buddha.

3. Konsili Kedua Buddha (383 SM)


Konsili kedua Buddha diadakan oleh raja Kalasoka di Vaisali,
mengikuti konflik-konflik antara mazhab tradisionalis dan gerakan-gerakan
yang lebih liberal dan menyebut diri mereka sendiri kaum Mahasanghika.
Mazhab-mazhab tradisional menganggap Buddha adalah seorang
manusia biasa yang mencapai pencerahan, yang juga bisa dicapai oleh para
bhiksu yang mentaati peraturan monastik dan mempraktekkan ajaran
Buddha demi mengatasi samsara dan mencapai arhat. Namun kaum
Mahasanghika yang ingin memisahkan diri, menganggap ini terlalu
individualistis dan egois. Mereka menganggap bahwa tujuan untuk menjadi
arhat tidak cukup, dan menyatakan bahwa tujuan yang sejati adalah
mencapai status Buddha penuh, dalam arti membuka jalan paham
Mahayana yang kelak muncul. Mereka menjadi pendukung peraturan
monastik yang lebih longgar dan lebih menarik bagi sebagian besar kaum
rohaniawan dan kaum awam (itulah makanya nama mereka berarti
kumpulan "besar" atau "mayoritas").
Konsili ini berakhir dengan penolakan ajaran kaum Mahasanghika.
Mereka meninggalkan sidang dan bertahan selama beberapa abad di Indian
barat laut dan Asia Tengah menurut prasasti-prasasti Kharoshti yang
ditemukan dekat Oxus dan bertarikh abad pertama.
Maharaja Asoka dari Kekaisaran Maurya (273–232 SM) masuk
agama Buddha setelah menaklukkan wilayah Kalingga (sekarang Orissa) di
India timur secara berdarah. Karena menyesali perbuatannya yang keji, sang
maharaja ini lalu memutuskan untuk meninggalkan kekerasan dan
menyebarkan ajaran Buddha dengan membangun stupa-stupa dan pilar-

5
pilar di mana ia menghimbau untuk menghormati segala makhluk hidup dan
mengajak orang-orang untuk mentaati Dharma. Asoka juga membangun
jalan-jalan dan rumah sakit-rumah sakit di seluruh negeri.
Periode ini menandai penyebaran agama Buddha di luar India.
Menurut prasasti dan pilar yang ditinggalkan Asoka (piagam-piagam
Asoka), utusan dikirimkan ke pelbagai negara untuk menyebarkan agama
Buddha, sampai sejauh kerajaan-kerajaan Yunani di barat dan terutama di
kerajaan Baktria-Yunani yang merupakan wilayah tetangga. Kemungkinan
besar mereka juga sampai di daerah Laut Tengah menurut prasasti-prasasti
Asoka.

4. Konsili Buddha Ketiga (+/- 250 SM)


Maharaja Asoka memprakarsai Konsili Buddha ketiga sekitar tahun
250 SM di Pataliputra (sekarang Patna). Konsili ini dipimpin oleh rahib
Moggaliputta. Tujuan konsili adalah rekonsiliasi mazhab-mazhab Buddha
yang berbeda-beda, memurnikan gerakan Buddha, terutama dari faksi-faksi
oportunistik yang tertarik dengan perlindungan kerajaan dan organisasi
pengiriman misionaris-misionaris Buddha ke dunia yang dikenal.
Kanon Pali (Tipitaka, atau Tripitaka dalam bahasa Sansekerta, dan
secara harafiah berarti "Tiga Keranjang"), yang memuat teks-teks rujukan
tradisional Buddha dan dianggap diturunkan langsung dari sang Buddha,
diresmikan penggunaannya saat itu. Tipitaka terdiri dari doktrin (Sutra
Pitaka), peraturan monastik (Vinaya Pitaka) dan ditambah dengan
kumpulan filsafat (Abhidharma Pitaka).
Usaha-usaha Asoka untuk memurnikan agama Buddha juga
mengakibatkan pengucilan gerakan-gerakan lain yang muncul. Terutama,
setelah tahun 250 SM, kaum Sarvastidin (yang telah ditolak konsili ketiga,
menurut tradisi Theravada) dan kaum Dharmaguptaka menjadi berpengaruh
di India barat laut dan Asia Tengah, sampai masa Kekaisaran Kushan pada
abad-abad pertama Masehi. Para pengikut Dharmaguptaka memiliki ciri
khas kepercayaan mereka bahwa sang Buddha berada di atas dan terpisah
dari anggota komunitas Buddha lainnya. Sedangkan kaum Sarvastivadin

6
percaya bahwa masa lampau, masa kini dan masa depan terjadi pada saat
yang sama.

B. Ajaran Agama Buddha


Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah
Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Pencetusnya
ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh
pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun
399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat
Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan
nilai lokal.
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama
karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama.
Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya
dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka
(peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum
metafisika dan psikologi).
Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan
dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana
alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah
kembali ke sorga ciptaan Tuhan yang kekal.
Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan,
Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para
Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak
Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan
mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan,
pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang
Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang
Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran,
penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

7
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat
dalam Sutta Pitaka, Udana VIII: 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang
Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali
adalah "Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang" yang artinya "Suatu
Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang
Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa
aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat
digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang
tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat
mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara
bermeditasi.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, dapat dilihat
bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan
konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep
tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat
Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha
dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat
Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha
adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam
kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda
dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang
tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-
konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta,
terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat
dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai
kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh
manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu
pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa-
dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat
dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk

8
yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan
melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

a. Moral Buddha
Sebagaimana agama Islam dan Kristen, ajaran Buddha juga
menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang
diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan
Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:
 bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
 bertekad melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang
tidak diberikan.
 bertekad melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
 bertekad melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
 bertekad melatih diri menghindari makan makanan atau minuman yang
dapat menyebabkan lemahnya kesadaran dan menimbulkan ketagihan.

b. Aliran Buddha
Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:
1) Buddha Theravada
2) Buddha Mahayana
3) Buddha Vajrayana
4) Buddha Tantrayana
5) Zen

c. Buddha Mahayana
Lotus Sutra merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran
Mahayana. Tokoh Kuan Yin yang bermaksud "maha mendengar" atau nama
Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan
dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk
memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat
keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya
Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah

9
pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah
menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di
Tiongkok sebagai seorang dewi.
Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan
salah satu aliran utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat
tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia
dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana
mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana
menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.
Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat
untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan
Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi'
(tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada
lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang
Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang
memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala
kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil
amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada
pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama, kenikmatan Kesadaran Nirwana yang
dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila
mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha
Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva
(makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan
Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam
Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu
dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan
datang, Buddha Maitreya .

d. Buddha Theravada
Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha
tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri

10
Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat
daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan
juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.
Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu
thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan
vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para
Sesepuh.
Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha
dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi.
Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting
yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari
salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa
Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang
terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan
wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of
Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).
Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai
pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga
bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung
selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500
orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di
kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan
Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada
orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang
berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap
murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya
dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.
Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal
Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin
perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, disisi lain kelompok
yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin

11
perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang
merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan
Vinaya disebut Sthaviravada.
Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh
kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah
Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan
buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain.
Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis
dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka)
membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang
dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal
sebagai Theravada.

e. Kitab Suci
Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada
adalah Kitab Suci Tipitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon).
Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang,
tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang
disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta
Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut,
maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).

f. Ajaran
Ajaran dasar dikenal sebagai Empat Kebenaran Arya, meliputi:
 Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),
 Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula
Dukkha),
 Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya
Dukkha),
 Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang
Menuju Terhentinya Dukkha).
Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya,
Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan)

12
yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi
(konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gotama
sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun
demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-
Buddha lainnya.
Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk
mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan
Kebuddhaan (Buddhahood).

g. Waisak
Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan
peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama
sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Pencerahan Sempurna Pertapa
Gautama, dan hari Sang Buddha mangkat mencapai Nibbana/Nirwana.
Tempat ibadah agama Buddha disebut vihara.

C. Proses Masuknya Agama Buddha ke Indonesia


Para ahli sejarah masih meneliti kapan sebenarnya agama Buddha
masuk ke Indonesia. Namun banyak orang sependapat bahwa kedatangan Aji
Saka merupakan tanggal kedatangan agama Buddha di Indonesia.
Apabila kita meneliti arti kata "Aji Saka" ini, kita akan menemukan: "Aji"
dalam bahasa Kawi berarti "ilmu kitab suci" sedang "Saka" berasal dari kata
"Sakya". Sehingga "Aji Saka" dapat diartikan sebagai "Pakar dalam Kitab Suci
Sakya" atau Pakar Buddha Dharma. Dari sini dapat diketahui bahwa Aji Saka
sebenarnya bukanlah sebuah nama, tetapi sebuah gelar. Gelar ini diberikan
rakyat kepada rajanya yang sebenarnya bernama Tritustha.
Kata "Dewata" artinya dewa dan "Cengkar" artinya jahat, jadi "Dewata
Cengkar" tidak lain berarti dewa jahat (awidya). Dengan demikian legenda yang
telah merakyat di Jawa Tengah tentang perang dahsyat antara Aji Saka melawan
Raja Dewata Cengkar, kiranya dapat diartikan sebagai perang antara Buddha

13
Dharma melawan Kejahatan/Kebodohan (Awidya). Aji Saka bukan hanya
pakar dalam Buddha Dharma, tetapi juga seorang pakar astronomi dan sastra.
Dalam legenda Jawa dikatakan bahwa untuk menandai kekhilafan
beliau dalam memberi perintah kepada dua orang panglimanya yang setia, yang
menyebabkan mereka berperang tanding sendiri dan keduanya gugur karena
sama jayanya, beliau membuat Aksara Jawa.
Kalau Ha Na Ca Ra Ka dipakai untuk mengenang kedua panglimanya yang
setia, Dora dan Sembada, maka untuk mengingat kedatangannya, sebuah
candrasangkala telah dibuat oleh Aji Saka. Penanggalan tahun Saka (tahun
Jawa) ini dimulai pada tanggal beliau mendarat di pulau Jawa. "Nir Wuk Tanpa
Jalu" adalah tanggal 0001, karena: Nir = kosong = 0; Wuk = tidak jadi = 0;
Tanpa = 0; dan Jalu = 1. Permulaan waktu penanggalan tahun Saka ini sama
dengan tanggal 14 Maret tahun 78 Masehi.
Kalau legenda Aji Saka ini kelak ternyata benar, maka dapatlah dikatakan
agama Buddha telah masuk ke Indonesia (Jawadwipa) pada abad I Masehi, jadi
jauh sebelum Candi Borobudur didirikan oleh raja-raja Wangsa Sailendra pada
abad VII.
Secara singkat, dapat disusun kurang lebih perkembangan agama
Buddha di Indonesia sebagai berikut:
 Abad I (14 Maret 78), kedatangan Aji Saka Tritustha menandai masuknya
agama Buddha di Indonesia (Jawadwipa).
 Abad II, III, dan IV di Indonesia (Jawa) agama Buddha sudah berkembang.
Ini terbukti dari catatan-catatan Bhiksu Fa-hien yang datang ke Jawa pada
abad V. Beliau menyatakan bahwa sewaktu beliau datang di Jawa agama
Buddha sudah ada bersama-sama agama Hindu.
 Abad IV dan V, bukti perkembangan agama Buddha dapat dilihat dari
prasasti-prasasti kerajaan Purnawarman di Jawa Barat dan Mulawarman di
Kalimantan.
 Abad VII dan VIII adalah jaman keemasan perkembangan agama Buddha
di Jawa, di bawah raja-raja Kerajaan Mataram Purba dan Sailendra. Pada
abad VII ini Candi Borobudur dibangun, pembangunannya dikatakan
memakan waktu kira-kira delapan puluh tahun.

14
 Abad VIII dan IX, berdiri Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, di mana Bhiksu
I-tsing pernah datang belajar agama Buddha dan bahasa Sanskerta.
 Abad XI, Atisa Dipankara seorang bhiksu yang mengajarkan Vajrayana di
Tibet, sewaktu mudanya juga belajar pada Bhiksu Dharmakirti di
Swarnadwipa (Sumatera).
 Tahun 1100-1478, berdirilah kerajaan-kerajaan: Kediri, Singasari,
Tumapel, Daha, Lumajang, dan Majapahit. Akhirnya Keprabuan Majapahit
runtuh, berdiri Kerajaan Islam Demak (tahun 1481) dengan rajanya Raden
Patah. Agama Buddha kemudian "hilang" dan tidak pernah dibicarakan
orang lagi, hanya peninggalan-peninggalan candi-candinya masih terus
dikagumi orang.
 Tahun 1901, Sanghanata Aryamula Maha Upadhyaya (Pen Ching Lau He
Sang) datang ke Indonesia, mula-mula menata sejumlah vihara yang
dibangun umat Buddha keturunan Tionghoa dan akhirnya membangun
Vihara Kuang Hua Se Jakarta.
 Tahun 1912, ajaran Theosofi masuk ke Indonesia dan di kalangan para
anggotanya agama Buddha mulai kembali dipelajari. Kelak ternyata bahwa
kebanyakan dari para aktivis agama Buddha pada Jaman Kemerdekaan
belajar agama Buddha melalui Perhimpunan Theosofi selain dari Sam
Kauw Hwee.
 Tahun 1934, Narada Thera datang ke Jawa dan bersama umat Buddha
menanam pohon Bodhi di halaman Candi Borobudur.
 Tahun 1944, Kwee Tek Hoay menerbitkan majalah "Mustika Dharma".
 Tahun 1953, (Waisak 2497) Anagarika Tee Boan An dan Drs. Khoe Soe
Kiam memimpin upacara peringatan Waisak pada tanggal 22 Mei di Candi
Borobudur. Dengan demikian api Buddha Dharma kembali menyala di
Indonesia. Bulan Juli tahun 1953 Anagarika Tee Boan An memasuki
kehidupan sebagai seorang sramanera dengan menerima diksa secara
Mahayana dari Sanghanata Aryamula Maha Upadhyaya (Pen Ching Lau He
Sang) di Vihara Kuang Hua Se Jakarta dan diberi nama Seck Tee Tjen.
Kemudian atas saran gurunya, pada tahun yang sama beliau berangkat ke
Burma untuk memperdalam pengetahuannya tentang agama Buddha.

15
Bulan April tahun 1954 beliau menerima upasampada sebagai bhikkhu
dengan Upajjhaya Agga Maha Pandita Bhaddanta U Ashin Sobhana
Mahathera (Mahasi Sayadaw), dan diberi nama Bhikkhu Ashin
Jinarakkhita. Dengan demikian Bhikkhu Ashin Jinarakkhita adalah putera
Indonesia pertama yang menjadi bhikkhu sesudah runtuhnya Keprabuan
Majapahit kira-kira 500 tahun yang lampau.
Pada Hari Suci Asadha 2498 BE (tahun 1954), untuk membantu
perkembangan agama Buddha secara nasional oleh Bhikkhu Ashin
Jinarakkhita didirikanlah Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia (PUUI)
yang lambangnya sampai sekarang masih dipakai oleh Majelis Buddhayana
Indonesia (MBI).
 Tahun 1956, diadakan Perayaan Waisak di Candi Borobudur. Perayaan
Waisak ini merupakan perayaan yang besar, karena tahun itu tepat 2500
tahun mahaparinirvananya Sang Buddha (2500 Buddhajayanti). PUUI
Semarang menerbitkan buku peringatan 2500 Buddhajayanti yang berisi
banyak penerangan tentang agama Buddha, antara lain mengenai Candi
Borobudur, Candi Mendut, dan Perbedaan Hinayana dan Mahayana.
 Tahun 1958, terbentuklah Perbudhi (Perhimpunan Buddhis Indonesia).
 Tahun 1959, untuk pertama kalinya sejak runtuhnya Majapahit, diadakan
penahbisan bhikkhu di Indonesia. Untuk penahbisan ini, 13 (tiga belas)
orang bhikkhu senior dari berbagai negara datang ke Indonesia. Dua orang
bhikkhu yang ditahbiskan saat itu adalah Bhikkhu Jinaputta dan Bhikkhu
Jinapiya.
 Tahun 1963, terbentuk Maha Sangha Indonesia yang beranggotakan baik
bhikkhu-bhikkhu Theravada maupun bhiksu-bhiksu Mahayana.
 Tahun 1972, nama Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia (PUUI)
diubah menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI).
Kemudian nama ini disempurnakan lagi menjadi Majelis Upasaka-Pandita
Agama Buddha Indonesia dengan singkatan tetap MUABI. Akhirnya pada
tahun 1979 nama MUABI ini diubah menjadi Majelis Buddhayana
Indonesia (MBI).

16
 Tahun 1974, Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia (terbentuk
tahun 1972 dipimpin Bhikkhu Girirakkhito) bersatu dengan nama Sangha
Agung Indonesia, nama yang diberikan oleh Dirjen Bimas Hindu dan
Buddha Depertemen Agama RI. Sebagai Ketua Sangha Agung Indonesia
adalah Bhikkhu Ashin Jinarakkhita, dengan tiga orang wakil ketua, yaitu
Bhikkhu Jinapiya, Bhikkhu Girirakkhito, dan Bhikkhu Uggadhammo.
 Tahun 1976, terbentuk Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia
(GUBSI) sebagai wadah tunggal organisasi kemasyarakatan umat Buddha
Indonesia yang melebur Perbudhi, Buddha Dharma Indonesia (Budhi), dan
sebagainya.
 Tahun 1976, terbentuk pula federasi dari beberapa majelis agama Buddha,
yang diberi nama Majelis Agung Agama Buddha Indonesia (MABI). MABI
diketuai oleh Soeparto Hs. dari Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia
(Mapanbudhi) dengan sekretaris Ir. T. Soekarno dari Niciren Syosyu
Indonesia (NSI).
 Tahun 1976, terbentuk Sangha Theravada yang dipimpin oleh Bhikkhu
Aggabalo.
 Tahun 1978, terbentuk Sangha Mahayana Indonesia yang dipimpin Bhiksu
Dharmasagaro.
 Tahun 1978, diadakan Lokakarya Pemantapan Agama Buddha
Berkepribadian Indonesia yang diikuti semua majelis agama Buddha di
Indonesia.
 Tahun 1979, tepatnya tanggal 7-9 Mei, diadakan Kongres Umat Buddha
Indonesia di Yogyakarta yang melahirkan Perwalian Umat Buddha
Indonesia (Walubi) sebagai federasi dari sangha-sangha dan majelis-majelis
agama Buddha di Indonesia yang bersifat koordinatif dan konsultatif.
Panitia Kongres diketuai oleh Soewarto Kolopaking, S.H. dengan sekretaris
Johan Sani Viryanata, B.A., keduanya pimpinan pusat MBI. Walubi untuk
pertama kalinya dipimpin oleh seorang Sekjen, yaitu Soeparto Hs. dari
Mapanbudhi. Sedang jabatan Ketua Dewan Pembina Walubi dipegang oleh
Brigjen (Purn.) Soemantri M.S. dari MBI.

17
 Tahun 1981, terbentuk Sekretariat Bersama Generasi Muda Buddhis
Indonesia (Sekber GMBI) yang merupakan konfederasi dari organisasi-
organisasi pemuda di lingkungan vihara. Atas permintaan DP Walubi pada
tahun 1985 Sekber GMBI berganti nama menjadi Sekretariat Bersama
Persaudaraan Muda-mudi Vihara-vihara Buddhayana Indonesia (Sekber
PMVBI).
 Tahun 1982, terbentuk Sangha Tantrayana Indonesia dalam naungan
Sangha Agung Indonesia, dipimpin oleh Mahawiku Dharma-aji
Uggadhammo.
 Tahun 1983, Hari Waisak ditetapkan sebagai hari libur nasional.
 Tahun 1986, terbentuk Gemabudhi (Generasi Muda Buddhis Indonesia)
sebagai wadah tunggal generasi muda Buddhis Indonesia dan tergabung di
KNPI. Ketua Umum DPP Gemabudhi saat ini adalah Lieus Sungkharisma
dari MBI.
 Tahun 1987, terbentuk KBWBI (Keluarga Besar Wanita Buddhis
Indonesia) sebagai wadah tunggal wanita Buddhis Indonesia dan tergabung
di Kowani. Ketua Umum PB KBWBI saat ini adalah Dr. Parwati Soepangat,
M.A. dari MBI.
 Tahun 1987, Niciren Syosyu Indonesia (NSI) secara resmi dikeluarkan dari
Walubi.
 Tahun 1994, Sangha Agung Indonesia (Sagin) dan Majelis Buddhayana
Indonesia (MBI) juga memilih berada di luar Walubi. Sagin dan MBI
konsisten dalam mempertahankan AD/ART Walubi hasil Munas II (1992)
dan menolak AD/ART Walubi hasil Sidang Paripurna (1993).
 Tahun 1994, terbentuk Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI),
dipimpin oleh Dra. Siti Hartati Murdaya, MBA.
 Tahun 1996, terbentuk lima wadah fungsional di lingkungan Sekber
PMVBI, yaitu: Ikatan Pembina Gelanggang Anak-anak Buddhis Indonesia
(IPGABI), Forum Komunikasi Dharmaduta Muda Buddhis Indonesia
(FKDMBI), Ikatan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Imabi), Forum
Komunikasi Sarjana Buddhis Indonesia (FKSBI), dan Ikatan Pengelola
Media Komunikasi Buddhis Indonesia (IPMKBI).

18
BAB II

IPENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan isi makalah penulis dapat menyimpulkan bahwa umat Buddha
memiliki tempat bersejarah yang bisa kita kunjungi untuk melakukan Dharmayatra
sebagai bentuk penghormatan kepada sang Buddha serta dengan melakukan
Dharmayatra ini tentu akan mendapatkan manfaat bagi anda yang melakukannya,

B. Saran

Dengan tersusunnya makalah tentang Dharmayatra ini,penulis berharap bagi


pembaca untuk dapat membaca dan mengetahui serta memahami apa yang telah
disajikan hingga akhirnya menumbuhkan kesdaran bagi pembaca untuk
melakukan.Dharmayatra.

19
REFERENSI

Anak Agung Gde Oka Netra. 2009. www.parisadaBuddhadharmaindonesia.com.,


diakses Oktober 2009.

Depdiknas. 2008. Wawasan Sosial untuk Kelas VII. Jakarta: Depdiknas.

Dwi Hartini. 2007. Pertumbuhan dan Perkembangan Agama Serta Kebudayaan


Buddha-Buddha di Indonesia. Modul Sejarah I.06. Jakarta: Universitas
Terbuka.

www.wikipediaindonesia.com. Buddha. diakses Oktober 2009

20

Anda mungkin juga menyukai