Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Agama Budha
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Agama
Dosen: Dani Darul Harbi, S.Pd.I, MA.Pd.

Disusun oleh Kelompok 5


1. Setiyawan ( 12516.11016 )
2. Indri Wijayanti ( 12519. 0010 )
3. Putri Rosmawati ( 12519.0011 )
4. Risa Ahiri Putri ( 12519.0013 )
5. Iis Sumarni ( 12519.0027 )
6. Soleh Subarjah ( 12519.0058 )

STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SABILI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puji syukur atas ke hadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Perbandingan Agama ini. Shalawat dan salam tak lupa
kami curahkan kepada suri tauladan kita nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, sahabatnya, hingga kita umatnya hingga akhir zaman.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah Perbandingan Agama ini. Selain itu kami
ucapkan terima kasih kepada bapak Dosen Dani Darul Harbi S.Pd.I, MA.Pd, yang
telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah landasan pendidikan ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Bandung, 22 Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
2.1 Asal - Usul Agama Budha ................................................................................. 2
2.2 Pendiri Agama Buddha ...................................................................................... 2
2.3 Sistem Ketuhanan Agama Budha ...................................................................... 3
2.4 Kitab Suci Agama Budha .................................................................................. 3
2.5 Sekte - sekte Agama Budha ............................................................................... 4
2.6 Doktrin - Doktrin Agama Budha ....................................................................... 5
2.7 Praktek Keagamaan Dalam Agama Budha ........................................................ 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari
lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama
tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara
berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan
Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses
perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua
Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak aliran dan
madzhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran
tradisi Theravada , Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang sejarahnya ditandai
dengan masa pasang dan surut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asal Usul Agama Budha ?
2. Siapa pendiri agama budha ?
3. Bagaimana Konsep ketuhanan agama budha ?
4. Apa kitab suci agama budha ?
5. Apa saja sekte - sekte agama budha ?
6. Bagaimana doktrin - doktrin agama budha ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui asal Usul agama budha
2. Untuk mengetahui siapa pendiri agama budha
3. Untuk mengetahui bagaimana Konsep ketuhanan agama budha
4. Untuk mengetahui apa kitab suci agama budha
5. Untuk mengetahui apa saja sekte - sekte agama budha
6. Untuk mengetahui bagaimana doktrin - doktrin agama budha

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal - Usul Agama Budha


Agama Budha lahir dan berkembang pada abad ke 6 sebelum masehi.
Agama ini beroleh dari nama panggilannya yang diberikan kepada
pembangunannya yang mula - mula, sidartha Gautama (563-483 SM), yang di
panggilkan dengan: Budha1[1]
Budha bukan nama orang, melainkan gelar. Nama pendiri agama Budha ini
ialah Sidartha Gautama atau biasa juga di sebut Cakyamuni, artinya orang tapa dari
suku turunan cakyas.
Sidartha Gautama dilahirkan dari seseorang raja Sudhodana di Kapilawatsu,
sebelah utara Benares di daerah Nepal sekarang, di lereng pegunungan Himalaya
pada tahun 566 sebelum masehi. Di waktu beliau di lahirkan oleh beberapa orang
Brahmana pandai, di ramalkan bahwa anak itu akan meninggalkan keraton dan
menjadi biksu yakni seorang padre yang hidupnya mengemis. Sudhodana sangat
masghul mendengar ramalan itu. Ia mencoba memikat hati putranya dengan
memanjakanya dengan segala kenikmatan hidup.2[2]
2.2 Pendiri Agama Buddha
Gautama Budha nama aslinya adalah pangeran Siddhartha pendiri Agama
Buddha, salah satu dari agama terbesar di dunia. Putra raja Kapilavastu, timur laut
India. berbatasan dengan Nepal. Siddhartha sendiri (marga Gautama dari suku
Sakya) konon lahir di Lumbini yang kini termasuk wilayah negara Nepal. Kawin
pada umur enam belas tahun dengan sepupunya yang sebaya. Dibesarkan di dalam
istana mewah, pangeran Siddhartha tak betah dengan hidup enak berleha-leha, dan
dirundung rasa tidak puas yang amat. Dari jendela istana yang gemerlapan dia
menjenguk ke luar dan tampak olehnya orang-orang miskin terkapar di jalan-jalan,
makan pagi sore tidak, atau tidak mampu makan sama sekali. Hari demi hari
mengejar kebutuhan hidup yang tak kunjung terjangkau bagai seikat gandum di

1[1] Joesoef Sou’yb, Agama-agama besar di dunia. Jakarta: Pustaka Alhusna.1983


2[2] Drs. Moh Rifa’I, Perbandingan Agama. Semarang: Wicaksana, 1980, hal 92

2
gantung di moncong keledai. Tarolah itu yang gembel. Sedangkan yang berpunya
pun sering kehinggapan rasa tak puas, waswas gelisah, kecewa dan murung karena
dihantui serba penyakit yang setiap waktu menyeretnya ke liang lahat. Siddhartha
berpikir, keadaan ini mesti dirobah. Mesti terwujud makna hidup dalam arti kata
yang sesungguhnya, dan bukan sekedar kesenangan yang bersifat sementara yang
senantiasa dibayangi dengan penderitaan dan kematian.
Tatkala berumur dua puluh sembilan tahun, tak lama sesudah putra
pertamanya lahir, Gautama mengambil keputusan dia mesti meninggalkan
kehidupan istananya dan menghambakan diri kepada upaya mencari kebenaran
sejati yang bukan sepuhan. Berpikir bukan sekedar berpikir, melainkan bertindak.
Dengan lenggang kangkung dia tinggalkan istana, tanpa membawa serta anak-bini,
tanpa membawa barang dan harta apa pun, dan menjadi gelandangan dengan tidak
sepeser pun di kantong. Langkah pertama, untuk sementara waktu, dia menuntut
ilmu dari orang-orang bijak yang ada saat itu dan sesudah merasa cukup
mengantongi ilmu pengetahuan, dia sampai pada tingkat kesimpulan pemecahan
masalah ketidakpuasan manusia.
2.3 Sistem Ketuhanan Agama Budha
Dalam ajaran agama Budha, Sang Budha bukanlah Tuhan dalam agama
Budha yang bersifat non-teis (yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan
Tuhan sang pencipta, atau bergantung kepada Tuhan sang pencipta demi dalam
usaha mencapai pencerahan, Sang Buddha adalah pembimbing atau guru yang
menunjukkan jalan menuju nirwana). Pandangan umum tentang Tuhan
menjelaskan suatu keberadaan yang tidak hanya memimpin tetapi juga menciptakan
alam semesta. Pemikiran dan konsep tentang inilah yang sering diperdebatkan oleh
banyak Buddhis dalam perpecahan agama Budha.

2.4 Kitab Suci Agama Budha


Ajaran agama Buddha bersumber pada kitab Tripitaka, yang artinya tiga
keranjang atau tiga kelompok. Kitab ini merupakan kumpulan khotbah, keterangan,
perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan Sang Buddha dengan para
siswa dan pengikutnya. Dengan demikian isi kitab tersebut semuanya tidak berasal
dari kata-kata Sang Buddha sendiri, melainkan juga kata-kata dan komentar dari
siswanya. Kitab tersebut terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu ;

3
a. Sutta Pitaka, berisi khutbah-khutbah atau ajaran Buddha kepada pengikutnya.
b. Vinaya Pitaka, berisi peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan Sangha dan
para penganutnya.
c. Abhidharma Pitaka, berisi ajaran ilmu jiwa dan metafisika agama Buddha.3[3]

2.5 Sekte - sekte Agama Budha


1. Aliran Hinayana
Aliran Hinayana (kendaraan kecil) adalah aliran yang mempertahankan
keasliannya ajaran agama Buddha. Sesuai dengan ajaran asli Buddha Gautama,
aliran Hinayana tidak mengajarkan penyembahan kepada Tuhan. Yang penting
ialah melaksanakan ajaran moral yang diajarkan oleh gurunya itu. Buku-buku
ajarannya banyak menggunakan bahasa Pali.
Tujuan dalam aliran ini ialah menjadi Arahat yaitu seorang yang benar-
benar telah lenyap nafsunya, sehingga ia dapat mencapai Nirwana dan dengan
demikian terbebaslah dari penderitaan. Aliran ini menitikberatkan pada kelepasan
individual, artinya tiap-tiap orang berusaha melepaskan dirinya masing-masing dari
penderitaan hidup.
Dalam aliran Hinayana beranggapan bahwa segala sesuatu dalam alam
semesta ini berwujud dalam suatu ketika saja. Segala sesuatu selalu dalam
perubahan, selalu dalam proses, hanya saja mata manusia tak mampu
mengamatinya. Contohnya sungai yang mengalir. Mata kita melihat adanya air
yang terbentang di hadapan kita, seolah-olah kita melihat suatu wujud benda yang
tetap. Padahal air tersebut sebetulnya berdiri dari rangkaian titik-titik air yang
berganti terus-menerus.
2. Aliran Mahayana
Aliran Mahayana (kendaraan besar) adalah aliran yang mengadakan
pembaharuan terhadap ajaran Buddha yang asli. Ciri yang menonjol dari aliran ini
adalah timbulnya upacara penyembahan kepada Tuhan dalam agama Buddha.
Buku-buku ajarannya banyak menggunakan bahasa Sanskerta. Sedangkan

3[3] Drs. Mudjahid Abdul Manaf, SEJARAH AGAMA- AGAMA, Jakarta:PT Raja
Grafindo,1994, hal 26-27

4
penganutnya banyak terdapat di negara India, Nepal, Tibet, Mongolia, Tiongkok,
Korea, Jepang dan Indonesia.
Tujuan dalam aliran ini bukan menjadi Arahat, tetapi menjadi Boddhisatva.
Seorang Boddhisatva sebenarnya bisa langsung menikmati kebahagiaan di
Nirwana, tetapi ia belum mau menetap di Nirwana, melainkan masih ingin turun ke
dunia guna menyelamatkan umat manusia yang percaya dari penderitaan.
Dari tujuan tersebut, aliran Mahayana bukanlah kelepasan individual, melainkan
kelepasan bersama-sama orang banyak sehingga aliran itu diberi nama “kendaraan
besar” karena mempunyai jangkauan untuk menyelamatkan lebih banyak umat
manusia. 4[4]

2.6 Doktrin - Doktrin Agama Budha


1. Catur Arya Satyani
a. Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Dukkha)
Berbagai bentuk penderitaan yang ada di dunia ini dapat dirangkum ke
dalam tiga bagian utama atau kategori, yaitu:
1) Penderitaan Biasa (Dukkha-Dukkha), misalnya sakit flu, sakit perut,
sakit gigi, dan sebagainya.
2) Penderitaan karena Perubahan (Viparinama-Dukkha), misalnya berpisah
dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, tidak tercapai apa
yang diinginkan, sedih, ratap tangis, putus asa, dan sebagainya.
3) Penderitaan karena memiliki Badan Jasmani (Sankhara-Dukkha), yaitu
penderitaan karena kita lahir sebagai manusia, sehingga bisa mengalami
sakit flu, sakit gigi, sedih, kecewa, dan sebagainya.

b. Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula


Dukkha)
Ketiga macam penderitaan di atas tentu tidak muncul begitu saja, tetapi
karena ada sebab yang mendahului, BUKAN asal mula. Karena disebut dengan
SEBAB, maka hal itu tidak dapat diketahui awal dan akhirnya. Sebab

4[4] Drs H. Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA,1991, hal
140-141

5
penderitaan itu adalah karena manusia diliputi Keserakahan, Kebencian dan
Kegelapan Batin, sehingga mengakibatkan kelahiran yang berulang-ulang dari
masa ke masa dari satu alam ke alam berikutnya.
Manusia banyak yang tidak menyadari bahwa ada kebebasan dari semua
bentuk penderitaan yang dapat dicapai ketika masih hidup. Mereka kebanyakan
melekat pada kesenangan-kesenangan nafsu indera, menghancurkan kehidupan
makhluk lain, menganut pandangan salah yang menyesatkan banyak orang dan
menjanjikan kebahagiaan semu dan sementara, hidupnya tidak diarahkan dengan
baik, tidak membuka diri untuk belajar lebih dalam tentang kebenaran universal,
menjadi orang dungu yang hanya tahu tapi tidak mempraktekkan apa yang ia
ketahui, menjadi orang bodoh yang tidak mampu membedakan kebaikan dan
kejahatan. Inilah sebab penderitaan yang menyelimuti kebanyakan umat
manusia, yaitu Nafsu yang tiada henti (Tanha), dan Avijja (kebodohan batin)
yang menjadi sebab kelahiran berulang-ulang bagi dirinya.

c. Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya


Dukkha)
Sebagaimana kesakitan akan sembuh manakala sebabnya telah diketahui
dan diberikan obat yang tepat, demikian pula penderitaan seseorang juga dapat
dihentikan dengan mempraktekkan cara-cara yang benar dan berlaku secara
universal. Kebahagiaan akan dicapai manakala ia terbebas dari penderitaan itu.
Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan sejati, dimana tidak akan diketahui kemana
perginya seseorang yang telah bebas dari derita batin dan jasmani. Inilah
kebahagiaan Nirwana. Kebahagiaan yang dapat dicapai bukan setelah meninggal
dunia saja, tetapi juga ketika masih hidup di dunia ini.
Nirwana bukanlah suatu tempat, melainkan keadaan dimana seseorang
mempunyai pikiran yang sangat jernih yang telah terbebas dari sifat serakah,
benci, dan gelap batin. Ia dapat mencapainya ketika masih memiliki badan
jasmani. Sebagaimana perjuangan Pangeran Siddhartha untuk mencari jalan
keluar dari fenomena usia tua, sakit dan kematian hingga menjadi Buddha, maka
seperti itulah seseorang dengan sekuat tenaganya sendiri berusaha mengikis
habis sifat-sifat jahat yang ada dalam dirinya, mengikis habis ego dalam dirinya,

6
mengikis habis nafsu-nafsu indera, dan memunculkan kebijaksanaan paling
tinggi dalam kehidupannya dan menjadikan dirinya sendiri sebagai Orang Suci
meskipun masih bergaul dengan banyak orang dan berpenghidupan di
masyarakat luas. Kelak ketika ia meninggal dunia, maka tidak akan ada lagi
orang yang mengetahui kemana ia pergi, karena Nibbana bukanlah suatu tempat.
Sebagaimana api itu ada, namun tidak seorang pun yang dapat mengetahui
kemana perginya api setelah padam.
Jika diibaratkan sebuah lilin yang menyala, apinya adalah kebencian,
keserakahan, dan kegelapan batin dan batang lilin adalah badan jasmani, maka
ketika nyala lilin padam bersamaan dengan habisnya batang lilin yang terbakar,
saat itulah fenomena-fenomena selanjutnya dari lilin tersebut tidak dapat
diketahui oleh siapapun. Inilah gambaran Nibbana secara sederhana. Jadi sangat
mungkin Kebahagiaan Sejati dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia,
tetapi juga ketika masih hidup.
d. Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga (Kebenaran Ariya tentang Jalan
yang menuju Terhentinya Dukkha)
Cara melenyapkan Dukkha adalah dengan memiliki 8 unsur berikut
(disebut juga Jalan Mulia Berunsur Delapan):
1) Pengertian Benar
2) Pikiran Benar
3) Ucapan Benar
4) Perbuatan Benar
5) Mata Pencaharian Benar ( Penghidupan Benar bagi bhikku / bhikkuni /
samanera / samaneri )
6) Usaha Benar
7) Perhatian Benar
8) Konsentrasi Benar

2. Nirwana
Nirwana merupakan tujuan terakhir setiap pemeluk agama budha adalah
mencapai nirwana, di mana seseorang telah terlepas dari samsara, yang berarti ia
lepas dari penderitaan, dan selanjutnya ia akan merasakan kebahagiaan yang abadi.

7
Dalam Agama Budha nirwana adalah merupakan suatu keadaan yang lebih baik
dari segala keadaan yang dapat di nikmati di dunia. Tidak mudah untuk mencapai
nirwana, karena untuk mencapai nirwana harus hidup suci dan mampu
melenyapkan tanha sama sekali. Jika seseorang telah dapat melakukan hidup suci
dan melenyapkan tanha secara maksimal, maka akan sampailah ia ke Nirwana,
sebelum mencapai tingkat yang maksimal, maka ia harus mengalami reinkarnasi
yang berulang-ulang.
Bagi orang yang ingin mencapai nirwana, maka pokok-pokok etika ini yang
harus di taati:
a. Nirwana yang dapat di capai oleh seseorang pada waktu itu ia masih hidup yaitu
pada saat lenyapnya tanha, yang berarti ia telah mencapai arahat. Keadaan ini di
sebut Upadhisesa
b. Nirwana dalam arti berhentinya segala hal proses hidup.

3. Arahat
Seseorang arahat adalah seseorang yang telah melenyapakan segala hawa
nafsu dan keinginanya, sehingga ia tidak teringat oleh apapun.
Sebelum seseorang mencapai tingkat Arahat maka keadaan yang mendekatinya
dapat di bagi 3 yaitu :
1) Sotapatti, yaitu tingkatan di mana seseorang harus menjelma tujuh kali lagi
sebelum mencapai nirwana
2) Sekadagami magga, yaitu tingkat seseorang tinggal satu kali lagi menjelma
sebelum mencapai nirwana
3) Anagami, yaitu tingkatan di mana seseorang sudah tidak akan menjelma
lagi.5[5]

4. Tri ratna
Dalam syahadat (ucapan kesaksian) agama budha yang di sebut triratna,
berbunyi :
“Aku berlindung kepada Budha “

5[5] Drs. Mudjahid Abdul Manaf, Op. Cit., hal 31-33

8
“Aku berlindung kepada Dharma “
“Aku berlindung kepada Sangha “
Dalam susunan kalimat ini kesaksian tersebut tidak di sebut nama Tuhan.6[6]

5. Karma
Menurut apa yang di lukiskan sang Budha, karma adalah hukum tanpa
pengadilan dan konsekuensi yang tak memihak, atau secara lebih sederhana adalah
hukum tentang akibat yang mengikuti sebab.

6. Tiga corak Umum


Pengajaran pertama yang di berikan Sang budha adalah kepada para pertapa
yang telah berada bersamanya selama tahun-tahun pertapaannya. Sang budha
menjelaskan kesalingketerkaitan dari tiga corak yang menentukan semua
keberadaaan.
a) Semua yang di ciptakan dan tercipta selalu berubah dan tidak kekal (Anicca)
b) Semua yang di ciptakan dan tercipta selamanya tidak memuaskan dan
menderita (dukkah)
c) Semau yang di ciptakan dan tercipta tidak ada diri atau jiwa abadi
(anatta)7[7]

2.7 Praktek Keagamaan dalam Agama Budha


1. Ritual Keagamaan dalam Agama Budha
1) Samadhi
Samadhi biasa disebut juga meditasi yang artinya memusatkan pikiran
pada satu obyek meditasi.
Meditasi atau Samadhi terdiri dari 2 macam yaitu:
a. Samatha Bhavana
Meditasi yang bertujuan untuk mencapai ketenangan batin. Hasil dari
meditasi ini adalah Abhinna (Kekuatan batin).

6[6] Ibid, hal 28


7[7] Gillian stokes, SERI SIAP DIA ? BUDHA. jakarta : Penerbit Erlangga.2001.hal 59-
61

9
b. Vipassana Bhavana
Meditasi yang bertujuan untuk mencapai pandangan terang. Hasil
meditasi ini adalah Kesucian atau Nibbana. Obyek meditasi ini adalah Nama /
Rupa (Batin / Jasmani)
Manfaat dari meditasi antara lain :
1) pikiran tenang dan terkendali
2) wajah berseri-seri
3) bangun tidur dengan segar
4) tidak mudah marah-marah
5) sabar menghadapi segala permasalahan
6) membangkitkan keberanian
7) menumbuhkan rasa percaya diri, dan sebagainya.

2) Kebaktian
Dalam Agama budha puja bhakti dapat diartikan memuja segala
kebesarannya serta berbakti kehadapannya. Dan umat budha mewajibkan
melaksanakan puja bakti / kebaktian sesuai dengan tuntutan dan tujuanya. Agar
umat budha selalu waspada dan mengontrol dalam melalukan sesuatu
perbuatan yaitu Peralatan Ibadat
Untuk melakukan peribadatan diperlukan perlatan diantaranya adalah:
1) Tempat Kebaktian yaitu : Vihara atau Cetia. Vihara biasanya lebih
lengkap dan lebih besar dari cetia.
2) Patung sang Buddha, patung tersebut diletakkan diatas altar. Hal ini
bukan berarti umat Buddha menyembah patung sebab mereka menyadari
bahwa patung tetaplah patung yang tetap dihargai sebagai apa adanya.
3) Lilin, ditaruh diatas altar sebagai lambang penerangan, dengan
penerangan seseorang akan mampu membedakan yang baik dan yang
tidak baik.
4) Air, merupakan lambang kesucian sebab air yang sedemikian keruhnya
bila ditenangkan beberapa saat maka air itupun akan menjadi bersih dan
suci.

10
5) Dupa, bila dupa dinyalakan akan mengeluarkan asap yang berbau harum
yang memberikan suasana segar dalam kebaktian.
6) Bunga, persembahan ini mengingatkan akan adanya karma yakni apapun
yang telah diingat manusia.
7) Buah-buahan, persembahan ini mengingatkan akan adanya karma yakni
apaun yang telah dilakukan manusia.
8) Kue-kue, persembahan ini mengingatkan hendaknya dalam mencari
kehidupan atau bermata pencaharian dengan jalan Tuhan Yang Maha
Esa.

2. Upacara Keagamaan Buddha


Upacara adalah suatu rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait
dengan aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama. Dalam agama Buddha
upacara merupakan suatu cetusan hati nurani manusia terhadap suatu keadaan.
Menurut sejarah agama Budha, Sang Budha tidak pernah mengajar cara upacara.
Sang Buddha hanya mengajarkan Dhamma agar semua makhluk terbebas dari
penderitaan. Upacara yang sekarang kita lihat merupakan perkembangan dari
kebiasaan yg ada, yg terjadi sewaktu Sang Buddha masih hidup yg di sebut Vattha
yg artinya kewajiban yg harus di penuhi oleh para bhikkhu seperti merawat Sang
Buddha, membersihkan ruangan, mengisi air dan sebagainya & kemudian mereka
semua bersama dengan umat lalu duduk mendengarkan kottbah Sang Buddha. Ada
dua cara pemujaan dalam agama Buddha, yaitu :
1) Amisa Puja
Yaitu pemujaan dengan persembahan. Dalam Kitab Mangalattha – Dipani
menguraikan 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan Amisa Puja ini :
a. Sakkara : Memberikan persembahan materi
b. Garukara : Menaruh kasih serta bakti terhadap nilai nilai luhur
c. Manana : Memperlihatkan rasa percaya / yakin
d. Vandana : Menguncarkan ungkapan / kata persanjungan
Selain itu, ada 3 hal lagi yang harus diperhatikan agar amisa puja dapat
dilakukan sebaik-baiknya. Ketiga hal tersebut yaitu :
a. Vatthu Sampada : Kesempurnaan materi

11
b. Cetana Sampada : Kesempurnaan dalam kehendak
c. Dakkhineyya Sampada : Kesempurnaan dalam objek pemujaan

2) Patipatti Puja
Yaitu pemujaan dengan pelaksanan, sering juga di sebut sebagai Dhamma
puja. Menurut kitab paramatthajotika, yangg dimaksud “pelaksanaan” dalam hal ini
adalah :
a. Berlindung pada Tisarana ( tiga perlindungan ), yakni Buddha, Dhamma, dan
Arya Sangha
b. Serta bertekad untuk melaksanakan Pancasila Buddhist ( lima kemoralan ) yakni
pantangan untuk membunuh, mencuri, berbuat asusila, berkata yg tidak benar,
mengkonsumsi makanan/minuman yg melemahkan kesadaran (kewaspadaan)
c. Bertekad melaksanakan Attahanga sila ( delapan sila ) pada hari-hari uposattha
d. Berusaha menjalankan Parisuddhi Sila (Kemurniaan Sila), yaitu :
1. Pengendalian diri dalam tata tertib
2. Pengendalian enam indera
3. Mencari nafkah hidup secara benar
4. Pemenuhan kebutuhan hidup yg layak

Dalam Sutta Pitaka bagian Anguttara Nikaya, Dukanipata, dengan sangat


jelas Sang Buddha Gotama menandaskan demikian : “Duhai para Bhikkhu, ada dua
cara pemujaan, yaitu Amisa Puja dan Dhamma Puja. Di antara dua cara pemujaan
ini, Dhamma Puja (Patipatti Puja) adalah yang paling unggul”.
Upacara seremonial atau hari-hari suci yang dirayakan oleh umat Buddha
dan diadakan peringatan secara umum hari-hari besar itu adalah :
1. Waisak, dirayakan setiap bulan Mei saat bulan purnama sidhi.
2. Asadha, diperingati 2 bulan sesudah Waisak, pada waktu bulan purnama
sidhi pada bulan Juli.
3. Kathina, diperingati pada saat bulan purnama sidhi dibulan oktober tiga
bulan setelah peringatan Asadha.
4. Metta, diperingati setiap tanggal 1 Januari yang merupakan hari dana bagi
umat Buddha.

12
5. Magga Puja, dirayakan tiap bulan Februari saat bulan purnama sidhi.

Secara terperinci manfaat yg langsung didapat dari upacara adalah sebagai


berikut :
Saddha : Kenyakinan dan bakti akan tumbuh berkembang
Brahmavihara : Empat kediaman atau keadaan batin yang luhur akan
berkembang yaitu : Metta (Cinta kasih yg universal), Karuna
(Belas kasihan), mudita (simpati atas kebahagiaan/kelebihan
makhluk lain), Upekha ( seimbang dalam suka/duka)
Santutthi : Indera akan terkendali
Samvara : Puas
Santi : Damai
Sukha : Bahagia

3. Tempat-tempat Suci Agama Buddha


Ada empat tempat yang layak diziarahi oleh umat yang penuh keyakinan
dan yang akan mengispirasikan kebangkitan spiritual dalam diri mereka tempat-
tempat itu meliputi :
1) Lumbini, tempat kelahiran Sang Buddha
Lumbini adalah sebuah tempat ziarah Buddhis di distrik Kapilavastu -
Nepal, dekat perbatasan India. Ini adalah tempat di mana Ratu Mayadevi dikisahkan
telah melahirkan Pangeran Siddhartha Gautama, yang pada akhirnya disebut
sebagai Buddha Gautama, pendiri Ajaran Buddha. Sang Buddha hidup antara tahun
563 sampai dengan 483 SM. Taman Lumbini adalah salah satu dari empat tempat
suci untuk berziarah yang sudah ada sejak jaman kehidupan Buddha Gautama.
Ketiga tempat suci lainnya adalah di Kushinagar, Bodh Gaya, dan Sarnath.
Lumbini terletak di kaki gunung Himalaya 25 km sebelah timur kota
Kapilavastu, kerajaan di mana Pangeran Siddhartha menghabiskan 29 tahun
usianya. Kapilavastu adalah nama tempat tersebut dan juga nama dari distrik
sekitarnya. Lumbini memiliki sejumlah tempat ibadah, termasuk Vihara Mayadevi
dan vihara-vihara lain yang masih dalam proses pembangunan. Juga di sini terdapat
Puskarini atau Kolam Suci - tempat di mana ibunda Pangeran Siddhartha

13
mengambil ritual mandi sesaat sebelum melahirkan dan di mana Pangeran
Siddhartha pun mandi untuk pertama kalinya - serta terdapat pula sisa-sisa istana
Kapilavastu. Di situs lain dekat Lumbini merupakan tempat Buddha sebelum
Buddha Gautama, menurut cerita; lahir, mencapai pencerahan dan akhirnya
melepaskan bentuk keduniawian.

2) Buddha Gaya (Bodhgaya), tempat Sang Buddha mencapai Pencerahan


Sempurna
Bodh Gaya atau Bodhgaya adalah nama sebuah kota di distrik Gaya di
negara bagian Bihar - India. Tempat ini terkenal sebagai tempat Buddha Gautama
mencapai nirvana (Pencerahan). Menurut sejarah, tempat tersebut dikenal sebagai
Bodhimanda (tanah di sekitar pohon Bodhi), Uruvela, Sambodhi, Vajrasana dan
Mahabodhi. [1] Nama Bodh Gaya tidak digunakan hingga abad ke-18. Vihara utama
Bodhgaya dulu disebut Bodhimanda-Vihara (Pali). Sekarang disebut Vihara
Mahabodhi.
Bagi umat Buddha, Bodh Gaya adalah tempat yang paling penting dari
empat utama situs ziarah buddhis yang terkait dengan masa kehidupan Buddha
Gautama, tiga tempat suci lainnya adalah Kushinagar, Lumbini, dan Sarnath.
3) Taman Rusa di Isipatana, tempat Sang Buddha memutar roda Dhamma untuk
pertama kali
4) Kusinara, Tempat Sang Buddha mencapai Maha Parinibbana, Pembebasan
Akhir.
Kusinara merupakan tempat yang sangat bersejarah dalam agama Buddha
disinilah Sang Guru Agung kita Buddha Gautama sang Tathagata mencapai Maha
Parinirvana. Konon, jika meninggal saat berziarah ke tempat-tempat ini dengan hati
yang penuh bakti, saat tubuhnya hancur setelah mati, akan terlahir kembali di alam
bahagia, bahkan di alam surga.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari
lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama
tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara
berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan
Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses
perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua
Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak aliran dan
madzhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran
tradisi Theravada , Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang sejarahnya ditandai
dengan masa pasang dan surut.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penyampaian maupun penulisan kalimat. Oleh karena itu, kami
sebagai penulis makalah ini meminta kritik dan saran sehingga kedepannya kami
dapat menulis makalah ini dengan baik. Diantara maksud penulisan makalah ini
adalah agar kita bisa memahami agama - agama lain, walaupun kita umat muslim
dan supaya kita bisa membedakan antara agama yang satu dengan agama yang lain.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (1991). Perbandingan Agama. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Dhavamony, M. (1995). Fenomena Agama. Yogyakarta: Kanisus.
Gillian, S. (2001). Seri Siapa dia ? Budha. Jakarta: Erlangga.
Hakim, A. (2015). Perbandingan Agama. Bandung: Diponegoro.
Joesoep, S. (1983). Agama-Agama Besar Di Dunia. Jakarta: Pustaka Al Husna.
Mujtahid, A. M. (1994). Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Rifai, M. (1984). Perbandingan Agama. Semarang: Wicaksana.

https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrjczw4FvFi.Q0rEotXNyoA;_ylu=Y29sbwNnc
TEEcG9zAzEEdnRpZANEMTEyNF8xBHNlYwNzcg--
/RV=2/RE=1659995833/RO=10/RU=https%3a%2f%2fdenawanto.blog
spot.com%2f2018%2f12%2fmakalah-sejarah-agama-buddha-
dan.html%3fhl%3dar/RK=2/RS=dgRBS5UtFPWcLHktUufFjVUmFpQ
-
https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrjczw4FvFi.Q0rK4tXNyoA;_ylu=Y29sbwNn
cTEEcG9zAzUEdnRpZANEMTEyNF8xBHNlYwNzcg--
/RV=2/RE=1659995833/RO=10/RU=https%3a%2f%2fritahardianti.blo
gspot.com%2f2012%2f04%2fmakalah-agama-buddha-dasar-budha-
darma.html/RK=2/RS=jbpHLBePWTcaim3gGp35tPSHczM-
https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrjczw4FvFi.Q0rIItXNyoA;_ylu=Y29sbwNnc
TEEcG9zAzQEdnRpZANEMTEyNF8xBHNlYwNzcg--
/RV=2/RE=1659995833/RO=10/RU=https%3a%2f%2fwww.academia.
edu%2f40712181%2fMAKALAH_HINDU_DAN_BUDDHA_DI_IND
ONESIA/RK=2/RS=OK6QNgQZL9.L2NhyK_1B0DFEAjY-

16

Anda mungkin juga menyukai