BUDDHISME
ALIRAN MAHAYANA
MAKALAH
Disusun oleh :
0
i
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................ 15
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang kami tetapkan dalam makalah kami adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana Asal Usul Aliran Mahayana dalam Agama Buddha?
2. Apa saja Ajaran Pokok Aliran Mahayana dalam Agama Buddha ?
3. Siapa Saja Tokoh-Tokoh Aliran Mahayana dalam Agama Buddha?
4. Bagaimana Perkembangan Aliran Mahayana dalam Agama Buddha?
C. Tujuan
1
A.G.Honig JR, Ilmu Agama, (Jakarta:Gunung Mulia), 1997, hlm.165
2
Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta:Raja Grafindo Persada), hlm.21
2
BAB II
PEMBAHASAN
5
Kebahagiaan dalam Dhamma, (Depok: Bromo FC), h.334
6
A.g Honig Jr, Ilmu Agama, ( Jakarta: Gunung Mulia, 2003 ), cet – 10, h.225
5
Dua kata yang seolah-olah menjadi kunci bagi ajaran Mahayana adalah
Bodhisatva dan Sunyata karena kedua kata itu hamper terdapat pada tiap halaman
tulisan-tulisan Mahayana. Secara harfiah Bodhisattva berarti orang yang hakikat
atau tabiatnya adalah bodhi (hikmat) yang sempurna.
7
M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT. Golden Trayon Press,
1986), cet-1, h.111
6
belum mau masuk Nirwana, dikarenakan belas kasihnya pada dunia, agar dunia
dlam arti seluas-luasnya (termasuk para dewa dan manusia) bisa mendapatkan
Nirwana yang sesempurna mungkin.
Berkaitan dengan cita-cita tentang Bodhisattva ini, di dalam aliran
Mahayana ada ajaran tentang pariwarta, yaitu bahwa kebajikan dapat dipergunakan
untuk kepentinagn orang lain. Orag yang mendapatkan pahala karena
kebajikannya, dapat mempergunakan pahala itu untuk kepentingan orang lain.
Ajaran ini sudah tentu berlainan sekali dengan ajaran Agama Buddha kuno, yang
mengajarka bahwa hidup seseorang terpisah dari hidup orang lain.
Di dalam perjalanan hidupnya yang pajang itu seorang Bodhisattva tidak akan
dilahirkan kembali ke dalam tempat penyiksaan atau dalam keadaan yang tidak
menyenangkan di dunia. Demikian juga seorang Bodhisattva tidak diharuskan
menyagkal dunia ini. Ia menerima keadaan hidup seperti apa adanya. Ia boleh
beristri, memiliki kemewahan, dan kekuasaan.
Hal yang kedua, yang memberi cirri Mahayana ialah ajaran tentang
Sunyata, yang artinya kekosongan.
Kosong (sunyata) berarti: tidak ada yang mendiaminya. Oleh karena itu sunyata
berarti, bahwa tiada pribadi (yang mendiami orang). Segala sesuatu adalah kosong,
oleh karenanya tidak ada yang dapat diinginkan atau dicari. Bukan hanya dunia
yang kosong, melainkan juga Nirwana bahkan Dharma juga kosong. Kebenaran
yang tertinggi adalah kosong, oleh karenanya tak dapat dijadikan sasaran
kepercayaan. Yang Mutlak tak dapat dipegang, seandainya ia dapat dipegang, tak
dapat dikenalnya, sebab Yang Mutlak tidak memiliki cirri-ciri yang membedakan
denga yang lain.
Ajaran tentang banyak Buddha ini dijabarkan dari ajaran tentang lima
skandha, atau lima unsure yang menyusun hidup manusia. Semula diajarkan,
bahwa manusia terduru dari lima skandha, yaitu: rupa (tubuh), wedana (perasaan),
samjna (pengamatan), samskara (kehendak, keinginan dsb.), dan wijnana
(kesadaran).ajaran ini diterapka kepada diri Buddha sendiri. Diajarkan bahwa
Buddha juga terdiri dari lima skadha, dan tiap skandha adalah seorang tokoh
Buddha, yang disebut Tathagana. Kalimat Tathagana itu ialah Wairoscana (Yang
menerangi atau Yang Bersinar), Aksobhya (Yang Tenang, tak terganggu),
Ratnasambhawa (Yang Dilahirkan dari Permata), Amitabha (Terang yang kekal),
Amoghasiddhi (Keuntungan yag tak binasa). Para Tathagana ini berbeda sekali
keadaanya dengan Buddha yang biasa. Para Tathagana adalah Buddha senantiasa,
tidak pernah menjadi manusia, sedang Buddha yang biasa menjadi manusia.
8
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), cet – 13, h.93
8
Buddha yang berfungsi sebagai dewa pada zaman sekarang ini adalah
Amitabha atau Amida. Ia memerintah di dalam sorganya Sukhawati di sebelah
barat. Sebgai juruselamatnya atau Dhyani Bodhisattvanya adalah Awalokiteswara,
sedang Guru atau Utusannya adalah Gautama. Akhirnya, Nirmanakaya adalah
dataran Buddha yang tampak mengalir atau dipatulkan dari Sambhogakaya.
Tubuh ini ditampakan oleh Sakyamuni atau Gautama, setelah ia menjadi Buddha9
9
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), cet – 13, h.96
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Buddha. Gunung Mulia. Jakarta: 2003