Anda di halaman 1dari 13

0

BUDDHISME

ALIRAN MAHAYANA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pengantar Tasawuf Jurusan Studi Agama-Agama
pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik
UIN Alauddin Makassar

Disusun oleh :

STUDI AGAMA – AGAMA


SEMESTER V KELOMPOK 1

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2019

0
i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Segala Puji dan Syukur Kami Panjatkan Kehadirat


Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik serta Hidayah-Nya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan, Shalawat dan taslim kami
sanjungkan kehadirat junjungan kita Nabiullah Muhammad saw. Keluarga,
beserta sahabat-sahabatnya.
Makalah ini di susun untuk melengkapi tugas kelompok jurusan Studi
Agama-agama dalam mata kuliah Buddhisme yang membahas mengenai Aliran
Mahayana.

Penyusun menyadari kehadiran makalah ini masih perlu pemantapan


secara konstruktif pada beberapa bagian. Olehnya itu, penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
penyusunan makalah berikutnya yang lebih baik.
Samata, 06 Oktober 2019

Penyusun

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 4

A. Asal Usul Aliran Mahayana .................................................................... 3


B. Ajaran Pokok Aliran Mahayana ............................................................. 4
C. Tokoh-Tokoh Aliran Mahayana .............................................................. 11
D. Perkembangan Aliran Mahayana ........................................................... 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 15

A. Kesimpulan ............................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Buddha merupakan salah satu agama yang besar di dunia.Kata


Buddha sendiri diambil dari kata Buddh yang berarti membangun.Sedangkan
orang Buddha sendiri artinya orang yang membangun.Ada juga sebutan lain yakni
Bhagavat artinya yang luhur serta Tathagat artinya yang sempurna.Selanjutnya
seorang Buddha adalah orang yang mendapat pengetahuan dengan kekuatannya
sendiri.1 Dalam alur sejarah agama-agama di India zaman agama Buddha dimulai
sejak tahun 500 SM hingga tahun 300 M.Secara historis, agama tersebut
mempunyai kaitan erat dengan agama yang mendahuluinya dan yang datang
sesudahnya, yaitu agama Hindu2. Agama itu timbul didaerah India Utara(daerah
Kerajaan Magadha).

Banyak orang yang belum mengerti mengenai ajaran agama Buddha


terutama mereka yang bukan pemeluk agama itu.Makalah ini mencoba menelisik
lebih dalam lagi mengenai aliran Mahayana dalam agama Buddha.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang kami tetapkan dalam makalah kami adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana Asal Usul Aliran Mahayana dalam Agama Buddha?
2. Apa saja Ajaran Pokok Aliran Mahayana dalam Agama Buddha ?
3. Siapa Saja Tokoh-Tokoh Aliran Mahayana dalam Agama Buddha?
4. Bagaimana Perkembangan Aliran Mahayana dalam Agama Buddha?

C. Tujuan

1. Mengetahui Asal Usul Aliran Mahayana dalam Agama Buddha.


2. Mengetahui Ajaran pokok Aliran Mahayana dalam Agama Buddha.

1
A.G.Honig JR, Ilmu Agama, (Jakarta:Gunung Mulia), 1997, hlm.165
2
Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta:Raja Grafindo Persada), hlm.21
2

3. Mengetahui Tokoh-Tokoh Aliran Mahayana dalam Agama Buddha.


4. Mengetahui Perkembangan Aliran Mahayana dalam Agama Buddha.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal Usul Aliran Mahayana dalam Agama Buddha


Pengertian Mahayana menurut H. Von Glasenapp; Kata yang di dalam
bahasa Sansekerta mempunyai pengertian; “berjalan, berjalan dengan kendaraan
pada suatu jalan, juga berarti jalan ( lorong) lintasan tempat orang bergerak maju,
tetapi juga kendaraan, kereta atau kapal, yang di gunakan orang untuk menempuh
jalan. Sehingga dapat diterjemahkan dengan; Jalan raya yang menuju kepada
kebahagiaan, “ lintasan Kemajuan”, perjalanan hidup yang di tempuh oleh
Bodhisattwa , atau “ perjalanan besar atau “penyeberangan besar” dalam
mengarungi perubahan-perubahan di dunia, atau kendaraan besar yang membawa
orang dari samsara sampai ke Nirwana.3
Aliram Mahayana, yaitu aliran Hinayana yang diperbaharui dengan diberi
pelajaran-pelajaran ekstra yang dipelopori oleh Buddhaghosa atau Asvaghosa.
Aliran Buddhisme ini disebut dengan Mahayana karena dapat menampung
sebanyak-banyaknya orang yang ingin masuk Nirwana, hingga diumpamakan
sebagai sebuah “kereta besar” yang memuat penumpang banyak (arti kata
Mahayana adalah kereta/kendaraan besar).
Berbeda dengan Hinayana yang mempertahankan kemurnian ajaran
Buddha yang tidak mengalami perpecahan dalam aliran-aliran, sebaliknya dalam
Mahayana terjadi perpecahan dalam banyak aliran. Makin banyak kebebasan
berfikir dalam agama diberikan, makin besar kecenderungan untuk berpecah belah
dalam bentuk aliran-aliran (sekte-sekte)4
Kira-kira antara abad pertama dan kedua masehi, maka Agama Buddha di
India mulai Nampak kelemahannya, disebabkan oleh perubahan zaman.
Perubahan zaman meminta agar Agama Buddha dikurangi kesederhanaannya,
hingga lambat laun bentuknya mendekati bentuk Hinduisme. Anasir-anasir baru
ditambahkan, anasir-anasir yang berwujud Panca Dhyani Buddha dengan Panca
3
H.Von Glasenapp, Die Funf grossen Religionen, jilid I. hal. 105.
4
M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT. Golden Trayon Press,
1986), cet-1, h.110
4

Boddhisattvanya, beberapa dewi umpamanya dewi Tara, dewi Berkuti dan


lainnya.5
Di dalam pandangan-pandangan mengenai Buddha sendiri terdapat juga
perubahan-perubahan yang penting. Bagi agama Buddha yang lama, Buddha itu
tidak lain daripada seorang manusia juga, meskipun seorang guru yang termulia,
yang pada akhirnya sampai pada martabat Arahat dan mencapai pencerahan
Agung. Ia adalah manusia dan tetap manusia.
Di dalam hubungannya dengan mereka yang percaya kepada ajarannya,
Buddha itu tidak lain daripada orang yang telah menunjukkan jalan dan pada jalan
yang ditunjukannya orang harus berjalan.
Di dalam Mahayana, Buddha menjadi suatu makhluk dari golongan yang
lebih tinggi, jauh diatas para manusia. Meskipun ia tidak diapandang sebagai
Allah dalam arti yang sebenarnya, tetapi setidak-tidaknya ia dianggap mempunyai
sifat luar biasa dan ia makin menjadi objek pemujaan dan penyembahan.6
Buddha Mahayana memandang diri dia sendiri sebagai bagian dari tradisi
Buddha saat ini dengan mengembangkan Buddha surge dan Bodhisatva yang
berfungsi sebagai dewa untuk membimbing para pengikutnya menuju jalan
keselamatan. Ketika penganut agama Buddha Mahayana melakukan meditasi atau
bersemedi, dia membayangkan bahwa Bodhisatva duduk bersamanya dalam
meditasi tersebut. Pada saat inilah dia dapat mengkonsentrasikan dirinya dalam
melaksanakan meditasi. Konsentrasi dalam meditasi sangat penting, dan tanpa itu
biasanya tujuan meditasi tidak akan terwujud denga baik.

B. Ajaran Pokok Aliran Mahayana dalam Agama Buddha

Pokok-pokok ajaran Mahayana secara ringkas mengajarkan:


a. Seseorang dalam mencapai Nirwana tidak egoistismementingkan
dirinya sendiri akan tetapi dapat saling membantu.
b. Kunci keutamaan ialah kasih sayang yang disebut “karuna”

5
Kebahagiaan dalam Dhamma, (Depok: Bromo FC), h.334
6
A.g Honig Jr, Ilmu Agama, ( Jakarta: Gunung Mulia, 2003 ), cet – 10, h.225
5

c. Pencapaian tertinggi adalah Bodhisatva (orang yang telah mencapai


ilham sehingga terjamin untuk masuk Nirwana).
d. Buddha dipandang sebagai juru selamat mausia.
e. Ajarannya bersifat liberal7

Dua kata yang seolah-olah menjadi kunci bagi ajaran Mahayana adalah
Bodhisatva dan Sunyata karena kedua kata itu hamper terdapat pada tiap halaman
tulisan-tulisan Mahayana. Secara harfiah Bodhisattva berarti orang yang hakikat
atau tabiatnya adalah bodhi (hikmat) yang sempurna.

Sebelum Mahayana timbul, pengertian Bodhisattva sudah dikenal juga,


dan dikenakan juga kepada Buddha Gautama, sebelum ia menjadi Buddha. Di situ
Bodhisattva berarti orang yang sedang dalam perjalanan untuk mencapai hikmat
yang sempurna, yaitu orang yag akan menjadi Buddha. Jadi semula Bodhisattva
adalah sebuah gelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk menjadi Buddha. Di dalam
Mahayana Bodhisattva adalah orang yang sudah melepaskan diri dan dapat
menemukan sarana untuk menjadikan benih pencerahan tumbuh dan menjadi
masak pada diri orang lain. Seorang Bodhisattva bukan hanya merenungkan
kesengsaraan dunia saja, melainkan juga turut merasakannya dengan berat. Oleh
karenanya ia sudah mengambil keputusan untuk mempergunakan aktivitasnya
sekarang dan kelak untuk keselamatan dunia. Karena kasihnya kepada dunia maka
segala kebajukannya dipergunakan untuk menolong orang lain.
Cita-cita tertinggi di dalam Mahayana adalah untuk menjadi Bodhisattva.
Cita-cita ini berlainan sekali dengan cita-cita Hinayana, yaitu untuk menjadi
arahat. Sebab seorang arahat hanya memikirkan kelepasan diri sendiri. Cita-cita
Mahayana ini juga berlainan sekali dengan cita-cita untuk menjadi Pratyeka
Buddha, seperti yang diajarkan oleh Hinayana, yaitu bahwa karena usahanya
sendiri orang dapat mencapai pencerahan bagi dirinya sendiri saja, tidak untuk
diberitakan kepada orang lain. Sekalipun karena kebajikannya seorang Bodhisattva
sudah dapat mencapai Nirwana namun ia memilih jalan yang lebih panjang. Ia

7
M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT. Golden Trayon Press,
1986), cet-1, h.111
6

belum mau masuk Nirwana, dikarenakan belas kasihnya pada dunia, agar dunia
dlam arti seluas-luasnya (termasuk para dewa dan manusia) bisa mendapatkan
Nirwana yang sesempurna mungkin.
Berkaitan dengan cita-cita tentang Bodhisattva ini, di dalam aliran
Mahayana ada ajaran tentang pariwarta, yaitu bahwa kebajikan dapat dipergunakan
untuk kepentinagn orang lain. Orag yang mendapatkan pahala karena
kebajikannya, dapat mempergunakan pahala itu untuk kepentingan orang lain.
Ajaran ini sudah tentu berlainan sekali dengan ajaran Agama Buddha kuno, yang
mengajarka bahwa hidup seseorang terpisah dari hidup orang lain.
Di dalam perjalanan hidupnya yang pajang itu seorang Bodhisattva tidak akan
dilahirkan kembali ke dalam tempat penyiksaan atau dalam keadaan yang tidak
menyenangkan di dunia. Demikian juga seorang Bodhisattva tidak diharuskan
menyagkal dunia ini. Ia menerima keadaan hidup seperti apa adanya. Ia boleh
beristri, memiliki kemewahan, dan kekuasaan.
Hal yang kedua, yang memberi cirri Mahayana ialah ajaran tentang
Sunyata, yang artinya kekosongan.
Kosong (sunyata) berarti: tidak ada yang mendiaminya. Oleh karena itu sunyata
berarti, bahwa tiada pribadi (yang mendiami orang). Segala sesuatu adalah kosong,
oleh karenanya tidak ada yang dapat diinginkan atau dicari. Bukan hanya dunia
yang kosong, melainkan juga Nirwana bahkan Dharma juga kosong. Kebenaran
yang tertinggi adalah kosong, oleh karenanya tak dapat dijadikan sasaran
kepercayaan. Yang Mutlak tak dapat dipegang, seandainya ia dapat dipegang, tak
dapat dikenalnya, sebab Yang Mutlak tidak memiliki cirri-ciri yang membedakan
denga yang lain.

C. Tokoh-Tokoh Aliran Mahayana dalam Agama Buddha

D. Perkembangan Aliran Mahayana dalam Agama Buddha


Di dalam perkembagannya Mahayana mengalami bermacam-macam
pengaruh, diantaranya dari gerakan Bakti dan dari aliran Tantra.
7

Bakti adalah penyembahan pribadi yang berdasarkan kasih kepada dewa


yang disembah yang digambarkan dalam bentuk manusia. Sejak abad pertama
Masehi, Bakti mempengaruhi Agama Buddha, dan makin lama pengaruh itu
makin kuat. Karena timbulnya unsure penyembahan ini berubahlah keterangan
tentang ajaran mengenai tempat perlindungan orang Buddhis. Di dalam agama
Buddha Hinayana, Triratna, yaitu Buddha, Dharma dan Sangha, menjadi tempat
perlindungan.. akan tetapi di dalam Mahayanatempat perlindungan itu ialah para
Buddha, anak-anak Buddha, atau Bodhisattva dalam arti yang laus dan
Dharmakarya. Demikianlah di dalam Mahayana timbul ajaran tentang banyak
Buddha, yang diuraikan secara mitologis.8

Ajaran tentang banyak Buddha ini dijabarkan dari ajaran tentang lima
skandha, atau lima unsure yang menyusun hidup manusia. Semula diajarkan,
bahwa manusia terduru dari lima skandha, yaitu: rupa (tubuh), wedana (perasaan),
samjna (pengamatan), samskara (kehendak, keinginan dsb.), dan wijnana
(kesadaran).ajaran ini diterapka kepada diri Buddha sendiri. Diajarkan bahwa
Buddha juga terdiri dari lima skadha, dan tiap skandha adalah seorang tokoh
Buddha, yang disebut Tathagana. Kalimat Tathagana itu ialah Wairoscana (Yang
menerangi atau Yang Bersinar), Aksobhya (Yang Tenang, tak terganggu),
Ratnasambhawa (Yang Dilahirkan dari Permata), Amitabha (Terang yang kekal),
Amoghasiddhi (Keuntungan yag tak binasa). Para Tathagana ini berbeda sekali
keadaanya dengan Buddha yang biasa. Para Tathagana adalah Buddha senantiasa,
tidak pernah menjadi manusia, sedang Buddha yang biasa menjadi manusia.

Pengaruh Tantra menimbulkan pada Mahayana ajaran tentang , yaitu


Buddha yang pertama, yang dipandang sudah ada pada mula pertama, yang tanpa
asal, yang berada karena dirinya sendiri, yang tak pernah tampak karena berada di
dalam Nirwana. Hakikat Adhi Buddha adalah terang yang murni. Ia timbul dari
sunyata, kekosongan. Dengan lima macam permenungan (dhayana) sang Adhi
Buddha mengalirkan dari dirinya lima Buddha, yang disebut Dhiyani Buddha,
yaitu: Wairocana, Aksobhya, Ratnasambhawa, Amitabha, dan amoghasiddhi.

8
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), cet – 13, h.93
8

Kesatuan tentang ajaran Buddha yang bermacam-macam itu didapatkan


dalam ajaran tentang tiga tubuh Buddha (trikaya). Ketiga tubuh itu adalah:
Dharmakaya, Sambhogakaya, dan Nimanakaya. Dharmakaya adalah tubuh
kebahagiaan, tubuh hakiki, sedang Sambhogakaya adalah penjelmaan sorgawi
Dharmakaya dan Nirmanakaya adalah tubuh penampakan, emanasi (pengaliran),
transformasi atau pemantulan tubuh sorgawi, yaitu tubuh yang tampak pada tiap
manusia Buddha.

Buddha yang berfungsi sebagai dewa pada zaman sekarang ini adalah
Amitabha atau Amida. Ia memerintah di dalam sorganya Sukhawati di sebelah
barat. Sebgai juruselamatnya atau Dhyani Bodhisattvanya adalah Awalokiteswara,
sedang Guru atau Utusannya adalah Gautama. Akhirnya, Nirmanakaya adalah
dataran Buddha yang tampak mengalir atau dipatulkan dari Sambhogakaya.
Tubuh ini ditampakan oleh Sakyamuni atau Gautama, setelah ia menjadi Buddha9

9
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), cet – 13, h.96
9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Mahayana menurut H. Von Glasenapp; Kata yang di dalam bahasa Sansekerta


mempunyai pengertian; “berjalan, berjalan dengan kendaraan pada suatu jalan,
juga berarti jalan ( lorong) lintasan tempat orang bergerak maju, tetapi juga
kendaraan, kereta atau kapal, yang di gunakan orang untuk menempuh jalan.
Sehingga dapat diterjemahkan dengan; Jalan raya yang menuju kepada
kebahagiaan, “ lintasan Kemajuan”, perjalanan hidup yang di tempuh oleh
Bodhisattwa , atau “ perjalanan besar atau “penyeberangan besar” dalam
mengarungi perubahan-perubahan di dunia, atau kendaraan besar yang membawa
orang dari samsara sampai ke Nirwana
B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terapat banyak
kekuranngan, olehnya itu diharapkan kritik dan saran teman-teman terutama
dosen pengajar yang bersifat membangun.
10

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manaf, Mujahid. Sejarah agama-Agama. Raja Grafindo Persada. Jakarta:


1996

Arifin, Muhammad. Menguak Misteri Ajaran agama-Agama Besar. Golden


Trayon Press. Jakarta: 1986

Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Buddha. Gunung Mulia. Jakarta: 2003

Jr, A.g Honig. Ilmu Agama. Gunung Mulia. Jakarta: 2003

T, Suwarto. Buddha Dharma Mahayana. Majelis Buddhayana Indonesia. Jakarta:


1995

Kebahagiaan Dalam Dhama. Majelis Buddhayana Indonesia. 1980

Anda mungkin juga menyukai