Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“KONSEPSI KETUHANAN DALAM WEDA”

Dosen Pengampu :
Drs. I Nengah Karsana,M.Ag

Oleh :
Kelompok 09
1. I MADE DEDI SWANDANA ( 2311011082 )
2. MEGA SINTYA ( 2311011039 )

Kelas : A1 PAH Denpasar

PENDIDIKAN AGAMA HINDU


FAKULTAS DHARMA ACARYA
UNIVERSITAS HINDU NEGERI I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR
2023
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Rasa angayu bhagya kami persembahkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, oleh karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, maka kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsepsi Ketuhanan Dalam Weda” makalah ini
merupakan suatu upaya untuk memenuhi suatu etika yang terpuji di dalam melaksanakan
swadharma yang dapat dijadikan acuan berpijak dalam menginterprestasikan ajaran-ajaran
agama.
Makalah ini menguraikan tentang ajaran Konsepsi Ketuhanan Dalam Weda, semoga
para insan yang telah mengaplikasikan bisa menambah suatu pengalaman yang baik di dalam
melaksanakan swadharma dan mentaati aturan-aturan agama.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
membimbing sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini memiliki nilai
guna bagi para pembaca.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, 19 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................................................1
1.3 TUJUAN MAKALAH..................................................................................................1
1.4 MANFAAT MAKALAH..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN KONSEPSI KETUHANAN DALAM WEDA.....................................3
2.2 MAKNA KONSEPSI KETUHANAN DALAM WEDA...............................................3
2.3 DEWA, BHATARA DAN AWATARA DALAM HINDU...........................................6
2.4 LALU SIAPAKAH SEBENARNYA TUHAN DALAM AGAMA HINDU.................9
2.5 CATUR MARGA YOGA SEBAGAI UPAYA JALAN MENUJU IDA SANG
HYANG WIDI WASA...................................................................................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................................13
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................13
3.2 SARAN...........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Manusia, selain makhluk sosial adalah makhluk religius. Salah satu buktinya,
manusia masih menganggap bahwa ada kekuatan Maha Agung yang memiliki kuasa atas
hidupnya dan juga alam semesta. Nilai-nilai religius yang ada dalam diri manusia
tertuang dalam sebuah keyakinan tentang keTuhanan dan terimplementasikan lewat
agama-agama.

Di Indonesia, ada enam agama yang banyak dianut masyarakatnya, yaitu Islam,
Hindu, Protestan, Katolik, Buddha, dan Khonghucu. Agama adalah salah satu jalan
manusia menuju Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa). Di dalam agama, manusia
mempelajari nilai-nilai Ketuhanan.

Dalam ajaran agama Hindu, tidak ada pandangan bahwa Tuhan itu berbeda, antara
yang dipuja umat agama yang satu dan lainnya. Konsep dasar memahami Ketuhanan
dalam agama Hindu adalah, bahwa Tuhan itu satu dan dipuja dengan berbagai cara dan
jalan berdasarkan etika.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Jelaskan pengertian Konsepsi Ketuhanan dalam Weda ?
2. Jelaskan Makna Konsepsi Ketuhanan dalam Weda ?
3. Apa Pengertian, Hubungan, perbedaan serta Sloka yang Mendukung Keberadaan
Deva, Bhatara dan Avatara Dalam Hindu?
4. Siapakah Tuhan dalam Agama Hindu?
5. Jelaskan Catur Marga Yoga Sebagai Upaya Jalan Menuju Ida Sang Hyang Widi
Wasa?

1.3 TUJUAN MAKALAH


1. Untuk mengetahui apa pengertian Konsepsi Ketuhanan dalam Weda.
2. Untuk mengetahui apa Makna Konsepsi Ketuhanan dalam Weda
3. Untuk mengetahui apa Pengertian, Hubungan, perbedaan serta Sloka yang
Mendukung Keberadaan Deva, Bhatara dan Avatara Dalam Hindu?

1
4. Untuk mengetahui siapakah Tuhan dalam Agama Hindu.
5. Untuk mengetahui Catur Marga Yoga Sebagai Upaya Jalan Menuju Ida Sang
Hyang Widi Wasa.

1.4 MANFAAT MAKALAH


Manfaat yang kita dapat dari materi ini adalah kita menjadi tahu bagaimana konsepsi
ketuhanan dalam Weda , siapakah tuhan dalam agama hindu, Dewa Bhatara Awatara dan
catur marga yoga sebagai upaya jalan menuju tuhan yang semua di dasari atas sradha.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KONSEPSI KETUHANAN DALAM WEDA.


Konsepsi Ketuhanan dalam Weda merupakan kepercayaan yang bersifat
monoteisme seperti misal nya Sloka nya menyebutkan Eka Evam Adwiyyam Brahman,
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa, Eko Narayanad nadwityo Asti Kascit.
Semuanya menyebutkan tuhan itu satu atau esa.

2.2 MAKNA KONSEPSI KETUHANAN DALAM WEDA


Dalam ajaran agama Hindu, tidak ada pandangan bahwa Tuhan itu berbeda, antara
yang dipuja umat agama yang satu dan lainnya. Konsep dasar memahami Ketuhanan
dalam agama Hindu adalah, bahwa Tuhan itu satu dan dipuja dengan berbagai cara dan
jalan berdasarkan etika. Sastra Veda dalam Upanisad IV.2.1. menyebutkan: Ekam Ewa
Adwityam Brahman (Tuhan itu hanya satu, tidak ada duanya). Sementara dalam
Narayana Upanisad ditegaskan: Eko Narayana Nadwityo Astikacit (Hanya satu Tuhan,
sama sekali tidak ada duanya).
Dalam mewujudkan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan sifat-Nya yang
Acintya (tidak dapat terfikirkan), manusia dengan sifatnya yang Awidya (tidaksempurna)
memuja Tuhan dengan berbagai rupa, nama dan sebutan, serta berbagai interprestasi. Ini
seperti tertuang dalam kitab suci Weda: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti (Hanya satu
Tuhan, namun orang bijaksana menyebut-Nya dengan banyak nama).
Ketika ada orang yang mengatakan bahwa kamu memiliki Tuhan yang berbeda
dengan saya; atau mengatakan Tuhan yang saya sembah lebih bagus dari Tuhanmu dan
kamu harus menyembah Tuhan yang saya sembah, jika tidak kamu adalah manusia yang
tidak berTuhan; sesungguhnya itu adalah pernyataan keliru. Kita memuja Tuhan dengan
berbagai manifestasi-Nya, karena sesungguhnya Tuhan meresapi seluruh yang telah ada,
yang ada dan yang akan ada. Tuhan berada di semua ciptaan-Nya dan secara bersamaan
berada juga di luar ciptaa-Nya, tidak terbatas oleh ruang dan waku dan ada di mana-
mana, bahkan di dalam diri kita.
Tuhan bersifat Acintya atau tidak terpikirkan oleh manusia. Artinya, manusia tidak
dapat menggambarkan Tuhan dengan sempurna. Sebagai makhluk yang dikarunia akal
dan fikiran, manusia memiliki cara untuk mewujudkan bhaktinya kepada Sang Penguasa
Alam Semesta dengan berbagai cara berdasarkan nilai-nilai dharma (kebenaran).

3
Kita sebagai manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan secara utuh. Kita hanya
dapat menggambarkan Tuhan seperti apa yang kita pikirkan dan untuk diri kita sendiri.
Karena definisi Tuhan menurut saya akan berbeda dengan definisi Tuhan menurut anda.
Namun kebenaran yang mutlak itu adalah Tuhan itu satu tunggal adanya.
Kita seperti orang buta yang meraba gajah dalam menggambarkan keagungan
Tuhan. Orang buta pertama, ketika diberi kesempatan meraba gajah dan yang diraba
adalah kaki gajah, maka dia akan memberikan definsi berdasarkan pengalaman
indrawinya; bahwa gajah itu seperti tiang-tiang yang kokoh. Selanjutnya, orang buta
kedua yang meraba telinga, maka akan mendifinisikan bahwa gajah seperti kipas yang
besar. Demikian juga orang buta ketiga yang meraba ekor gajah, maka dia akan
memberikan kesimpulan bahwa gajah itu seperti cambuk cemeti.
Apakah orang buta tadi meraba objek yang sama? Tentu iya. Namun apakah
memiliki pandangan dan kesimpulan yang sama atas objek yang dirabanya, tentu tidak.
Kebenarannya adalah dia meraba gajah yang sama, tapi tidak bisa menggambarkan gajah
itu dengan utuh. Jika orang buta satu memaksakan pandangannya untuk dapat diterima
oleh orang buta lainnya, maka akan terjadi konflik.
Demikian juga kita dalam memahami Tuhan. Tidak ada satu orangpun di dunia ini
yang dapat menggambarkan Tuhan dengan utuh. Mereka memuja Tuhan dengan cara
yang berbeda. Jadi Pujalah Tuhan itu berdasarkan keyakinan yang mendalam yang
tumbuh dari hati sanubarimu yang terdalam. Karena kebenaran itu muncul dari hati
sanubari kita yang terdalam. Maka tanamkan nilai-nilai keTuhanan itu ke dalam diri kita
masing-masing. Ketika nilai-nilai Ketuhanan yang ada dalam diri kita tumbuh subur,
maka tidak ada kesengsaraan, karena yang ada hanya kedamaian.
Dalam Weda maupun kitab-kitab cabangnya, Tuhan Yang Maha Esa disebut
dengan berbagai nama. Kita dapat menemukan sebutan Brahma Sahasranama, Wisnu
Sahasranama, Siwa Sahasranama, yang artinya Brahma dengan seribu nama, Wisnu
dengan seribu nama, Siwa dengan seribu nama walaupun disebut dengan seribu nama
pada hakikatnya Tuhan adalah tetap Maha Esa atau tunggal. Di dalam sumber yang sama
RgWeda juga ditemukan konsepsi Tuhan yang tunggal sebagai berikut "Ekam sat wiprah
bahudha vadanti" hanya satu Tuhan, tapi para bijaksana menyebutnya dengan banyak
nama. Keyakinan akan ke-Esa-an atau ketunggalan Tuhan dalam agama Hindu
dinyatakan dengan dua cara pandang, yaitu Tuhan yang memiliki sifat Nirguna Brahman
(Tuhan tidak berwujud dan merupakan jiwa suci) dan Tuhan yang bersifat Saguna

4
Brahman (Tuhan yang diberi nama, bentuk dan atribut lainnya). Sebagai Nirguna
Brahman, Tuhan dinyatakan tak berwujud, tidak terpikirkan dan abstrak.

Sementara itu, menurut pandangan Saguna Brahman, Tuhan berwujud,


berkepribadian dan disimbolkan dengan berbagai atribut yang satu sama lain berbeda,
sehingga mengesankan Tuhan itu bersifat jamak. Dalam agama Hindu, Tuhan
dipersonifikasikan atau diumpamakan menjadi tuhan yang memiliki sifat-sifat
diantaranya maskulin dan feminim, lingga dan yoni, akasa-pertiwi, cetana (kesadaran)
dan acetana (ketidaksadaran). Tuhan yang satu kemudian dikembangkan ke dalam
konsepsi tiga yang memiliki fungsi berbeda-beda yang dikenal dengan istilah Tri Murti.
Sebagai pencipta disebut dewa Brahma (aksara suci nya A) dengan saktinya Saraswati.
Sebagai pemelihara, ia disebut sebagai dewa Wisnu (aksara sucinya U) dengan saktinya
Dewi Sri dan Tuhan yang dalam fungsinya sebagai pelebur disebut sebagai dewa Siwa
(aksara sucinya M) dengan saktinya dewi Durga, Dewa Tri Murti disimbolkan dan dipuja
di Pura Desa, Pura Puseh, dan di Pura Dalem. Jadi, Tuhan yang tunggal menginspirasi
Tuhan dalam tiga fungsi utama sekaligus sebagai pengakuan atas sebuah siklus lahir
(Brahma), hidup (Wisnu), dan mati (Siwa) atau dalam agama Hindu proses itu disebut
utpeti, stiti, pralina.

Jika ketiga simbol dari masing-masing Dewa Trimurti tersebut digabungkan,


maka akan menjadi AUM yang dibaca "OM" yang merupakan simbol suci agama Hindu.
Dalam konsep Brahmawidya, Tri Murti merupakan sistem percaya akan Tuhan yang
paling dasar. Tri Murti sendiri sering digunakan dalam pelaksanaan upacara keagamaan
di Bali maupun daerah lain yang beragama Hindu, karena dalam hal ini Tri Murti seperti
yang sudah disebutkan diatas merupakan sebuah bentuk perwujudan atau simbol nyata
daripada kekuatan utama dalam alam semesta ini.

Terlepas dari hal tersebut ada banyak ajaran dan pengetahuan dalam agama
Hindu, diantaranya yang paling dasar adalah ajaran Panca Sradha. Menurut Sudharta dan
Atmaja inti dari Tattwa adalah Panca Sradha. Panca Sradha inilah yang membangun
konsep Brahmawidya yang hendak diungkapkan dalam Bhagavadgita. Panca Sradha
secara etimologi terdiri dari kata Panca dan Sradha, Panca adalah lima dan Sradha adalah
keyakinan atau kepercayaan. Lima dasar kepercayaan itu adalah percaya adanya
Brahman, Atma, Karma Phala, Punarbhawa, dan Moksa..

5
2.3 DEWA, BHATARA DAN AWATARA DALAM HINDU
Dewa, Bhatara dan Awatara Dalam Hindu - Di dalam agaka Hindu kita mengenal
yang namanya Dewa, Bhatara dan Awatara. Berikut adalah penjelasannya.
A. Pengertian Deva, Bhatara dan Awatara
Dewa
Deva adalah sinar suci Brahman atau Sang Hyang Widhi yang mempunyai tugas
berbeda-beda. Kata Deva itu sendiri berasal dari bahasa Sanskerta divyang artinya sinar.
Sesuai dengan artinya, fungsi Deva adalah untuk menyinari, menerangi alam semesta
agar selalu terang dan terlindungi. Dalam Agama Hindu dikenal banyak Deva dengan
berbagai fungsinya, antara lain:
 Deva Indera adalah deva yang menguasai ilmu perang sehingga dikenal sebagai
Deva perang;
 Deva Brahma adalah deva pencipta alam semesta beserta isinya;
 Deva Wisnu sebagai deva pemelihara dunia beserta isinya;
 Deva Siwa sebagai deva pemeralina yang mengembalikan dunia kembali ke
asalnya;
 Deva Baruna sebagai deva penguasa laut;
 Devi Saraswati sebagai deva penguasa ilmu pengetahuan;
 Deva Ganeca sebagai deva kecerdasan dan penyelamat umat manusia;
 Devi Sri sebagai deva kemakmuran; dan
 Deva Sangkara sebagai deva penguasa tumbuh-tumbuhan.

Bhatara
Kata Bhatara berasal dari kata bhatryang berarti kekuatan Brahman, Sang Hyang
Widhi yang juga mempunyai fungsi sebagai pelindung umat manusia dan dunia dengan
segala isinya. Dalam Agama Hindu dikenal ada banyak Bhatara, antara lain:
 Bhatara Bayu yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan udara atau angin.
 Bhatara Indra yang mempunyai kekuatan untuk mengadakan hujan.
 Bhatara Agni yang mempunyai kekuatan untuk menjadikan api yang panas.
 Bhatara Basuki yang mempunyai kekuatan untuk menciptakan kesuburan.
 Bhatara Anantaboga yang mempunyai kekuatan untuk menstabilkan bumi.

6
Awatara
Kata Avatara berarti kelahiran Brahman. Dalam hal ini, Brahman melahirkan diri-Nya
sendiri dengan wujud yang sesuai dengan kehendak-Nya untuk menyelamatkan umat
manusia dan dunia beserta isinya dari ancaman kejahatan yang sudah merajalela.
Umat Hindu percaya bahwa kehidupan umat manusia dan bumi beserta isinya tidak
kekal dan berada dalam siklus perubahan abadi yang bisa baik dan juga bisa buruk.
Dalam perjalanan kehidupan umat manusia tidak dapat lepas dari siklus
perubahan.Terkadang pengaruh buruk yang menguasai alam semesta dan di lain waktu
pengaruh baik yang mempengaruhi.
Manakala dunia beserta isinya berada dalam ancaman pengaruh buruk sifat manusia,
yang ditandai dengan kejahatan merajalela, wanita tidak lagi diberikan kemuliaan dan
penghormatan, perang terjadi di mana-mana, maka Brahman atau Sang Hyang Widhi
turun ke dunia dengan mengambil wujud sesuai dengan keadaan zaman. Tujuannya
untuk menyelamatkan umat manusia, alam semesta beserta isinya dari kehancuran.

Dengan demikian, Avatara merupakan penjelmaan Brahman dengan mengambil


wujud tertentu dengan tujuan untuk menyelamatkan umat manusia dan dunia beserta
isinya. Menurut Purana (bagian dari pada Veda), dikenal ada 10 Awatara Dalam Agama
Hindu yang turun ke dunia untuk tujuan menyelamatkan umat manusia, alam semesta,
dan segala isinya dari kehancuran.
Dasa Awatara dari zaman ke zaman
1. Matsya Awatara, ikan maha besar, muncul saat Satya Yuga
2. Kurma Awatara, sang kura-kura, muncul saat Satya Yuga sebagai alas gunung
mandara
3. Waraha Awatara, sang babi hutan, muncul saat Satya Yuga untuk
menyelamatkan bumi saat tenggelam karena dilempar raksasa hiranyaksa.
4. Narasimha Awatara, manusia berkepala singa, muncul saat Satya Yuga
5. Wamana Awatara, sang orang cebol, muncul saat Treta Yuga
6. Parasurama Awatara, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga
7. Rama Awatara, sang ksatria, muncul saat Treta Yuga
8. Kresna Awatara, putra Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga
9. Buddha Awatara, pangeran Siddharta Gautama, muncul saat Kali Yuga
10. Kalki Awatara, sang pemusnah, muncul saat Kali Yuga

7
B. Hubungan Deva, Bhatara, Avatara
Sebagai manifestasi, Deva Wisnu yang turun ke dunia antara Deva, Bhatara, dan
Avatara mempunyai masing-masing hubungan, yaitu:
1. Semuanya bersumber dari Brahman/Sang Hyang Widhi,
2. Masing-masing mempunyai fungsi dan tugas menyelamatkan dunia dari adharma,
3. Masing-masing mempunyai sifat yang sama dengan Brahman
4. Deva, Bhatara, dan Avatara adalah maha pemurah terhadap makhluk hidup.

C. Perbedaan Deva, Bhatara, dan Avatara


1. Deva berasal dari kata Div yang berarti sinar. Jadi, Dewa memiliki arti atau
makna sinar yang menunjukkan sebagai sinar sucinya Tuhan Yang Maha Esa.
2. Bhatara berasal dari bahasa Sanskerta dari akar kata Bhatr, yang artinya
Pelindung. Jadi Bhatara adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk
meningkatkan kualitas kesucian dirinya sehingga mampu menjadi Manawa ke
Madawa atau setingkat Bhatara yang dapat melindungi kesejahteraan umat
manusia.
3. Avatara adalah turunnya kekuatan Sang Hyang Widhi ke dunia sebagai Dewa
Wisnu dengan mengambil suatu bentuk tertentu untuk menyelamatkan dunia
beserta isinya dari kehancuran yang disebabkan oleh sifat-sifat Adharma.
D. Sloka yang Mendukung Keberadaan Deva, Bhatara dan Avatara
1. Bhagavadgita IV. 5
Banyak kelahiran yang telah Aku jalani di masa lalu, demikian juga engkau wahai
Arjuna, semuanya itu Aku mengetahuinya, tetapi engkau tidak wahai Parantapa (Arjuna)
2. Bhagavadgita IV. 6
Walaupun Aku tak terlahirkan, abadi, dan menguasai segala makhluk, namun dengan
menundukkan kekuatan Ku sendiri, Aku bisa mewujudkan diriku melalui kekuatan maya
Ku
3. Bhagavadgita IV. 8
Demi untuk melindungi orang-orang suci, serta untuk memusnahkan orang-orang jahat,
dan demi untuk menegakkan dharma ku

8
2.4 LALU SIAPAKAH SEBENARNYA TUHAN DALAM AGAMA HINDU
Tuhan dalam agama Hindu disebut Brahman atau di Bali biasa disebut Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang artinya Tuhan yang maha besar dan tahu segalanya. Segala sesuatu
tentang Brahman/Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak secara gampang bisa kita pahami
kecuali kita sudah memiliki hati yang tulus, bijaksana dan tidak memiliki keterikatan
terhadap apapun masalah keduniawian dikarenakan sifat-sifat beliau. Sifat-sifat Beliau
banyak disebutkan dalam kitab suci. Dalam Weda disebutkan 4 sifat kemahakuasaan
dari Tuhan yang disebut Cadu Sakti yang diantaranya :
1. Wibhu Sakti : Tuhan Maha Ada yang memenuhi dan meresapi seluruh
bhuana/dunia dan berada dimana-mana, tidak terpengaruh dan tidak berubah
("Wyapi Wyapaka Nir Wikara") dan tidak ada tempat yang kosong bagi Beliau
karena beliau memenuhi segalanya. Beliau ada di dalam dan di luar ciptaan-Nya.
2. Prabhu Sakti : Tuhan Maha Kuasa yang menjadi raja dari segala raja (Raja Diraja),
yang menguasai segalanya baik dalam hal penciptaan (Utpetti), pemeliharaan
(Stiti), dan Pelebur (Prelina).
3. Jnana Sakti : Tuhan Maha Tahu yang mengetahui segala sesuatu yang terjadi baik
di alam nyata maupun tidak nyata, yang terjadi di masa lampau(Atita), yang sedang
terjadi(Wartamana), ataupun yang akan terjadi (Nagata)
4. Krya Sakti : Tuhan Maha Karya yang setiap saat tidak pernah berhenti melakukan
aktifitas baik dalam penciptaan, pemeliharaan, pelebur, pengawasan, penjagaan,
sutradara dalam sandiwara kehidupan (demi memberikan pembelajaran dan
pengetahuan) dan segala aktifitas lainnya.
Disamping sifat kemahakuasaan di atas, Tuhan/Brahman/Ida Sang Hyang Widhi juga
memiliki sifat sebagai berikut seperti yang disebutkan dalam kitab Wrhaspati Tattwa
yang disebut sebagai Asta Iswara yang diantaranya :
2. Anima : Tuhan bagaikan setiap atom yang mempunyai kehalusan yang bahkan lebih
halus dari partikel apapun
3. Lagima : Sifat Tuhan yang sangat ringan bahkan lebih ringan dari ether
4. Mahima : Dapat memenuhi segala ruang, tidak ada tempat kosong bagi Beliau
5. Prapti : Segala tempat bisa dicapai, Beliau dapat pergi kemanapun yang
dikehendaki dan Beliau telah ada.
6. Prakamya : Segala kehendakNya akan selalu terjadi.
7. Isitwa : Tuhan merajai segala-galanya, dalam segala hal yang paling utama
8. Wasitwa : Menguasai dan dapat mengatasi apapun.

9
9. Yatrakamawasayitwa : Tidak ada yang dapat menentang kehendakNya.
Adapun sifat-sifat Tuhan yang merupakan sumber dari segala kehidupan (Parama Atma)
adalah :
1. Achintya : tak terpikirkan
2. Awikara : tak berubah-ubah
3. Awyakta : tak terlahirkan.
4. Achodya : tak terlukai oleh senjata
5. Adhaya : tak terbakar oleh api
6. Akledya : tak terkeringkan oleh angin
7. Achesyah : tak terbasahi oleh air
8. Nitya : kekal abadi
9. Sarwagatah : ada dimana-mana
10. Sthanu : tak berpindah-pindah
11. Acala : tak bergerak
12. Sanatana : selalu dalam keadaan sama
13. Atarjyotih : maha sempurna sesempurna-purnanya.
Dengan adanya sifat-sifat Beliau seperti di atas sangatlah sulit bagi orang awam untuk
bisa mengerti dan memahami Tuhan kecuali kita sudah memiliki keyakinan teguh,
berusaha untuk memahami dan menghayati keberadaan Beliau, melepaskan semua ikatan
terhadap keinginan duniawi, dan memasrahkan sepenuhnya untuk Beliau.
Lalu apakah fungsi Dewa-Dewi? Apakah mereka bukan Tuhan?
Dewa berasal dari kata "Div" yang artinya sinar suci dari Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi.
Dewa adalah belahan dari Tuhan yang mana sebenarnya sama dengan mahluk lainnya
termasuk manusia yang merupakan percikan terkecil dari Beliau karena Beliau adalah
sumber dari segala kehidupan hanya saja Dewa berbentuk Sarira/roh/atma yang
mempunyai sifat dan kemahakuasaan yang hampir sama dengan Tuhan. Diantara nama
Dewa-Dewa yang ada hanya ketiga dewa yang mempunyai sifat yang mendekati sama
dengan Tuhan diantaranya Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa sehingga ketiga
dewa tersebut dijadikan dewa tertinggi dalam agama Hindu yang disebut Tri Murti.
Fungsi para dewa adalah untuk mengatur jalannya roda kehidupan baik dalam
penciptaan, perjalanan waktu, dan peleburan serta proses setelah kematian. Mereka juga
membantu makluk lainnya termasuk manusia untuk bisa mengerti konsep ketuhanan dan
mengatur tatatan hidup manusia. Sehingga secara tidak langsung mereka adalah wakil
dari Tuhan yang mengatur segala kehidupan sesuai dengan tugasNya masing-masing dan

10
juga sebagai penghubung antara Tuhan dengan ciptaanNya. Dengan kata lain apabila
manusia melakukan persembahan kepada salah satu dewa maka sama artinya mereka
menyembah Tuhan dan dewa lainnya karena mereka semua adalah satu tetapi berbeda
karena fungsinya. Sama halnya dengan kita sendiri, dengan menjaga diri sendiri dan
menghormati orang lain artinya juga kita menjaga dan menghormati Tuhan karena Tuhan
juga bersemayam dalam diri manusia.
Jika diibaratkan dalam sebuah perusahaan besar, Tuhan adalah sebagai pemilik
perusahaan dan Tri Murti adalah Owner Representative, Dewa Indra yang merupakan
raja dari para dewa adalah sebagai General Manager dan dewa-dewa lainnya sebagai
departement head/manager. Dan disini manusia adalah staff yang harus tetap tunduk dan
patuh terhadap atasan. Seorang staff sangatlah susah untuk bertemu langsung dengan
pemilik perusahaan sehingga mereka harus menggunakan penghubung yaitu atasannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Hindu tidak menganut paham monotheisme, politeisme,
atheisme tetapi panteisme yang bersifat universal sehingga Hindu bisa menyatu dengan
unsur daerah manapun tanpa adanya perselisihan sehingga penyebaran agama Hindu
tidak pernah sekalipun dilakukan melalui kekerasan. Hindu tetap menyembah satu Tuhan
yang disebut Brahman/Ida Sang Hyang Widhi hanya saja karena sifat dan
kemahakuasaan Beliau sangat sulit untuk bisa dipahami akal manusia yang masih sangat
terbatas sehingga manusia lebih cenderung untuk menyembah Dewa-Dewa yang
sebenarnya sama artinya dengan dengan menyembah Tuhan.

2.5 CATUR MARGA YOGA SEBAGAI UPAYA JALAN MENUJU IDA SANG
HYANG WIDI WASA.
Catur Marga Yoga adalah empat jalan atau cara mencapai kesempurnaan hidup atau
Moksa. Catur Marga Yoga terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1. Bhakti Marga Yoga
Merupakan cara mencapai Moksa melalui sikap bakti kepada Sang Hyang Widhi. Kata
Bhakti berarti hormat, yang mana rasa hormat dilakukan dengan mendekatkan diri
kepada Tuhan.
2. Karma Marga Yoga
Merupakan cara mencapai Moksa melalui kerja tanpa pamrih. Orang yang melaksanakan
Karma Marga Yoga disebut dengan Karmin, di mana Karmin akan bekerja keras tanpa
menginginkan hasil.
3. Jnana Marga Yoga

11
Merupakan cara mencapai Moksa melalui pengetahuan. Orang yang melaksanakan Jnana
Marga Yoga disebut dengan Jnanin.

4. Raja Marga Yoga


Merupakan cara mencapai Moksa melalui tapa, brata, yoga, dan samadhi. Tapa dan brata
merupakan latihan mengendalikan diri. Yoga dan samadhi merupakan latihan meditasi
atau pemusatan pikiran.
Dalam melaksanakan Catur Marga Yoga, umat Hindu dapat memulainya dengan
niat yang tulus. Adapun niat tulus tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan
kesungguhan hati sebagai upaya Implementasi Konsepsi Ketuhanan dalam Agama
Hindu.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dapat kami simpulkan dari penjelasan materi diatas adalah bahwa Konsepsi
ketuhanan dalam weda memiliki 2 sifat yaitu yang pertama nirguna brahman (tuhan tidak
berwujud) dan yang kedua adalah saguna brahman (Tuhan yang diberi wujud dalam bentuk
dan atribut lainnya). Dan adanya kepercayaan dengan adanya Dewa, Bhatara, dan juga
Awatara dalam agama hindu yang didasari atas sradha dan catur marga yoga sebagai jalan
menuju tuhan

3.2 SARAN
Apabila ada kekeliruan dan kekurangan dalam penjabaran materi dalam makalah kami
ini kami memohon maaf yang sebesar besar nya, Tan Hana Wong Swasta Anulus tidak ada
manusia yang sempurna, dan kami mohon kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Lontar Widhi Tatwa | disebutkan adalah Lontar Filsafat tentang Kemahakuasaan Sang Hyang
Widhi, Sang Hyang Widhi adalah Esa.
Upadesa tentang ajaran ajaran Agama Hindu
Parisadha Hindu Dharma pusat dikutip dari hal. 15 - 25 mengisahkan tentang percakapan
antara Sang Suyasa dan Rsi Dharmakerti.
https://www.scribd.com/document/428283704/Konsep-Ketuhanan-Dalam-Agama-Hindu
http://agamahinduku.blogspot.com/2013/12/dewa-bhatara-dan-awatara-dalam-hindu.html?
m=1
https://id.wikipedia.org/wiki/Awatara
https://kumparan.com/berita-terkini/mengenal-pengertian-catur-marga-yoga-dalam-agama-
hindu-1y2Ihknp4t0/full

14

Anda mungkin juga menyukai