Anda di halaman 1dari 13

TUHAN YANG MAHA ESA

DAN KETUHANAN (FILSAFAT KETUHANAN)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

...

Dosen Pengampu

...

(Logo)

Oleh:

Kelompok....

Nama Anggota Kelompok 1 NIM. ...


Nama Anggota Kelompok 2 NIM.
Nama Anggota Kelompok 3 NIM.
Dst.

KELAS
Misal(PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI)
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
berkah-Nya yang melimpah. Dengan rasa tawadhu dan penuh kerendahan hati, kami
menyampaikan makalah ini dengan judul "Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat
Ketuhanan)" sebagai salah satu wujud pengabdian dalam merenungkan eksistensi, sifat, dan
makna Tuhan dalam pandangan filsafat. Penyusunan makalah ini bukanlah upaya untuk
mencari kebenaran mutlak, melainkan sebuah usaha untuk mendalami pemikiran manusia
tentang konsep Tuhan dan ketuhanan dalam sejarah filsafat.

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan, bimbingan, dan inspirasi dalam proses penulisan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang perdebatan filosofis seputar
Tuhan Yang Maha Esa dan ketuhanan, serta mendorong kita semua untuk terus
mengeksplorasi dan merenungkan makna keberadaan-Nya dalam kehidupan ini.

Akhir kata, kami mohon maaf jika masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dan
kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pemahaman kita
tentang Tuhan Yang Maha Esa dan ketuhanan dalam konteks filsafat.

Padang, 4 September 2023

(Nama kelompok)
DAFTAR ISI
Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan


Bab 2

Pembahasan

2.1 Pengertian Tuhan

Dalam pandangan Syeikh Siti Jenar (dalam Kandito,2012:69-70), Tuhan merupakan Dzat
yang melingkupi materi dan alam jiwa sekaligus, sehingga wujud Tuhan tidak mampu
diindera oleh manusia dan makhluk lain yang diciptakan olehNya. Indera manusia hanya bisa
digunakan untuk mengindera hal-hal yang berwujud materi saja, yang sangat terbatas
jumlahnya. Dengan demikian, Dzat Tuhan yang juga melingkupi alam jiwa dan alam esensi
tak akan mampu diserep oleh indera. Pemaknaan tentang Tuhan tidak akan mampu
menunjukkan kesejatian Tuhan. Berdasarkan uraian diatas mengenai konsep Tuhan menurut
Syeikh Siti Jenar dapat disimpulkan bahwa Tuhan tidak dapat didefenisikan secara
mendasar, sebab pemahaman maupun bahasa yang digunakan oleh manusia tidak akan
pernah mampu untuk mengungkapkan esensi dan kesejatian dari Tuhan itu sendiri.

Menurut Nasr (dalam Hunafa, 2006:43-64) Tuhan adalah Dzat yang Maha Suci,
sehingga untuk mendekati Nya seseorang harus dalam keadaan suci. Oleh karena itu, orang-
orang sufi berusaha untuk mensucikan dirinya demi perjumpaannya dengan Dzat yang Maha
Suci tersebut. Sementara itu, menurut Al-Suhrawadi ( dalam Hunafa, 2006:4) Tuhan adalah
“Nur al-Anwar” atau cahaya dari segala cahaya dan merupakan wujud realitas yang bersifat
absolute dan tidak terbatas, karena tidak terbatas sehingga atas kehendak Nya, maka segala
sesuatu yang ada di dunia ini beserta isinya tercipta. Nur al-Anwar adalah Dzat Tuhan, yaitu
Allah swt yang memancarkan cahaya-cahaya terus menerus secara berkesinambungan dan
melalui sinar-sinar itu, maka terciptalah segala wujud dari segala kehidupan.

Menurut al Kindi (dalam Sharifah, 1994:35) Tuhan adalah Dzat tunggal yang tak terlihat
karena ia tidak tersusun dan tak ada susunan baginya, tetapi sesungguhnya Ia terpisah dari
segala apa yang dilihat. Ia bukan materi, tak berbentuk, tak berjumlah dan tak berkualitas.
Al-Kindi menganggap Tuhan sebagai “Al-Wahidul haq” yakni Tuhan yang satu dalam
hakikatnya.
Berdasarkan uraian di atas mengenai konsep Tuhan, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian dari Tuhan merupakan Tuhan suatu dzat abadi dan supranatural yang
menciptakan langit, bumi beserta isinya dan menciptakan makhluk-makhluk yang ada di
bumi.

2.2 Manusia Memerlukan Tuhan/Agama

2.3 Pengertian Agama

Menurut Anthony F.C. Wallace: Agama sebagai seperangkat upacara yang diberi
rasionalisasi lewat mitos dan menggerakkan kekuatan supernatural dengan maksud untuk
mencapai terjadinya perubahan keadaan pada manusia dan semesta. Pengertian Agama
Menurut Parsons & Bellah: Agama adalah tingkat yang paling tinggi dan paling umum dari
budaya manusia. Pengertian Agama Menurut Luckmann: Agama adalah kemampuan
organisme manusia untuk mengangkat alam biologisnya melalui pembentukan alam-alam
makna yang objektig, memiliki daya ikat moral dan serba meliputi. Menurut prof Dr.m.
Drikarya definisi Agama adalah kenyakinan adanya suatu kekuatan supranatural yang
mengatur danmenciptakan alam dan isinya. Menurut H. Moenawar Chalil definisi Agama
adalah perlibatan yang merupakan tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan
kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atas pengakuannya.

Segi definisi, agama adalah ajaran, instruksi, perintah, larangan, peraturan


perundangundangan yang diyakini oleh pemeluknya berasal dari dzat kekuatan supernatural
dari Yang Mahakuasa yang digunakan orang sebagai panduan untuk bertindak Dengan kata
lain, inti dari perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dari sini, dapat dipahami bahwa agama
merupakan jalan hidup (the way to go) yang mesti ditempuh atau pedoman yang harus
diikuti seseorang. (Mariska Pratiwi Jurnal Academia, 4-9, 2006)

2.4 Unsur-unsur dan Asal Usul Agama

Unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama mencakup:


1. Kekuatan gaib, yakni manusia merasa dirinya merasa lemah dan berhajat pada
kekuatan gaib itu sebagai tempat meminta pertolongan. Oleh karena itu, manusia merasa
harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat
diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib itu.

2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat


tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan
hilangnya hu- bungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.

3. Respon yang bersifat emosional dari manusia. Respon itu bisa mengambil bentuk
perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif; atau perasaan cinta,
seperti yang terda- pat dalam agama-agama monoteisme. Selanjutnya, respon mengambil
bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama- agama primitif, atau pemujaan yang
terdapat dalam agama- agama monoteisme. Lebih lanjut lagi, respon itu mengambil bentuk
cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangku- tan.

4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam
bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk
tempat-tempat tertentu.

(https://scholar.google.com/citations?user=9nS4oeIAAAAJ&hl=id&oi=sra)

Asal usul agama secara umum adalah agama muncul dari keyakinan yang sudah
tertanam kepada orang-orang terdahulu. Sebagian penganut agama menunjukkan bukti
kebenaran keyakinannya dengan berbagai dokumentasi keagamaan. Sebagian lainnya hanya
meyakininya dalam hati saja. Penganut meyakini agama adalah perintah Tuhan yang
disampaikan melalui manusia pilihan (Nabi) untuk ditaatih. (https://pelayananpublik.id
›Tentang Agama, Asal-usul, Jenis, dan Paham yang Menentangnya)

Selain itu menurut Herbert Spencer. Ia berpendapat bahwa dahulu manusia sudah
sadar akan kematian yang pasti dialami seluruh orang. Cara percayanya pun beragam.
Orang-orang di zaman purba atau primitif, misalnya, merasa bahwa terdapat kekuatan
magis yang meliputi sebuah benda atau bahkan manusia. Di masa pra sejarah, lahir
beberapa keyakinan seperti animisme, dinamisme, toteisme, dan lain-lain. Bukan hanya itu,
kepercayaan terus berkembang hingga terdapat sebuah istilah mengenai Tuhan yang dikenal
sebagai satu-satunya pencipta alam semesta dan memiliki kendali atas segalanya. Ini
merupakan hasil yang ditimbulkan dari rasa takut manusia semula. Peradaban akhirnya
melakukan penyembahan terhadap sesuatu yang tak terlihat namun berpengaruh penting,
meliputi dewa, roh-roh, pohon, hingga Zat tertinggi yang disebut Tuhan. (https:// tirto.id/
apa- itu- agama- menurut- para- ahli -sejarah- macam- perkembangan- gaHK)

2.5 Klasifikasi Agama

jenis klasifikasi agama yaitu:

1) Wahyu dan Non-wahyu

Yang dimaksud dengan agama wahyu adalah agama yang mengendaki iman kepada
Tuhan, kepada para rasul-rasul-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya serta pesannya untuk
disebarkan kepada segenap umat manusia Sebaliknya, agama Non-wahyu yaitu tidak
memandang esensial penyerahan manusia kepada tata aturan ilahi diatas. Berikut adalah
beberapa perbedaan agama wahyu dan non- wahyu Pertama, agama wahyu berpokok pada
konsep keesaan Tuhan sedangkan agama bukan wahyu tidak demikian Kedua, agama wahyu
beriman kepada Nabi, sedangkan agama non-wahyu tidak. Ketiga, sumber utama ketentuan
baik dan buruk dalam agam wahyu adalah kitab suci sedangkan dalam agama non-wahyu
bukan sumber utama. Keempat, semua agama wahyu lahir di Timur Tengah, sedangkan
agama non- wahyu diluar area tersebut. Kelima, agama wahyu timbul di daerah-daerah yang
secara historis dibawah pengaruh ras semetik, walaupun kemudian menyebar luas keluar
area pengaruh ras semetik, sedangkan agama non-wahyu lahir di luar wilayah pengaruh ras
semetik. Keenam, sesuai dengan ajarannya agama wahyu bersifat misionaris, sedangkan
agama non-wahyu tidak bersifat misionaris. Ketujuh, ajaran agama wahyu jelas dan tegas,
sedangkan agama non-wahyu kabur dan sangat elastis. Kedelapan, agama wahyu
memberikan arah dan jalan yang lengkap bagi pemeluknya, sedangkan agama non-wahyu
hanya pada aspek tertentu saja. Yang tergolong agama wahyu adalah Yahudi, Kristen, dan
Islam. Diluar yang tiga itu adalah agama non-wahyu, seperti Hindu, Budha, dan
Confusionisme.

2) Misionaris dan Non-misionaris

Agama misionaris adalah agama yang ajarannya mengharuskan penganutnya menyebarkan


kepada seluruh manusia. Sedangkan agama non-misionaris tidak memuat tuntutan tersebut.
Menurut Al-Masdoosi agama yang tergolong misionaris hanya Islam. Akan tetapi pada
perkembangan berikutnya, Kristen dan Budha menjadi agama misionaris.

3) Rasial dan Universal

Ditinjau dari segi rasial dan geografis agama di dunia terbagi kedalam tiga golongan: 1)
semetik, 2) arya, dan 3) Mongolia. Yang termasuk agama semetik adalah Yahudi, Kristen dan
Islam. Sedangkan yang tergolong arya adalah Hindu, Jainisme, Skhiisme, Zoaterianisme.
Sedangkan yang tergolong Mongonolia adalah Confusionisme, Taoisme, dan Shintoisme.

(https://www.studocu.com/id/document/universitas-terbuka/pendidikan-agama-islam/
agama-modul-5/28725710)

2.6 Hakekat Agama Islam

Menurut Al-Imam Muhammad al- Razi dalam Tafsir al-Kabir Wa Mafatih al Ghayb ayat
tersebut setidaknya menjelaskan 2 hal penting: Pertama, umat Islam adalah umat yang telah
tercatat di singgasana Tuhan (Lauh al Mahfudz) sebagai umat terbaik. Artinya secara
normatif, Tuhan telah memberikan rambu-rambu kepada setiap umat Islam agar
melaksanakan perintahNya sebaik mungkin dan separipurna mungkin. Hal ini berkaitan
dalam konteks ketuhanan. Ada kata umat terbaik sebenarnya merujuk pada sebuah
keistimewaan bagi umat islam. Kedua, umat Islam diharapkan dapat membumikan ajaran
Islam dalam konteks kemanusiaan. Untuk tujuan kemanusiaan tersebut, ayat di atas lalu
menguraikan secara eksplisit bahwa peran yang mesti dilakukan oleh seorang muslim adalah
menebar kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf), mencegah kejahatan (Al-nahy’an al munkar) serta
beriman kepada Tuhan (Al-imn bi Allah). Dengan adanya dua konsep ini yang dibedah
melalui ayat di atas, umat Islam diharapkan mampu menjadi umat terbaik sebagai teladan
dan panutan.

Konsep umat terbaik (Khair Ummah) sebagaimana dijelaskan dalam ayat tersebut
sebenarnya ingin menegaskan hakikat Islam adalah agama yang memelihara keseimbangan
antara kemanusiaan dan ketuhanan. Islam adalah agama sejak awal diturunkan untuk
membawa misi perdamaian dan perubahan bagi manusia.

(https://ibtimes.id/hakikat-islam-humanis-berketuhanan-bukan-anarkis-pembeda-
golongan/#:~:text=Konsep%20umat%20terbaik%20(Khair%20Ummah,perdamaian%20dan
%20perubahan%20bagi%20manusia.)

2.7 Islam Agama Universal

Islam adalah agama yang universal, yaitu agama yang pemberlakuannya tidak dibatasi
oleh tempat dan waktu tertentu. Ia sesuai untuk semua golongan manusia. Keuniversalan
Islam pertama sekali kelihatan pada konsep tauhid yang menjadi sendi ajarannya.
Kosmopolitisme adalah pandangan yang melihat kosmos (seluruh Dunia) sebagai polis
(negeri sendiri) sehingga cenderung melupakan nasionalisme yang sehat dan mengabaikan
tugas terhadap bangsanya sendiri.

Islam tidak membedakan warna kulit, bahasa, bangsa, pangkat, derajat. Inti ajaran
islam bukanlah terletak pada kesukuan atau leluhur, melainkan keesaan Allah SWT (tauhid)
suatu implikasi yang sangat penting dari ajaran tauhid tersebut adalah kesatuan umat
manusia. Di segi hukum, keuniversalam Islam itu juga terlihat pada prinsip-prinsip hukum
yang dimiliknya. Berdasarkan prinsip kesatuan umat manusia tersebut, hukum Islam
memberikan jaminan dan perlindungan terhadap setiap orang, tanpa diskriminansi. Dengan
demikian, pandangan sebahagian orang yang mengatakan bahwa Islam hanya sesuai untuk
bangsa Arab saja, tidak mempunyai dasar yang kuat.

Keuniversalan Islam dapat dilihat dari ciri-cirinya, antara lain:

1. Agama Allah. Agama Islam bersumber dari Allah, berupa wahyu langsung (al-Quran)
2. Mencakup aspek seluruh kehidupan, baik individu, masyarakat, bernegara, dll.

3. Berlaku untuk semua umat sampai akhir zaman.

4. Sesuai dengan fitrah manusia.

5. Menempatkan akal pada tempat yang sebaik-baiknya.

6. Menjaga rahmat bagi alam semesta.

7. Berorientasi kedepan tanpa melupakan masa kini.

8. Menjanjikan al-Jaza'.

Dalam pandangan Nurchalish (1995), al-Islam ialah persaksian bahwa tiada Tuhan selain
Allah, yang mencakup (pengertian) ibadah kepada Allah saja dan meninggalkan ibadat
kepada yang lain. Inilah Islam umum' (al-Islam al- amm) yang selain dari itu Allah tidak
menerima sebagai agama dari umat terdahulu maupun umat kemudian. Sebagaimana
firman Allah ta'ala Q.s Ali Imron: 85

‫) َو َم ن َيْبَتِغ َغْيَر اِإْل ْس اَل ِم ِد يًنا َفَلن ُيْقَبَل ِم ْنُه َو ُهَو ِفي اآْل ِخَرِة ِم َن اْلَخ ِس ِر يَن‬

"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia Dia di akhirat. Termasuk orang-orang yang rugi."
Dan firman Allah surat Ali Imron ayat 18-19.

2.8 Islam Agama Rahmatan Lil'alamin

Rahmatan lil’alamin adalah istilah qur’ani dan istilah itu sudah terdapat dalam Al-
Qur’an , yaitu sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Anbiya’ ayat 107: ”Dan tiadalah kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan
liralamin)”.

Rahim adalah kerahmatan Allah yang hanya diberikan kepada orang Islam. Jadi rahim
itu adalah khoshshun lil muslimin. Apabila Islam dilakukan secara benar, maka rahman dan
rahim Allah akan turun semuanya. Dengan demikian berlaku hukum sunnatullah, baik
muslim maupun non-muslim kalau mereka melakukan hal-hal yang diperlukan oleh
kerahmanan, maka mereka akan mendapatkanya.

Dalam konteks Islam rahmatan lil’alamin, Islam telah mengatur tata hubungan
menyangkut aspek teologis, ritual, sosial, dan humanitas. Dalam segi teologis, Islam
memberi rumusan tegas yang harus diyakini oleh setiap pemeluknya, tetapi hal ini tidak
dapat dijadikan alasan untuk memaksa non-muslim memeluk agama Islam (Laa Ikrooha
Fiddiin). Begitu halnya dalam tataran ritual yang memang sudah ditentukan operasionalnya
dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.

Namun dalam konteks kehidupan sosial, Islam sesungguhnya hanya berbicara


mengenai ketentuan-ketentuan dasar atau pilar-pilarnya saja, yang penerjemahan
operasionalnya secara detail dan komprehensif tergantung pada kesepakatan dan
pemahaman masing-masing komunitas, yang tentu memiliki keunikan berdasarkan
keberagaman lokalitas nilai dan sejarah yang dimilikinya.

(https://cimahikota.go.id/index.php/artikel/detail/874-memahami-konsep-islam-
rahmatan-lil%E2%80%99alamin#:~:text=Maka%20yang%20dimaksud%20dengan
%20Islam,sayang%20bagi%20manusia%20maupun%20alam)

Bab 3

Penutupan

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, M. 2006. "Pengertian Agama". Jurnal Academia, 4-9.

Anda mungkin juga menyukai