Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FILSAFAT KETUHANAN (KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama


Dosen Pengampu : Dr. Dada Suhaida M. Pd

Penyusun Kelompok 2

Anna Lutfia
Aprilia Pondresiah
Asna Wati
Astuti

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK


DIII KEBIDANAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul [judul makalah] ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Agama.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik Filsafat Ketuhanan (Ketuhanan yang
maha esa dan ketuhanan) bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Dada Suhaida M. Pd, selaku dosen mata kuliah Agama yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, September 2020

Penyusun

2
Daftar Isi

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Dilihat dari segi bahasa, maka “filsafat” berasal dari kata Arab yang Berasal dari
bahasayunanikuno “philosophia” yang merupakan kata majemuk. Philo berarti  suka atau cinta,
dan Sophia berarti kebijaksanaan. Jadi arti menurut namanya saja: cinta kepada.kebijaksanaan. 
Menurut sejarah filsafat, istlah “philosophi” pertama sekali dipergunakan sekolah Socrates,
kemudian plato menamakan suatu ilmu pengetahuan tentang kegiatan jiwa manusia. 

Guna memahami maksud dan tujuan serta lingkaran pembahasan filsafat, maka tidak hanya
diperlukan makna filsafat menurut bahasa (logat), melainkan lebih dari pada itu diperlukan
pengertian menurut istilah yang diberikan oleh para ahli yang terkandung jauh lebih luas
dibandingkan dengan arti menurut bahasa. 

Percakapan antara Herodates dan Thucydides (yunani) membayangkan makna filsafat


menurut alam pikiran yunani yakni sebagai berikut: “perasaan cinta kepada ilmu kebijaksanaan
dengan keinginan untuk memperoleh kepandaian atau ilmu kebijaksanaan itu” 

Pertanyaan mendasar yang ingin kami utarakan adalah mengapa kita harus berfilsafat?
Dari pertanyaan itulah akhirnya perlu digali kebermanfaatan dari belajar filsafat. Ada beberapa
hal yang mendorong manusia berfilsafat, antara lain adalah rasa kepuasan, ragu-ragu, bingung,
mimpi, sempurna, kurang, ingin tahu dan lain sebagainya. Bila pengetahuan diawali dengan ketidak
tahuan lalu rasa ingin tahu, kemudian kepastian diawali dengan keragu-raguan maka filsafat dapat
mencakup kedua hal tersebut. 

Pada jaman kegelapan, rasa ingin tahu manusia dipenuhi dengan jawaban-jawaban yang
tidak rasional, berupa tahayul dan mitos-mitos. Ketidakpuasan mereka itu akhirnya muncul
sebagai lawan dari jawaban-jawaban yang sifatnya tahayul dan mitos tersebut. Berawal dari itulah
manusia kemudian mulai menggunakan akalnya untuk memenuhi ketidakpuasaan atas jawaban
tersebut.

Pemberdayaan akal tersebut mereka lakukan dengan cara merenung, kilas balik, refleksi dan
memprediksi segala yang ingin mereka ketahui. Perkembangan dari pemahaman baru dalam memenuhi
keingintahuan.

Alam semesta ini selalu berubah dalam keteraturan, keberadaannya tentunya tentunya tidak dengan
sendirinya ada melainkan ada yang menciptakan dan mengatur. Siapakah yang mengatur dan siapakah yang
mencipta, tidak lain tidak bukan adalah Tuhan. Tentunya tidaklah mudah bagi manusia menyadari dan
mengenal siapakah Tuhan itu. Dahulu ada yang berpikir bahwa tuhan adalah air kemudian berkembang bahwa
Tuhan adalah sesuatu yang paling awal, abadi dan tidak terbatas. Selanjutnya ada pemikiran bahwa segala
sesuatu berasal dari satu, yang paling tinggi, yaitu Tuhan yang satu yang menguasai seluruh alam semesta.

4
Perjalanan manusia dalam rangka memperoleh kebenaran hidup dan kehidupan ini sampailah
pada kesepahaman tentang suatu kebenaran. Pada dimensi kebenaran ini munculah pemahaman
untuk sepakat maupun untuk tidak sepakat. Dari perbedaan ini munculah aliran-aliran filsafat. Hal
tersebut akan menjadi penting bagi kita untuk mengetahui aliran-aliran tersebut. Disamping
menambah pengetahuan, kita juga dapat memperoleh pemahaman untuk mengetahui siapa kita
dahulu, siapa kita sekarang, siapa kita yang akan datang, dari mana kita datang, dimana kita
sekarang dan akan kemana kita nantinya.

B.   Rumusan Masalah 

Berikut beberapa rumusan permasalahan yang didasarkan pada latar belakang di atas: 
1.   Bagaimana hubungan filsafat dan Tuhan ? 

2.   Bagaimana pemikir barat mempercayai adanya Tuhan ? 

3.   Bagaimana argumen tentang tuhan dalam perspektif filsuf muslim ? 


BAB II

PEMBAHASAN

A.   Hubungan Filsafat dengan Ketuhanan


 

Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi,
maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama
tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan
wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para
manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini
bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, namun mencari
pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran
tentang Tuhan.

B.   Penelitian tentang Tuhan dalam Ilmu Filsafat 

Penelaahan tentang Tuhan dalam filsafat lazimnya disebut teologi filosofi. Hal ini bukan
menyelidiki tentang Tuhan sebagai obyek, namun eksistensi alam semesta, yakni makhluk yang
diciptakan, sebab Tuhan dipandang semata-mata sebagai kausa pertama, tetapi bukan pada diri-
Nya sendiri, Tuhan sebenarnya bukan materi ilmu, bukan pula pada teodise . Jadi pemahaman
Tuhandi dalam agama harus dipisahkan Tuhan dalam filsafat. Namun pendapat ini ditolak oleh para
agamawan, sebab dapat menimbulkan kekacauan berpikir pada orang beriman. Maka
ditempuhlah cara ilmiah untuk membedakan dari teologi dengan menyejajarkan filsafat ketuhanan
dengan filsafat lainnya (Filsafat manusia, filsafat alam dll). Maka para filsuf mendefinisikannya
sebagai usaha yang dilakukan untuk menilai dengan lebih baik, dan secara refleksif , realitas
tertinggi yang dinamakan Tuhan itu, ide dan gambaran Tuhan melalui sekitar diri kita.

C. Studi tentang tabiat Tuhan dan kepercayaan

Ide tentang Tuhan pada orang beragama secara umum biasanya dijelaskan
dalam tabiat Tuhan; "Yang Maha Tinggi" (Anselmus mengatakan: "Tuhan adalah
sesuatu yang lebih besar dari padanya tidak dapat dipikirkan manusia)Yang Maha
Besar, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Baik dan sebagainya.
Beberapa sikap orang beriman dalam mencari pencerahan akan adanya
Allah:

 Manusia yang menerima begitu saja dikarenakan ajaran turun-temurun


dari para pendahulunya, manusia ditekankan harus percaya, bahkan tanpa
bertanya.
 Manusia mulai bertanya mengapa dirinya ada? Mengapa alam ada?
 Kemudian menanyakan Allah terkait; siapa, isinya, dan mengapa Dia ada?

Semua jawaban itu akan dijawab oleh para ahli dalam bidang yang
disebut teologi ; theos dan logos, ilmu tentang hubungan manusia dan ciptaan dengan
Tuhan.Jawaban-jawabannya bisa sangat beragam, tergantung agama dan kepercayaan
yang mana yang memberikan jawaban.
Teisme adalah faham yang mempercayai adanya Tuhan. Berasal dari bahasa
Yunani Θεός=Teos dan νόμος=hukum=aturan=paham, jadi sebuah aturan atau
paham tentang Tuhan atau pengakuan adanya Tuhan.
D.   Pemikir Barat yang Mempercayai Adanya Tuhan

Descartes (1596-1650)
Rene Descartes memikirkan Tuhan bermula dari prinsip utamanya yang
merupakan “gabungan antara pietisme Katolik dan sains.” Descartes adalah seorang
filsuf rasionalis yang terkenal dengan pemikiran ide Tuhan. Tantangan yang mendorong
Descartes adalah keragu-raguan radikalnya, The Methode of Doubt  , bahkan
menurutnya, "indera bisa saja menipu, Yang Maha Kuasa dalam bayangan kita juga
bisa saja menipu, sebab kita yang membayangkan". 

Filsafat Ketuhanan menurut Descartes adalah berawal dari fungsi iman, yang
pada akhirnya berguna untuk menemukan Tuhan. Tanpa iman manusia cenderung
menolak Tuhan. Ada dua hal yang bisa ditempuh agar Aku sampai pada Tuhan.
Pertama adalah sebab akibat, bahwa dirinya sendiri (manusia) pasti diakibatkan oleh
penyebab pertama, yaitu Tuhan. Jalan yang kedua adalah secara ontologis, yang
diwarisinya dari Anselmus. Tuhan yang ada itu tidak mungkin berdiri sendiri, tanpa
ada kaitan dengan suatu entitas lain, maka Tuhan pasti ada dan bereksistensi maka
Tuhan yang ada dalam ide Descartes sempurna sudah, bahwa Dia ada dan dapat
diandalkan dalam relasi dengan entitas lainnya itu.

Imanuel Kant (1724-1804)

Imanuel Kant mengajarkan bahwa Tuhan ditemui dalam hukum moralnya melalui
beberapa tahap:

1. Tuhan adalah suara hati,

2. Tuhan adalah tujuan moralitas,

3. Tuhan adalah pribadi yang menjamin bahwa orang yang bertindak baik demi kewajiban
moral akan mengalami kebahagiaan sempurna. Menurut Kant ada tiga
 jalan untuk membuktikan adanya Tuhan di luar spekulasi belaka, dan hal ini dimungkinkan: 
1.   Dimulai dari menganalisa pengalaman kemudian menemui kualitas dari sense

dunia kita, lalu meningkat menjadi hukum kualitas mencapai penyebab di luar dunia. 

2.   Berdasar hal pertama, kita masih pada tataran pengalaman yang tidak bisa dijelaskan. 
3.   Di luar konsep-konsep itu, manusia memiliki prioritas dalam rasionya, dan itu menjadi
penyebab yang memang ada. 
Lalu dari usaha dari pengalaman dianalisa dengan a priori (pemikiran awal sebelum
membutktikan sesuatu) dalam otak kita, kita membagi tiga bentuk definisi atas
pengalaman; Psikologi-teologi, kosmologi dan ontologi.  Dari hal

yang dialami (empiris) menuju transendensi;  bahwa manusia hanya akan


 berspekulasi saja. Kant mengakui bahwa Tuhan sebagai pemberi a priori dan

 pengalaman itu sendiri tidak terdapat dalam baik pengalaman maupun a priori, namun
melampaui hal itu. Di sinilah iman diperlukan, sebab Tuhan pada

kenyataannya tidak bisa dibuktikan hanya dengan pengalaman inderawi semata. Tuhan


melampaui hal-hal rasio murni

Alfred North Whitehead (1861-1947)

Alfred North Whitehead  dijuluki sebagai bapak filsafat maupun teologi

 proses . Pemikirannya tergolong abstrak karena pengaruh bidang yang digelutinya,


matematika dan pengetahuan empirisme mengenai alam yang didapatkannya dari fisika
terapan.

Tuhan dalam Filsafat proses Whitehead :

Proses kreatifitas dan pembaruan dari satuan aktual-aktual terus terjadi, salah satu
partisipannya adalah Tuhan, namun Dia yang paling menonjol karena dia adalah yang awali
dan yang akhiri.

a.  Yang awali
awali  : Allah memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai dasar awali yang
adanya tatanan dalam seluruh jagat raya dan sebagai dasar munculnya kebaruan
dalam perwujudan suatu peristiwa aktual.

 b.  Yang akhiri : Allah sebagai penyerta yang tanggap dan menyelamatkan.

Jadi, Tuhan (Allah) bagi Whitehead memiliki dua peran yang disebut di atas, dengan
begitu dia bisa mengendalikan setiap perubahan yang terjadi atas aktual-

aktual lain dan mengakhirinya dengan baik.

E.   Argumen Tentang Tuhan Dalam Perspektif Filsuf Muslim Pembuktian adanya

Tuhan tidak hanya menjadi perbincangan para filosof

Barat, tetapi juga menjadi pembicaraan para filosof dan teolog Muslim, seperti yang
dilakukan oleh para filosof dan teolog Muslim yang menjadi pengikut
Mu’tazilah maupun al-Asy’ariyah. Pembuktian-pembuktian tersebut dibedakan menjadi 2 dalil,
yaitu :

Dalil Kebaharuan (  Dalil al-Huduts  ) 

Argument a novitate mundi ( dalil al-huduts  ), yang pada dasarnya


menekankan kesementaraan alam semesta, sebenarnya telah digunakan secara
 populer oleh mutakallimun (teolog-teolog Muslim) ketimbang para filosof muslim (falasifah).
Dan “prosedur umum yang digunakan para mutakallimun dalam membuktikan temporalitas
alam semesta, “ kata Majid Fakhry, “ialah dengan cara menunjukkan bahwa alam yang
mereka definisikan sebagai segala sesuatu selain Tuhan, itu terdiri dari atom-atom dan
aksiden-aksiden. Aksiden-aksiden tersebut dikenal dengan ‘ardl yaitu bahwa semua benda
mengalami perubahan keadaan yang bermacam-macam, baik yang berupa bentuk, warna,
gerakan, bergantian, surut dan perubahan-perubahan lainnya.
Menurut Al-Kindi, yang mana beliau seorang filosof yang berorientasi teologi,
menolak dengan tegas konsep apapun yang mengimplikasikan keabadian alam semesta, yang
dengan lekat di pertahankan oleh Aristoteles dan para
 pengikutnya dan sampai taraf tertentu juga oleh kaum Neo-Platonis Muslim setelah Al-
Kindi.

Penolakan itu diwujdukan al-Kindi melalui karya agungnya, Fi al-

 Falsafah al-Ula (Tentang filsafat pertama) yaitu: pertama ia mencoba menyanggah


keabadian jasad setelah mengatakan bahwa hanya jasadlah yang
 punya “ genus” dan “ spesies”, sementara yang abadi tidak memiliki subyek maupun prediket,
agen maupun “spesies”. Sesuatu yang abadi tidak mempunyai genus, lalu melalui
penegasannya al-Kindi mengatakan bahwa “karena jasad memiliki genus dan spesies,
sementara yang abadi tidak punya genus, maka
 jasad tidaklah abadi”. Setelah itu, ia membuktikan bahwa jasad alam semesta adalah terbatas
dan karena itu jasad alam semesta diciptakan.

Dalam buku Al-Kindi : The Philosopher of the Arab, Geoerge N. Atigeh,

mengemukakan argumen Al-Kindi sebagai berikut :


Sekarang, jika kita mengambil sebagian dari jasad yang disebut tidak terbatas, maka
sisanya bias terbatas dan dan keseluruhannya tidak, atau sisanya terbatas dan
keseluruhannya juga tak terbatas. Jika keseluruhannya itu terbatas

dan kemudian kita tambahkan padanya apa yang telah terambil, hasilnya akan menjadi jasad
yang sama seperti sebelumnya, yakni yasad yang tak terbatas. Hal
tersebut akan diimplikasikan bahwa yang tak terbatas adalah lebih besar dari

 yang tak terbatas, dan itu adalah rancu. Dan ini juga secara tidak langsung akan berarti
bahwa seluruhnya itu identik dengan bagian, hal mana adalah kontradiktif. Karena itu
sebuah jasad yang actual haruslah terbatas secara niscaya. Alam semesta betul-betul ada
(actual), karenanya ia harus terbatas, dalam arti bahwa ia dicipta. 

Setelah membuktikan bahwa jasad alam semesta adalah terbatas dan diciptakan, Al-
Kindi lalu mendemontrasikan penciptaan waktu dan gerak yang merupakan dua hal yang
niscaya tidak dapat dipisahkan dari alam semesta. “Karena jasad alam semesta” telah
dibuktikan terbatas, gerak dan waktu, sebagai dua hal yang harus bersamaan
(concomintants), haruslah juga terbatas”.Dalam menolak keabadian waktu, ia menegaskan:

 Jika “masa lalu” tanpa sebuah permulaan itu mungkin, ia tidak bias sampai pada “saat ini”.
Kaena hal tersebut akan mengatakan secara tidak langsung bahwa
 yang tidak terbatas tidak bia menjadi actual, karena yang tidak terbatas tidak bias
“dilintasi” dan mengatakan bahwa yang tidak terbatas tidak bias “dilintasi”. Karena itu,
waktu adalah terbatas dan diciptakan. 

Al-Kindi mengetengahkan empat argumen untuk membuktikan keberadaan


Tuhan, yaitu :

alah terbatas dan diciptakan dalam waktu. Yang ditunjukkan bahwa alam semesta adalah terbatas dari sudut jasad, waktu dan gerak, yan
(2) Argumen kedua, didasarkan pada ide Keesaan Tuhan, menunjukkan bahwa
segala sesuatu yang tersusun dan beragam tergantung secara mutlak pada Keesaan Tuhan, adalah

membawa setiap obyek tersebut menjadi wujud.


(3) Argumen ketiga, pada dasarnya bersandar pada ide bahwa sesuatutidak bisa secara logika menjadi penyebab

(4) Argumen keempat, yang bersandar pada argument a novitate mu


huduts), didasarkan kepada analogi antara mikrokosmos (badan man

“Sebagaimana mekanisme tubuh manusia yang teratur dan mulus mengisyaratkan

 pada adanya seorang administrator cerdas yang tak nampak, yang disebut jiwa, demikian juga
mekanisme alam semesta yang teratur dan serasi yang
mengisyaratkan adanya seorang administrator gaib yang maha gaib, yaitu : Tuhan

Dalil Kemungkinan ( Dalil Al-Imkan) 

Dan penyajian argumen tentang adanya Tuhan, itu memerlukan

 pemahaman dengan melalui antologi dan anlisis kedalam penilaian-penilaian tertentu, yaitu
berupa tiga macam pemilihan menguraikan tentang wujud. Pemilahan antara yang tak
mungkin, yang mungkin dan yang niscaya wajib yaitu wujud dari ensitas yang ada bisa
bersifat niscaya (wajib) dalam dirinya disebabkan oleh tabiatnya sendiri atau tidak niscaya.
Wujud yang tidak niscaya dalam dirinya bisa bersifat tidak mungkin, atau mungkin, apapun
yang tidak mungkin dalam dirinya tidak bias menjadi ada (maujud). Tuhan, yang esensi dan
eksistensinya sama, adalah satu-satunya wujud yang nicaya (wajib al-wujud) oleh dalam
dirinya. Segala sesuatu selain Tuhan secara inherent dipengaruhi oleh kemungkinan.”Sesuatu
yang mungkin” tidak pernah bisa melepaskan kemungkinannya dalam setiap tahap karirnya
dan tidak pernah menjadi niscaya sendiri seperti Tuhan. Karena dalam setiap sesuatu
yang mungkin, pasti ada
dualitas atau bahkan kesenjangan tertentu antara esensi dan eksistensi mereka, tidak seperti
Tuhan yang esensi-Nya sama dengan eksistensi-Nya, sehingga kesatuan sejati tercapai.

Sementara itu, pembahasan fenomena ketuhanan yang menyangkut eksistensi Tuhan


tidak sama di semua tempat dan di semua jaman. Setidak- tidaknya terdapat dua pendekatan
utama yang selalu dilakukan manusia, yaitu
 pendekatan intuitif eksistensial seperti pada filsafat Timur dan pendekatan rasional seperti
pada filsafat Barat. Dalam kerangka dua pendekatan utama ini terdapat aliran-aliran besar
yang memandang eksistensi Tuhan secara berbeda,

 bahkan ada yang menolak tentang Tuhan itu sendiri.

 Pertama, Theisme merupakan aliran dalam filsafat ketuhanan yang mengandung


pengertian bahwa adanya Tuhan bukan hanya sesuatu ide yang terdapat dalam pikiran
(mind)  manusia, akan tetapi menunjukkan bahwa zat yang dinamakan Tuhan itu berwujud
obyektif. Zat Tuhan telah ada jauh sebelum kita sadar akan eksistensi Tuhan sebagai ide
bawaan dalam diri kita sebagaimana diungkapkan oleh Plato dan Descartes. Artinya Konsep
tentang Tuhan itu merupakan suatu keniscayaan.

Tuhan dalam pandangan theisme bersifat immanen sekaligus transenden. Disamping


itu, Tuhan juga dianggap sebagai pencipta, pemelihara dan penguasa dunia.

 Kedua, Atheisme merupakan antitesis dari konsep theisme yang

 berpandangan tentang pengingkaran adanya Tuhan yang berarti menolak terhadap


kepercayaan adanya Tuhan.Penolakan terhadap Tuhan termasuk didalamnya adalah
pengingkaran terhadap wujud Tuhan yang personal, pencipta, pemelihara dan penguasa.

 Ketiga, Deisme merupakan paham ketuhanan yang hampir sama dengan theisme,
yaitu sama-sama mempercayai adanya Tuhan dalam perspektif natural atau agama natural.
Secara prinsip antara theisme dan Deisme sangat berbeda.

Theisme beranggapan bahwa Tuhan adalah transenden sekaligus immanen,


sedangkan Deisme berpandangan bahwa Tuhan setelah menciptakan alam ini kemudian
membiarkannya secara mekanis berjalan sendiri tanpa ada campur tangan Tuhan lagi.

Dengan demikian, Tuhan bersifat transenden terhadap alam. Tuhan berada di luar
alam. Karena itu, para penganut Deisme tidak akan mempercayai adanya mu’jizat dan arti
doapun tidak ada manfaatnya. Alam telah tersusun secara rapi dan teratur sehingga tidak
memungkinkan adanya perubahan baik dari akibat mu’jizat maupun dari doa.
Deisme sebagai paham ketuhanan menyebabkan para
 penganutnya tidak mengikuti salah satu agama atau kepercayaan, sekalipun mengakui adanya
Tuhan.

 Keempat, Agnostisisme merupakan paham atau aliran yang berpandangan

 bahwa mustahil akal manusia dapat mengetahui eksistensi Tuhan. Ini karena, akal manusia
bersifat terbatas, sehingga tidak akan mampu mengetahui sesuatu di luar
 jangkauan akal manusia termasuk di dalamnya aalah realitas ketuhanan. Dengan kata lain,
agnostisisme adalah pengingkaran secara umum terhadap segala
 persoalan metafisika sebagai sumber ilmu pengetahuan nyata, sedangkan secara khusus
merupakan pengingkaran dari kemungkinan akal manusia mampu mengetahui eksistensi
Tuhan. Paham ini menerima kemungkinan adanya suatu kenyataan yang bersifat transenden
terhadap manusia, namun menolak gagasan
 bahwa manusia dapat mengetahui secara pasti eksistensi Tuhan. Sebagai akibatnya,
pengetahuan dibatasi pada barang-barang material di dunia.

 Kelima, Pantheisme merupakan aliran atau paham ketuhanan yang

 berpandangan bahwa Tuhan adalah yang tertinggi dan semuanya adalah Tuhan, sehingga
segala sesuatu itu adalah Tuhan, sebab antara alam dan Tuhan merupakan suatu kesatuan
dari realitas Absolut. Realitas yang sesungguhnya adalah Tuhan. Disinilah ada peleburan
selain Tuhan ke dalam diri Tuhan, sehingga yang tampak adalah Tuhan itu sendiri.

Dari segi tipologinya, maka pantheisme merupakan paham ketuhan yang mempunyai
ciri-ciri bahwa Tuhan itu adalah Eternal (bersifat abadi), mempunyai
kesadaran diri yang abadi (Conscious), Knowing (mengetahui dunia dan alam semesta) dan World inclusive (m
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan 

Filsafat memiliki hubungan yang sangat erat dengan ketuhanan. Berfilsafat merupakan
kegiatan mencari makna sedalam-dalamnya dan sebenar-benarnya. Agama dalah hal ini
ketuhanan mengantarkan manusia ke arah kebenaran, sedangkan filsafat membukan pintu ke
arah kebenaran 
Filsafat ketuhanan mengajarkan manusia mengenal tuhan melalui akal pikiran

semata-mata yang kemudian kebenarannya didapati sesuai dengan wahyu (kitab suci).
Manusia sebagai makhuk pencari kebenaran dalam perenungannnya akan menemukan
tiga bentuk eksistensi yaitu agama, filsafat dan ilmu pengetahuan. Agama mengantarkan pada
kebenaran yang bersumber dari Tuhan, dan filsafat membuka jalan untuk mencari kebenaran.
Sedangkan ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah kebenaran itu sendiri

Dengan kata lain, bahwa baik agama mauapun filsafat ketuhanan sama- sama

 bertolak dari pangkalan pelajaran ketuhanan, tetapi jalan yang ditempuh berbeda. Masing-
masing menempuh cara dan jalannya sendiri, namun keduanya akan
 bertemu kembali di tempat yang dituju dengan kesimpulan yang sama: Tuhan Ada dan Maha
Esa.

B.   Saran 
Kita sebagai manusia seharusnya lebih mengembangkan pengetehuan tentang referensi
konsep ketuhanan dalam islam sehingga pemahaman kita tentang konsepketuhanan dalam
islam tidak terbatas terutama mengenai filsafat ketuhanan, pemikiranmanusia tentang
Tuhan. Tuhan menurut wahyu,dan dalil- dalil pembuktian eksintensi Tuhan.Dan kita
dikatakan sosok manusia yang seutuhnya apabila ada keselarasan manusia dengan
Tuhannya, maka dari itu kita
sebagai penerus pemuda bangsa dan negara mari kitapahamkan dalam keseharian kita tentang
pemahaman konsep dasar ketuhanan dalamislam.
Kami menyadari makalah ini banyak kekurangan, untuk itu saran positif dan

kritik anda lah yang dapat menyempurnakan makalah ini sehingga akan lebih
 berguna bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. 2013.  Filsafat Ketuhanan. (online).


http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ketuhanan 

Handayani, Lutfi. 2012.  Filsafat Ketuhanan. (online).


http://lutfihandayani4.blogspot.com/ 

Yunianto, Rosid. 2012.  Matematika, Filsafat, dan ketuhanan. (online).


http://rosidyunianto.blogspot.com/2012/11/matematika-filsafat-dan-

Syafieh. 2013 .Argumen Tentang Tuhan: Sebuah Tinjauan Filsafat Ketuhanan

(Teologi Metafisik). (online).

El Sohib, Ihsan. 2012.  Konsep Ketuhanan dalam Islam. (online).


http://www.academia.edu/4950245/MAKALAH_KONSEP_KETUH

Anda mungkin juga menyukai