Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dilihat dari segi bahasa, maka “filsafat” berasal dari kata Arab yang
berasal dari bahasa yunani kuno “philosophia” yang merupakan kata
majemuk. Philo berarti  suka atau cinta, dan Sophia berarti kebijaksanaan.
Jadi arti menurit namanya saja: cinta kepada.kebijaksanaan.

Menurut sejarah filsafat, istlah “philosophi”  pertama sekali dipergunakan 


sekolah Socrates, kemudian platomenamakan suatu ilmu pengetahuantentang
kegiatan jiwa manusia.
Guna memahami maksud dan tujuan serta lingkaran pembahasan filsafat,
maka tidak hanya diperlukan makna filsafat menurut bahasa(logat), melainkan
lebih dari pada itu diperlukan pengertian menurut istilah yang diberikan oleh para
ahli yang terkandung  jauh lebih luas dibandingkan dengan arti menurut arti
bahasa.
Percakapan antara Herodates dan Thucydides (yunani) membayangkan makna
filsafat menurut alam pikiran yunani yakni sebagai berikut: “perasaan cinta
kepada ilmu kebijjaksanaan dengan keinginan untuk memperoleh kepandaian atau
ilmu kebijaksanaan itu”

Pertanyaan mendasar yang ingin kami utarakan adalah mengapa kita harus
berfilsafat? Dari pertanyaan itulah akhirnya perlu digali kebermanfaatan dari
belajar filsafat. Ada beberapa hal yang mendorong manusia berfilsafat, antara lain
adalah rasa kepuasan, ragu-ragu, bingung, mimpi, sempurna, kurang, ingin tahu
dan lain sebagainya. Bila pengetahuan diawali dengan ketidak tahuan lalu rasa
ingin tahu, kemudian kepastian diawali dengan  keragu-raguan maka filsafat dapat
mencakup kedua hal tersebut.
Pada jaman kegelapan, rasa ingin tahu manusia dipenuhi dengan jawaban-
jawaban yang tidak rasional, berupa tahayul dan mitos-mitos. Ketidakpuasan

1
mereka itu akhirnya muncul sebagai lawan dari jawaban-jawaban yang sifatnya
tahayul dan mitos tersebut. Berawal dari itulah manusia kemudian mulai
menggunakan akalnya untuk memenuhi ketidakpuasaan atas jawaban tersebut.
Pemberdayaan akal tersebut mereka lakukan dengan cara merenung, kilas balik,
refleksi dan memprediksi segala yang ingin mereka ketahui. Perkembangan dari
pemahaman baru dalam memenuhi keingintahuan.
Alam semesta ini selalu berubah dalam keteraturan, keberadaannya
tentunya tentunya tidak dengan sendirinya ada melainkan ada yang menciptakan
dan mengatur. Siapakah yang mengatur dan siapakah yang mencipta, tidak lain
tidak bukan adalah Tuhan. Tentunya tidaklah mudah bagi manusia menyadari dan
mengenal siapakah Tuhan itu. Dahulu ada yang berpikir bahwa tuhan adalah air
kemudian berkembang bahwa Tuhan adalah sesuatu yang paling awal, abadi dan
tidak terbatas. Selanjutnya ada pemikiran bahwa segala sesuatu berasal dari satu,
yang paling tinggi, yaitu Tuhan yang satu yang menguasai seluruh alam semesta.
Perjalanan manusia dalam rangka memperoleh kebenaran hidup dan
kehidupan ini sampailah pada kesepahaman tentang suatu kebenaran. Pada
dimensi kebenaran ini munculah pemahaman untuk sepakat maupun untuk tidak
sepakat. Dari perbedaan ini munculah aliran-aliran filsafat. Hal tersebut akan
menjadi penting bagi kita untuk mengetahui aliran-aliran tersebut. Disamping
menambah pengetahuan, kita juga dapat memperoleh pemahaman untuk
mengetahui siapa kita dahulu, siapa kita sekarang, siapa kita yang akan datang,
dari mana kita datang, dimana kita sekarang dan akan kemana kita nantinya.

B.       Rumusan Masalah
Berikut beberapa rumusan permasalahan yang didasarkan pada latar belakang di
atas:
1.      Bagaimana hubungan  filsafat dan Tuhan ?
2.      Bagaimana pemikir barat mempercayai adanya Tuhan ?
3.      Bagaimana argumen tentang tuhan dalam perspektif filsuf muslim ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Filsafat  dengan Ketuhanan

Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal


budi, maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut
agama tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan
pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah
pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang
dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut  atau
mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia
untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan.

B. Penelitian tentang Tuhan dalam Ilmu Filsafat

Penelaahan tentang Tuhan dalam filsafat lazimnya disebut teologi filosofi.


Hal ini bukan menyelidiki tentang Tuhan sebagai obyek, namun eksistensi alam
semesta, yakni makhluk yang diciptakan, sebab Tuhan dipandang semata-mata
sebagai kausa pertama, tetapi bukan pada diri-Nya sendiri, Tuhan sebenarnya
bukan materi ilmu, bukan pula pada teodise . Jadi pemahaman Tuhandi dalam
agama harus dipisahkan Tuhan dalam filsafat. Namun pendapat ini ditolak oleh
para agamawan, sebab dapat menimbulkan kekacauan berpikir pada orang
beriman. Maka ditempuhlah cara ilmiah untuk membedakan dari teologi dengan
menyejajarkan filsafat ketuhanan dengan filsafat lainnya (Filsafat manusia, filsafat
alam dll). Maka para filsuf mendefinisikannya sebagai usaha yang dilakukan
untuk menilai dengan lebih baik, dan secara refleksif , realitas tertinggi yang
dinamakan Tuhan itu, ide  dan gambaran Tuhan melalui sekitar diri kita.

3
C. Studi tentang tabiat Tuhan dan kepercayaan

Ide tentang Tuhan pada orang beragama secara umum  biasanya dijelaskan


dalam tabiat Tuhan; "Yang Maha Tinggi" (Anselmus mengatakan: "Tuhan adalah
sesuatu yang lebih besar dari padanya tidak dapat dipikirkan manusia)Yang Maha
Besar, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Baik dan sebagainya.

Beberapa sikap orang beriman dalam mencari pencerahan akan adanya Allah:

 Manusia yang menerima begitu saja dikarenakan ajaran turun-temurun


dari  para pendahulunya, manusia ditekankan harus percaya, bahkan tanpa
bertanya.
 Manusia mulai bertanya mengapa dirinya ada? Mengapa alam ada?
 Kemudian menanyakan Allah terkait; siapa, isinya, dan mengapa Dia ada?

Semua jawaban itu akan dijawab oleh para ahli dalam bidang yang
disebut teologi ; theos dan logos, ilmu tentang hubungan manusia dan ciptaan
dengan Tuhan.Jawaban-jawabannya bisa sangat beragam, tergantung agama  dan
kepercayaan yang mana yang memberikan jawaban.

Teisme adalah faham yang mempercayai adanya Tuhan. Berasal dari bahasa


Yunani Θεός=Teos dan νόμος=hukum=aturan=paham, jadi sebuah aturan atau
paham tentang Tuhan atau pengakuan adanya Tuhan.

D. Pemikir Barat yang Mempercayai Adanya Tuhan

Descartes (1596-1650)
Rene Descartesmemikirkan Tuhan bermula dari prinsip utamanya yang
merupakan “gabungan antara pietisme Katolik dan sains.” Descartes adalah
seorang filsuf rasionalis yang terkenal dengan pemikiran ide Tuhan. Tantangan
yang mendorong Descartes adalah keragu-raguan radikalnya, The Methode of
Doubt , bahkan menurutnya,"indera bisa saja menipu, Yang Maha Kuasa dalam
bayangan kita juga bisa saja menipu, sebab kita yang membayangkan".

4
Filsafat Ketuhanan menurut Descartes adalah berawal dari fungsi iman,
yang pada akhirnya berguna untuk menemukan Tuhan. Tanpa iman manusia
cenderung menolak Tuhan. Ada dua hal yang bisa ditempuh agar Aku sampai
pada Tuhan. Pertama adalah sebab akibat, bahwa dirinya sendiri (manusia) pasti
diakibatkan oleh penyebab pertama, yaitu Tuhan. Jalan yang kedua adalah secara
ontologis, yang diwarisinya dari Anselmus. Tuhan yang ada itu tidak mungkin
berdiri sendiri, tanpa ada kaitan dengan suatu entitas lain, maka Tuhan pasti ada
dan bereksistensi maka Tuhan yang ada dalam ide Descartes sempurna sudah,
bahwa Dia ada dan dapat diandalkan dalam relasi dengan entitas lainnya itu.

Imanuel Kant (1724-1804)


Imanuel Kant mengajarkan bahwa Tuhan ditemui dalam hukum moralnya
melalui beberapa tahap:
1. Tuhan adalah suara hati,
2. Tuhan adalah tujuan moralitas,
3. Tuhan adalah pribadi yang menjamin bahwa orang yang bertindak baik demi
kewajiban moral akan mengalami kebahagiaan sempurna. Menurut Kant ada tiga
jalan untuk membuktikan adanya Tuhan di luar spekulasi belaka, dan hal ini
dimungkinkan:
1.    Dimulai dari menganalisa pengalaman kemudian menemui kualitas dari sense
dunia kita, lalu meningkat menjadi hukum kualitas mencapai penyebab di luar
dunia.
2.  Berdasar hal pertama, kita masih pada tataran pengalaman yang tidak bisa
dijelaskan.
3.    Di luar konsep-konsep itu, manusia memiliki prioritas dalam rasionya, dan itu
menjadi penyebab yang memang ada.
Lalu dari usaha dari pengalaman dianalisa dengan a priori (pemikiran awal
sebelum membutktikan sesuatu) dalam otak kita, kita membagi tiga bentuk
definisi atas pengalaman; Psikologi-teologi, kosmologi dan ontologi. Dari hal
yang dialami (empiris) menuju transendensi; bahwa manusia hanya akan

5
berspekulasi saja. Kant mengakui bahwa Tuhan sebagai pemberi a priori dan
pengalaman itu sendiri tidak terdapat dalam baik pengalaman maupun a priori,
namun melampaui hal itu. Di sinilah iman diperlukan, sebab Tuhan pada
kenyataannya tidak bisa dibuktikan hanya dengan pengalaman inderawi semata.
Tuhan melampaui hal-hal rasio murni

Alfred North Whitehead (1861-1947)


Alfred North Whitehead  dijuluki sebagai bapak filsafat maupun teologi
proses . Pemikirannya tergolong abstrak karena pengaruh bidang yang
digelutinya, matematika dan pengetahuan empirisme mengenai alam yang
didapatkannya dari fisika terapan.
Tuhan dalam Filsafat proses Whitehead :

Proses kreatifitas dan pembaruan dari satuan aktual-aktual terus terjadi, salah
satu partisipannya adalah Tuhan, namun Dia yang paling menonjol karena dia
adalah yang awali dan yang akhiri.

a. Yang awali  : Allah memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai dasar
awali yangyk adanya tatanan dalam seluruh jagat raya dan sebagai dasar
munculnya kebaruan dalam perwujudan suatu peristiwa aktual.
b. Yang akhiri : Allah sebagai penyerta yang tanggap dan menyelamatkan.

Jadi, Tuhan (Allah) bagi Whitehead memiliki dua peran yang disebut di atas,
dengan begitu dia bisa mengendalikan setiap perubahan yang terjadi atas aktual-
aktual lain dan mengakhirinya dengan baik.

E. Argumen Tentang Tuhan Dalam Perspektif Filsuf Muslim

Pembuktian adanya Tuhan tidak hanya menjadi perbincangan para filosof


Barat, tetapi juga menjadi pembicaraan para filosof dan teolog Muslim, seperti
yang dilakukan oleh para filosof dan teolog Muslim yang menjadi pengikut

6
Mu’tazilah maupun al-Asy’ariyah. Pembuktian-pembuktian tersebut dibedakan
menjadi  2 dalil, yaitu :

Dalil Kebaharuan (Dalil al-Huduts)

Argument a novitate mundi  (dalil al-huduts), yang pada dasarnya


menekankan kesementaraan alam semesta, sebenarnya telah digunakan secara
populer oleh mutakallimun (teolog-teolog Muslim) ketimbang para filosof muslim
(falasifah). Dan “prosedur umum yang digunakan para mutakallimun dalam
membuktikan temporalitas alam semesta, “ kata Majid Fakhry, “ialah dengan cara
menunjukkan bahwa alam yang mereka definisikan sebagai segala sesuatu selain
Tuhan, itu terdiri dari atom-atom dan aksiden-aksiden. Aksiden-aksiden tersebut
dikenal dengan ‘ardl yaitu bahwa semua benda mengalami perubahan keadaan
yang bermacam-macam, baik yang berupa bentuk, warna, gerakan, bergantian,
surut dan perubahan-perubahan lainnya.
Menurut Al-Kindi, yang mana beliau seorang filosof yang berorientasi
teologi, menolak dengan tegas konsep apapun yang mengimplikasikan keabadian
alam semesta, yang dengan lekat di pertahankan oleh Aristoteles dan para
pengikutnya dan sampai taraf tertentu juga oleh kaum Neo-Platonis Muslim
setelah Al-Kindi.

Penolakan itu diwujdukan al-Kindi melalui karya agungnya, Fi al-


Falsafah al-Ula (Tentang filsafat pertama) yaitu: pertama ia mencoba
menyanggah keabadian jasad setelah mengatakan bahwa hanya jasadlah yang
punya “genus” dan “spesies”, sementara yang abadi tidak memiliki subyek
maupun prediket, agen maupun “spesies”. Sesuatu yang abadi tidak mempunyai
genus, lalu melalui penegasannya al-Kindi mengatakan bahwa “karena jasad
memiliki genus dan spesies, sementara yang abadi tidak punya genus, maka
jasad tidaklah abadi”. Setelah itu, ia membuktikan bahwa jasad alam semesta
adalah terbatas dan karena itu jasad alam semesta diciptakan.

Dalam buku Al-Kindi : The Philosopher of the Arab, Geoerge N. Atigeh,


mengemukakan argumen Al-Kindi sebagai berikut :

7
                Sekarang, jika kita mengambil sebagian dari jasad yang disebut tidak
terbatas, maka sisanya bias terbatas dan dan keseluruhannya tidak, atau sisanya
terbatas dan keseluruhannya juga tak terbatas. Jika keseluruhannya itu terbatas
dan kemudian kita tambahkan padanya apa yang telah terambil, hasilnya akan
menjadi jasad yang sama seperti sebelumnya, yakni yasad yang tak terbatas. Hal
tersebut akan diimplikasikan bahwa yang tak terbatas adalah lebih besar dari
yang tak terbatas, dan itu adalah rancu. Dan ini juga secara tidak langsung akan
berarti bahwa seluruhnya itu identik dengan bagian, hal mana adalah
kontradiktif. Karena itu sebuah jasad yang actual haruslah terbatas secara
niscaya. Alam semesta betul-betul ada (actual), karenanya ia harus terbatas,
dalam arti bahwa ia dicipta.

Setelah membuktikan bahwa jasad alam semesta adalah terbatas dan


diciptakan, Al-Kindi lalu mendemontrasikan penciptaan waktu dan gerak yang
merupakan dua hal yang niscaya tidak dapat dipisahkan dari alam semesta.
“Karena jasad alam semesta” telah dibuktikan terbatas, gerak dan waktu, sebagai
dua hal yang harus bersamaan (concomintants), haruslah juga terbatas”.Dalam
menolak keabadian waktu, ia menegaskan:

Jika “masa lalu” tanpa sebuah permulaan itu mungkin, ia tidak bias sampai pada
“saat ini”. Kaena hal tersebut akan mengatakan secara tidak langsung bahwa
yang tidak terbatas tidak bia menjadi actual, karena yang tidak terbatas tidak
bias “dilintasi” dan mengatakan bahwa yang tidak terbatas tidak bias
“dilintasi”. Karena itu, waktu adalah terbatas dan diciptakan.

Al-Kindi mengetengahkan empat argumen untuk membuktikan


keberadaan Tuhan, yaitu :

(1)   Argumen pertama, bersandar pada premis bahwa alam semesta adalah terbatas
dan diciptakan dalam waktu. Yang ditunjukkan bahwa alam semesta adalah
terbatas dari sudut jasad, waktu dan gerak, yang berarti bahwa ia haruslah
diciptakan, yaitu menurut hukum kausalitas.

8
(2)   Argumen kedua, didasarkan pada ide Keesaan Tuhan, menunjukkan bahwa
segala sesuatu yang tersusun dan beragam tergantung secara mutlak pada Keesaan
Tuhan, adalah sebab terakhir dari setiap obyek inderawi memancar, dan ia yang
membawa setiap obyek tersebut menjadi wujud.

(3)   Argumen ketiga, pada dasarnya bersandar pada ide bahwa sesuatutidak bisa
secara logika menjadi penyebab bagi dirinya ; dengan penyangkalan empat yang
menjadi sebab bagi dirinya sendiri :

(4)  Argumen keempat, yang bersandar pada argument a novitate mundi (dalil al-


huduts), didasarkan kepada analogi antara mikrokosmos (badan manusia) dan
mikrokosmos (alam semesta).

“Sebagaimana mekanisme tubuh manusia yang teratur dan mulus mengisyaratkan


pada adanya seorang administrator cerdas yang tak nampak, yang disebut jiwa,
demikian juga mekanisme alam semesta yang teratur dan serasi yang
mengisyaratkan adanya seorang administrator gaib yang maha gaib, yaitu : Tuhan

Dalil Kemungkinan (Dalil Al-Imkan)

Dan penyajian argumen tentang adanya Tuhan, itu memerlukan


pemahaman dengan melalui antologi dan anlisis kedalam penilaian-penilaian
tertentu, yaitu berupa tiga macam pemilihan menguraikan  tentang wujud.
Pemilahan antara yang tak mungkin, yang mungkin dan yang niscaya wajib yaitu
wujud dari ensitas yang ada bisa bersifat niscaya (wajib) dalam dirinya
disebabkan oleh tabiatnya sendiri atau tidak niscaya. Wujud yang tidak niscaya
dalam dirinya bisa bersifat tidak mungkin, atau mungkin, apapun yang tidak
mungkin dalam dirinya tidak bias menjadi ada (maujud). Tuhan, yang esensi dan
eksistensinya sama, adalah satu-satunya wujud yang nicaya (wajib al-wujud) oleh
dalam dirinya. Segala sesuatu selain Tuhan secara inherent dipengaruhi oleh
kemungkinan.”Sesuatu yang mungkin” tidak pernah bisa melepaskan
kemungkinannya dalam setiap tahap karirnya dan tidak pernah menjadi niscaya
sendiri seperti Tuhan. Karena dalam setiap sesuatu yang mungkin, pasti ada

9
dualitas atau bahkan kesenjangan tertentu antara esensi dan eksistensi mereka,
tidak seperti Tuhan yang esensi-Nya sama dengan eksistensi-Nya, sehingga
kesatuan sejati tercapai.

Sementara itu, pembahasan fenomena ketuhanan yang menyangkut


eksistensi Tuhan tidak sama di semua tempat dan di semua jaman. Setidak-
tidaknya terdapat dua pendekatan utama yang selalu dilakukan manusia, yaitu
pendekatan intuitif eksistensial seperti pada filsafat Timur dan pendekatan
rasional seperti pada filsafat Barat. Dalam kerangka dua pendekatan utama ini
terdapat aliran-aliran besar yang memandang eksistensi Tuhan secara berbeda,
bahkan ada yang menolak tentang Tuhan itu sendiri.

Pertama, Theisme merupakan aliran dalam filsafat ketuhanan yang


mengandung pengertian bahwa adanya Tuhan bukan hanya sesuatu ide yang
terdapat dalam pikiran (mind) manusia, akan tetapi menunjukkan bahwa zat yang
dinamakan Tuhan itu berwujud obyektif. Zat Tuhan telah ada jauh sebelum kita
sadar akan eksistensi Tuhan sebagai ide bawaan dalam diri kita sebagaimana
diungkapkan oleh Plato dan Descartes. Artinya Konsep tentang Tuhan itu
merupakan suatu keniscayaan.

Tuhan dalam pandangan theisme bersifat immanen sekaligus transenden.


Disamping itu, Tuhan juga dianggap sebagai pencipta, pemelihara dan penguasa
dunia. 

Kedua, Atheisme merupakan antitesis dari konsep theisme yang


berpandangan tentang pengingkaran adanya Tuhan yang berarti menolak terhadap
kepercayaan adanya Tuhan.Penolakan terhadap Tuhan termasuk didalamnya
adalah pengingkaran terhadap  wujud Tuhan yang personal, pencipta, pemelihara
dan penguasa.

Ketiga, Deisme  merupakan paham ketuhanan yang hampir sama dengan


theisme, yaitu sama-sama mempercayai adanya Tuhan dalam perspektif natural
atau agama natural. Secara prinsip antara theisme dan Deisme sangat berbeda.
Theisme beranggapan bahwa Tuhan adalah transenden sekaligus immanen,

10
sedangkan Deisme berpandangan bahwa Tuhan setelah menciptakan alam ini
kemudian  membiarkannya secara mekanis berjalan sendiri tanpa ada campur
tangan Tuhan lagi.

Dengan demikian, Tuhan bersifat transenden terhadap alam. Tuhan berada


di luar alam. Karena itu, para penganut Deisme tidak akan mempercayai adanya
mu’jizat dan arti doapun tidak ada manfaatnya. Alam telah tersusun secara rapi
dan teratur sehingga tidak memungkinkan adanya perubahan baik dari akibat
mu’jizat maupun dari doa. Deisme sebagai paham ketuhanan menyebabkan para
penganutnya tidak mengikuti salah satu agama atau kepercayaan, sekalipun
mengakui adanya Tuhan. 

Keempat, Agnostisisme merupakan paham atau aliran yang berpandangan


bahwa mustahil akal manusia dapat mengetahui eksistensi Tuhan. Ini karena, akal
manusia bersifat terbatas, sehingga tidak akan mampu mengetahui sesuatu di luar
jangkauan akal manusia termasuk di dalamnya aalah realitas ketuhanan. Dengan
kata lain, agnostisisme adalah pengingkaran secara umum terhadap segala
persoalan metafisika sebagai sumber ilmu pengetahuan nyata, sedangkan secara
khusus merupakan pengingkaran dari kemungkinan akal manusia mampu
mengetahui eksistensi Tuhan. Paham ini menerima kemungkinan adanya suatu
kenyataan yang bersifat transenden terhadap manusia, namun menolak gagasan
bahwa manusia dapat mengetahui secara pasti eksistensi Tuhan. Sebagai
akibatnya, pengetahuan dibatasi pada barang-barang material di dunia.

Kelima, Pantheisme merupakan aliran atau paham ketuhanan yang


berpandangan bahwa Tuhan adalah yang tertinggi dan semuanya adalah Tuhan,
sehingga segala sesuatu itu adalah Tuhan, sebab antara alam dan Tuhan
merupakan suatu kesatuan dari realitas Absolut.  Realitas yang sesungguhnya
adalah Tuhan. Disinilah ada peleburan selain Tuhan ke dalam diri Tuhan,
sehingga yang tampak adalah Tuhan itu sendiri.

Dari segi tipologinya, maka pantheisme merupakan paham ketuhan yang


mempunyai ciri-ciri bahwa Tuhan itu adalah Eternal (bersifat abadi), mempunyai

11
kesadaran diri yang abadi (Conscious), Knowing (mengetahui dunia dan alam
semesta) dan World inclusive (memiliki sesuatu dan hadir dalam dunia atau
tampak pada alam semesta

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat memiliki hubungan yang sangat erat dengan ketuhanan. Berfilsafat


merupakan kegiatan mencari makna sedalam-dalamnya dan sebenar-benarnya.
Agama dalah hal ini ketuhanan mengantarkan manusia ke arah kebenaran,
sedangkan filsafat membukan pintu ke arah kebenaran
Filsafat ketuhanan mengajarkan manusia mengenal tuhan melalui akal pikiran
semata-mata yang kemudian kebenarannya didapati sesuai dengan wahyu (kitab
suci).
Manusia sebagai makhuk pencari kebenaran dalam perenungannnya akan
menemukan tiga bentuk eksistensi yaitu agama, filsafat dan ilmu pengetahuan.
Agama mengantarkan pada kebenaran yang bersumber dari Tuhan, dan filsafat
membuka jalan untuk mencari kebenaran. Sedangkan ilmu pengetahuan pada
hakikatnya adalah kebenaran itu sendiri
Dengan kata lain, bahwa baik agama mauapun filsafat ketuhanan sama- sama
bertolak dari pangkalan pelajaran ketuhanan, tetapi jalan yang ditempuh berbeda.
Masing-masing menempuh cara dan jalannya sendiri, namun keduanya akan
bertemu kembali di tempat yang dituju dengan kesimpulan yang sama: Tuhan Ada
dan Maha Esa.

B. Saran
Kita sebagai manusia seharusnya lebih mengembangkan pengetehuan
tentangreferensi konsep ketuhanan dalam islam sehingga pemahaman kita tentang
konsepketuhanan dalam islam tidak terbatas terutama mengenai filsafat
ketuhanan, pemikiranmanusia tentang Tuhan. Tuhan menurut wahyu,dan dalil-
dalil pembuktian eksintensi Tuhan.Dan kita dikatakan sosok manusia yang
seutuhnya apabila ada keselarasan manusia dengan Tuhannya, maka dari itu kita

13
sebagai penerus pemuda bangsa dan negara mari kitapahamkan dalam keseharian
kita tentang pemahaman konsep dasar ketuhanan dalamislam.
Kami menyadari makalah ini banyak kekurangan, untuk itu saran positif dan
kritik anda lah yang dapat menyempurnakan makalah ini sehingga akan lebih
berguna bagi para pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. 2013. Filsafat Ketuhanan. (online).


http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ketuhanan

Handayani, Lutfi. 2012. Filsafat Ketuhanan. (online).


http://lutfihandayani4.blogspot.com/

Yunianto, Rosid. 2012. Matematika, Filsafat, dan ketuhanan. (online).


http://rosidyunianto.blogspot.com/2012/11/matematika-filsafat-dan-
ketuhanan.html

Syafieh. 2013.Argumen Tentang Tuhan: Sebuah Tinjauan Filsafat Ketuhanan


(Teologi Metafisik). (online).
http://epistom.blogspot.com/2013/04/argumen-tentang-tuhan-sebuah-
tinjauan.html

El Sohib, Ihsan. 2012. Konsep Ketuhanan dalam Islam. (online).


http://www.academia.edu/4950245/MAKALAH_KONSEP_KETUH
ANAN_DLM_ISLAM

15

Anda mungkin juga menyukai