Anda di halaman 1dari 5

IDEALISME DAN MATERIALISME PENDIDIKAN ISLAM

A. Idealime pendidikan islam

Idealisme merupakan suatu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa


pengetahuan kebenaran yang paling tinggi adalah ide dari diri sendiri bukan dari
orang lain. Jadi, dalam konteks pendidikan ini Islam menceritakan pemikiran atau ide
tertinggi.

Filsafat Idealisme adalah suatu aliran filsafat yang menekankan pentingnya


keunggulan pikiran (mind), jiwa (spirit) atau roh (soul) dari pada hal-hal yang bersifat
kebendaan atau material. Hakikat manusia adalah jiwa atau rohaninya, yakni apa yang
disebut “mind”. Mind merupakan wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan
sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Peran filsafat dalam
dunia pendidikan adalah memberikan acuan bidang filsafat pendidikan guna
mewujudkan cita-cita pendidikan yang diharapkan oleh suatu masyarakat atau bangsa.

Aliran idealisme sangat identik dengan alam dan lingkungan, karena itu aliran ini
melahirkan dua macam realita, pertama yang tampak, yaitu apa yang dialami oleh kita
selaku mahluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada
yang hidup dan ada yang mati, demikian seterusnya. Kedua, realitas sejati, yang
merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea). Gagasan dan pikiran yang utuh di
dalamnya memiliki nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan
kesejataian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan
wujud yang hakiki.

Dengan demikian Idealisme ialah aliran filsafat yang menganggap atau


memandang ide itu primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain
menganggap materi berasal dari idea atau diciptakan dari ide. Idealisme disebut
dengan idea sedangkan dunia dianggap fana tanpa adanya idea-idea yang menjadi
tujuan hidup.

Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang bersifat theo-sentris (berpusat kepada


Tuhan) kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal dan kepada norma-norma yang
menangung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai idealisme bercorak spiritual,
maka kebanyakan kaum idealisme mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi
atau Prima Causa dari kejadian alam semesta ini.

Menurut Plato tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-


kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga menjadi seorang warga
negara yang baik, masyarakat dan harmonis, yang melaksankana tugastugasnya secara
efisien sebagai seseorang anggota masyarakat. Tujuan pendidikan idealisme bagi
kehidupan sosial dan masyarakat adalah perlunya persaudaraan sesama manusia.
Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada
yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan
manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan
yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara
sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial
sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.

B. Materialisme Pendidikan Islam

Sebelum masuk ke dalam pembahasan tentang filsafat pendidikan materialisme


ada baiknya kita mengetahui arti filsafat itu sendiri. Kata falsafah atau filsafat dalam
bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang juga diambil dari
bahasa Yunani philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan
berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia =
“kebijaksanaan”). Sehingga arti harfiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk
terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang
mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.
Adapun pengertian filsafat menurut para ahli adalah:
a. Plato
Filsafat adalah pengertian segala sesuatu yang ada da ilmu yang berminat
mencapai kebenaran asli.
b. Aristoteles
Filsafat adalah ilmu yang terkandung dalam metafisika, logika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika.
c. Marcus Tulius Cecero
Filsafat adalah ilmu pengetahuan sesuatu Yang Maha Agung dan usaha-usaha
untuk mencapainya.
d. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu tentang alam maujud dan hakikat yang sebenarnya.

Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik,


yang disebut juga “atomisme”. Demokritos besrta para pengikutnya beranggapan
bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi
(yang disebut atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga
mata kita tidak dapat melihatnya. Atom-atom itu bergerak, sehingga dengan demikian
membentuk realitas pada pancaindera kita.
Ludwig Feuerbach (1804-1872) mencanangkan suatu meta-fisika materialistis,
suatu etika yang humanistis, dan suatu epistemology yang menjunjung tinggi
pengenalan inderawi. Oleh karena itu, ia ingin mengganti idealisme Hegel (guru
Feuerbach) dengan materialisme. Jadi, menurut Feuerbach, yang ada hanyalah materi,
tidak mengenal alam spiritual. Kepercayaan terhadap Tuhan hanyalah merupakan
suatu proyeksi dari kegagalan atau ketidakpuasan manusia mencapai cita-cita
kebahagiaan dalam hidupnya. Dengan kegagalan tersebut manusia memikirkan suatu
wujud di luar yang dikhayalkan memiliki kesempurnaan, yang merupakan sumber
kebahagiaan manusia, suatu wujud yang bahagia secara absolute. Oleh karena itu,
Tuhan hanyalah merupakan hasil khayalan manusia. Tuhan diciptakan oleh manusia
itu sendiri, secara maya, padahal wujudnya tidak ada.

Tokoh-tokoh filsafat materialisme adalah:

1. Thales (625-545 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah air.


2. Anaximandros (610-545 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah apeiron, yaitu
unsur yang tak terbatas.
3. Anaximenes (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah udara.
4. Heraklitos (540-475 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah api.
5. Demokritus (460-360 SM) berpendapat bahwa hakikat alam adalah atom-atom
yang amat banyak dan halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian alam
semesta.
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani,
bukan spiritual, atau supranatural.Filsafat materialisme memandang bahwa materi
lebih dahulu ada sedangkan ide atau pikiran timbul setelah melihat materi. Dengan
kata lain materialisme mengakui bahwa materi menentukan ide, bukan ide
menentukan materi. Contoh: karena meja atau kursi secara objektif ada, maka orang
berpikir tentang meja dan kursi. Bisakah seseorang memikirkan meja atau kursi
sebelum benda yang berbentuk meja dan kursi belum atau tidak ada.
1. Ciri-ciri filsafat materialisme
a. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi
b. Tidak meyakini adanya alam ghaib
c. Menjadikan panca-indera sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu
d. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan hukum
e. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlaq

2. Variasi aliran filsafat materialisme


Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan
materialisme metafisik.

a. Filsafat Materialisme Dialektika


Materialisme dialektika adalah materialisme yang memandang segala sesuatu
selalu berkembang sesuai dengan hukum-hukum dialektika: hukum saling
hubungan dan perkembangan gejala-gejala yang berlaku secara objektif di
dalam dunia semesta. Pikiran-pikiran materialisme dialektika inipun dapat
kita jumpai dalam kehidupan misalnya, “bumi berputar terus, ada siang ada
malam”, “habis gelap timbullah terang”, “patah tumbuh hilang berganti” dsb.
Semua pikiran ini menunjukkan bahwa dunia dan kehidupan kita senantiasa
berkembang.
b. Filsafat Materialisme Metafisik
Materialisme metafisik, yang memandang dunia secara sepotong-sepotong
atau dikotak-kotak, tidak menyeluruh dan statis. Pikiran-pikiran materialisme
metafisik ini misalnya: “sekali maling tetap maling”, memandang orang
sudah ditakdirkan, tidak bisa berubah.
Cabang materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan
sebagai landasan berpikir adalah “Positivisme”. Menurut positivisme, kalau
sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya. Aguste Comte
(Runes, 1963:234) sebagai pelopor positivisme membatasi pengetahuan pada
bidang gejala-gejala (fenomena). Menurut Comte, terdapat tiga perkembangan
berpikir yang dialami manusia, yaitu:

1. Tingkatkan teologis (pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayul dan


prasangka)
2. Tingkatkan metafisik (pola berpikir abstrak)
3. Tingkatkan positif (pola berpikir yang mendasarkan pada sains)

Zaman positif (Harun Hadiwijono, 1980) adalah zaman dimana orang tahu,
ssbahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak, baik
pengenalan teologi maupun metafisik. Ia tidak lagi melacak awal dan tujuan akhir
dari seluruh alam semesta tapi berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan
dan aturan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau disajikan
kepadanya.
Jadi, dikatakan positivisme, Karena mereka beranggapan bahwa yang dapat
kita pelajari hanyalah berdasarkan fakta-fakta, berdasarkan data-data yang nyata,
yaitu yang mereka namakan positif.
Thomas Hobbes sebagai pengikut empirisme materialistis berpendapat bahwa
pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan
tentang asas-asas yang diperoleh dan dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya
pengalamanlah yang memberi kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya
memiliki fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan
suatu proses penjumlahan dan pengurangan (Harun Hadiwijono, 1980).

Anda mungkin juga menyukai