Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

MENGKAJI KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN TUHAN YANG MAHA ESA
DALAM AGAMA KATOLIK

DOSEN PENGAMPU: Dr. I Nengah Mariasa, M.Hum

Oleh:

KELOMPOK 2 (kelas 2023K)

PRADNYA KEYLA A.K.W (23010664400)

MOCH.RAFI AKBAR R.L.S (23010664402)

ISNALIA SARI HIDAYATI (23010664404)

IRHASAN LAILI SYA’BAN (23010664408)

HIDAYATUNNISA (23010664410)

SELVI RAHMA PUTRI RUDIN (23010664423)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FEBRUARI 2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak
kemudahan dan limpahan rezeki-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok
dalam membuat makalah ini tepat waktu.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. I Nengah Mariasa, M.Hum sebagai
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah membantu memberikan arahan
dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Surabaya, 11 Februari 2024

Kelompok 2
Daftar Isi

KATA PENGANTAR.. 2

DAFTAR ISI. 1

BAB I PENDAHULUAN.. 2

1.1 Latar Belakang. 2


1.2 Fokus Bahasan. 2
BAB II. 4

PEMBAHASAN.. 4

2.1 Tuhan Yang Maha Esa


2.2 Ketuhanan Yang Maha Esa
2.3 Tuhan Yang Maha Esa dalam Agama Katolik
2.4 Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Agama Katolik
2.5 Tuhan Yang Maha Esa dalam Pancasila
2.6 Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila

BAB III PENUTUP.. 5


3.1 Kesimpulan. 5
3.2 Saran. 5
DAFTAR PUSTAKA.. 7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang terdiri dari beraneka suku bangsa, budaya, dan khususnya ada 6 agama yang
berbeda. Nilai-nilai agama terhadap Pancasila mungkin tidak secara eksplisit tercantum dalam
kitab suci masing-masing agama, namun jika dilihat dari konteks spiritualitas, nilai-nilai
tersebut dapat ditemukan. Oleh karena nilainya universal, seharusnya nilai-nilai tersebut
menjadi landasan bersama yang harus diwujudkan tanpa memandang perbedaan agama yang
dianut.

Pancasila sebagai dasar negara juga memiliki nilai inklusif yang tercermin dalam sifat Allah
yang disebut "maha esa". Namun, apa makna sebenarnya dari "maha esa"? "Esa" mengandung
makna tunggal atau satu. Jadi, "maha-satu" dan "maha-tunggal" menunjukkan bahwa Allah
adalah satu-satunya keberadaan yang ada. Namun, menurut GBHN 1978, kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa bukanlah sebuah agama. Oleh karena itu, pengertian kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak harus terikat pada penafsiran dari suatu agama tertentu.
Dalam pidato kenegaraan pada tahun itu, dijelaskan bahwa kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa adalah bagian dari budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia; ini merupakan warisan spiritual bangsa kita.

Sila pertama Pancasila tidak hanya membicarakan tentang kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa menurut satu agama tertentu, tetapi lebih sebagai pengalaman universal manusia.
Manusia merasakan Allah sebagai sumber kehidupan yang esensial. Di dalam Allah, seluruh
kehidupan dan makna ditemukan. Dalam kepercayaan Kristen (Katholik), Iman Kristen
mengakui bahwa "Allah itu Esa", tetapi juga bahwa "Esa pula Dia yang menjadi perantara
antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus" (1Tim. 2:4). Dinyatakan juga bahwa
"Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh. 14:6).
Yesus tidak hanya memperkenalkan Allah Bapa kepada manusia, tetapi juga bahwa "melalui
Dia kita memiliki jalan masuk kepada Allah, oleh iman kepada-Nya" (Ef. 3:12). Pengalaman
iman terhadap Allah Yang Maha Esa dirasakan melalui Kristus dan oleh kuasa Roh Kudus.
Orang yang percaya kepada Yesus sebenarnya tidak hanya percaya kepada Yesus, tetapi juga
kepada Dia yang mengutus Yesus (lihat Yoh. 12:44). Dengan anugerah Roh Kudus, dalam
kesatuan dengan Kristus, orang beriman Kristen percaya kepada Allah Yang Maha Esa (Lalu
Pr & B.Kotan, n.d.).
1.2 Fokus Bahasan

Mengkaji Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Perspektif Agama
Katolik dan (tambahan) sudut Pandang Pancasila.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tuhan Yang Maha Esa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata ‘Tuhan’ adalah sebagai sesuatu yang
diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa dan Mahaperkasa.
Pada Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Tuhan berarti nama dari suatu
wujud tertinggi, terunik, zat Maha suci, Maha Mulia, dari-Nya sumber kehidupan dan kepada-
Nya kehidupan kembali. Sedangkan arti kata ‘Maha Esa” adalah tunggal, tidak ada sekutunya,
dan tidak tersusun dari yang lain.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian dari ‘Tuhan Yang Maha Esa’ adalah sesuatu yang
dipuja, diyakini, dan disembah oleh manusia dan Maha tunggal, sehingga tidak tersusun dari
yang lain. Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah keyakinan mutlak akan adanya
(keberadaan) Tuhan Yang Maha Esa, diungkapkan melalui tindakan dan gerakan sadar baik
lahir maupun batin (Rohman, 2019).

2.2 Ketuhanan Yang Maha Esa

Eksistensi keberadaan Tuhan adalah salah satu masalah paling fundamental manusia, karena
penerimaan maupun penolakan terhadapnya memberikan konsekuensi yang fundamental.
Alam luas yang diasumsikan sebagai produk sebuah kekuatan yang maha sempurna dan maha
bijaksana dengan tujuan yang sempurna berbeda dengan alam yang diasumsikan sebagai
akibat dari kebetulan atau insiden.

Tuhan sejak awal peradaban hingga saat ini telah menjadi objek peng-imanan dan penolakan.
Manusia, sebelum dibagi dalam kelompok agama bahkan sebelum dibagi dalam kelompok
monoteis dan politeis, telah terbagi dalam dua aliran besar seperti yang kita ketahui yaitu
ateisme dan teisme. Dalam berbagai kajian mengenai ke-Tuhanan memiliki konsep-konsep
yang berbeda satu sama lain. Berikut adalah beberapa konsep ketuhanan dalam setiap agama
yang berbeda-beda :

1.) Agama Yahudi


Agama Yahudi percaya kepada Tuhan Yang Esa, tetapi Tuhan yang hanya khusus untuk Bani
Isra’il, bukan Tuhan untuk bangsa lain. Mereka tidak pernah menyebut nama tuhannya
dengan langsung karena mungkin akan mengurangi kesucian-Nya. Oleh sebab itu orang Israel
melambangkan-Nya Agama Yahudi percaya kepada Tuhan Yang Esa, tetapi Tuhan yang
hanya khusus untuk Bani Isra’il, bukan Tuhan untuk bangsa lain.

2.) Agama Nasrani

Agama Nasrani atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan agama Kristen adalah salah
satu agama yang mengaku monotheisme, namun sebenarnya ajaran Kristen adalah
polytheisme, yaitu ketika kita melihat konsep aqidah mereka yang dikenal dengan Trinitas
atau Tritunggal. Agama nasrani juga telah terpecah menjadi puluhan agama baru. Setiap
agama pecahannya saling mengkafirkan agama pecahan yang lainnya pula dan secara umum
agama nasrani terbagi menjadi tiga agama baru, yang masing-masing memiliki gereja dan
tokoh agama sendiri-sendiri. Ketiga agama terbesar dari lingkup agama Kristen ini yaitu
Katholik, Ortodox dan Protestan.

3.) Agama Hindu

Agama Hindu mempunyai konsepsi ketuhanan yang bersifat polytheistis yang


dimanifestasikan dalam jumlah dewa-dewa yang disebutkan dalam kitab-kitab wedha
sebanyak 32 dewa yang mempunyai fungsi dan tugas masing-masing. Dewa-dewa tersebut
dipandang sebagai tokoh simbolis dari satu dewa pokok yaitu Brahma. Dalam kitab suci
Hindu, sifat-sifat Tuhan dilukiskan sebagai Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Dia
merupakan perwujudan keadilan, kasih sayang dan keindahan. Dalam kenyataannya, Dia
merupakan perwujudan dari segala kualitas terberkati yang senantiasa dapat dipahami
manusia. Dia senantiasa siap mencurahkan anugerah, kasih dan berkah-Nya pada ciptaan-
Nya.

4.) Agama Buddha

Dalam agama buddha, ternyata salah jika kita menganggap Buddha adalah Tuhan untuk
agama Budha. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama
Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia
adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal. Sang Buddha bukanlah Tuhan dalam
agama Buddha yang bersifat non-teis (yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan
Tuhan sang pencipta, atau bergantung kepada Tuhan sang pencipta demi dalam usaha
mencapai pencerahan; Sang Buddha adalah pembimbing atau guru yang menunjukkan jalan
menuju nirwana).

5.) Agama Islam

Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi yang nyata
dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim
bagi semesta alam. Secara etimologis kata Allah diderivasi dari kata ilah yang berarti
menyembah Kata Allah juga dapat diderivasi dari kata alih yang berarti ketenangan
kekhawatiran dan rasa cinta yang mendalam Ketiga makna kata alih mengarah kepada makna
keharusan untuk tunduk dan mengagungkan.

2.3 Tuhan Yang Maha Esa dalam Agama Katolik

Di dalam agama Katolik, Tuhan Yang Maha Esa itu adalah Allah yang menyatakan diri-Nya
sebagai:

a. Bapa Yang Kekal

b. Yesus Kristus

c. Roh Kudus

Ketiga Yang Esa tersebut yang disebut Allah Tritunggal yaitu Allah Bapa, Allah Putra, dan
Allah Roh Kudus. Ada satu Allah namun tiga Pribadi. Ketiga Pribadi itu dalam keesaan.
Allah Yang Esa adalah dasar iman dalam ajaran Gereja Katolik. Di dalam Iman ini mengakui
bahwa Allah adalah satu Pribadi yang menciptakan segala sesuatu.

Iman Kristen mengakui bahwa “Tuhan itu Esa” tetapi “Dia juga Dia yang menjadi perantara
Tuhan manusia, yaitu manusia Yesus Kristus”. Yesus tidak hanya memperkenalkan Allah
Bapa kepada orang-orang tetapi juga Tuhan Yang Mahakuasa dihidupi di dalam Kristus
melalui Roh Kudus (Tarigan et al., 2021).
2.4 Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Agama Katolik

Dalam ajaran Katolik, ketuhanan merujuk pada keyakinan akan keberadaan Tuhan yang Esa
dan Tritunggal (Soleh, 2020). Artinya "Ketuhanan" mencakup aspek-aspek umum dan sifat-
sifat ilahi yang terkait dengan keyakinan akan keberadaan Tuhan. Ketuhanan dalam agama
Katolik mencerminkan keyakinan dan pengabdian kepada Tuhan yang diwujudkan melalui
ibadah, doa, dan pengamalan ajaran moral yang diajarkan oleh Gereja Katolik.

1. Tritunggalitas (Trinitas): Dalam ajaran Katolik, Tuhan dipahami sebagai Tritunggal,


yakni satu Tuhan yang ada dalam tiga pribadi ilahi: Bapa, Anak (Yesus Kristus), dan
Roh Kudus. Ini adalah konsep sentral dalam kepercayaan Katolik yang memisahkan
ajaran Katolik dari beberapa denominasi Kristen lainnya.
2. Penciptaan dan Pemeliharaan Alam Semesta: Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam agama Katolik mencakup keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta segala
sesuatu dan juga pemelihara alam semesta. Tuhan dianggap sebagai sumber kehidupan
dan penopang eksistensi seluruh ciptaan.
3. Rencana Tuhan: Umat Katolik meyakini bahwa Tuhan memiliki rencana dan
kehendak-Nya sendiri yang mencakup sejarah dan takdir umat manusia. Pemahaman
ini tercermin dalam ajaran moral Katolik yang bertujuan membimbing umatnya untuk
menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak Tuhan.
4. Doa dan Sakramen: Penganut Katolik aktif dalam berdoa sebagai sarana
berkomunikasi dengan Tuhan. Sakramen, seperti Ekaristi dan Tobat, dianggap sebagai
lambang-lambang kasih karunia Tuhan yang memperkuat dan mendekatkan hubungan
antara manusia dan Tuhan.
5. Otoritas Gereja: Gereja Katolik, dengan Paus sebagai pemimpinnya, dianggap sebagai
perwakilan Tuhan di dunia. Peran otoritas Gereja sangat penting dalam memberikan
bimbingan dan mengajarkan ajaran moral kepada umat Katolik.

2.5 Tuhan Yang Maha Esa dalam Pancasila

Tuhan yang Maha Esa dalam pancasila menunjukkan bahwa eksistensi negara, bangsa, dan
manusia Indonesia berelasi dengan Tuhan yang diyakini. Tuhan dalam pancasila merupakan
entitas ilahi yang diimani dan dipercaya oleh umatNya sendiri, kepercayaan tersebut datang
dari berbagai paham atas Tuhan itu sendiri.
Dalam Pancasila, konsep Tuhan Yang Maha Esa memiliki beberapa poin penting:

1. Sebagai salah satu sila, Tuhan Yang Maha Esa mencerminkan kepercayaan akan
keesaan Tuhan sebagai sumber kehidupan dan keadilan. Konsep ini menegaskan
bahwa Tuhan adalah sumber segala kehidupan dan keadilan bagi semua warga negara
Indonesia.
2. Menegaskan bahwa bangsa Indonesia percaya dan menghormati Tuhan Yang Maha
Esa tanpa membedakan agama tertentu. Hal ini mencerminkan kesatuan dalam
keyakinan akan Tuhan sebagai landasan moral bagi masyarakat Indonesia.
3. Keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dalam Pancasila menjadi pijakan moral bagi
seluruh warga negara Indonesia dalam menjalani kehidupan bersama. Tuhan
dipandang sebagai sumber keadilan dan kehidupan yang menjadi landasan bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.6 Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila

Soekarno menyertakan konsep “ketuhanan” merupakan upaya menggambarkan kekayaan


agama di tengah bangsa ini yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Kita dapat memahami
bahwa sila “Ketuhanan yang Maha Esa” adalah sebuah wacana yang menggambarkan soal
kemajemukan kebudayaan dan paham agama, karena kata “Esa” merujuk pada kesatuan yang
majemuk bukan satu yang numerik (Tenaya et al., 2020). Maksudnya, Konsep ketuhanan
terebut datang dari berbagai kepercayaan yang mengimani entitas “Tuhan”, maka dari itu
“Esa” sendiri merujuk pada kesatuan yang terbentuk dari keberagaman. Dengan demikian,
kita dapat membayangkan bahwa “sila ketuhanan” adalah semacam ruang kosong yang
memungkinkan tiap paham agama membangun-kembali ide kelompoknya yang berkait
dengan ide universal.

Pada awalnya, Pancasila dirumuskan dalam naskah Piagam Jakarta, namun Pancasila sempat
mengalami beberapa kali perubahan. Rumusan awal ini dinilai memandang golongan tertentu,
terutama pada sila pertama. Satu hari setelah proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 18
Agustus 1945, Piagam Jakarta kembali menjadi sorotan. Pada hari tersebut, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang telah dibentuk sejak tanggal 7 Agustus 1945 dan
dipimpin oleh Soekarno, mengadakan sidang untuk membahas beberapa amandemen penting
dalam pembukaan dan isi Undang-Undang Dasar.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua PPKI Mohammad Hatta mengajukan empat usulan
perubahan, yaitu:

1. Mengganti kata "Mukaddimah" dengan kata "Pembukaan".


2. Mengubah kalimat dalam Preambul Piagam Jakarta yang berbunyi: "Berdasarkan
kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya" menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa".
3. Menghapus kata-kata "dan beragama Islam" dari Pasal 6 ayat (1), yang menyatakan
bahwa "Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam".
4. Mengganti Pasal 29 ayat (1) menjadi "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa", sebagai pengganti dari "Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya", sejalan dengan perubahan
yang kedua di atas.

Setelah menyampaikan perubahan tersebut, Hatta menyatakan keyakinannya bahwa ini adalah
perubahan yang sangat penting yang akan menyatukan seluruh rakyat Indonesia. Usulan dan
keyakinan Hatta didasarkan terutama pada masukan dari seorang opsir muda Kaigun
(Angkatan Laut Jepang), yang namanya terlupakan oleh Hatta, namun pesannya tentang
keberatan dari para pemeluk agama Protestan dan Katholik di wilayah Timur Indonesia
terhadap beberapa aspek Islam dalam Piagam Jakarta menjadi poin penting dalam
pembahasan.

Setelah beberapa jam sidang pada tanggal 18 Agustus, PPKI menyetujui secara bulat usulan
perubahan yang disampaikan oleh Hatta, dan Preambul serta isi UUD 1945 dengan empat
perubahan tersebut kemudian dikenal luas sebagai UUD 1945 yang mana dari Pembukaan
UUD tersebut terdapat nilai-nilai yang kita kenal dengan Pancasila (Syarif, 2016) . Kalimat
perubahan ini mencerminkan bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi toleransi antar umat
beragama. Sehingga, perubahan itu turut memperlihatkan komitmen para pendiri bangsa
dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan NKRI.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Materi mengenai Tuhan dan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama katolik dapat
disimpulkan yaitu, pertama Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) arti kata ‘Tuhan’ adalah sebagai sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh
manusia sebagai yang Mahakuasa dan Mahaperkasa. Kemudian, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Eksistensi keberadaan Tuhan adalah salah satu masalah paling fundamental manusia, karena
penerimaan maupun penolakan terhadapnya memberikan konsekuensi yang fundamental.
Dalam berbagai kajian mengenai ke-Tuhanan memiliki konsep-konsep yang berbeda satu
sama lain.

Selain itu, mengenai kajian mengenai Tuhan Yang Maha Esa dalam Agama Katolik. Di dalam
agama Katolik, Tuhan Yang Maha Esa itu adalah Allah yang menyatakan diri-Nya sebagai,
Bapa Yang Kekal, Yesus Kristus, Roh Kudus. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Agama
Katolik mengajarkan, ketuhanan merujuk pada keyakinan akan keberadaan Tuhan yang Esa
dan Tritunggal. Ketuhanan dalam agama Katolik mencerminkan keyakinan dan pengabdian
kepada Tuhan yang diwujudkan melalui ibadah, doa, dan pengamalan ajaran moral yang
diajarkan oleh Gereja Katolik. Tritunggalitas (Trinitas) dalam ajaran Katolik, Tuhan dipahami
sebagai Tritunggal, yakni satu Tuhan yang ada dalam tiga pribadi ilahi: Bapa, Anak (Yesus
Kristus), dan Roh Kudus. Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Katolik
mencakup keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta segala sesuatu dan juga pemelihara alam
semesta.

Kemudian di dalam Pancasila, konsep Tuhan Yang Maha Esa memiliki beberapa poin penting
diantaranya, sebagai salah satu sila, Tuhan Yang Maha Esa mencerminkan kepercayaan akan
keesaan Tuhan sebagai sumber kehidupan dan keadilan. Konsep ini menegaskan bahwa
Tuhan adalah sumber segala kehidupan dan keadilan bagi semua warga negara Indonesia. Hal
ini mencerminkan kesatuan dalam keyakinan akan Tuhan sebagai landasan moral bagi
masyarakat Indonesia.Keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dalam Pancasila menjadi pijakan
moral bagi seluruh warga negara Indonesia dalam menjalani kehidupan bersama. Dan yang
terakhir yaitu konsep dari Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila. Soekarno
menyertakan konsep “ketuhanan” sebagai upaya untuk menggambarkan kekayaan agama di
tengah bangsa ini yang ikut memperjuangkan kemerdekaan. Kita dapat memahami bahwa sila
“Ketuhanan yang Maha Esa” adalah sebuah wacana yang menggambarkan soal kemajemukan
kebudayaan dan paham agama, karena kata “Esa” merujuk pada kesatuan yang majemuk
bukan satu yang numerik. Mengubah kalimat dalam Preambul Piagam Jakarta yang berbunyi:
"Berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya" menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. (Lalu & Kotan, n.d.)

3.2 Saran

Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
mengenai Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama katolik
sekaligus untuk terus dapat meningkatkan keingintahuannya terhadap informasi baru yang
bermanfaat. Demi kesempurnaan makalah ini, kami berharap kritik dan saran dari pembaca
yang sifatnya membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Lalu, Y., & Kotan, B. D. (n.d.). Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan.
Rohman, F. (2019). STUDI FILSAFAT KETUHANAN DALAM KEMPALAN SERAT-SERAT
[Institut Agama Islam Negeri Kudus]. http://repository.iainkudus.ac.id/4550/
Soleh, M. (2020). AJARAN KETUHANAN DAN MAKNA FUNGSIONALNYA DALAM
KEHIDUPAN PERSPEKTIF JEMAAT GEREJA KATHOLIK SANTO NIKODEMUS DAN
PURA MERTA SARI CIPUTAT. Universitas Negeri Islam.
Tarigan, J., Prasetianto, A. Y., Suyanto, I. J., & Taruno, B. S. (2021). KATOLISITAS
Pendidikan Agama Katolik (J. tarigan, Ed.). Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya. https://books.google.co.id/books?id=hFk-
EAAAQBAJ&lpg=PA1&ots=943yHimli8&dq=agama
%20katolik&lr&pg=PA1#v=onepage&q=agama%20katolik&f=false

Tenaya, W. B., Yewangoe, A. A., Iman, F., Abdullah, M. A., Magnis-Suseno. Franz,
Susetyo, R. A. B., Kian, L., Sirait, H. I., Samekto, A., Sabri, M., Nyanasuryanadi, P.,
Tanuwiboo, B. S., Hari, Salim, M. A., Sinaga, M. L., Kristan, Pujiastuti, N. W.,
Marbawi, M., Utomo, A. H., … Gaspersz, S. (2020). SIGMA PANCASILA: Menganyam
Kepelbagaian Meneguhkan Keindonesiaan (P. Balun, P. Hartana, H. Givari, A. S. El
Tauruy, Suseno. Satrio Suryo, & M. R. Gumay, Eds.; 1st ed.). Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai