Anda di halaman 1dari 5

Nama Penyuluh Non PNS : I Wayan Hendra Purnawan, M.Pd.

Tema : Yoga Asanas

Gejala yang nampak dalam masyarakat modern dewasa ini adalah perhatian
yang begitu besar terhadap ajaran Yoga. Masyarakat modern mencari kedamaian di
tengah-tengan ketergesaan dan otomatisasi. Mereka ingin mendapatkan inti
hakekat manusia dalam suasana yang serba pragmatis dan praktis. Sesungguhnya
persoalan besar manusia bukanlah masalah-masalah ekonomi, politik atau
tekhnologi, tetapi justru tetap suatu pertanyaan yang ada di kedalaman hati
manusia itu sendiri, yaitu bagaimana mengerti keberadaan manusia yang terbatas
ini, tentang tujuan hidup dan nilai hidup, serta cara untuk mendapatkannya.
Dalam masyarakat modern seseorang disebut mencapai tingkat kesempurnaan
dalam hidupnya adalah apabila ia telah mencapai:
1. Aktif bekerja, giat dalam berkarya, dan melakukan pengabdian sosial.
2. Memiliki integritas diri dan kebijaksanaan, serta kematangan jiwa.
3. Memiliki perilaku suci dalam kehidupan.
Kalau diperhatikan dengan seksama ketiga keutamaan tersebut akan sama nadanya
dalam petunjuk-petunjuk yoga yang diberikan di dalam kitab suci Hindu seperti
Bhagawadgita. Dalam kitab suci tersebut dinyatakan bahwa Karma
Yoga dimaksudkan agar orang bisa memahami hakekat kerja di dunia ini yang
akan menjamin rasa bahagia. Kerja tidaklah dianggap sebagai beban berat yang
terpaksa harus dilakukan. "Laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa
mengharapkan keuntungan, sebab kerja tanpa keuntungan pribadi membawa orang
ke kebahagiaan tertinggi" (Bhagawadgita, bab III sloka 9 ).
Melalui Jnana Yoga, pengetahuan akan kebenaran yang sejati menyebabkan orang
menjadi bijaksana. Orang yang bijaksana tak diragukan lagi akan berbahagia dalam
perjalanan hidupnya. "Dimana dijumpai kebahagiaan tertinggi dengan akal budi
(intelek) di luar panca indra, di sana ia mencapai tujuan dan tiada lagi jatuh dari
kebenaran". (Bhagawadgitha bab VI, Sloka 21).
Sedangkan melalui Bhakti Yoga, orang dipastikan menemui kebahagiaan bukan
untuk dirinya sendiri, tetapi akan dirasakan oleh sesamanya. Hal ini tiada lain
karena cinta kasih yang dirasakan oleh orang yang bersangkutan bersumber dari
Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai sumber cinta kasih yang melimpah bagi manusia
dan seluruh mahkluk. "Dia yang mempunyai itikad kebajikan, sikap bersahabat,
bebas dari rasa egoisme dan keangkuhan, sama dalam suka duka, rela memaafkan"
(Bhagawadgita bab. XII, sloka. 13).
Sat Cit Ananda
Ajaran Yoga tertuang di dalam kitab suci Bhagawadgita. Bhagawadgita berarti
"Nyayian Tuhan". Bhagawadgita berisi petunjuk-petunjuk bagaimana manusia
dengan hati yang tulus harus menjalani hidup ini hingga akhirnya bisa menemui
Sat Cit Ananda, yang tiada lain berarti persatuan dengan Sang Pencipta. dengan
memberikan petujuk disiplin diri atau yoga. Bhagawadgita mengajarkan kepada
manusia agar hidup diisi dengan aktifitas kerja, berbakti kepada Sang Pencipta
sekaligus melakukan renungan-renungan suci dalam proses persatuan dengan-Nya.
Ajaran Bhagawadgita dituangkan dalam bentuk dialog antara Arjuna dengan
Krishna. Arjuna Merupakan lambang dari diri kita sendiri, sedang Krishna adalah
penjelmaan Tuhan yang membawa ajaran yoga bagi kebahagiaan hidup manusia.
Dialog tersebut berlangsung dalam suasana menghadapi pertempuran besar
Bharata Yudha di medan perang Kurukshetra. Bagian awal kitab ini mengisahkan
bagaimana Arjuna sebagai ksatria utama Pandawa merasa ragu-ragu akan tugas
dan kewajibannya menumpas musuh yaitu Kaurawa. Arjuna merasa khawatir
karena keluarga Kaurawa yang meskipun menjadi musuh tetapi toh juga
sesamanya sendiri, bahkan masih saudara seketurunan.
Sebenarnya pertempuran di dalam Bharata Yudha sesungguhnya adalah
pertempuran dalam diri manusia sendiri, Pertempuran antara keinginan manusia
untuk berbuat baik, dan di sisi lain selalu munculnya keingingan untuk berbuat
jahat. Namun demikian pada hakekatnya manusia ingin menemui kebahagiaan dan
Bhagawadgita menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati adalah persatuan antara
manusia dengan Sang Pencipta yang disebut sebagai menemui Sat Cit Ananda. Sat
berarti Tuhan Yang Maha Kuasa adalah kebenaran tertinggi, Cit berarti Tuhan
Yang maha Kuasa adalah pengetahuan tertinggi, dan Ananda berarti Tuhan Yang
Maha Kuasa adalah kebahagiaan yang tertinggi atau abadi.
Mari kita perhatikan dengan seksama ajaran yoga yang tertuang dalam kitab suci
ini yang dapat dibagi menjadi Karma Yoga, Jnana Yoga dan Bhakti Yoga.
Jalan Kerja
Sesuai dengan keadaan manusia yang tercipta akibat adanya hukum alam maka
menurut Bhagawadgita tiada seorangpun dapat tidak bekerja walaupun untuk
sesaat karena dengan tiada berdaya manusia dibuat bertindak oleh hukum alam.
Persoalannya kemudian bagaimanana manusia harus melakukan kerja itu secara
benar sehingga akhirnya manusia sampai pada tujuan utama hidupnya.
Karma Yoga lebih menunjuk pada sifat Sat dari Tuhan. Tuhan sebagai Pencipta
adalah maha adil, tidak pamrih, karena beliau adalah segalanya. 'Manusia juga
diharapkan bersikap seperti itu, yaitu tidak pamrih dalam segala tindak kerjanya.
Hanya dengan demikian manusia dapat menemui kebahagiaan sejati. Pedoman
pentin bagi seoran Karma Yogin adalah ucapan di dalam Bhagawadgita bab IV
sloka 18 sebagai berikut: Dia yang melihat tidak kerja dalam kerja, dan kerja
dalam tidak kerja, dialah orang bijaksana atau yogi, walaupun ia terus bekerja.
Bekerja dalam tak kerja berarti bahwa kerjanya itu tidak disertai ikatan atau
mengharapkan hasil, tak ada pamrih atas hasil kerjanya. Bila orang bekerja dengan
pamrih, dan hasilnya gagal, maka oang akan bersedih dan semakin jauh dari rasa
bahagia. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa manusia tidak perlu bekerja saja, atau
bermalas-malas saja. Orang yang bermalas-malas irupun bisa kita sebut bekerja,
karena dia juga mengharapkan hasil dari bermalas-malas. Orang yang bekerja
tanpa pamrih bagi kepentingan pribadi merasa bahwa kerjanya bukan suatu
paksaan , bukan sebagai suatu beban yang harus ditanggung. Itulah, maksudnya
kalimat "Tak kerja dalam kerja". Bhagawadgita menyuratkan: tanpa mengharapkan
hasil kerja, selalu bahagia, bebas dari segala ikatan, orang akan menemui
kebahagiaan.
Jalan Pengetahuan
Bhagawadgitha menegaskan bahwa persembahan berupa ilmu pengetahuan lebih
berkualitas daripada persembahan materi, semua kerja berpusat pada ilmu
pengetahuan. Di sini ditekankan sifat Cit dari Tuhan yang Maha Kuasa yang
menjadi tujuan manusia. Karena dengan memiliki kesadaran dan pengetahuan yang
benar orang akan mencapai tujuan sejatinya. Dengan bekal pengetahuannya orang
mampu bekerja dengan lebih tepat, dan dapat mempersembahkan seluru aktivitas
kehidupannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ilmu pengetahuan sejati tiada lain adalah cahaya yang bersinar dalam kesadaran
manusia yang menyatakan bahwa inti dari hakekat diri manusia sama dengan
Tuhan Yang Maha Cahaya. Oleh karena itu sudah selayaknya manusia memiliki
pengetahuan sebagaimana ditunjukkan dalam ajaran Jnana Yoga dalam
Bhagawadgita :Walaupun seandainya engakau paling berdosa di antara manusia
yang memiliki dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan lautan dosa akan kau
seberangi. (Bhagawadgita. Bab. IV. Sloka 36).
Selanjutnya kita dalami makna Bhakti yoga. Seorang bhakta atau dia yang telah
melaksanakan bhakti Yoga adalah orang yan telah merasakan kehadiran Sang
Pencipta dalam hidupnya. Kata kuci bagi seorang bhakta adalah kata Ananda, yang
berarti kebahagiaan sejati. Seorang Bhakta menempatkan Sang Pencipta sebagai
penganugrah kebahagiaan bagi manusia karena Beliau mengalirkan cinta kasih
kepada semua mahkluk. Oleh karena itu bilamana seseorang ingin menjadi seorang
Bhakta maka dia hendaknya selalu mencintai, berbakti secara total kepada Sang
Pencipta. Bhagawadgita menyuratkan : Dengan jalan mengabdi ia mengetahui
Aku, betapa agung dan siapa Aku sebenarnya dan setelah mengetahui siapa Aku
yang sesungguhya ia kemudian masuk kedalamKu. (Bab. XVIII, Sloka. 55).
Ksatria dan Mahayogi
Dengan demikian ketiga jalan disiplin atau jalan yoga yaitu Karma, Bhakti, dan
Jnana Yoga, ternyata ketiganya terkait satu sama yang lain. Oleh karena itu
seorang Arjuna sebagai sorang kesatria senantiasa mendekatkan dirinya dengan
Krishna sebagai Yogiswara atau Maha Yogi. Sloka terakhir dari Bhagawadgita
menyuratkan sebagai berikut: yatra yogesvarah kresno, yatra partho dhanurdharah,
dhruva nitir matir mama, tatra srir vijayo bhutir. Artinya: Dimana Krishna
yogiswara itu berada dan dimana Arjuna perwira panah itu ada, disana hamba
yakin terdapat kemakmuran, kemenangan kebahagiaan dan moral yang tinggi.
Jadi ajaran yoga yang telah ditulis ribuan tahun sebelum masehi ternyata tetap
relevan dewasa ini. Yoga mengarahkan manusia untuk hidup dalam kedisiplinan,
menegakkan ajaran moral, mengajak manusia untuk giat bekerja tanpa pamrih,
mendorong manusia menguasai ilmu pengetahuan. Dan meyakinkan manusia
bahwa dengan jalan yoga manusia akan mendapatkan tujuan hidupnya yang
tertinggi yaitu Sat Cit Ananda, kebenaran yang tertinggi, pengetahuan yang
tertinggi dan kebahagiaan yang tertinggi.
Nama Penyuluh Non PNS : I Wayan Hendra Purnawan, M.Pd.H

Tema : Moderasi Beragama

Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap dan prilaku beragama yang
dianut dan dipraktikkan oleh sebagian besar penduduk negeri ini, dari dulu hingga
sekarang.Pemerintah pun menjadikan moderasi beragama sebagai salah satu
program nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN). Dalam konteks aqidah dan hubungan antar umat beragama, moderasi
beragama (MB) adalah meyakini kebenaran agama sendiri “secara radikal” dan
menghargai, menghormati penganut agama lain yang meyakini agama mereka,
tanpa harus membenarkannya. MB sama sekali bukan pendangkalan akidah,
sebagaimana dimispersepsi oleh sebagian orang.

Dalam konteks sosiol budaya (MB), berbuat baik dan adil kepada yang
berbeda agama adalah bagian dari ajaran agama (al Mumtahanah ayat 8). Dalam
konteks berbangsa dan bernegara atau sebagai warga negara, tidak ada perbedaan
hak dan kewajiban berdasar agama. Semua sama di mata negara. Dalam konteks
politik, bermitra dengan yang berbeda agama tidak mengapa. Bahkan ada
keharusan untuk committed terhadap kesepakatan-kesepakan politik yang sudah
dibangun walau dengan yang berbeda agama, sebagaimana dicontohkan dalam
pengalaman empiris nabi di Madina dan sejumlah narasi verbal dari nabi. MB
bertentangan dengan politik identitas dan populisme. Sebab, di samping
bertentangan dengan ajaran dasar dan ide moral atau the ultimate goal beragama,
yakni mewujudkan kemaslahatan, juga sangat berbahaya untuk konteks Indonesia
yang majemuk. Dalam konteks intra umat beragama, MB tidak menambah dan
mengurangi ajaran agama, saling menghormati dan menghargai jika terjadi
perbedaan (apalagi di ruang publik) dengan tetap mengacu pada kaedah-kaedah
ilmiah. Tidak boleh atas nama moderasi beragama, semua boleh berpendapat dan
berbicara sebebasnya, tanpa menjaga kaedah-kaedah ilmiah dan tanpa memiliki
latar belakang dan pengetahuan yang memadai.

Cara beragama moderat seperti inilah yang selama ini menjaga kebhinekaan
dan keindonesiaan kita. Lalu mengapa pemerintah dalam hal ini Kementerian
Agama menjadikannya sebagai program prioritas, jika dari dalu hingga sekarang
sebagian besar penduduk negri ini sudah moderat? Ada beberapa dinamika dan
fakta sosiologis yang mendasarinya. Kemajuan tehnologi informasi dan globalisasi
telah menciptakan realitas baru, baik positif maupun negatif, dan mendisrupsi
berbagai aspek kehidupan kita, termasuk kehidupan beragama. Dunia digital telah
menembus ruang-ruang privasi umat beragama. Berbagai faham agama mulai dari
yang paling kanan (ultra konservatif) sampai yang paling kiri (liberal), bahkan
sampai yang ekstrem radikal dapat diakses secara borderless oleh siapapun. Hal ini
memungkinkan terjadinya proses transmisi paham keagamaan dari berbagai
penjuru dengan bebas, tanpa filter yang di samping membawa manfaat, juga
berpotensi merusak paham keagamaan moderat yang selama ini menjadi perekat
sosial dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara.

Sejumlah praktik intoleran dapat ditemui dalam kehidupan beragama di


Indonesia. Misalnya, penolakan kehadiran umat beragama lain di daerah tertentu
karena merasa mayoritas, penolakan pendirian rumah ibadah, penolakan tradisi
adat oleh kelompok kelompok umat. Contoh yang lain adalah munculnya politik
identitas setiap menjelang pesta demokrasi sampai munculnya kelompok
berideologi transnasionalisme. Selanjutnya, dalam dunia digital dan media sosial,
muncul sejumlah aktor keagamaan baru yang tidak berbasis massa ormas
keagamaan dan tidak mengakar yang berpotensi mengabaikan tradisi yang selama
ini berkontribusi penting dalam meningkatkan literasi keagamaan dan juga
merekatkan kehidupan keagamaan. Disamping itu, dominasi narasi konservatisme
agama di media sosial akan mentransmisi paham keagamaan konservatif kepada
generasi milenial dan gen Z yang identik dengan dunia digital. Bahkan, tidak
jarang penyelenggara negara secara tidak sadar atau kurang pengetahuan
melakukan praktik-praktik intoleransi dengan membuat kebijakan perspektif
mayoritarianisme dan melupakan perlindungan hak konstitusi warga dengan tidak
menfasilitasi umat beragama untuk menjalankan agamanya.

Berbagai fakta di atas mengharuskan kita untuk mengambil langkah untuk


menjaga dan merawat paham keagamaan dan keindonesiaan kita. Moderasi
beragama yang berorientasi pada kemaslahatan, kemuliaan manusia dan sangat
tepat untuk Indonesia yang sangat beragam, harus terus didakwahkan. Kaum
moderat harus lebih aktif mengisi ruang-ruang spiritualitas umat. Sebab, dalam
dunia digital dan media sosial, sedang berlangsung kontestasi perebutan otoritas
keagamaan dan kontestasi memenangkan hati umat. Yang akan keluar sebagai
pemenang tidak mesti mereka yang paling benar atau yang paling alim, tapi
mereka yang lebih intensif hadir mengisi ruang-ruang spiritualitas umat, walaupun
ilmunya belum tentu luas, dalam, atau bahkan belum tentu benar.

Anda mungkin juga menyukai