Anda di halaman 1dari 4

RAJA MARGA YOGA Dapat melakukan perbuatan baik tentu menjadi dambaan setiap orang.

Perbuatan yang baik pertama adalah Catur Marga. Catur Marga dimaksudkan sebagai perbuatan baik (Subhakarma) karena dalam Dharmasastra, etika atau susila agama Hindu pada hakekatnya merupakan pedoman, norma atau ukuran untuk diamati dan diamalkan, untuk dapat mencapai apa yang dinamakan suka tan pawali dukha kebahagiaan tertinggi dan kedamaian serta ketertiban di dunia. Etika hanyalah pembina moral, agar manusia berpribadi dan berbudi pekerti yang luhur, agar manusia dapat hidup rukun dan damai. Berpribadi dan berbudi pekerti luhur itu berarti bahwa manusia harus selalu berbuat baik. Karena itu untuk mencapai tujuan hidupnya, umat Hindu harus berpegang kepada aturan yang kekal yaitu dharma agama. Tujuan hidup itu adalah Moksa atau Jagadhita. Dharmasastra, etika atau susila itu merupakan persiapan untuk mencapai Moksa dan Jagadhita itu. Jalan atau cara untuk mencapai tujuan hidup itu adalah dengan melalui empat marga utama yang dinamakan Catur Marga. Tujuan hidup umat Hindu adalah untuk mendapat tempat yang layak di akhirat dan kesejahteraan duniawi. Karena itu yang dikejar adalah kebahagiaan abadi setelah meninggal dunia dan kebahagiaan duniawi ketika masih hidup. Dan untuk mencapai semua itu, umat Hindu harus selalu berbuat baik. Tanpa berbuat baik pasti tujuan hidup itu tidak akan dicapai. Itulah sebabnya agama Hindu mengajarkan agar umatnya selalu berbuat baik, melaksanakan ajaran dharma, bertindak sejalan dengan ajaran agama. Khusus untuk dapat mencapai kesejahteraan abadi setelah meninggal atau moksa, agama Hindu mengajarkan apa yang disebut Catur Marga atau Catur Yoga yaitu empat jalan untuk mencapai kesempurnaan hidup. Catur Marga berasal dari kata catur yang berarti empat dan marga yang berarti jalan atau cara. Catur Marga dengan demikian berarti empat cara atau empat jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa guna mencapai kesempurnaan hidup lahir dan bathin yang dinamakan Moksa. Ke empat cara atau jalan tersebut adalah : 1. Jnana Marga 2. Raja Marga 3. Karma Marga 4. Bhakti Marga

Istilah lain yang dipergunakan untuk mencapai kesempurnaan hidup lahir batin termaksud diatas adalah Catur Yoga. Catur sudah dijelaskan berarti empat dan Yoga berarti menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi. Catur Yoga dengan demikian berarti empat cara untuk menghubungkan diri dengan Tuhan guna menuju kesempurnaan hidup atau moksa dan ini terdiri dari : 1. Jnana Yoga 2. Karma Yoga 3. Bhakti Marga 4. Raja Marga Ada juga yang menggunakan istilah gabungan dari Marga dan Yoga dan karena itu dinamakan Catur Margayoga. Catur Margayoga ini terdiri atas : 1. Jnana Marga Yoga 2. Karma Marga Yoga 3. Bhakti Marga Yoga 4. Raja Marga Yoga Perlu dimaklumi bahwa keempat cara tersebut diatas sama baiknya. Cara manapun yang dipakai boleh saja. Setiap orang bebas untuk memilih salah satu diantaranya, yang tentunya harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai Catur Marga bagian Raja Marga.

(http://singaraja.wordpress.com/2009/06/17/catur-marga-yoga-raja-yoga-1/) Yoga berasal dari akar kata Sanskerta Yuj yang artinya to join (ikut serta, bersatu, mengikat), Secara spiritual Yoga merupakan suatu proses di mana identitas jiwa individual dan jiwa Hyang Agung disadari oleh seorang yogi, Yogi adalah orang yang menjalani yoga, orang yang telah mencapai persatuan dengan Hyang Agung. Jiwa manusia dibawa kepada kesadaran akan hubungan yang dekat dengan sumber realitas (Hyang Widhi). Seperti setitik air yang bersatu dengan air di samudra. Yoga adalah ketenangan hati, ketentraman, keahlian dalam bertingkahlaku, Segala sesuatu yang terbaik dan tertinggi yang dapat dicapai dalam hidup ini adalah Yoga juga, Yoga mencakup seluruh aplikasi yang inclusive dan universal yang mengantar kepada pengembanngan/pembangunan seluruh badan, pikiran dan jiwa.

Yoga pada dasarnya adalah sebuah Cara/Jalan Hidup. Bukan sesuatu yang keluar dari kehidupan, bukan pula menjauhkan diri dari aktifitas, melainkan merupakan performa yang ifisient dengan semangat hidup yang benar. Yoga bukan pula melarikan diri dari rumah dan kebiasaan hidup manusia, melainkan merupakan suatu proses pembentukan sikap untuk hidup di rumah (keluarga) maupun hidup bermasyarakat dengan suatu pengertian baru, Yoga bukan memalingkan dari kehidupan, Dia merupakan spiritual dari hidup (it is spiritualization of life). Tokoh yang paling populer yang mengajarkan secara gamblang tentang ajaran Raja Yoga ini adalah, Maharsi Patanjali dengan ajaran Yoga Sutra. Patanjali mendefiniskan Yoga sebagai Chitta-Writti-Nirodha. Yoga artinya persatuan dengan yang suci atau moksha (salvation). Chitta artinya pikiran. Writti artinya penyederhanaan (modifications) atau getaran (vibrations). Nirodha artinya penghentian (stoppage), penekanan (suppression), atau penahanan (restraint). Jadi menurut Reshi Patanjali, persatuan dengan yang suci atau moksha berarti penghentian dari getaran-getaran, atau penyederhanaan pikiran. Praktek Raja Yoga mulai sejak zaman Weda. Bhagawad Gita mengagungkannya dan memujinya mulai dengan pernyataan , Raja Yoga, Raja Guhyan (rahasia yang dijaga bagaikan raja), Pawitram (yang amat disucikan), Uttamam (yang paling baik), Pratyakshawagaman (yang cepat memberi hasil), Dharmyam Kartum (setia kepada Dharma) (Bab 9:2) Diperkirakan hidup dari tahun 240 sampai 180 S.M. Ada perdebatan antara para sarjana mengenai apakah ia Patanjali yang sama dengan ahli bahasa yang menyusun komentar Mahabsya yang besar terhadap komentar kritis (Warttika) dari Katayana atas Tatabahasa Sansekerta dari Panini, atau tidak. Beberapa orang mengatakan dia tidak lain adalah reinkarnasi dari raja naga Anathan Dalam Raja Yoga, seorang bhakta (devotee) mencoba untuk mencapai satu keadaan di atas pikiran dan dalam satu cara mencoba untuk mencapai keadaaan tanpa pikiran (a mindless state). Sangat sulit untuk menjelaskan hal ini dalam kalimat sederhana. Seorang mahasiswa parapsikologi mungkin mampu memahami aspek ilmiah dari Raja Yoga lebih baik dari

siapapun juga. Orang biasa yang keadarannya terbatas pada pikiran yang lebih rendah dapat membayangkan hanya citra-citra nyata dari obyek-obyek, yang berasal dari organ indriya. Secara singkat, bagi seorang Raja Yogi yang sempurna, berpikir adalah sebuah proses sukarela sepanjang waktu, tidak seperti kebanyakan dari kita yang memikirkan begitu banyak hal secara tidak sukarela. Kita berpikir tentang baik buruk pro kontra dari setiap masalah, bahkan bila kita tidak ingin memikirkan mengenai masalah itu sama sekali. Sebagai contoh, bila kita memutuskan untuk tidak memikirkan monyet-monyet untuk sejam yang akan datang, kita malah memikirkan monyet-monyet itu untuk sejam kemudian. Ini cara kerja pikiran kita sepanjang waktu. (http://ngurahmulya.blogspot.com/2011/03/catur-margayoga.html).

Anda mungkin juga menyukai