Anda di halaman 1dari 18

YOGA

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu
tampaknya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara
Atman dengan Brahman. Kita lahir berulang kali untuk meningkatkan
perkembangan evolusi jiwa. Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat
pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan untuk tingkat
pengetahuan spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini
penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu
jalan rohani dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan
dan tidak akan pernah selama masih berada dalam jalan rohani tersebut. Jalan
rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut.
Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi
oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan
semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya
tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak
terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang
lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut telah
meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta
pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh.

Dengan demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua
berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi
kebanyakan orang tidak memperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita
perlu mendengarkan roh dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan
yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang
disesuaikan dengan kemampuan spiritual seseorang.

1.2 Sejarah Yoga


Sejak lebih dari 5000 tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah satu
alternative pengobatan melalui pernafasan. Awal mula munculnya yoga diprakarsai
oleh Maharsi Patanjali, dan menjadi ajaran yang diikuti banyak kalangan umat
Hindu. Citta vrtti nirodha adalah kata yang dianggap dapat mengartikan yoga yang
sesungguhnya. Artinya sendiri adalah penghentian gerak pikiran. Ajaran yoga ini
ditulis Maharsi lewat sastra yoga sutra, yang terbagi menjadi empat dan memuat 194
sutra. Bagian-bagian pada sastra, yaitu Samadhipada (bagian pertama), Sadhapada
(bagian kedua), Vidhutipada (bagian ketiga), dan Kailvalyapada (bagian keempat).
Ajaran Yoga termuat dalam sastra Hindu. Beberapa sastra Hindu tersebut adalah
Upanisad, Bhagavad Gita, Yogasutra, dan Hatta Yoga. Kemudian, ajaran yoga
mengalami pengklasifikasian, yang terdapat pada sastra Hindu, Bhagavad gita.
Klasifikasi tersebut adalah,
1. Hatha Yoga, yaitu yoga yang dilakukan dengan pose fisik (Asana), teknik
pernafasan (Pranayana) disertai dengan meditasi. Ketiga poin ini dilakukan
untuk membuat pikiran menjadi tenang dan tubuh sehat penuh vitalitas.
2. Bhakti Yoga, yaitu yoga yang memfokuskan diri untuk menuju hati. Jika seorang
yogi berhasil menerapkannya, maka dia akan dapat melihat kelebihan orang lain
dan cara untuk menghadapi sesuatu. Keberhasilan yoga ini juga membuat yogis
menjadi lebih welas asih dan menerima segala yang ada di sekitarnya, karena
dalam yoga ini diajarkan untuk mencintai alam dan beriman kepada Tuhan.
3. Raja Yoga, yaitu yoga yang menitikberatkan pada teknik meditasi dan
kontemplasi. Yoga ini nantinya akan mengarah pada cara penguasaan diri
sekaligus menghargai diri sendiri dan sekitarnya. Raja yoga merupakan dasar
dari yoga sutra.
4. Jnana Yoga, yaitu yoga yang menerapkan metode untuk meraih kebijaksanaan
dan pengetahuan. Teknik ini cenderung untuk menggabungkan antara
kepandaian dan kebijaksanaan, sehingga nantinya mengdapatkan hidup yang
dapat menerima semua filosofi dan agama.
5. Karma Yoga, yaitu yoga ini mempercayai adanya reinkarnasi. Di sini Anda akan
dibuat untuk menjadi tidak egois, karena yakin bahwa perilaku Anda saat ini
akan berpengaruh pada kehidupan yang akan datang.
6. Tantra Yoga. Untuk yoga ini sedikit berbeda dengan yoga yang lain, bahkan ada
yang menganggapnya mirip dengan ilmu sihir. Teknik pada yoga ini terdiri atas
kebenaran (kebenaran) dan hal-hal yang mistik (mantra). Tujuan dari teknik ini
supaya dapat menghargai pelajaran dan pengalaman hidup.
Dalam masyarakat Indonesia, yoga sudah dikenal luas oleh berbagai kalangan.
Kekawin Arjuna Wiwaha 11.1 menyebutkan kata Yoga dengan sangat jelas; “Sasi
wimba heneng ghata mesi banu Ndanasing, suci nirmala mesi wulan Iwa
mangkana rakwa kiteng kadadin Ring angambeki Yoga kiteng sakala, Bagaikan
bulan di dalam tempayan berisi air. Di dalam air yang suci jernih tampaklah bulan.
Sebagai itulah Dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk. Kepada orang yang melakukan
Yoga Engkau menampakkan diri”. Jadi pada dasarnya semua aliran kepercayaan
yang menjadikan Yoga atau Meditasi sebagai pegangan utamanya pada dasarnya
adalah pengikut ajaran Veda.
1.3 Rmusan Masalah
1 Bagaimana pengertian Yoga?

2. Bagaimanakah konsep Astangga Yoga?

3. Bagaimana aplikasi Astangga Yoga dalam kehidupan sehari-hari?

1.4 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang pengertian Yoga

2. Untuk mengetahui konsep Astangga Yoga

3. Untuk mengetahui aplikasi Astangga Yoga dalam kehidupan sehari-hari

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Yoga
Yoga secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan
atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian Patanjali memberikan definisi
tentang yoga yaitu mengendalikan gerak-gerak pikiran. Ada dua hal yang penting
sebagai seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus menerus sekaligus tidak
terikat dengan hal-hal duniawi. Secara spiritual Yoga merupakan suatu proses di
mana identitas jiwa individual dan jiwa Hyang Agung disadari oleh seorang yogi,
Yogi adalah orang yang menjalani yoga, orang yang telah mencapai persatuan
dengan Hyang Agung.

Jiwa manusia dibawa kepada kesadaran akan hubungan yang dekat dengan sumber
realitas (Hyang Widhi). Seperti setitik air yang bersatu dengan air di samudra. Yoga
adalah ketenangan hati, ketentraman, keahlian dalam bertingkah laku, Segala
sesuatu yang terbaik dan tertinggi yang dapat dicapai dalam hidup ini adalah Yoga
juga, Yoga mencakup seluruh aplikasi yang inklusif dan universal yang mengantar
kepada pengembangan / pembangunan seluruh badan, pikiran dan jiwa.

Yoga pada dasarnya adalah sebuah cara atau jalan hidup. Bukan sesuatu yang keluar
dari kehidupan, bukan pula menjauhkan diri dari aktifitas, melainkan merupakan
performa yang efisien dengan semangat hidup yang benar. Yoga bukan pula
melarikan diri dari rumah dan kebiasaan hidup manusia, melainkan merupakan
suatu proses pembentukan sikap untuk hidup di rumah (keluarga) maupun hidup
bermasyarakat dengan suatu pengertian baru, Yoga bukan memalingkan dari
kehidupan, Dia merupakan spiritual dari hidup.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk
mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan
mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh
sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik.

2.2 Konsep Astangga Yoga


Dalam menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut
dengan Astangga Yoga. Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang
ditempuh dalam melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga
yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh),
Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara (menarik semua indrinya kedalam),
Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai
meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah
mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan
diri).
1. Panca Yama Brata
Panca yama Brata adalah lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus
dilakukan tanpa kecuali. Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak
akan pernah bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha
ini diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sutra II.35 – 39.
1. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam
pikiran, perbuatan atau perkataan. (Patanjali Yoga Sutra II.35)
2. Satya atau kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau
pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali Yoga Sutra
II.36)
3. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri.
Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran,
perkataan apa lagi dalam perbuatan. (Patanjali Yoga Sutra II.37)
4. Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. (Patanjali Yoga Sutra
II.38)
5. Aparigraha atau pantang akan kemewahan; seorang praktisi Yoga (Yogin) harus
hidup sederhana. (Patanjali Yoga Sutra II.38)
2. Panca Niyama Bratha
Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai
penyokong dari pantangan dasar sebelumnya diuraikan dalam Patanjali Yoga Sutra
II.40-45.
1. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini
akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan
membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut
(Patanjali Yoga Sutra II.40). Sauca juga menganjurkan kebajikan Sattvasuddi
atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau
keriangan hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau
pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga
Sutra II.41).
2. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam
kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat
kesenangan transendental (Patanjali Yoga Sutra II.42).
3. Tapa atau mengekang. Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat
dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga Sutra II.43).
4. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan
pengucapan nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan
tercapainya “istadevata-samprayogah, persatuan dengan apa yang dicita-
citakannya (Patanjali Yoga Sutra II.44).
5. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan
mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi (Patanjali Yoga Sutra
II.45).
Kebalikan dari sepuluh kebaikan yang harus diwujudkan (Yama dan Niyama)
disebut sebagai vitarka, yaitu kesalahan-kesalahan yang harus dengan teliti
dijauhkan dan dihilangkan, yaitu:

1. Himsa atau kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa

2. Asatya atau kepalsuan sebagai lawan dari satya

3. Steya atau keserakahan sebagai lawan dari asteya

4. Vyabhicara atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya

5. Asauca atau kekotoran sebagai lawan dari sauca

6. Asantosa atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa


7. Vilasa atau kemewahan sebagai lawan tapa

8. Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya

9. Prakrti-pranidhana atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan dari


isvarapranidhana

Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan sendirinya


dilindungi terhadap kesalahan yang bertentangan. Jangan menyakiti orang lain
belum tentu berarti perlakukan orang lain dengan baik. Kita harus melakukan
keduanya, tidak menyakiti orang lain dan sekaligus melakukan keramah-tamahan.

3. Asana
Asana adalah sikap duduk pada waktu melaksanakan yoga. Buku Yogasutra tidak
mengharuskan sikap duduk tertentu, tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada siswa
sikap duduk yang paling disenangi dan relax, asalkan dapat menguatkan konsentrasi
dan pikiran dan tidak terganggu karena badan merasakan sakit akibat sikap duduk
yang dipaksakan. Selain itu sikap duduk yang dipilih agar dapat berlangsung lama,
serta mampu mengendalikan sistim saraf sehingga terhindar dari goncangan-
goncangan pikiran. Sikap duduk yang relaks antara lain : silasana (bersila) bagi laki-
laki dan bajrasana (metimpuh-bhs. Bali, menduduki tumit) bagi wanita, dengan
punggung yang lurus dan tangan berada diatas kedua paha, telapak tangan
menghadap keatas. Di bawah ini adalah macam-macam gerakan Asana meburut
Gheranda Samhita.

GERAKAN MENURUT GHERANDA SAMHITA

No Nama Asana Sikap / Pose Manfaat

Sikap Duduk Yang Untuk Mendapatkan


1 Siddhasan Lurus Keberhasilan

Menghilangkan
Segala Macam
2 Padmasan Sikap Duduk Teratai Penyakit

Menghilangkan
Duduk Diatas Tumit Segala Macam
3 Bhadrasan Yang Terbalik Penyakit
Duduk Diatas Kaki
Yang Kiri Kemudian
4 Muktasan Taruh Diatas Untuk Keberhasilan

Duduk Diatas Kedua


5 Vajrasan Telapak Kaki Untuk Pencernaan

Duduk Dengan Kaki


Dilipat Dibawah Dan
6 Svastikasan Yang Lainnya Di atas Untuk Keberhasilan

Untuk
Duduk Seperti Sikap Menghilangkan
7 Singhasan Singa Penyakit

Duduk Seperti Wajah Mengatasi Penyakit


8 Gomukhasan Sapi Jantung

Sikap Seorang Menumbuhkan Sikap


9 Virasan Pemberani Pemberani

Melenturkan Tulang
10 Dhanurasan Postur Seperti Busur Belakang

Postur Badan Seperti Untuk Tensi Darah


11 Mritasan Mayat Rendah

Kedua Kaki Sembunyi Untuk Melenturkan


12 Guptasan Dibawah paha Kedua Kaki

Untuk
Menghilangkan
13 Matsyasan Sikap seperti Ikan Penyakit

Sikap duduk Dengan Untuk Penyakit


14 Pascimottanasan kedua Kaki Lurus Pencernaan

Untuk Penyakit
15 Matsyendrasan Sikap Ikan Terbalik Pencernaan

Duduk Diatas Kedua


16 Goraksasan Kaki Untuk Keberhasilan

17 Utkatasan Duduk Diatas Tumit Untuk Kesehatan


Kaki Seluruh Tubuh

Melenturkan Kedua
18 Sankatasan Melipat Kedua Kaki Kaki

Menguatkan
19 Mayurasan Sikap Merak Pencernaan

Untuk Kedua Tangan


20 Kukutasan Sikap Ayam Dan Penyakit Wasir

Untuk
Memanjangkan
21 Kurmasan Sikap Kura-kura Nafas

Untuk
Nafas,Kesehatan dan
22 Uttan Kurmasan Sikap Kura-kura II Penyakit Perut

Uttan Untuk Kekuatan


23 Mandukasan Sikap Kodok Badan

Untuk Kesetabilan
24 Vriksasan Sikap Pohon Dua

25 Mandukasan Sikap Kodok II Untuk Pernafasan

26 Garudasan Sikap Garuda Untuk Prostat

27 Vrisasan Sikap Sapi Jantan Untuk Hernia

Segala Jenis Penyakit


28 Salabhasan Sikap Kalajengking Perut

Untuk
Menghilangkan
Stress Dan Sangat
29 Makarasan Sikap Buaya Bagus Untuk Leher

Untuk Leher Yang


30 Ustrasan Sikap Unta Kaku

Mengeluarkan Racun
31 Bhujangasan Sikap Ular Dari Badan
Untuk Memberikan
Rasa Nyaman Dan
Sikap Duduk Nyaman Stabil Pada Saat
32 Yogasan Dan Stabil Meditasi
4. Pranayama
Pranayama adalah pengaturan nafas keluar masuk paru-paru melalui lubang hidung
dengan tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh tubuh. Pada saat manusia
menarik nafas mengeluarkan suara So, dan saat mengeluarkan nafas berbunyi Ham.
Dalam bahasa Sansekerta So berarti energi kosmik, dan Ham berarti diri sendiri
(saya). Ini berarti setiap detik manusia mengingat diri dan energi kosmik..
Pranayama terdiri dari : Puraka yaitu memasukkan nafas, Kumbhaka yaitu menahan
nafas, dan Recaka yaitu mengeluarkan nafas. Puraka, kumbhaka dan recaka
dilaksanakan pelan-pelan bertahap masing-masing dalam tujuh detik. Hitungan
tujuh detik ini dimaksudkan untuk menguatkan kedudukan ketujuh cakra yang ada
dalam tubuh manusia yaitu : muladhara yang terletak di pangkal tulang punggung
diantara dubur dan kemaluan, svadishthana yang terletak diatas kemaluan,
manipura yang terletak di pusar, anahata yang terletak di jantung, vishuddha yang
terletak di leher, ajna yang terletak ditengah-tengah kedua mata, dan sahasrara yang
terletak diubun-ubun.
5. Pratyahara
Adalah penguasaan panca indria oleh pikiran sehingga apapun yang diterima panca
indria melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi pikiran. Panca indria adalah :
pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah dan rasa kulit. Pada umumnya
indria menimbulkan nafsu kenikmatan setelah mempengaruhi pikiran. Yoga
bertujuan memutuskan mata rantai olah pikiran dari rangsangan syaraf ke keinginan
(nafsu), sehingga citta menjadi murni dan bebas dari goncangan-goncangan. Jadi
yoga tidak bertujuan mematikan kemampuan indria. Untuk jelasnya mari kita kutip
pernyatan dari Maharsi Patanjali sebagai berikut : Sva viyasa asamprayoga,
cittayasa svarupa anukara, iva indriyanam pratyaharah, tatah parana vasyata
indriyanam. Artinya : Pratyahara terdiri dari pelepasan alat-alat indria dan nafsunya
masing-masing, serta menyesuaikan alat-alat indria dengan bentuk citta (budi) yang
murni. Makna yang lebih luas sebagai berikut : Pratyahara hendaknya dimohonkan
kepada Hyang Widhi dengan konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran
ke nafsu terputus.
6. Dharana
Dharana artinya mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek konsentrasi.
Objek itu dapat berada dalam tubuh kita sendiri, misalnya “selaning lelata” (sela-sela
alis) yang dalam keyakinan Sivaism disebut sebagai “Trinetra” atau mata ketiga Siwa.
Dapat pula pada “tungtunging panon” atau ujung (puncak) hidung sebagai objek
pandang terdekat dari mata. Para Sulinggih (Pendeta) di Bali banyak yang
menggunakan ubun-ubun (sahasrara) sebagai objek karena disaat “ngili atma” di
ubun-ubun dibayangkan adanya padma berdaun seribu dengan mahkotanya berupa
atman yang bersinar “spatika” yaitu berkilau bagaikan mutiara. Objek lain diluar
tubuh manusia misalnya bintang, bulan, matahari, dan gunung. Penggunaan bintang
sebagai objek akan membantu para yogin menguatkan pendirian dan keyakinan
pada ajaran Dharma, jika bulan yang digunakan membawa kearah kedamaian
bathin, matahari untuk kekuatan phisik, dan gunung untuk kesejahteraan. Objek
diluar badan yang lain misalnya patung dan gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual.
yang bermanfaat bagi terserapnya vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan itu.
Kemampuan melaksanakan Dharana dengan baik akan memudahkan mencapai
Dhyana dan Samadhi.

7. Dhyana.
Dhyana adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada
objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek atau
gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Gangguan
atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indria baik melalui pendengaran,
penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. Ganguan atau godan yang
tidak nyata adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang dari sasaran objek
Dharana. Tujuan Dhyana adalah aliran pikiran yang terus menerus kepada Hyang
Widhi melalui objek Dharana, lebih jelasnya Yogasutra Maharsi Patanjali
menyatakan : “Tatra pradyaya ekatana dhyanam” Artinya : Arus buddhi (pikiran)
yang tiada putus-putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Kaitan antara Pranayama,
Pratyahara dan Dhyana sangat kuat, dinyatakan oleh Maharsi Yajanawalkya sebagai
berikut : “Pranayamair dahed dosan, dharanbhisca kilbisan, pratyaharasca
sansargan, dhyanena asvan gunan : Artinya : Dengan pranayama terbuanglah
kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan pratyahara terbuanglah kotoran ikatan
(pada objek keduniawian), dan dengan dhyana dihilangkanlah segala apa
(hambatan) yang berada diantara manusia dan Hyang Widhi.
8. Samadhi
Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga, yang dibagi dalam dua
keadaan yaitu : 1) Samprajnatta-samadhi atau Sabija-samadhi, adalah keadaan
dimana yogin masih mempunyai kesadaran, dan 2) Asamprajnata-samadhi atau
Nirbija-samadhi, adalah keadaan dimana yogin sudah tidak sadar akan diri dan
lingkungannya, karena bathinnya penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara,
diresapi oleh cinta kasih Hyang Widhi. Baik dalam keadaan Sabija-samadhi maupun
Nirbija-samadhi, seorang yogin merasa sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas,
tidak merasa memiliki apapun, tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak
tercela, bebas dari “catur kalpana” (yaitu : tahu, diketahui, mengetahui,
Pengetahuan), tidak lalai, tidak ada ke-”aku”-an, tenang, tentram dan damai.
Samadhi adalah pintu gerbang menuju Moksa, karena unsur-unsur Moksa sudah
dirasakan oleh seorang yogin. Samadhi yang dapat dipertahankan terus-menerus
keberadaannya, akan sangat memudahkan pencapaian Moksa. Katha Upanisad
II.3.1. :Yada pancavatisthante, jnanani manasa saha, buddhis ca na vicestati, tam
ahuh paramam gatim, Artinya : Bilamana Panca Indria dan pikiran berhenti dari
kegiatannya dan buddhi sendiri kokoh dalam kesucian, inilah keadaan manusia yang
tertinggi.
2.2 Aplikasi Astangga Yoga dengan Kekinian
Masa muda adalah saat yang paling tepat untuk berlatih yoga. Ini adalah sifat yang
pertama dan yang utama untuk seorang siswa Yoga. Siswa yoga harus kuat dan
memiliki vitalitas yang besar. Mereka yang mempunyai pikiran tenang yang percaya
pada kata-kata gurunya, ia yang bersahaja, jujur, menginginkan kebebasan dari
samsara, adalah orang-orang yang cocok untuk disiplin yoga bagi mereka yang sudah
menghapus keakuan, kesombongan, ketamakan dan yang memiliki tempramen
tenang adalah orang yang sesuai menjadi sang abadi. Dalam kehidupan sehari-hari
aplikasi Astangga Yoga di di jaman Kali Yuga ini tentu banyak mengalami
penyimpangan-penyimpangan. Banyak orang yang tahu tentang ajaran Astangga
Yoga ini, akan tetapi hanya sedikit orang yang mau mengamalkan ajaran ini. Untuk
lebih jelasnya marilah kita membahas lebih rinci bagaimana aplikasi daripada ajaran
Astangga Yoga ini.

A. Aplikasi Panca Yama Bratha


Adalah pengendalian diri tingkat jasmani yang menjadi tahap awal bagi seseorang
yang ingin meningkatkan kualitas spiritualnya.

1. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam
pikiran, perbuatan atau perkataan. Orang yang ingin menapaki jalan spiritual yang
lebih tinggi semestinya sudah memulai untuk tidak menyakiti baik dari segi fisik,
perkataan maupun pikiran terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan akan tetapi kita
lihat kekerasan semakin tinggi saja itu berarti ajaran Ahimsa masih hanya sebatas
teori saja.

2. Satya atau kejujuran atau kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan,
atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. Ajaran satya di jaman
sekarang mengalami sebuah degradasi yang sangat tajam dimana sebagian besar
orang-orang susah untuk berpikir, berkata dan berbuat yang jujur dan mereka
cenderung tidak satya karena suatu tujuan yang sifatnya keduniawiaan seperti
kekuasaan, pendidikan, harta dan popularitas.
1. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri.
Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran,
perkataan apa lagi dalam perbuatan. Orang kebanyakan selalu merasa tidak puas
akan apa yang menjadi miliknya sehingga seringkali menginginkan benda-benda
yang bukan menjadi miliknya. Dalam praktek kehidupan sehari-hari sering kita
lihat sepertia kasus pencurian, korupsi yang merupakan perbuatan merugikan
orang lain.
2. Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. Untuk seorang Brahmacarya
pekerjaannya adalah menuntut ilmu dan tidak melakukan hubungan layaknya
suami istri, namun di jaman sekarang ini banyak yang melakukan hubungan
seksual sedangkan mereka masih dalam tahap Brahmacari padahal hubungan
seperti itu tidak didahului dengan upacara pernikahan. Ini membuktikan bahwa
aplikasi dari ajaran Brahmacarya ini masih sangat rendah di kehidupan sehari-
hari.
3. Aparigraha atau pantang akan kemewahan artinya seorang praktisi Yoga (Yogin)
harus hidup sederhana. Hidup sederhana bukanlah hidup yang serba dibatasi
akan tetapi hidup yang tidak terlalu mengikatkan diri terhadap hal yang sifatnya
duniawi. Dalam hal ini kita diajarkan untuk lebih proporsional sesuai dengan
kemampuan, sehingga setahap demi setahap kita bisa melepaskan ikatan
keduniawiaan. Di jaman sekarang ini kecendrungan seseorang untuk hidup
sederhana masih sangat minim, karena hidup yang serba glamour membuat
mereka merasa enggan untuk melakukannya sehingga menimbulkan keterikatan
terhadap materialisme yang membuat kesulitan untuk meningkatkan kualitas
spiritual.
B. Aplikasi Panca Niyama Bratha
Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai
penyokong dari pantangan dasar sebelumnya.

1. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini
akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh
nafsu yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut. Di Bali sebelum
menjadi rohaniawan (Sulinggih) mereka harus disucikan dengan upacara, namun
dalam prakteknya masih banyak yang mengingkari akan hal tersebut, misalnya
seorang sulinggih yang berbisnisbanten sedangkan itu sudah merusak kesucian
secara lahiriah dari seorang rohaniawan. Dewasa ini banyak orang yang ingin
menjadi seorang rohaniawan, ini menunjukkan bahwa ajaran sauca menjadi hal yang
begitu diharapkan oleh banyak orang dan tidak terlepas dari keinginan untuk
menjadi pelayan Tuhan.
2. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam
kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat
kesenangan transendental. Kepuasan atau Atmanastuti merupakan hal yang tidak
kita pisahkan dalam kehidupan spiritual. Kepuasan lahir dan bathin dalam melayani
Tuhan adalah paling utama sehingga tidak menimbulkan rasa beban dan berat
dalam melaksanakan pelayanan.

1. Tapa atau mengekang melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat
dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual. Ajaran ini lebih menekankan aspek
pengendalian diri dalam segala bidang. Di jaman sekarang banyak orang
berusaha mencari tempat-tempat yang menyediakan ketenangan, keheningan
untuk mendapatkan ketenangan akibat kepenatan hidup yang cukup berat.
2. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan
pengucapan nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan
tercapainya persatuan dengan apa yang dicita-citakannya. Di jaman sekarang
orang-orang sudah mulai enggan untuk mempelajari kitab-kitab suci karena
kesibukan sehingga orang-orang mulai melupakannya. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan bagi mereka yang mempelajari khusus lewat pendidikan
formal di perguruan tinggi merupakan jalan yang cukup bagus khusunya bagi
generasi muda yang ingin mendalami ajaran agama. Jadi ada pasang surut
terhadap aplikasi swadhyaya di jaman globalisasi ini.
3. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan
mengantarkan seseorang kepada tingkatan samadhi. Dalam hal ini kita dituntut
untuk menjadi pelayan Tuhan dan selalu mepersembahkan hasilnya kepada
Beliau.
C. Aplikasi Asana
Asana merupakan sikap duduk yang nyaman, rileks dan tenang. Dalam kehidupan
sehari-hari orang-orang mungkin mengabaikannya karena tidak tahu bahwa posisi
duduk yang salah dapat mengakibatkan penyakit tulang seperti skoliosis, lordosis
dan kifosis serta gangguan peredaran darah. Ini kelihatan sepele akan tetati jika
posisi asana ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik sedang melakukan
yoga ataupun tidak maka akan dapat meminimalisasi penyakit yang ditimbulkan
akibat kesalahan duduk. Selama ini kita mengambil sikap asana hanya pada saat
bersembahyang ataupun yoga, padahal praktiknya kita lebih banyak menghabiskan
waktu di luar kegiatan tersebut. Jadi penting menerapkan sikap asana yang baik
dalam kehidupan sehari-hari.

D. Aplikasi Pranayama
Pranayama berarti mengatur pernafasan. Selama ini menjadi kelalaian dari manusia
bahwa menyadari nafas berarti menyadari akan hakekat Ketuhanan. Kita sering
mengabaikan bahwa bernafas yang baik merupakan cara untuk menjaga kesehatan.
Akan tetapi manusia di jaman sekarang cenderung mengabaikan serta kita sering
tidak sadar bahwa selalu berpikir optimis kalau besok kita pasti masih hidup,
sedangkan kita tahu bahwa nafas kita ini adalah kuasa dari Tuhan. Pranayama tidak
semata-mata mengacu kepada nafas masuk dan keluar dan kaitannya dengan
fenomena fisika-kimia, tetapi jauh lebih halus dari itu. Proses menarik, menahan dan
mengeluarkan nafas hanyalah gambaran kasar dari prana. Sebagaimana
sesungguhnya ruji dikencangkan pada pusat sebuah roda, demikianlah segala apa
adalah terikat pada prana. Prana berjalan bersama pada prana. Prana memberikan
prana. Memberikan kehidupan pada mahluk yang hidup. Bapak seseorang adalah
prana. Ibu seseorang adalah prana. Saudara wanita seseorang adalah prana, guru
seseorang adalah prana, seorang Brahmana adalah prana. Sehingga dikatakan bahwa
dengan penguasaan pernafasan yang merupakan gambaran kasar dari Prana itu
sendiri seseorang dapat mengendalikan pikiran yang bergejolak, hawa nafsu serta
kelemahan badan. Bahkan dengan menguasai prana dengan baik, seorang praktisi
dapat mengalami fenomena metafisis yang tidak dapat dijelaskan oleh fenomena
fisika biasa. Jadi Pranayama tidak kita aplikasikan ketika ingin bersembahyang dan
beryoga saja akan tetapi dala praktek kehidupan sehari-hari karena porsi waktu kita
jauh lebih besar menjalani hal tersebut.

E. Aplikasi dari Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi


Keempat sendi yoga yang pertama, yaitu Yama, Nyama, Asana dan Pranayama
adalah termasuk persiapan atau dengan kata lain baru “kulit” dari Yoga itu sendiri.
Sedangkan keempat sendi berikutnya yaitu Prathyahara, Dharana, Dhyana dan
Semadhi barulah merupakan arah menuju inti Yoga itu sendiri.

Pratyahara berkaitan dengan alat-alat indria yang secara ilmiah hanya ditujukan
untuk menikmati hal-hal material. Dalam kehidupan sehari-hari kita harus bisa
mengendalikan semua indria-indria ini karena panca indria ini apabila tidak
dikendalikan maka sudah pasti kita akan jatuh ke jurang neraka serta tidak akan bisa
manunggal dengan Beliau. Mata sebagai indra penglihatan digunakan untuk
menikmati hal-hal yang spiritual, telinga untuk mendengar diarahkan untuk
mendengar nama-nama suci dan segala hal yang berkaitan dengan spiritual,
demikian juga dengan indra-indra yang lainnya, semuanya ditarik dari kenikmatan
duniawi dan diarahkan kepada kenikmatan rohani. Dengan cara demikian orang
dapat memperoleh penguasaan penuh atas alat-alat indrianya sehingga kita bisa
manunggal dengan Tuhan.

Dharana atau pemusatan pikiran adalah tingkatan yoga yang keenam.


Dalam Patanjali Yoga Sutra III.1 disebutkan “deåa-bandhaå cittasya dhâraña,
menetapkan citta atau pikiran pada suatu tempat disebut dharana”. Dharana dapat
diibaratkan sebagai proses “mengetuk pintu” menuju Samadhi sehingga praktisi
yang telah menguasai dharana dengan sempurna akan dengan sendirinya terarahkan
menuju pada samadhi. Patanjali menganjurkan agar pemusatan pikiran harus hanya
ditujukan pada satu objek kontemplasi, tat-pratiæedhârtham eka-
tattvâbhyâsai (Patanjali Yoga Sutra I.32). Sehingga dalam proses dharana
seorang praktisi dapat bermeditasi dengan memusatkan diri pada ujung hidung,
pada berkas cahaya, aksara suci OM atau hal-hal lain yang dibenarkan. Dalam
kehidupan sehari kita hendaknya selalu mengingat beliau serta memusatkan pikiran
kepada-Nya dan selalu mempersembahkan apa yang kita alami, kerjakan apakah
baik atau buruk kepada Tuhan karena itu merupakan jalan untuk penyatuan kepada
Brahman.
Diantara Dhyana dan Samadhi ada perbedaan mendasar. Dalam keadaan renungan
(dhyana) pikiran seseorang merenungkan (dhyata), perbuatan renungan (dhyana)
dan tujuan renungan (dhyaya) ketiganya masih dibedakan, namun dalam keadaan
samadhi, ketiganya melebur menjadi satu. Jika diasumsikan sebagai pelukis dan
lukisannya, kondisi dhyana adalah kondisi dimana sang pelukis masih berbeda dari
gagasan tentang melukis dan keduanya berbeda pula dengan lukisannya. Tetapi
dalam kondisi samadhi, pelukis tersebut begitu tercebur dalam karyanya sehingga ia,
gagasan dan karyanya lebur menjadi satu. Dalam keadaan samadhi, sang jiva berada
begitu dekat dengan Tuhan dan merasakan kebahagiaan luar biasa. Sehingga setelah
seseorang terbangun dari samadhi, pada dasarnya dia tidaklah sama dengan
sebelumnya. Ia menjadi berubah karena begitu lama berdekatan dan berhubungan
secara pribadi dengan Tuhan, ia mendapatkan tambahan kehangatan (waranugraha
atau ananda dan vijnana). Pada tahap ini seseorang dapat dikatakan sebagai
seorang Siddha dan memperoleh kesaktian-kesaktian mistis tertentu.
Kita sering temukan khususnya para rohaniawan, sulinggih, orang pintar (Balian)
mereka pada umumnya bisa mendapatkan Sunya tersebut, namun akan tetapi tidak
menutup kemungkinan orang biasa pada umumnya bisa mendapatkan sunya
tersebut asalkan sudah memahami tahapan-tahapan yang baik dan benar serta
mengaplikasikannya. Semua itu bisa kita dapatkan hanya dengan satu kata kunci
untuk mencapai jalan sebagai jalan Yang Maha Kuasa, yaitu latihan. Berlatih diri
dengan tekun karena dengan berlatih potur-postur yoga serta latihan pernafasannya,
dan juga pikiran yang mindfull atau penuh perhatian ketika sedang berlatih akan
didapatkan sikap tubuh yang lebih baik dan penuh percaya diri, seperti seekor singa,
si raja hutan ketika berjalan, tegap, anggun, berwibawa, dan pernuh percaya diri.
Ditambah dengan pola makan yang baik dan berimbang yang akan membantu
organ-organ di dalam tubuh mencerna makanan yang masuk dengan semestinya,
akan membantu tubuh dan pikiran mendapatkan sikap rileks yang maksimal, seperti
tunawisma yang dapat tidur dengan nyamannya di segala tempat, di setiap saat dan
dalam kondisi apapun.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau
jalan untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami
pikiran dan mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak
terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan
kesadaran kosmik.

Astangga yoga merupakan tahapan-tahapan yang harus dijalankan bagi seseorang


yang ingin meningkatkan kualitas spiritual. Astangga Yoga berarti delapan tahapan
yang harus dilaksanakan dalam beryoga. Bagian-bagian dari Astangga Yoga
yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh),
Pranayama (latihan pernafasan), Prathyahara (menarik semua indrinya
kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan),
DHYANA (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi
(telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau
merialisasikan diri).
Aplikasi dari ajaran Astangga Yoga di jaman Kali Yuga ini masih sangat minim. Hal
itu disebabkan karena jaman globalisasi membuat pola pikir seseorang untuk benar-
benar berniat mengamalkan ajaran ini masih cukup rendah. Jika kita telusuri apa
yang disebut Yoga oleh orang-orang moden sangat jauh berbeda dari sistem Yoga
aslinya. Saat ini orang-orang hanya fokus mempraktekkan tingkatan Raja Yoga yang
ketiga dan yang keempat, yaitu Asana (sikap duduk) dan Pranayama (teknik
pernapasan) dan semata-mata hanya untuk alasan kesehatan, umur panjang bahkan
meningkatkan nafsu birahai semata. Walaupun secara material bermanfaat, namun
mereka tidak memahami tujuan utama dari sistem Yoga itu sendiri.
Pada dasarnya Yoga berarti penghubungan atau pengaitan jiva individual dengan
Yang Maha Kuasa, dengan kata lain tujuan utama dari sistem Yoga adalah untuk
menghubungkan diri kita yang rendah dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, bukan
semata-mata hanya untuk kepentingan kesehatan dan hal-hal material lainnya.
Dengan demikian syarat utama yang dimiliki oleh seorang calon praktisi Yoga adalah
kepercayaan akan adanya Tuhan. Seorang yang atheis tidak bisa mengikuti sistem
ini. Kalaupun dia mengikutinya, dia hanya akan mentok sampai pada tingkatan
asana dan pranayama yang tujuannya hanya sebatas kesehatan fisik. Disamping itu,
seorang praktisi Yoga juga harus memiliki dasar moral dan disiplin tinggi. Meskipun
dikatakan bahwa selama kita ada dalam tubuh manusia, tidak perduli berapa umur
kita, jenis kelamin dan kondisi fisik, namun tanpa dasar moral yang baik dipastikan
seseorang tidak akan pernah bisa menapak sistem Yoga. Karena itulah dua tingkatan
pertama Raja Yoga adalah Yama dan Nyama Bratha. Seseorang yang masih
memelihara sifat kejam, suka mabuk dan kejahatan-kejahatannya otomatis akan
gugur dengan sendirinya.

3.2 Saran-Saran
Sebagai generasi muda Hindu yang menuntut pendidikan formal di perguruan tinggi
bernafaskan Hindu sudah semestinya kita menjadi pioneer dalam melaksanakan
Astangga Yoga tersebut. Karena ajaran yang universal ini apabila dijalankan dengan
penuh ketulusan hati kita pasti akan sampai pada cita-cita yang diharapkan yaitu
manunggaling dengan Kawula Gusti. Memahami yoga lebih dalam lagi akan
membantu meluruskan persepsi seseorang yang kurang akan informasi tentang Yoga
yang telah mengundang persepsi keliru dan tidak sedikit di kalangan awam. Yoga
sering dikacaukan dengan Tapa, bahkan dengan sesuatu yang berbau takhayul. Atau
memandangnya dari sudut pandang kegaiban dan kanuragan saja. Jadi ini menjadi
momen baik bagi kita untuk lebih memahami yoga lagi.
Daftar Pustaka
Ariasa Giri, I Made . 2006, Yoga Asanas, Pranayama, dan Meditasi . Denpasar:
IHDN Denpasar

Somvir, Dr. 2006. Sehat Dengan Yoga dan Ayur weda. Paramita Surabaya

Swami Satya Prakas Saraswati, Patanjali Raja Yoga, Paramita Surabaya. 1996
Yudhiantara Kadek, 2006. Menyikapi Rahasia Yoga. Surabaya: Paramitha

http://Astangga Yoga.ucla.edu/portal/ucla/how-to-build-a-bigger-brain-91273.aspx
http://Yoga.com/showthread.phpt=32027
http://Sejarah Yoga.com/Hindu.phpt-681988

Anda mungkin juga menyukai