Anda di halaman 1dari 21

KEGIATAN BELAJAR 2:

ETIKA DAN PENGENDALIAN DIRI

CAPAIAN DAN SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN

Capaian Pembelajaran:
Memahami Konsep Etika dan Pengendalian Diri
Sub Capaian Pembelajaran:
1. Menjelaskan Konsep Etika
2. Menjelaskan Hubungan Pengendalian Diri dan Etika
3. Menganalisis Konsep Etika dalam Bhagawad Gita

URAIAN MATERI

II.1 PENGERTIAN ETIKA


Etika adalah suatu norma atau aturan yang dipakai suatu pedoman dalam berprilaku dalam
bermasyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk .
Secara Etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “Ethikos” yang artinya
timbul dari suatu kebiasaan
Pengertian Etika menurut beberapa Ahli
1. James J.Spilalane SJ
Etika adalah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam
mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan moral
2. Prof.DR Franz Magnis Suseno
Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan ,acuan dan pijakan kepada tindakan
manusia.

1
3. Soergarda Poerbakawatja
Etika merupakan sebuah filsafat yang berkaitan dengan nilai-nilai,tentang baik
dan buruknya tindakan dan kesusilaan
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia ,etika
memberikan standar atau penilaian terhadap perilaku tersebut ,oleh karena itu etika
terbagi menjadi 4 klasifikasi yaitu :
a. Etika Deskritif artinya : etika yang menerangkan apa adanya tanpa
memberikan penilaian terhadaf objek yang diamati.
b. Etika Normatif artinya : etika yang mengemukakan suatu penilaian mana
yang bauik dan buruk dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia.
c. Etika Individual artinya : etika yang obyeknya manusia sebagai
individualis,berkaitan dengan makna dan tujuan hidupmanusia.
d. Etika Sosial artinya : etika yang membicarakan tingkah laku manusia sebagai
mahluk social dan hubungan interaksinya dengan manusia lain ,baik dalam
lingkup terkecil ,keluarga hingga yang terbesar bernegara.
Klasifikasi diatas menegaskan etika erat kaitannya dengan dengan penilaian
karena pada hakekatnya etika erat kaitanya dengan dengan penilaian .Karena pada
hakekatnya etika membicarakan sifat manusia sehingga seseorang bisa dikatakan,
baik ,bijak,jahat,susila dan sebagainya. Secara khusus etika ada pada prinsip
manusia sebagai subjek sekaligus objek, bagaimana manusia manusia berprilaku
atas tujuan untuk dirinya sendiri dan tujuan untuk kepentingan bersama.

II.2 PENGERTIAN ETIKA DALAM AGAMA HINDU

Didalam Agama Hindu etika dinamakan Susila, yang berasal dari dua suku
kata Su dan Sila berarti : Su berarti baik dan Sila berarti kebiasaan atau tingkah
laku. Jadi kata Susila berarti tingkah laku manusia yang baik.
Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang
mempelajari tata nilai tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia
,mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan ,sehingga
tercipta kehidupan yang rukun dan damai.

2
Beberapa ajaran Etika Dalam Agama Hindu
1. Tri Kaya Parisudha artinya Tiga Perbuatan yang harus disucikan
2.Panca Yama Brata
3.Panca Niyama Brata
4.Dasa Yama Brata
5.Dasa Niyama Brata
6.Catur paramita
7.Tri Hita Karana

PENGENDALIAN DIRI DAN ETIKA MENURUT KITAB YOGA SUTRA


PATANJALI

II. 3 PENGENDALIAN DIRI DAN ETIKA DALAM YOGA


1. Susunan dan isi kitab Yogasutra Patanjali
Yoga adalah salah satu sad darsana, yaitu enam sistim filsafat India, Keenam
sistim filsafat ini ialah :
Keenam sistim filsafat ini ialah :
a. Nyaya
Pembangunannya ialah Gotama.
Isinya ialah filsafat logika
b. Vaisesika
Pembangunannya ialah Kanāda.
Vaisesikka mengajarkan tentang pengetahuan yang menuntun orang untuk
realisasi sang diri.
c. Sāmkhya
Menurut tradisi yang mula-mula mengajarkan ialah Kapila. Isinya tentang
proses perkembangan kejadian alam semesta.
d. Yoga
Pendirian Patanjali.
Yoga mengajarkan latihan mengendalikan badan dan pikiran untuk
mencapai tujuan terakhir yang disebut samadhi.
e. Mimamsa
Pendirinya ialah Jaimini.

3
Mengandung ajaran tentang bagian-bagian awal Weda. Ia mengajarkan
dasar-dasar ajaran dharma dan lebih menekankan tentang ritual dan etika
dari ajaran filsafat.
f. Vedānta
Vedānta artinya akhir Veda.
Ajaran ini juga disebut uttara Mimamsa Vedanta merupakan puncak filsafat
India yang berdasarkan atas ajaran Upanisad. Pokok ajaran Vedanta ialah
hubungan antara Tuhan dengan dunia antara ātma dan paramātma.

Sad darsana ditulis dalam bentuk sutra ialah rumus-rumus dalam bentuk
kalimat-kalimat pendek. Tujuan penulisan yang demikian ialah untuk memudahkan
mengingatkannya.
Sūtra ajaran yoga yang tertua ialah Patañjali yoga sutra. Kitab sutra dibagi
atas 4 bab mengandung 194 sūtra. Pembagian sūtra-sūtra itu serta masalah yang
diajarkan adalah seperti berikut :
Bab I mengajarkan teori yoga, terdiri dan 51 sūtra
Bab II mengajarkan tentang praktek yoga, terdiri dari 55 sūtra.
Bab III mengajarkan tentang cara mencapai tujuan yoga. Sūtranya 54 buah.
Bab IV adalah ajaran tentang kelepasan. Sutranya 34 buah.
Ajaran-ajaran yoga itu bukanlah ajaran teori belaka namun teori dan praktek.
Tidak ada gunanya ajaran yoga itu hanya diapalkan saja. Faedahnya baru akan
terasa dilaksanakan.
Ajaran yoga yang diuraikan dalam Patanjali yoga sutra tergolong ajaran raja
yoga. Ada lagi yoga yang lain yaitu hatha yoga. Hatha yoga menuntut orang
mendapatkan kesehatan jasmani melalui latihan-latihan asanas. Jenis-jenis latihan
asanas dapat kita baca dalam Ghrandasamhita sebuah naskah hatha yoga dalam
bahasa Sanskerta.

2. Pengendalian diri dari ajaran etika.


Namun pengendalian diri dalam yoga bukanlah pengendalian diri sementara
waktu seperti menahan marah. Sedih dan sebagainya, namun pengendalian diri
untuk mengarahkan pikiran untuk bersatu dengan Tuhan, kebenaran, yang
melandasi alam semesta yang tampak dan tidak kekal itu. Dengan demikian ajaran
ini adalah untuk mereka yang mengabdikan dirinya untuk kesatuan itu dengan

4
melaksanakan sungguh-sungguh disiplin yang diajarkannya. Orang yang telah
dapat melaksanakan ajaran yoga ini dengan sungguh-sungguh dinamai yogi.

Di dalam Patanjali yoga sutra menyebutkan :


Yogascitta vrtti nirodhah
(Ys.1.1)
Terjemahan :
Yoga adalah pengendalian gelombang-gelombang pikiran dalam alam
pikiran. Dan sutra ini nyata-nyata menunjukkan gelombang-gelombang pikiran itu
harus dikendalikan. Pengulas ajaran yoga mengendalikan pikiran itu sebagai
danau dan ātma sebagai dasar itu. Bila gelombang-gelombang itu tak henti-
hentinya mengempas-empas di danau itu maka dasar danau itu yaitu sang pribadi
tak akan dijumpai karena airnya keruh. Maka itu yoga mengajarkan ajaran
pengendalian diri itu untuk menjernihkan pikiran serta membebaskannya dari
belenggu suka duka duniawi. Dengan melaksanakan bagian-bagian ajaran yoga itu
maka noda-noda yang mencemarkan pikiran itu berangsur-angsur menghilang dari
kesadaran bathin akan terang bercahaya menuntut orang pada kesadaran
berwiweka. Hal ini dinyatakan oleh yogasutra sebagai berikut :
Yogangganustanadasuddhi ksaye jnanadiptiraviveka khyateh.
(Ys. 111.28).

Terjemahan :
Dengan melaksanakan terbagai-bagai bagi-bagian ajaran yoga, maka
ketidaksucian; itu akan hilang dan kesadaran bathin, itu akan bersinar cemerlang
untuk berwiweka.
Kalau kita perhatian baik-baik, maka ternyata ajaran yoga mengajarkan agar
orang-orang mulai mengendalikan diri dari tinadakan-tindakan lahir berangsur –
angsur kemudian mengendalikan pikiran.
Tentang hal ini Sri Swami Chidananda menyebutkan :
Setiap orang mengetahui bahwa tindakan-tindakan lahir (physical) action
membawa pengaruh yang besar pada alam pikiran. Anda dapat memikirkan
kesukaan tertentu, namun kejutan besar yang dapat terjadi ialah bila kesukaan itu
benar-benar dilakukan. Kejutan yang terjadi karena hanya membayangkannya akan

5
jauh lebih kecil dari pada kejutan yang terjadi karena tindakan nyata. Suatu tindakan
akan terjadi suatu endapan angan yang nyata dan akan merangsang dirinya lebih
hebat dari pada memikirkan dan membayangkannya.
Demikian kata Sri Swami Chidananda. Dengan demikian yoga menuntut
Orang tahap demi tahap mengendalikan dirinya untuk dapat menguasai dirinya dan
akhirnya mencapai ketenangan guna sampai pada Tuhan. Tahap-tahap itu terdiri
atas delapan tahap yang merupakan astanggayoga, delapan bagian yoga
Astanggayoga itu adalah demikian :
Yama niyamāsana prānājama pratyāhāra dhārana dhyāna samidhys
stāvanggani.
Yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadi,
inilah semua delapan bagian ajaran yoga.
Masing-masing bagian ini dapat kita terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia seperti berikut :
1. Yama ialah pengendalian diri tahap pertama
2. Nyama ialah pengendalian diri lebih lanjut
3. Asana ialah sikap duduk
4. Pranayama ialah pengendalian prana
5. Pratyahara ialah penarikan pikiran dari obyeknya
6. Dharana ialah pemusatan pikiran
7. Dhyana ialah meditasi
8. Samadhi ialah luluhnya pikiran dengan atma
Delapan tahap ajaran yoga ini merupakan tangga-tangga untuk
pengendalian diri dan sekaligus merupakan aspek etika dalam ajaran yoga. Di
bawah ini diuraikan masing-masing bagian yoga itu :
1. Yama
Seperti sudah disebutkan : di atas bahwa yama adalah pengendalian diri yang
awal dan menampakkan pengendalian diri dalam pengampilan lahir. Yama
dibagi atas 5 bagian lagi.
Dengan bagian-bagiannya ini maka yama menjadi panca yama.
Perinciannya adalah demikian :
Ahimsa satyasteya brahmacaryaparigraha yamah
(Ys. 11.30)

6
Terjemahan :
Ahimsā, satya, asteya, brahmacari, aparigraha.
Semuanya ini adalah yama.
Keterangan masing-masing bagian ini seperti di bawah ini :
1. Ahimsa artinya tidak membunuh-bunuh.
2. Satya artinya setia, benar.
3. Asteya artinya tidak mencuri.
4. Brahmacari artinya pantang hubungan kelamin.
5. Aparigraha artinya tidak menerima, tidak loba.
Ahimsā
Ahimsa artinya tidak membunuh-bunuh, tetapi ia juga berarti menyakiti, ini
menunjukkan bahwa hendaknya orang bebas segala perbuatan yang
menyakiti sesama makhluk.
Mengapakah ahimsa merupakan bagian pertama dari ajaran yama?
Seperti sudah doinyatakan pada uraian-uraian terdahulu manusia
mempunyai kecendrungan keraksasaan dan kedewataan. Kecendrungan
keraksasaan adalah kecendrungan pada sifat kebinatangan bengis, kasar,
sadis dan sebagainya. Ini semuanya tergolong perbuatan-perbuatan
himsakarma, lawan dari ahimsa karma. Tentu saja sifat-sifat yang demikian
harus ditaklukkan dan manusia harus dikembalikan pada sifat-sifat
kedewataannya, sifat sang hyang atma yang merupakan inti kahekat manusia
itu. Ketidak bengisan, hati yang lembut merupakan alas dan seluruh ajaran
yoga. Tahap-tahap kesucian tak akan tercapai tanpa alas ahimsa.

Satya
Satya artinya adalah kebenaran. Ia kebenaran. Ia juga berarti kejujuran.
Kejujuran adalah sifat yang selain dituntut oleh orang-orang baik budi
kepada semua orang, karena sifat-sifat itu akan membawa manusia ada
keterangan. Bila seseorang ingin hendak mewujudkan sifat-sifat kedewataan
dalam dirinya, maka satya harus mutlak dilaksanakannya secara sungguh-
sungguh karena sesungguhnya Tuhan itu adalah kebenaran. Hanya hidup
dalam satya seseorang dapat melakukan satya. Oleh karena Tuhan itu adalah
kebenaran, maka ia hanya dijumpai manusia kebenaran. Kebenaran adalah

7
juga hukum alam semesta. Semua yang ada ini mengikuti kebenarannya
sendiri. Api panas, air cair, angin bertiup, adalah hukum kebenaran yang
berlaku bagi dirinya masing-masing. Bila kebenaran iri hilang. Maka
identitasnya hilang pula. Satya membawa manusia pada sifat
skedewataannya, sifat kebenaran yang ada pada dirinya.

Brahmacarya
Bagi orang hendak mengabdikan diri dalam hidup kebenaran atau kesucian
diri suci pikiran, kata-kata dan perbuatan, maka ia harus hidup sebagai
seorang brahmacari. Demikian ajaran yoga. Hal ini terutama ditunjukkan
kepada seorang yogi orang yang sepenuh-penuhnya mengiklaskan hidupnya
mengabdi kepada Tuhan. Untuk melaksanakan ajaran yoga itu orang
memerlukan tenaga. Tenaga yang tersimpan dalam diri orang mempunyai
dua aspek yaitu aspek yang tidak halus dan aspek yang halus. Aspek tidak
halus itu ialah tenaga asmara yang selalu menampakkan dirinya melalui
indriya. Aspek yang halus ialah tenaga rohani yang cenderung mengantar
orang pada kesadaran. Seorang yoga mengubah tenaga asmara menjadi
Ojassakti, tenaga yang bercahaya terang yang mengantarnya ke dalam
samadhi yang dalam. Ini merupakan pengendalian diri yang luar biasa, di
luar alam manusia biasa.

Asteya
Sudah sejak zaman dahulu ada pencuri. Hal ini kita baca dalam buku-buku
Yoga sutra Patanjali. Sejak zaman dahulu pula perbuatan ini dicela orang
dan dihukum pula, karena membawa kesengsaraan kepada orang, baik yang
mencuri maupun orang yang menjadi sasaran perbuatan itu. Memang
manusia mempunyai kecendrungan untuk memperoleh sesuatu dengan jalan
semudah-mudahnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu jalan
itu adalah mencuri. Perbuatan ini adalah perbuatan perbuatan mementingkan
skesenangan diri sendiri tanpa memandang betapa sengsara dan sakit hatinya
orang yang hak miliknya diambil dengan jalan ini. Maka itu orang harus
dapat mengendalikan diri dan keinginannya yang berlebihan akan sesuatu
karena keinginan demikianlah yang mendorong seseorang untuk mencuri.

8
Seseorang harus dapat memuaskan hatinya dengan apa yang dimilikinya
yang didapatkan atas usaha yang wajar dan benar. Dengan demikian
kenikmatan indriya harus selalu berlaku atas pengawasan pikiran yang
jernih, sehingga kenikmatan itu tidak dapat atas dasar mencuri atau
perbuatan semacam itu. Mencuri tidak akan mengantar orang pada
ketenangan hidup sehingga kesucian menjauhkan dari padanya.

Aparigraha
Bagian yama yang terakhir ialah aparigraha. Aparigraha artinya tidak
menerima sesuatu dalam jumlah yang berlebih-lebihan. Ini berarti seseorang
hendaknya menerima sesuatu seperlunya saja untuk menunjang
kelangsungan hidupnya. Tentu saja tingkat keperluan topi dan sebagainya.
Seorang guru memerlukan cangkul, sabit, topi dan sebagainya. Seorang guru
memerlukan buku, pakaian yang bersih dan sebagainya. Seorang guru
memerlukan buku, pakaian yang bersih dan sebagainya. Asal saja pemuasan
kebutuhan itu wajar menurut ukuran orang banyak maka itu adalah
aparigraha. Aparigraha mengantar orang pada ketenangan, menghindarkan
orang dari berbohong, merah, kecewa dan sebagainya.

2. Niyama
Tahap kedua ajaran yoga ialah Niyama. Ajaran ini merupakan kewajiban harian
menuju kesucian untuk datang pada Tuhan. Dengan melaksanakan ajaran ini
baik-baik orang akan dapat menemukan dirinya sendiri, karena kabut kegelapan
duniawi menipis. Niyama terdiri dari 5 bagiann, seperti tersebut dalam
Yugasūtra Patanjali:
Sauca santosa tapah niyanah, svādhyāiyesvara prānādhānāni
niyamah
(Ys. 11.32)
Terjemahan :
Sauca, santosa, tapa swadhyaya dan istarapranidhana. Semuanya ini adalah
niyama.
Masing-masing bagian itu artinya ialah :
1. Sauca artinya suci lahir bathin

9
2. Santosa artinya kepuasan
3. Tapa artinya pengekangan diri
4. Swadhyaya artinya belajar
5. Iswarapranidhana artinya bakti kepada Tuhan.

Sauca
Bila yama mulai dengan ahimsa, maka niyama mulai dengan sauca,
kesucian lahir dan bathin, ini berarti bahwa badan harus bersih dan
kebersihan badan akan mempengaruhi kesucian jiwa.
Dengan demikian maka badan harus dihindari dan berbagai-bagai
hal dan benda-benda yang dapat mencemarinya seperti makanan,
pakaian, barang-barang kimia dan lain-lainnya. Seringkali bila
sekali badan tersentuh nikmat benda akan meninggalkan kesan
mendalam dalam pikiran dan bila berjumpa dengan benda sumber
nikmat itu akan timbul pula guncangan pikiran ingin menikmati
lagi. Ternyata bila dibiarkan pikiran itu akan manja dan badan akan
dikoyak-koyaknya dan dibanting-bantingnya dalam kelelahan.
Karena itu pikiran harus juga suci dan kesucian pikiran akan
mempengaruhi kebersihan badan.

Santosa
Santosa artinya kepuasan. Sulit juga untuk menguraikan sampai
dimanakah batas kepuasan itu. Seorang petani dengan dua buah
baju puaslah ia. Ia juga puas tidur dengan alas tikar pandan, dinding
bambu, lantai tanah. Namun seorang raja merasa hina bila
demikian. Ia harus tidur di istana megah, makan dengan hidangan
yang berganti-ganti setiap had dan dayang-dayang sebagai
pelayannya. Namun puaskah ia dengan itu. Ia masih ingin
meluaskan wilayahnya dan dengan demikian ia mempunyai banyak
musuh. Sang raja yang demikian tidak pernah puas dan karma itu ia
tidak pernah tenang sehingga bahagia jauh dan dirinya. Seorang
yang ingin hidup bahagia dan mementingkan ketenanggan bathin,
harus puas dengan apa yang dimilikinya, seperti kecakapan,

10
kemampuan. Kekayaan dan sebagainya. Dengan dasar pemikirran
demikian, iri hati gelisah kecewa dan perasaan-perasaan semacam
itu akan berangsur mereda dan diripun mudah dapat dikendalikan.

Tapa
Kata tapa artinya panas, ialah panas yang membakar noda-noda
diri sehingga orang menjadi suci dengan wajah yang bercahaya-
cahaya. Ada banyak bentuk pelaksanaan tanpa ini. Puasa yaitu
membatasi makan minum sebagai salah satu bentuk pengendalian
diri adalah tapa. Pengendalian diri dalam pelampiasan nafsu
kelamin pengendalian sentimen perasaan, adalah bentuk-bentuk
tapa yang berat. Demikianlah tapa, adalah semua bentuk
pengawasan, pengekangan dan pengendalian indriya dan pikiran.
Tapa ini tidak boleh menyebabkan orang sakit, sebab bukan itulah
tujuan tapa. Karena itu pelaksanaannya berdasarkan pertimbangan
yang sehat berdasarkan wiweka.

Swādhyāya
Belajar adalah swādhāyaya. Dalam hubungan ajaran yoga,
swādhayaya berarti belajar kitab-kitab suci, kitab-kitab sumber
ilmu pengetahuan suci sumber ajaran-ajaran agama yang menuntun
orang hidup suci dan tenteram. Swādhayaya smerupakan kunci
pembuka pintu kearifan, tempat ilmu pengetahuan hidup suci
menunjukkan jalan kesucian, tempat kita berlalu dalam hidup ini.
Ajaran-ajaran kesucian semacam itu tidak dapat kita jumpai di
dalam kitab-kitab biasa seperti kitab hukum, kitab sejarah dan
sebagainya. Oleh karena kitab-kitab suci itu menyajikan ajaran-
ajaran kesucian, maka bagi yang senang mempelajari akan
merupakan tirtha penghanyut noda-noda pribadi, karena seorang
akan selalu dialiri pengaruh kesucian sehingga hal-hal kotor tak
sempat mengendap dalam diri. Sesungguhnya yang baik dan yang
buruk itu silih berganti mengisi pikiran, kita dalam kehidupan
sehari-hari. Pikiran itu laksana lalat yang kadang-kadang hinggap

11
pada tempat yang baik tetapi kadang-kadang pada kotoran yang
busuk.

Tetapi si kumbang selalu hinggap pada bunga, tak pernah pada


kotoran. Demikianlah swādhayaya menuntut orang menjadi
kumbang agar tidak tersesat jatuh ke dalam lumpur kehinaan.

Iswaraprānidhāna
Inilah bagian niyama yang termualia yang merupakan permulaan
orang melangkah menuju hidup kerokhanian. Kata Iswaraprānidhān
artinya menempatkan diri pada Tuhan. Dengan sujud bakti kepada
Tuhan, seseorang akan merasakan diri kecil, lemah, sederhana,
karena Tuhan adalah Maha Kuasa, Maha Tahu dan sebagainya.
KepadaNYA orang tak dapat berbohong, kepada-NYA yang
merasa tak bermilik, karena sesungguhnya semuanya itu tak ada
artinya dihadapan-NYA. Dengan demikian rasa aku akan mereda
turun dan rasa kasih sayang dan rasa pengabdian pada sesama
hidup akan mekar menghias hidup ini.
Karena Tuhan Maha Tahu, berada di mana-mana, maka manusia
selalu merasa bahwa apapun yang dilakukannya senantiasa
disaksikan oleh Tuhan dan akan mendapat balasan atas segala
perbuatannya. Akibatnya manusia berhati-hati atas segala
perbuatannya. Agama merupakan bentuk-bentuk pelaksanaan
Iswaraprānidhāna ini. Ini semuanya membatasi dan menghalangi
manusia jatuh ke dalam kehinaan dan mengangkatnya ke dalam
taraf hidup kedewataan.

3. Asana
Seperti sudah diuraikan pada uraian di depan bahwa antara
jasmani dan rokhani terdapat hubungan yang erat. Keguncangan rokhani
akan membawa kegoncangan jasmani dan demikian pula sebaliknya.
Asana adalah bertujuan untuk mendiamkan gerak-gerak badan hingga
pikiran tak ada gangguan dan gerak-gerik itu. Dengan tenangnya badan

12
orang dapat mengendalikan jalannya nafas dan geraknya pikiran.
Pengendalian badan dengan cara ini tenaga dapat dihimpun karena tak
terbuang-buang dengan sia-sia. Tentu saja arsana tidak boleh dilakukan
dengan memaksa-maksa sehingga menimbulkan rasa sakit. Hanya
dengan sikap yang menyenangkan orang dapat melakukan asana
berlama-lama tanpa gerak. Oleh karena itu orang boleh memilih asana
yang serasi untuk dirinya. Orang dapat memilih salahh satu diantara
asana-asana ini padmasana, bajrasana, siddhasana svastikasana atau
sukhasana. Dengan dapat menguasai badan maka kesadaran kita pada
sang diri semakin halus yang akan mengantar seseorang untuk
menemukan dirinya.

4. Prānayāma
Prana adalah tenaga hidup. Prāna itu bukanklah kesadaran
ataupun rokh, namun ia hanyalah suatu bentuk tenaga dipakai oleh sang
jiwa dalam hubungannya dengan sang badan wadag dan badan astral.
Sekujur tubuh kita dikendalikan dan diatur oleh prāna. Prāna berada
pada semua unsur namun ia bukan unsur. Ia hanyalah tenaga yang
menghidupkan unsur itu. Prāna terdapat di udara, pada makanan, pada
air, pada cahaya matahari, dimana-mana namun Ia bukanlah benda-
benda itu. Udara, makanan, minuman, hanyalah perantara yang
membuat prāna.
Kita mengisap prana melalui makanan, minuman. Melalui nafas dan
sebagainya.
Di dalam badan, prana merupakan bagian dan nafas alam semesta.
Dengan mengendalikan jalannya nafas, maka seseorang dapat
mengendalikan dan mendiamkan dengan tenang gerak pikirannya.
Dengan terkendalikannya pikiran, terkendali pulalah prana itu dalam
badan. Setiap bagian badan dapat diisi prana dan bila kita dapat
melakukannya maka seluruh bagian badan akan dapat dikendalikan,
dalam praktekknya pranayama dilakukan orang dengan mengatur
jalannya nafas. Ada tiga bagiannya yaitu :
Puraka artinya memasukkan nafas.

13
Kumbaka artinya menahan nafas.
Recaka artinya mengeluarkan nafas.
Hal ini hanya dilakukan sehari atau sebulan, tetapi dalam waktu yang
lama bila ingin mencapai tujuan ajaran yoga.

5. Pratyahara
Tujuan ajaran yoga adalah mengendalikan pikiran. Sulit sekali
mengendalikan pikiran itu, karena ia tidak dapat diam, selain gelisah,
pergi dan melompat-lompat ke mana-mana, dan satu objek ke objek
yang lain. Ia bagaikan monyet gila. Memang karena alamnya monyet itu
tidak senang karena minum anggur pula, celakanya lagi seeekor
kalajengking menggitnya. Dapatlah dibayangkan betapa kacaunya
monyet itu. Dalam keadaan yang demikian setan memasuki dirinya.
Sempurnalah sudah kacau, gelisah dan gilanya monyet itu.
Demikianlah pula keadaan pikiran manusia. Karena sudah
alamnya ia gelisah, tak henti-hentinya. Kemudian ia minum anggur
keinginan yang mengaduk dan menambah rusuhnya pula.
Setelah keinginan akan dunia ini mengacau, kalajengking
cemburu, iri hati, dengki akan keberuntunggan orang lain menusuk
memasukkan racunnya lagi. Akhirnya setan keangkuhan
menggelapkannya dengan menari-nari berjingkrak-jingkrak. Maka
lumpuhlah daya pikiran yang demikian. Biarlah ia demikian sebentar,
namun harus diawasi dan dikendalikan. Kemudian iapun lepaskan
ikatannya pada objek-objek yang menggelisahkannya, dengan penuh
kesabaran. Maka dari hari ke sehari iapun akan semakin jinak, semakin
tenang, semakin halus dan akhirnya akan dapat dikuasai.
Menarik pikiran dari objek-objek yang menjadikan gelisahnya
dan memusatkan pada dirinya sendiri, inilah disebut pratyahara.
Pratyahara merupakan proses awal dalam usaha mencapai samadhi,
yaitu tahap tertinggi dalam astangga yoga.

14
6. Dharana, 7. Dhyana dan 8. Samadhi
Lima bagian astgangga yoga yang sudah diuraikan ddi depan
disebut bahirangga ialah pertolongan-pertolongan untuk mengendalikan
diri dalam bentuk lahir, yang berasal dari luar bathin. Yama dan Niyama
adalah persiapan yang etis sedangkan āsana, prānayāma dan pratyāhāra
adalah persiapan badani. Ketiga bagian yoga yang terakhir, yaitu
dharmadhyana dan samadhi merupakan tingkatan-tingkatan pemusatan
pikiran. Sebenarnya ketiganya inilah yang mewujudkan yoga yang sejati
dan disebut samyana.
Pertolongan-pertolongan dari ketiga bagian ini merupakan
antarangga ialah pertolongan-pertolongan yang berasal dari dalam diri
sendiri. Dharma adalah mengikatkan pikiran pada suatu objek, agar
supaya ia dapat menetap dan tidak goyah. Yang paling baik ialah jika
pikiran itu dapat dipusatkan pada suatu tempat pada tubuhnya sendiri,
atau pada Tuhan. Dengan demikian orang akan kehilangan landasannya
yang lain. Bila pikiran telah terlatih tetap terpusat pada suatu objek di
dalam atau di luar diri sendiri dan kemudian mengalir arus kekuatan
yang tak terspecah-pecah, ini disebut dhyāna.
Pemusatan pikiran ini mencapai puncaknya dalam samadhi.
Samadhi tercapai bila seseorang telah teguh dengan kekuatan dhyana
hingga dapat menolak rangsang luar dan hanya tetap pada pemusatan
pikiran pada objek pada dirinya. Pada tingkat ini semua hubungan
pikiran dengan dunia luar dipatahkan.
Demikianlah astangga yoga yangg merupakan ajaran terpenting
dalam ajaran yoga. Ajaran inilah akan kita jumpai sebagai ajaran
pengendalian diri dalam ajaran-ajaran lain seperti ajaran Bhagavadgita,
Wrhaspati tattwa; dan lain-lainnya. Dalam ajaran ini tindakan etis selalu
menjadi landasannya. Tanpa tindakan etis samyana tak tercapai, karena
ketenangan dan kedamaian hati hanya tercapai bila berbudi pekerti yang
baik.

15
II.3 ETIKA DALAM KITAB BHAGAVĀDGITA
Bhagavādgita menerima ajaran triguna yaitu Sattwam, rajas, tamas seperti
samkhya sebagai unsure-unsur kecenderungan sifat-sifat manusia. Demikianlah
diterangkan bahwa sattwa adalah sifat kebajikan, rajah sifat kerakusan dan tamas
sifat malas.
Sattvāt samjāyate jñānam,
rajaso lobha eva ca
pramādamohau tamaso
bhavato jñānam eva ca
(Bh.G.XIV.17)

Terjemahan :

Dari sattwa timbullah kebajikan


dari rajas timbul kerakusan,
dari tamas timbul kemalasan,
juga kekacauan dan kebodohan

Dengan adanya sifat-sifat diatas manusia berada dalam keadaan bahagia,


terlibat dalam belenggu kegiatan hidup atau jatuh dalam kebingungan.
Sattvam sukhe samjayati,
rajah karmāni bhārata,
jñānam arritya tu namah,
pramāde sanjayati uta.
(Bh.G.XIV.9)

Terjemahan :
Sattwa mengikat seseorang dengan kebahagiaan, rajas dengan kegiatan,
tamas mennutupi budi pekerti, Oh Arjuna, mengikat dengan kebingungan.

Mau tak mau manusia harus menerima ikatannya seperti tersebut di atas
dalam bentuk kesucian, duka atau kebodohan.
Karmanah sukritasyā ‘huh,

16
Sāttvikam nirmalam phalam,
rajas as tu phalam dukham,
ajñānam tamash phalam.
Bh.G.XIV.16)
Terjemahan :
Dikatakan bahwa hasil perbuatan sattwika ialah kebajikan yang suci
nirmala, hasil dari rajasa ialah duka, sedangkan hasil dari tamasa adalah
kebodohan.

Lebih lanjut Bhagavidgita menguraikan ciri-ciri masing-masing guna itu


bila berpengaruh pada diri pribadi seseorang sebagai berikut :
Sarvadvāresu dehesmin,
prakāsa upajayate,
jnanam yada tada vidyād,
vivriddham sattwam ity uta.
(Bh.G.XIV.11)
Terjemahan :
Bila cahaya ilmu pengetahuan menembusi semua pintu gerbang badan,
maka dikatakan sattwalah yang tambah berkuasa.

Lobhah pravrittir ārambhah karmanān asamah sprihā,


Rajasy etāni jayānte vivriddhe bhāratarsabha.
(Bh.G.XIV.12)
Terjemahan :
Serakah, giat dalam berusaha,
kegelisahan dan kerinduan merajalela,
apabila rajas tambah berkuasa,
wahai banteng diantara keturunan Bharata.

Aprakāso pravrittis ca pramādo moha eva ca,


tamasy jāyante,
vivriddhe kurunandana.
(Bh.G.XIV.13)

17
Terjemahan :
Kegelapan, kelesuan, kebodohan,
dan kekacauan timbul apabila
tamas yang tambah berkuasa,
wahai kesayangan diantara keluarga Kuru.

Demikianlah pengaruh Tri Guna pada orang yang membawa


kecenderungan-kecendrungan kejiwaan pada mereka itu. Setelah pengaruh tri guna
itu, Bhagavadgita juga mengelompokkan 2 macam kecenderungan prilaku manusia
sebagaimana telah diajarkan oleh Upanisad yaitu kecenderungan kedewataan dan
kecenderungan keraksasaan. Kecenderungan kedewataan adalah kecenderungan
pada sifat-sifat baik, seperti dermawan, jujur, lembut, kasih sayang dan lain-lain
semacam itu diuraikan oleh sloka-sloka berikut :
Abhayam sattvasamsudhir,
Jñānayoga vyvasthitih,
dānam damas ca yajnāsca,
svādhyāyas tapa ārjavam.
(Bh.G.XIV.1)

Terjemahan :
Tak gentar, suci hati, bijaksana, mendalami yoga dan ilmu pengetahuan,
dermawan, menguasai indriya, berupa cara kebaktian, mempelajari kitab-
kitab sastra, hidup sederhana dan jujur.

Ahimsā satyam akrodhas,


Tyajah santir apaisunam,
dayā bhūtesvalsluptvam,
mārdavam hrir acāpalam.
(Bh.G.XVI.2)

18
Terjemahan :
Tanpa kekerasan, benar, bebas dari kemarahan, tanpa rasa aku, tenang, tidak
suka memfitnah, kasih sayang kepada sesama makhluk, bebas dari nafsu
loba, lemah lembut, sopan dan dalam keseimbangan jiwa.

Tejah ksāma dhrittih saucam,


adroho na ‘timanita
bhavanti sampadam daivim,
abhijātasya bhārata.
(Bh.G.XVI.3)
Terjemahan :
Kuat, suka mengampuni, teguh iman, suci tidak membenci, bebas dari rasa
sombong, semua ini, wahai Bharata, adalah milik orang-orang yang
dilahirkan dengan sifat-sifat dewata.

Bila kecenderungan kedewataan adalah sifat-sifat yang baik, maka


kecenderungan-kecenderungan yang buruk seperti sifat takabur, sombong, bengis
dan sifat-sifat semacam itu adalah kecenderungan-kecendrungan keraksasaan.
Bhagavadgita menguraikan hal ini demikian :
Dambho darpo bhimanas ca,
krodhah parusyam eva ca,
ajnanam ca ‘bhijatasya,
partha sampadam asurim.
(Bh.G.XVI.4)

Terjemahan :
Sifat takabur, angkuh membanggakan diri, pemarah, kasar dan bodoh,
semuanya ini adalah tergolong pada orang yang dilahirkan dengan sifat
keraksasaan.

Suatu sifat keraksasaan yang sangat menonjol yang dikemukakan oleh


Bhagavadgita ialah sifat-sifat aku yang angkuh dan memandang bahwa dirinyalah
yang, paling hebat.

19
Hal ini diterangkan demikian :
Idam adya mayā labdham
imam prāpsye manoratham,
imam asti ‘dam api me,
bhavsyati punar dhaman.
(Bh.G.XVI.I3)

Terjemahan :
Hari ini aku dapatkan ini, keinginan ini harus kucapai, ini punyaku dan
kekayaan itu, juga akan menjadi milikku nanti.

Assu mayā hatah satrur,


hanisye caparan api,
isvaro ‘ham aham bhogi,
siddho ‘ham balavān sukhi.
(Bh. G. XVI.14)
Terjemahan :
Musuh ini telah terbunuh olehku dan yang lainnya akan aku sembelih pula,
Aku adalah raja, aku adalah yang menikmati, aku adalah sempurna,
berkuasa dan bahagia.

Sifat-sifat kedewataan akan melepaskan orang dari penderitaan dan


mengantarnya pula bebas dari ikatan keduniawian, tetapi sifat keraksasaan akan
mempererat belenggu ikatan duniawi dan akan terjerumus ke dalam neraka. Dalam
Bhagavadgita diterangkan demikian :
Anekacita vibhrāntā,
mohajāla samāvritāh,
prasaktāh,kāmabhogesu,
patanti narake ‘sucau.
(Bh.G.XVI.16).

20
Terjemahan :
Bingung oleh berbagai pikiran, terlibat dalam jaringan keonaran, tersesat ke
dalam kepuasan nafsu birahi, mereka jatuh ke dalam neraka jahanam.

Demikian keterangan tri guna dan kecenderungan-kecenderungan sifat manusia.

21

Anda mungkin juga menyukai