Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sad Darsana berasal dari akar kata “drs” yang bermakna “melihat”, menjadi kata darsana
yang berarti “penglihatan” atau pandangan. Dalam ajaran filsafat Hindu, Darsana berarti
pandangan tentang kebenaran. Sad Darsana berarti enam pandangan tentang kebenaran yang
mana merupakan dasar dari filsafat Hindu.

Sad Darsana merupakan bagian penulisan Hindu yang memerlukan kecerdasan yang
tajam, penalaran serta perasaan, karena masalah pokok yang dibahasnya merupakan intisari
pemahaman Weda secara menyeluruh dibidang filsafat, (Maswinara, 1990). Filsafat merupakan
aspek rasional dari agama dan merupakan satu bagian integral dari agama. 

Yoga Darsana merupakan salah satu pandangan dari Sad Darsana. Seperti ajaran Darsana
lainnya, Yoga Darsana juga membahas tentang hakekat Brahman, Atman, dan Alam Material
dan Moksa. Namun, setiap pandangan memiliki etika serta pokok-pokok ajaran dengan
penekanan yang berbeda-beda. Dari penjelasan di atas, maka muncul pertanyaan-pertanyaan
yang menjadi permasalahan sebagai berikut.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah pandangan Yoga Darsana terhadap keberadaan Brahman, Atman,
Maya dan Moksa?
2. Bagaimanakah pokok-pokok ajaran dalam Yoga Darsana?
1.3. Tujuan
1. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pandangan Yoga Darsana terhadap
keberadaan Brahman, Atman, Maya, dan Moksa.
2. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok ajaran dalam Yoga
Darsana.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Yoga Darsana

Kata Yoga berasal dari akar kata ‘Yuj’ yang berarti bersatu, menghubungkan. Namun dalam
pengertian Patanjali di dalam Yoga Sutra, Yoga bukanlah berarti penyatuan tetapi upaya spiritual
untuk mencapai kesempurnaan melalui pengendalian tubuh, indra dan pikiran, dan melalui
diskriminasi yang benar antara Purusa dan Prakrti. (Sudiani, 2012;57)

2.2. Sejarah Yoga Darsana

 Sistem yoga termasuk salah satu dari enam sistem filsafat Veda. Pendiri dari Yoga Darsana
adalah Maharsi Patanjali. Karyanya dikenal dengan nama Patanjali Yoga Sutra. Iya menyusun
teks singkat yang mudah dihafal, menyarikan dan mengaitkan dengan beberapa teknik meditasi
Yoga. Yoga ini juga disebut Astangga Yoga yaitu yoga yang dibagi menjadi delapan tahap, yang
mirip dengan filsafat Samkhya. 

Ada berbagai sekolah yoga, antara lain Bhakti Yoga, Jnana Yoga, dan Kundalini Yoga. Yoga
merupakan sistem yang paling praktis dalam filsafat India. Hampir seluruh sistem menerima
sistem ini dalam aspek prakteknya dengan penekanan yang berbeda-beda.  Buku-buku komentar
yang muncul kemudian seperti : Yoga Bhasya atau Vyasabhasya yang ditulis oleh Vyasa dan
Bhojaraja yang menulis Yoga Maniprabha. Ajaran Yoga sudah sangat tua umurnya, hal ini
dinyatakan oleh kitab-kitab Upanisad, Smrti, dan Purana yang didalamnya sudah ada ajaran
Yoga. (Sudiani, 2012;57) 

2.3. Pandangan Yoga Darsana


a) Tuhan
Berbeda dengan pandangan Samkhya, yoga mengakui adanya Tuhan. Adanya Tuhan dipandang
lebih bernilai praktis dari pada teori yang merupakan tujuan akhir dari Yoga. Menurut Patanjali,

2
keberadaan Tuhan dapat dibuktikan dengan adanya alam semesta beserta isinya, oleh karena itu
sistem yoga bersifat teori dan praktek terhadap keberadaan Tuhan tersebut.

Tuhan dalam ajaran yoga dipandang sebagai jiwa Yang Maha Agung yang mengatasi jiwa
perorangan dan bebas dari semua penderitaan. Dia adalah maha sempurna, kekal abadi, maha
kuasa, dan maha pengetahuan. Manusia dalam hidupnya melakukan berbagai pekerjaan yang
baik, buruk dan campuran keduanya, yang semua ini merupakan karma dan karma wasana dapat
mempengaruhi kehidupan didunia. 

Keberadaan Tuhan dalam ajaran yoga dikemukakan dengan beberapa alasan sebagai berikut :
1. Pernyataan kitab suci Veda, upanisad dan kitab suci lainnya dalam agama Hindu yang
menyertakan bahwa Tuhan sebagai jiwa Yang Maha Agung, Realitas Utama serta merupakan
tujuan yang terakhir dari segala yang ada di dunia ini.
2. Pada manusia terdapat perbedaan dalam tingkatan pengetahuan, kekuasaan dan lain
sebagainya.. keadaan yang demikian mengharuskan adanya sesuatu yang memiliki segala
kecakapan dalam bentuknya yang tertinggi. Sesui itu adalah yang disebut Tuhan.
3. Keberadaan alam semesta beserta isinya berasal dari penyatuan purusa dan prakrti.
Purusa dan prakerti adalah dua pokok asas yang berbeda, penyatuan kedua asas ini tidaklah
mungkin tanpa adanya sesuatu yang menuntunnya. Tuhan yang menyatukan purusa dan prakrtin
tersebut. 
Tuhan adalah roh yang abadi yang tidak tersentuh oleh duka cita, dan maha tau. Ia adalah
penguasa tertinggi di dunia ini dan memiliki pengetahuan yang tak terbatas yang membedakan ia
dari pribadi-pribadi yang lain. Hakti kepada Tuhan tidak hanya merupakan praktek yoga, tetapi
juga merupakan sarana permusatan pikiran dan samadhi. Tuhan akan memberikan karunia
kepada seorang yang bhakta kepada-Nya berupa kesucian dan penerangan batin. Tuhan
melenyapkan semua rintangan jalan orang-orang yang berbakti kepada-Nya, seperti duka cita,
dan kita harus siap menerima rahmat Tuhan tersebut. (Sudiani, 2012;60-61).
 
b)    Atman
Menurut ajaran Yoga dan Samkhya mengatakan bahwa kelepasan dapat dicapai melalui
pandangan spiritual pada kebenaran roh sebagai suatu daya hidup yang kekal yang berbeda

3
dengan badan dan pikiran. Pandangan spiritual tersebut hanya dapat dimiliki bila pikiran bersih,
tenang tidak tergoyahkan oleh suatu apapun. Dan untuk meningkatkan kebersihan pikiran, Yoga
mengajarkan adaanya delapan tahap jalan yang disebut dengan Astanggayoga. (Sudiani,
2012;39-63).

c)    Maya
Pada intinya ajaran yoga bertujuan untuk mengembalikan jiwa individu kepada asalnya yaitu
Parama atma dengan jalan membersihkannya dari segala ikatan maya (Triguna). Sehingga ia
akan sadar dengan jati dirinya (Atman) ikatan yang diakibatkan oleh perubahan citta yang
muncul dari rintangan-rintangan gua, menimbulkan kesusahan dan kesedihan di dalam hidup
yang disebut klesa. Klesa ada lima bagian yaitu :

-    Awidya : kebodohan


-    Asmita : keakuan
-    Raga    : keterikatan 
-    Dwesa : kebencian
-    Abhiniwesa : ketakutan dan kematian 
Kelima klesa ini dapat dilenyapi dengan jalan melaksanakan kriya yoga sehingga dalam proses
yoga mampu membantu guna mencapai samadhi dengan jalan melaksanakan Kriya yoga. (Ida
Bagus Wika Krishna, wikakrisna.wordress.com)

d)    Moksa

Tujuan kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari Purusa dengan Prakerti. Kebebasan dalam
Yoga merupakan Kaivalya atau kebebasan mutlak tersebut, di mana roh terbebas dari belenggu
Prakrti dan Purusa berada dalam wujud yang sebenarnya atau Svarupa. Sang roh telah
melepaskan Avidya melalui pengetahuan pembedaan (vivekakhyati) dan 5 klesa terbakar oleh

4
apinya ilmu pengetahuan. Sanng Diritak terjamah oleh kondisi Citta, di mana Guna seluruhnya
terhenti dan sang diri berdiam pada intisari ilahinya sendri. (Sudiani, 2012;66).

2.4. Pokok – Pokok Ajaran Yoga Darsana 

Ajaran Yoga merupakan anugrah yang luar biasa dari Rsi Patanjali kepada setiap umat yang
melakukan hidup kerohania. Ajaran ini merupakan tuntunan bagi mereka yang menginsyafkan
kenyataan adanya roh sebagai asas bebas, bebas dari tubuh, indriya dan pikiran. Kitab Yoga
Sutra karya Rsi Patanjali dibagi atas empat bagian 194 sutra. Adapun keempat bagian itu adalah:
a.    Samadhi pada, membahas tentang sifat tujuan dan bentuk ajaran Yoga.
b.    Sadhana pada, membahas tentang pelaksanaan ajaran yoga cara mencapai Samadhi,
kedudukan, dan Karma Phala.
c.    Vibhuti pada, meajarkan tentang segi bathiniah ajaran yoga dan ja tentang ajaran gaib yang
didapat dalam melaksanakan praktek Yoga.
d.    Kaivalya pada, melukiskan tentang alam kelepasan dan kenyataan roh yang mengatasi alam
duniawi.

Pelaksanaan ajaran Yoga yang terpenting adalah sebagai jalan untuk memperoleh vivekajnana
yaitu pengetahuan untuk membedakan antara yang salah dengan yang benar sebagai kondisi
kelepasan. Yoga mengajarkan bahwa kelepasan itu dapat dicapai melalui pengetahuan langsung
tentang perbedaan roh dan dunia jasmani termasuk badan, pikiran, rasa aku dan sebagainya. Roh
itu kekal dan abadi, bebas dari penderitaan dan kematian.
    
Yoganya Rsi Patanjali merupakan Astangga Yoga atau yoga dengan delapan anggota, yang
mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Hatha Yoga membahas tentang cara-cara
mengendalikan badan dan pengaturan pernafasan, yang memuncak Raja Yoga, melalui sadhana
yang progresif dalam Hatha Yoga, sehingga hatha yoga merupakan tangga untuk mendaki
menuju tahapa raja yoga. Bila gerakan nafas dihentikan dengan cara kumbhaka, pikiran menjadi
tak tertopang dan badan melalui sat-karma ( 6 kegiatan pemurnian badan), yaitu:
1. Dhauti (pembersihan perut)
2. Basti (bentuk alami pembersian usus)

5
3. Neti (pembersihan lubang hidung)
4. Trataka (pentapan tanpa kedip pada suatu objek)
5. Nauli (pengadukan isi perut)
6. Kapalabhati (pelepasan lendir melalui pranayama)
Serta pengendalian pernafasan merupakan tujuan langsung dari Hatha Yoga. Badan akan
diberikan kesehatan, kemudaan, kekuatan dan kemantapan dengan melaksanakan Asana,
Bandha, dan Mudra. (Sudiani, 2012;57-58).

2.5. Metafisika Yoga Darsana

A.    Penciptaan Alam Semesta menurut Ajaran Yoga


Sistem filsafat yoga didasarkan pada sistem filsafat Samkhya, maka ajaran Yoga sebagai besar
diambil dari ajaran Samkhya yaitu secara evolusi dimana citta di pandang sebagai hasil pertama
dari perkembangan Prakrti. Yang dimaksud dengan Citta adalah gabungan budhi, ahamkara dan
manas. Citta memantulkan kesadaran dari Purusa sehingga dengan demikian Citta menjadi sadar
dan bermanfaat dengan bermacam-macam cara. 
Tiap purusa berhubungan dengan suatu citta yang disebut dengan Karana citta. Karana citta
dapat berkembang dan mengecil sesuai dengan tubuh atau tempat yang ditempatinya. Karana
citta mengecil dalam tubuh binatang tapi mengembang dalam tubuh manusia. Karana citta yang
berhubungan dengan suatu  tubuh, disebut karya Citta. Tujuan  yoga mengendalikan citta dalam
keadaan yang semula, yang murni tanpa perubahan sehingga dengan demikian purusa
dibebaskan dari penderitaan. Di dalam hidup sehari-hari citta menyamakan diri dengan yang
disebut vretti, yaitu bentuk perubahan citta dalam menyesuakan diri dengan objek pengamatan.,
(Sudiani, 2012;59).

6
BAB III
METODOLOGI

3.1 Cara Mencari (Epistimologi Yoga Darsana)

Ajaran Yoga mengenal 3 pengamatan yang benar yaitu: pratyaksa, anumana, dan sabda pramana.
Ketiga pengamatan ini sama juga dengan pengamatan yang terdapat dalam ajaran samkhya. Baik
dalam ajaran samkhya maupun dalam ajaran Yoga dinyatakan bahwa roh dipandang sebagai
kekuatan hidup yang bebas dan bersatu dengan badan. Sifat roh adalah kesadaran murni,  bebas
dari batas – batas jasmani dan kegoncangan dalam pikiran, tetapi karena kebodohan, roh
menyamakan dirinya denan alam pikiran, dan didalam Yoga alam pikiran disebut citta.
    
Citta merupakan hasil pertama dari prakrti, yang pada dirinya sattvamlah yang lebih berkuasa
dari pada rajas dan tamas. Bila citta berhubungan dengan suatu objek dunia melalui manah yang
memiliki kesadaran dan kecakapan. Roh mengenal objek melalui perubahan citta yang
bersesuaian dengan bentuk objek tersebut.
    
Perubahan – perubahan citta banyak jumlahnya dan bermacam-macam pula jenisnya, dan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 macam, yaitu:

a.    Pramana (pengamatan yang benar)


b.    Wiparyaya (pengamatan yang salah)
c.    Wikalpa (pengamatan hanya dalam kata-kata)
d.    Nidra (tidur)
e.    Smrti (ingatan)

Bila citta diubah kedalam suatu jenis Vrtti atau keadaan mental yang mengamati, maka roh akan
dipantulkan dalam keaadan itu dan mungkin menyatakan keadaaannya sendiri. Selama roh
menyamakan dirinya dengan tubuh ini maka selama itu pula roh mengalami susah dan senang
sesuai dengan Citta.

7
Seperti Samkya, Yoga juga mengakui adanya dua pengamatan, yaitu Nirvi Kalpa dan Savi
Kalpa. Nirvi Kalpa adalah pengamatan yang tidak ditentukan, sedangkan Savi Kalpa pengamatan
yang ditentukan. Keterangan atau penjelasan yang diberikan oleh kedua pengamatan itu berbeda.

Dalam ajaran Yoga terjadinya proses pengamatan ialah sebagai berikut: pertama indriya-indriya
menerima obyek diluar tanpa menentukan wujudnya, dan menyampaikan pengamatan-
pengamatan kepada manas. Selanjutnya manaslah yang menyusun pengamatan itu hingga
menjadi suatu sintesis dan kemudian menentukan sifat pengamatan itu. Demikianlah proses
terjadinya pengamatan dalam Yoga. (Sudiani, 2012;61-62)

3.2 Kegunaan (Aksiologi Yoga Darsana)


Adapun kegunaan Yoga untuk meningkat pikiran Yoga mengajarkan adanya delapan tahap jalan
yang disebut Astanggayoga, yaitu :

a.    Yama, yaitu mengendalian diri :


1. Ahimsa = tidak menyakiti makhluk hidup
2. Satya = berkata, berbuat, dan berfikir yang baik
3. Asteya = pantang menginginkan milik orang lain
4. Brahmacarya = pengendalian nafsu asmara
5. Aparigraha = pantang kemewahan
Kelima pantangan ini merupakan mahavrata atau sumpah luar biasa yang harus dipatuhi.
Patanjali mengatakan bahwa ketaatan kepada yama itu diwajibkan serta dipertahankan dalam
tiap keadaan dan merupakan kode etik universal (sarvabhauma mahavrata) yang tak dapat
diselewengkan dengan bermacam-macam dalil.

b.    Niyama, yaitu pengendalian diri lebih lanjut :


1. Sauca = suci secara lahir batin
2. Santosa = kepuasan untuk memantapkan mental
3. Tapa = tahan uju terhadap gangguan-gangguan

8
4. Svadhyaya = mempelajari naskah-naskah suci
5. Iswarapranidhana = penyerahan diri pada Tuhan
c.    Asana, yaitu sikap badan yang mantap dan nyaman, yang merupakan bantuan secara fisik
dalam berkonsentrasi.
d.    Pranayama, yaitu pengaturan nafas, akan memberikan ketenangan, kemantapan pikiran
dan lesehatan yang baik.
e.    Pratyahara, yaitu pemusatan pikiran dengan cara penarikan indra-indra dari segala objek
luar. Indra-indra yang ditarik dan penempatannya di bawah pengawasan pikiran. Alat-alat
indraya cenderung untuk mengejar nafsunya (wisana), mata mengejar keindahan warna dan
bentuk, telinga mengejar bunyi dan nada, lidah ingin menikmati rasa lezat, hidung yang
mencari bau yang harum, dan peraba yang ingen memegang yang halus. Tiap alat indra
memiliki tugasnya masing-masing, tetapi semua merindukan kenikmatan yang khas.
Maksudnya pratyahara (alat pengaluran) terdiri dari pelepasan alat-alat indriya dan
nafsunya masing-masing, dan dari penyesuain alat-alat indriya dalam bentuk citta dan
buddhi yang murni.
f.    Dharana merupakan pemusatan pikiran yang tingkat lebih dalam lagi secara mantap pada
suatu objek tertentu.
g.    Dhyana merupakan pemusatan terus menerus tanpa henti dari pikiran terhadap objek atau
yang sering disebut dengan meditasi.
h.    Samadhi adalah pemusatan pikiran terhadap objek dengan intensitas konsentrasi sedemikian
rupa sehingga menjadi objek itu sendri, di mana pikiran sepenuhnya bergabung dalam
penyatuan dengan objek yang dimeditasikan atau sudah menyatunya Atman dengan
Paraatman.

Dan disini seorang tidak lagi menyadari lagi adanya proses pikiran yang ada hanyalah objek
renungan yang bercahaya dalam pikiran. (Sudiani, 2012;63-65).

9
BAB IV

ASTIKA DAN NASTIKA

4.1 ASTIKA
Sistem filsafat Hindu yang tergolong pada klasifikasi Astika adalah sistem atau aliran
yang percaya pada kesucian Weda (Autority of the Veda). Menurut klasifikasi ini ada enam
aliran yang disebut dengan Sad Darsana (Sad = enam, Darsana = Pandangan, filsafat). Yang
termasuk Astika adalah Samkhya, Yoga, Niaya, Waisasika, Mimamsa dan Wedanta.

Dalam pengertian lain selain percaya kepada kesucian Weda, percaya pula pada
reinkarnasi (kelahiran kembali) maka yang tergolong Astika tidak hanya enam aliran filsafat tadi
termasuk aliran Buddha dan Jaina. Namun yang umum disebut Astika adalah Sad Darsana tadi.

10
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Yoga Darsana merupakan salah satu pandangan dari Sad Darsana. Seperti ajaran Darsana
lainnya. Kata Yoga berasal dari akar kata ‘Yuj’ yang berarti bersatu, menghubungkan. Namun
dalam pengertian Patanjali di dalam Yoga Sutra, Yoga bukanlah berarti penyatuan tetapi upaya
spiritual untuk mencapai kesempurnaan melalui pengendalian tubuh, indra dan pikiran, dan
melalui diskriminasi yang benar antara Purusa dan Prakrti.

Pendiri dari Yoga Darsana adalah Maharsi Patanjali. Karyanya dikenal dengan nama Patanjali
Yoga Sutra. Iya menyusun teks singkat yang mudah dihafal, menyarikan dan mengaitkan dengan
beberapa teknik meditasi Yoga. Yoganya Rsi Patanjali merupakan Astangga Yoga atau yoga
dengan delapan anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Hatha Yoga
membahas tentang cara-cara mengendalikan badan dan pengaturan pernafasan, yang memuncak
Raja Yoga, melalui sadhana yang progresif dalam Hatha Yoga, sehingga hatha yoga merupakan
tangga untuk mendaki menuju tahapa raja yoga. Bila gerakan nafas dihentikan dengan cara
kumbhaka, pikiran menjadi tak tertopang dan badan melalui sat-karma ( 6 kegiatan pemurnian
badan), yaitu:
 Dhauti (pembersihan perut) 

 Basti (bentuk alami pembersian usus)

 Neti (pembersihan lubang hidung)

 Trataka (pentapan tanpa kedip pada suatu objek)

 Nauli (pengadukan isi perut)

 Kapalabhati (pelepasan lendir melalui pranayama)

Serta pengendalian pernafasan merupakan tujuan langsung dari Hatha Yoga.


Untuk meningkat pikiran Yoga mengajarkan adanya delapan tahap jalan yang disebut
Astanggayoga, yaitu :

11
a.    Yama, yaitu mengendalian diri :
1. Ahimsa = tidak menyakiti makhluk hidup
2. Satya = berkata, berbuat, dan berfikir yang baik
3. Asteya = pantang menginginkan milik orang lain
4. Brahmacarya = pengendalian nafsu asmara
5. Aparigraha = pantang kemewahan
Kelima pantangan ini merupakan mahavrata atau sumpah luar biasa yang harus dipatuhi.
Patanjali mengatakan bahwa ketaatan kepada yama itu diwajibkan serta dipertahankan dalam
tiap keadaan dan merupakan kode etik universal (sarvabhauma mahavrata) yang tak dapat
diselewengkan dengan bermacam-macam dalil.

b.    Niyama, yaitu pengendalian diri lebih lanjut :


1. Sauca = suci secara lahir batin
2. Santosa = kepuasan untuk memantapkan mental
3. Tapa = tahan uju terhadap gangguan-gangguan
4. Svadhyaya = mempelajari naskah-naskah suci
5. Iswarapranidhana = penyerahan diri pada Tuhan
c.    Asana, yaitu sikap badan yang mantap dan nyaman, yang merupakan bantuan secara fisik
dalam berkonsentrasi.
d.    Pranayama, yaitu pengaturan nafas, akan memberikan ketenangan, kemantapan pikiran dan
lesehatan yang baik.
e.    Pratyahara, yaitu pemusatan pikiran dengan cara penarikan indra-indra dari segala objek
luar. Indra-indra yang ditarik dan penempatannya di bawah pengawasan pikiran. Alat-alat
indraya cenderung untuk mengejar nafsunya (wisana), mata mengejar keindahan warna dan
bentuk, telinga mengejar bunyi dan nada, lidah ingin menikmati rasa lezat, hidung yang mencari
bau yang harum, dan peraba yang ingen memegang yang halus. Tiap alat indra memiliki
tugasnya masing-masing, tetapi semua merindukan kenikmatan yang khas. Maksudnya
pratyahara (alat pengaluran) terdiri dari pelepasan alat-alat indriya dan nafsunya masing-masing,
dan dari penyesuain alat-alat indriya dalam bentuk citta dan buddhi yang murni.

12
f.    Dharana merupakan pemusatan pikiran yang tingkat lebih dalam lagi secara mantap pada
suatu objek tertentu.
g.    Dhyana merupakan pemusatan terus menerus tanpa henti dari pikiran terhadap objek atau
yang sering disebut dengan meditasi.
h.    Samadhi adalah pemusatan pikiran terhadap objek dengan intensitas konsentrasi sedemikian
rupa sehingga menjadi objek itu sendri, di mana pikiran sepenuhnya bergabung dalam penyatuan
dengan objek yang dimeditasikan atau sudah menyatunya Atman dengan Paraatman.

Dan disini seorang tidak lagi menyadari lagi adanya proses pikiran yang ada hanyalah objek
renungan yang bercahaya dalam pikiran.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sudiani, Ni Nyoman. 2012. Materi Ajar Mata kuliah Darsana.


Tim Penyusun. 1999. Buku Pedoman Dosen Agama Hindu. Jakarta: Departemen Agama RI
Krishna, Ida Bagus 2013. Yoga Darsana. Wika wikakrisna.wordress.com

14

Anda mungkin juga menyukai