Kls : 12 MIPA 4
No : 19
Gelgel mengalami kekalahan pada pertempuran ini. Ditambah lagi, Cokorda Raka Pogog ikut
gugur dalam Perang Puputan. Raja Klungkung terus mengirimkan pasukan, tapi tidak ada
yang dapat mengalahkan pasukan Belanda. Belanda semakin mendesak Kerajaan Klungkung
untuk menyerah tanpa syarat.
Oleh karena Kerajaan Klungkung yang tidak mengindahkan ultimatum tersebut, Belanda
akhirnya melakukan bombardir ke istana Gelgel, Satria dan Smarapura selama 6 hari
berturut-turut.
Pada tanggal 28 April 1908, perang dimulai. Persenjataan Belanda jauh lebih canggih
dibanding persenjataan rakyat Bali, hal ini membuat Belanda dengan mudah menguasai desa
Jumpai dan Kusamba. Belanda kemudian menguasai Klungkung. Perlawanan keluarga
kerajaan menjadi semakin besar, mereka sudah siap untuk melawan maut demi mengalahkan
pasukan Belanda. Meskipun semangat juang yang tinggi, Belanda jauh lebih kuat dengan
senapan nya membuat banyak keluarga kerajaan yang gugur di medan perang.
Akhirnya, Klungkung jatuh ke kekuasaan Belanda pada tanggal 28 April 1908. Setelah
Kerajaan Klungkung dikuasai, secara otomatis seluruh daerah Bali sudah berada dalam
kekuasaan Belanda. Perlawanan raja-raja bali terhadap belanda dikenal dengan sebutan
Perang Puputan yang maknanya adalah perang hingga titik darah penghabisan.
Di sisi lain, I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya yang disebut sebagai Ciung Wanara
melakukan perjalanan ke Gunung Agung. Saat di tengah perjalanan, pasukan ini dihadang
oleh pasukan Belanda di Desa Marga. Pertempuran sengit tak bisa terhindarkan dan terjadi
saat itu.
Pada 20 November 1946, Desa Marga menjadi arena pertempuran yang mencekam dengan
bunyi letupan meriam dan senjata. Para pasukan Ciung Wanara berhasil memukul mundur
pasukan Belanda. Belanda tidak mau kalah dan mengeluarkan bom dari pesawat udara untuk
menggempur pasukan I Gusti Ngurah Rai.
Pasukan Indonesia berjuang sampai titik darah penghabisan, begitu pula dengan I Gusti
Ngurah Rai. Tidak ada pasukan Indonesia yang selamat, semuanya gugur. Peristiwa ini
kemudian dikenang dengan nama Perang Puputan Margarana.
Pemerintah menganugerahi I Gusti Ngurah Rai dengan Bintang Mahaputra dan menaikkan
pangkatnya menjadi Brigjen TNI Anumerta. Namanya juga dijadikan sebagai nama bandara
di Bali.
Dewan Perjuangan Republik Indonesia Sunda Kecil juga membuatkan nisannya bersama
anggota pejuang Markas Besar Oemoem lainnya di Kompleks Monumen de Kleine Sunda
Eilanden, Tabanan. Kisah perjuangan dari I Gusti Ngurah Rai juga diabadikan dalam
berbagai tulisan. Jasa beliau dan pasukannya sangat besar bagi Indonesia.
Monumen Margarana
Untuk mengenang Perang Puputan Margarana, Monumen Nasional Taman Pujaan Bangsa
Margarana dibangun di desa Marga. Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Lokasinya
berjarak sekitar 25 km dari Kota Denpasar. Peristiwa tersebut terjadi tepat di depan monumen
ini berdiri.
Luas dari Monumen Margarana adalah sekitar 9 hektar. Bangunan terbagi dalam bagian hulu,
tengah dan hilir. Konsep ini mengikuti konsep dari Tri Mandala.