Margarana
Kelompok 8:
Jennifer Maria
Rahmadina Anggraini
Tia Rasta Karina
Pengantar
Puputan adalah tradisi perang masyarakat Bali. Puputan berasal dari kata
puput. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata puput bermakna terlepas
dan tanggal. Adapun yang dimaksud dengan kata puputan versi pribumi bali
adalah perang sampai nyawa lepas atau tanggal dari badan. Dapat dikatakan
kalau puputan adalah perang sampai titik darah terakhir. Istilah Margarana
diambil dari lokasi pertempuran hebat yang saat itu berlangsung di daerah
Marga, Tababan-Bali.
Menurut sejarah, ada sejumlah puputan yang meletus di Bali. Namun, yang
terkenal dan termasuk hebat, terdapat sekitar dua puputan. Pertama, Puputan
Jagaraga yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng melawan imprealis Belanda.
Strategi puputan yang diterapkan ketika itu adalah sistem tawan karang
dengan menyita transportasi laut imprealis Belanda yang bersandar ke
pelabuhan Buleleng. Kedua, puputan Margarana yang berpusat di Desa Adeng,
Kecamatan Marga, Tababan, Bali. Tokoh perang ini adalah Letnan Kolonel I Gusti
Ngurah Rai. I Gusti Ngurah Rai dilahirkan di Desa Carangsari, Kabupaten
Badung, Bali, 30 Januari 1917.
Latar Belakang
Munculnya puputan Margarana sendiri bermula dari Perundingan
Linggarjati. Pada tanggal 10 November 1946, Belanda melakukan
perundingan linggarjati dengan pemerintah Indonesia. Dijelaskan bahwa
salah satu isi dari perundingan Linggajati adalah Belanda mengakui
secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Dan selanjutnya Belanda
diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal
1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan
pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali yang diikuti oleh tokohtokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari pendaratan Belanda ke Bali
sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya Negara Indonesia Timur.
Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat sebagai
Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk
mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak
mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut.
Awal Peristiwa
Puncak Peristiwa
Pada tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya
(Ciung Wanara), melakukan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur
Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba ditengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh
serdadu Belanda di Desa Marga, Tabanan, Bali.Tak pelak, pertempuran
sengit pun tidak dapat diindahkan. Sehingga sontak daerah Marga yang
saat itu masih dikelilingi ladang jagung yang tenang, berubah menjadi
pertempuran yang menggemparkan dan mendebarkan bagi warga
sekitar. Pasukan pemuda Ciung Wanara yang saat itu masih belum siap
dengan persenjataannya, tidak terlalu terburu-buru menyerang serdadu
Belanda. Mereka masih berfokus dengan pertahanannya dan menunggu
komando dari I Gusti Ngoerah Rai untuk membalas serangan. . Begitu
tembakan tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda menyeruak
dari ladang jagung dan membalas sergapan tentara Indische Civil
Administration (NICA) bentukan Belanda. Dengan senjata rampasan,
akhirnya Ciung Wanara berhasil memukul mundur serdadu Belanda.