MAKALAH
PERISTIWA
PUPUTAN MARGARANA
DISUSUN OLEH :
Guru Pembimbing :
Sahnaz Wulandari, S.Pd., M.Pd
KELAS XII.IPS.3
SMA NEGERI 2 MAKASSAR
TAHUN AJARAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendak-Nyalah
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya dengan baik. Makalah ini tentang
Peristiwa Puputan Margarana. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai
mata pelajaran Sejarah Peminatan.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang
mendatang.
TIM PENYUSUN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini, kita telah menikmati kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan yang kita
nikmati sekarang tidak diperoleh secara cuma-Cuma. Melainkan melalui proses
perjuangan yang panjang dan dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Bali, telah
terjadi beberapa kali proses perjuangan melawan penjajah di beberapa tempat. Antara
lain perang Jagaraga, perang Puputan, perang Margarana, dan lain sebagainya.
Di dalam Indonesia kesadaran masyarakatnya akan sejarah negaranya sendiri
masih terbilang rendah, seakan melupakan petuah dari Presiden Indonesia yang
pertama kita yaitu Ir. Soekarno, ia mengatakan "Jas Merah" Jangan sekali sekali
melupakan sejarah. Disamping itu pula sangat dirasakan bahwa penulisan sejarah
yang ada kebanyakan masih merupakan hasil penulisan orang-orang asing terutama
Belanda. Disadari bahwa Indonesia ini tumbuh dari kebinekaan sifat, corak, bentuk,
budayanya yang tercermin jelas pada bentuk geografisnya dan suku-suku bangsa yang
ada, dan masing-masing dari suku itu dengan caranya sendiri didalam perjuangan
melawan penjajahan Belanda telah menunjukkan bentuknya dengan satu tujuan
adalah bebas dari belenggu penjajahan.
Menurut sejarah, ada sejumlah puputan yang meletus di Bali. Namun, yang
terkenal dan termasuk hebat, terdapat sekitar dua puputan. Pertama, Puputan Jagaraga
yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng melawan imprealis Belanda. Strategi puputan
yang diterapkan ketika itu adalah sistem tawan karang dengan menyita transportasi
laut imprealis Belanda yang bersandar ke pelabuhan Buleleng. Kedua, puputan
Margarana yang berpusat di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tababan, Bali. Tokoh
perang ini adalah Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai. I Gusti Ngurah Rai dilahirkan
di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, 30 Januari 1917.
Puputan Margarana dianggap banyak pihak sebagai perang sengit yang pernah
bergulir di Pulau Dewata, Bali. Terdahap beberapa versi yang melatarbelakangi
meledaknya Puputan Margarana. Namun, jika kembali membalik lembaran sejarah
Indonesia, maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwa perang ini terjadi akibat
ketidakpuasan yang lahir pasca Perjanjian Linggarjati. Perundingan itu terjadi pada 10
November 1945, antara Belanda dan pemerintahan Indonesia. Salah satu poin
Linggarjati membuat hati rakyat Bali terasa tercabik hatinya adalah tidak masuknya
daerah Bali menjadi bagian dari daerah teritorial Indonesia.
2
B. TUJUAN PENULISAN
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa latar belakang terjadinya perang Puputan Margarana?
2. Apa tujuan terjadinya Perang Puputan Margarana?
3. Bagaimana kronologi peristiwa terjadinya perang Puputan?
4. Apa dampak terjadinya dari Perang Puputan?
5. Asal usul nama disebut perang Puputan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Ngurah Rai dan Rakyat Bali. Selain merasa geram terhadap kekalahan pada
pertempuran pertama, ternyata pasukan Belanda juga kesal karena adanya
konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai yang ditempatkan di Desa
Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali. Setelah berhasil mengumpulkan
pasukannya dari Bali dan Lombok, kemudian Belanda berusaha mencari
pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara.
16 April
Bermula dari patroli keamanan Belanda di wilayah Klungkung pada 13—16
April 1908. Patroli ini sudah ditolak Raja Klungkung karena dianggap
melanggar kedaulatan Kerajaan Klungkung. Belanda berdalih patrol ini untuk
memeriksa dan mengamankan tempat-tempat penjualan candu sebagai
konsekuensi monopoli perdagangan candu yang dipegang Belanda. Kerabat
Raja, Cokorda Gelgel yang berada di barisan penentang ini, mempersiapkan
suatu penyerangan terhadap patroli Belanda. Benar saja, serangan terhadap
patroli Belanda terjadi di Gelgel. Serangan mendadak ini membuat Belanda
menderita kekalahan; 10 orang serdadu gugur termasuk Letnan Haremaker,
salah seorang pemimpin serdadu Belanda. Di pihak Gelgel kehilangan 12
prajurit termasuk I Putu Gledeg.
17 April 1908
Belanda melakukan serangan balasan terhadap Gelgel. Untuk mendapat
dukungan pasukan, Belanda mengirim pasukan dari Karangasem dengan
masuk dari arah Satria pada 16 April 1908 malam. Laskar Klungkung
memberikan perlawanan sengit hingga mengakibatkan tiga orang pasukan
Belanda tewas dan lima orang luka-luka. Pada 17 April 1908 pagi, pasukan
Belanda mulai menyerang Gelgel. Raja Klungkung sempat berusaha
mencegah pertumpahan darah ini dengan mengirim saudara raja, Cokorda
Raka Pugog untuk berdamai dengan Belanda dan menekan Cokorda Gelgel
agar tidak melakukan perlawanan. Namun, usaha ini gagal. Cokorda Gelgel
tetap pada pendiriannya dan Belanda malah berbalik mencurigai Cokorda
Raga Pugog. Perang tak terhindarkan di Gelgel. Dalam perang inilah
digunakan meriam pusaka kerajaan I Bangke Bahi. Namun, perang di Gelgel
ini berakhir dengan kekalahan Gelgel. Bahkan, Cokorda Raga Pugog ikut
gugur dalam pertempuran ini. Bantuan pasukan yang dikirim Raja Klungkung
di bawah pimpinan Ida Bagus Jumpung juga tak mampu memukul pasukan
Belanda. Malah, Ida Bagus Jumpung ikut gugur dalam pertempuran. Cokorda
Gelgel bersama sisa pasukan mundur ke Klungkung. Pada malam hari, laskar
Gelgel menyerang perkemahan pasukan Belanda yang mengakibatkan banyak
serdadu Belanda luka-luka. Belanda memutuskan mundur ke Gianyar. Residen
Bali-Lombok, F.A. Liefrinck tiba di Jumpai dengan membawa empat buah
kapal perang sebagai alat intimidasi. Residen mengultimatum raja dan
pembesar Kerajaan Klungkung menyerah tanpa syarat hingga 22 April 1908.
5
21 April 1908
Klungkung kini jelas-jelas dalam posisi perang dengan Belanda. Ekspedisi
khusus pun dikirimkan Belanda dari Batavia. Raja dan rakyat Klungkung
diultimatum untuk menyerah hingga 22 April 1908. Raja Klungkung tentu saja
menolak tudingan Belanda itu. Mulai 21 April 1908, Belanda memborbardir
istana Smarapura, Gelgel, dan Satria dengan tembakan meriam selama enam
hari berturut-turut. Sebelum melakukan serangan, Belanda mengeluarkan
ultimatum yang isinya agar Buleleng :
a. Mengakui kekuasaan Belanda
b. Hak tawan karang harus dihapus
c. Memberi perlindungan kepada perdagangan Belanda
27 April 1908
Ekspedisi khusus dari Batavia tiba dengan kapal perang dan persenjataan
lengkap di perairan Jumpai pada 27 April 1908 malam. Dari atas kapal,
Belanda kembali memberi ultimatum agar sampai tengah hari, Raja
Klungkung menyerah tanpa syarat. Raja Klungkung menjawab ultimatum itu
dan meminta penundaan waktu lima hari untuk berunding dengan para pejabat
tinggi kerajaan. Belanda menolak permintaan itu dan Klungkung terus
ditembaki meriam dari atas kapal.
28 April 1908
Perang pun dimulai. Karena persenjataan tidak seimbang, Belanda bisa
menguasai Kusamba dan Jumpai, meskipun rakyat di kedua desa itu
melakukan perlawanan sengit. Perlahan, pasukan Belanda pun merangsek
menuju Klungkung. Istana Smarapura terkepung. Cokorda Gelgel dan Dewa
Agung Gde Semarabawa gugur dalam menghadapi serdadu Belanda di
benteng selatan. Kabar inilah yang mendorong Dewa Agung Istri Muter
bersama putra mahkota, Dewa Agung Gde Agung turun ke medan perang
mengikuti ibu suri, Dewa Agung Muter. Semuanya berpakaian serbaputih,
siap menyongsong maut. Dewa Agung Muter bersama putra mahkota akhirnya
gugur.
Mendengar permaisuri dan putra mahkota gugur di medan laga, tidak malah
membuat Dewa Agung Jambe menyerah, justru semakin bulat memutuskan
berperang sampai titik darah penghabisan. Dewa Agung Jambe keluar diiringi
seluruh keluarga istana dan prajurit yang setia maju menghadapi Belanda
dengan gagah berani. Karena persenjataan yang tidak imbang, mereka pun
gugur dalam berondongan peluru Belanda. Mereka menunjukkan jiwa patriotis
membela tanah kelahiran dan harga diri. Hari itu pun, 28 April 1908 sore,
sekitar pukul 15.00 kota Klungkung jatuh ke tangan Belanda. Sesudah
Klungkung diduduki maka berarti seluruh Bali dikuasi oleh pemerintah
Belanda.
6
E. NILAI NILAI YANG DAPAT DIAMBIL DARI PERANG
PUPUTAN
Sikap rela berkorban untuk kepentingan bersama
Sikap pantang menyerah seperti yang dilakukan I Gusti Ngurah Rai
Menghargai semua upaya yang telah mempertaruhkan nyawanya demi
kemerdekaan Negara
Perlu diketahui, istilah puputan berbeda dengan frasa “sampai titik darah
penghabisan”. Dan konon, perlawanan Pak Rai dan kawan-kawan yang
“sampai titik darah penghabisan” telah memberikan inspirasi kepada
penyusunan Sumpah Prajurit Sapta Marga nomor dua yang berbunyi:
Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara, yang
bertanggung jawab dan tidak kenal menyerah.
Walaupun frasa “tidak kenal menyerah” tidak sama benar dengan “sampai
titik darah penghabisan”, namun jika itu dilaksanakan, hasilnya bisa sama.
Contohnya, jika sebuah pasukan atau seorang prajurit yang tidak kenal
menyerah dapat meloloskan diri. Tetapi dalam keadaan yang tak mungkin
meloloskan diri dan tetap pantang menyerah, mungkin dia atau mereka
akan hancur. Itu sama saja dengan melawan sampai titik darah
penghabisan. Kedua frasa di atas tidak dapat disamakan dengan puputan,
karena ia mempunyai makna dan sejarahnya sendiri.
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. DAFTAR PUSTAKA
http://syaahwaall.blogspot.co.id/2014/01/makalah-tentang-puputan-
margarana.html
https://brainly.co.id/tugas/1204862
http://www.balisaja.com/2015/11/begini-kronologi-perang-puputan_20.html
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah Untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga