Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia Pada Masa Kolonial”

Dosen Pengampu : Silvia Roza S.pd.GSD,S.pd.E M.pd.E

Disusun Oleh :

Kelompok 7 :

Nurbaiti Yulia Rahma (21101768)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NASIONAL

Tahun 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah dan ridho-nya,

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam proses pengumpulan materi

dan juga proses pembuatan makalah ini, tidak terlepas dari kerja keras kami. Makalah

yang kami buat ini membahas tentang Sejarah Perjuangan Bangda Indonesia Pada Masa

Kolonial.

Selain daripada itu, kami juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini

masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan, kalimat maupun tata bahasa

atau bahkan sumber yang kami masukkan kurang akurat. Oleh karena itu dengan tangan

dan hati terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat

memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah

pengetahuan dan pemahaman kita mengenai materi yang telah di paparkan di dalam

makalah ini.

Padang, 5 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BABIPENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................1

C. TujuanPenulisan....................................................................................2

BABIIPEMBAHASAN..........................................................................................3

A. Ekpedisi Bali..........................................................................................3

B. Ekspedisi Nusa Tenggara......................................................................6

C. Perlawanan Rakyat Sulawesi.............................................................10

D. Perlawanan Rakyat Papua.................................................................13

E. Perlawanan Rakyat Kalimantan........................................................15

BABIIIPENUTUP................................................................................................19

A. Kesimpulan.............................................................................................19

B. Saran........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjuangan untuk mencapai kemerdekaan suatu negara bukanlah suatu hal yang
mudah. Perjuangan tersebut membutuhkan pengorbanan besar. Penjajah yang mencoba
menguasai negara lain demi keuntungan negaranya sendiri tanpa menghiraukan
penderitaan bangsa yang dijajah. Indonesia merupakan salah satu negara yang merdeka
berkat perjuangannya sendiri tanpa campur tangan negara lain. Kemerdekaan ini
merupakan hasil perjuangan para pahlawan bangsa.
Indonesia mengukir kisah perjuangan yang panjang dalam perjalanannya.
Kemerdekaan yang didapatkan sekarang ini bukanlah semudah membalikkan telapak
tangan. Bangsa Indonesia dijajah oleh negara lain selama berabad lamanya. Penjajahan
terlama dilakukan oleh Belanda. Belanda menjajah Indonesia selama lebih kurang 350
tahun.Sejak dahulu, bangsa-bangsa di dunia tertarik untuk mengusai Indonesia, terutama
bangsa-angsa Barat. Hal itu disebabkan oleh letak Indonesia yang sangat strategis dan
kekayaan alamnya berlimpah-limpah. Dikatakan strategis karena Indonesia berada di
persimpangan dua samudera dan dua benua. Selain itu Indonesia juga terletak di jalur
perdagangan dunia. Di samping tanahnya sangat subur. Indonesia juga mempunyai
kandungan alam yang banyak, seperti minyak. emas, dan tembaga.
Berbagai perlauan yang tidak adil tersebut kemudian melatarbelakangi Bangsa
Indonesia untuk memberontak. Pemberontakan dilakukan dari berbagai daerah dan oleh
berbagai tokoh perjuangan. Perjuangan memperoleh hak-hak kembali atas kekayaan
Bangsa Indonesia terus dilakukan. Pergerakan-pergerakan oleh tokoh-tokoh nasionalis
Indonesia. mengalami sejarah yang panjang dan dari berbagai generasi. Maka dari itu
dalam makalah ini akan membahas tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada
masa kolonial.

B. Rumusan Masalah
1. Ekspedisi militer ke Bali dan Nusa Tenggara
2. Perlawanan rakyar Sulawesi dan Papua
3. Perlawanan rakyat Kalimantan

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah ekspedisi militer ke Bali dan Nusa Tenggara
2. Untuk mengetahui perlawanan rakyar Sulawesi dan Papua
3. Untuk mengetahui perlawanan rakyat Kalimantan

2
BAB I
PEMBAHASAN

A. Ekpedisi Militer Bali


Pada tahun 1846-1850, Belanda sempat melancarkan serangan ke Kerajaan Buleleng
di Bali demi melancarkan misinya menguasai daerah Bali Utara. Berikut ini merupakan
pembahasan ringkas dari Mata Mata Politik mengenai Bali dari I, II, sampai III.
1. Perang Bali 1
Perang Bali I ialah ekspedisi militer pertama pada tahun 1846 oleh Koninklijk
Nederlandsch-Indisch Leger ke kerajaan Buleleng yang terletak di Bali. Untuk
memulai perang di Bali, Belanda membawa 23 kapal perang dan 17 kapal biasa yang
berisi ribuan prajurit dan ratusan senapan yang tersedia untuk dipakai berperang.
Pasukan ini dipimpin oleh Van Den Bosch yang pertama pergi ke Besuki lalu menuju
ke Buleleng. Pada tanggal 17 Juni, saat pasukan tersebut sudah sampai di Buleleng
mereka memberi Raja Buleleng tiga ultimatum dalam 24 jam.
Esoknya pasukan tersebut turun ke daratan yang dihadang oleh warga Bali tapi
mereka gagal untuk menahan pasukan Belanda dan berujung pada pasukan tersebut
masuk hingga persawahan warga Bali. Pasukan Belanda dibagi menjadi 3 bagian dan
serangannya dilakukan pada hari itu dan hari berikutnya setelah itu mereka bisa
menaklukkan Kota Singaraja.
Setelah kota Singaraja diambil alih oleh pasukan Belanda, kerajaan
Karangasem dan Buleleng akhirnya pergi untuk menyerahkan diri dan mereka
meminta seluruh warga Bali kembali ke tempat tinggalnya masing-masing. Ketika
sampai Bali, gubernur Belanda mendapati para warga Bali yang sudah menyerah
kepada keadaan mereka saat itu. Dengan menyerahnya kerajaan Karangasem dan
Buleleng akhirnya tercapai kesepakatan baru dimana mereka harus mengikuti segala
keinginan Belanda.
Namun keadaan damai tersebut tidak berjalan dengan lama karena setelah
tanggal 12 Juli keadaan disana kembali tidak kondusif. Untuk menjaga kesepakatan
mereka, Belanda membentuk benteng pertahanan di Buleleng yang diisi oleh 200
Orang. Benteng tersebut juga digunakan untuk mengawasi penduduk yang ada di sana
agar tidak membentuk pasukan perlawanan. Tapi mereka tidak mengira bahwa Perang

3
Bali kedua akan segera terjadi dan serangan selanjutnya yang mereka takutkan
menjadi kenyataan. 

2. Perang Bali 2/Perang Jagaraga


Perang Bali yang kedua disebut juga sebagai Perang Jagaraga. Perang Bali
melawan Belanda ini dilaksanakan pada tahun 1848. Masih dengan alasannya yang
lama, Belanda menggunakan tradisi hak tawan karang menjadi alasan di menyerang
Bali kembali. Belanda terdiri dari 2400 prajurit yang berisi orang Belanda asli juga
ada orang Jawa dan Madura juga ada satu bagian yang terdiri dari orang kulit hitam
Afrika. 
Sedangkan jumlah pasukan Bali ada sangat banyak yaitu sekitar 16000 orang
dan mereka semua berpusat di Jagaraga. Saat Belanda mulai masuk ke wilayah Bali
banyak pasukan yang awalnya berada di depan mundur ke bagian Jagaraga.
Akhirnya di Jagaraga pasukan Belanda mulai menyerang dan berakhir pada
pasukan Bali juga menyerang balik lalu memakan korban sekitar 200 orang dari pihak
Belanda. Hal tersebut membuat Belanda panik dan kembali kabur ke kapalnya lagi.
Setelah itu Belanda kembali melanjutkan ekspedisinya. 
3. Perang Bali 3
Jika Perang Bali sebelumnya adalah Perang Jagaraga, perang yang terjadi di
Bali ketiga kalinya disebut sebagai Perang Kusamba. Peperangan ini adalah perang
ke-3 kalinya yang terjadi antara pasukan Belanda dan juga pasukan Bali. Perang Bali
3 terjadi dari 1849-1850. Sebenarnya sudah cukup warga Bali memberlakukan Hak
Tawan Karang yaitu dimana jika ada suatu kapal yang terdampar di bagian kerajaan
Bali maka kapal tersebut dan isinya adalah milik raja Bali.
Namun suatu saat ada kapal Belanda yang karam di perairan Bali dan diambil
alih oleh kerajaan Bali. Hal tersebut membuat Belanda sangat marah dan
mempermasalahkan tradisi yang sebenarnya sudah lama dijalani oleh kerajaan Bali.
Belanda tidak mengira bahwa kerajaan Bali benar-benar memberlakukan tradisi
tersebut dan mengambil alih aset kapal milik mereka.Sebelumnya saat kapal Belanda
belum karam di perairan Bali, Belanda yang mengetahui tentang tradisi ini membuat
perjanjian dengan kerajaan Bali agar kapal mereka yaitu Belanda tidak diambil alih
saat karam di perairan Bali.

4
Namun saat benar-benar terjadi di Bali tidak mengikuti persetujuan tersebut
dan membuat Belanda sangat marah. Pemerintah Belanda pun merasa tidak bisa
memberikan toleransi lebih lagi dan akhirnya melakukan ekspedisi ke
Bali. Sebelumnya sudah dilakukan ekspedisi Belanda ke Bali sebanyak dua kali.
Ekspedisi pertama adalah pada Tahun 1846 di mana Belanda mengirim sebanyak
1700 pasukan untuk menyerang Bali. Saat itu memang Kerajaan Buleleng jatuh dan
banyak warganya mengungsi ke Singaraja.
Namun Raja Buleleng ingin mengusir Belanda dari Bali akhirnya dibuatlah strategi
untuk memerangi Belanda. Mereka membuat pasukan untuk mengusir Belanda dari
Bali. Benteng pun sudah dipersiapkan agar kemenangan bisa diraih oleh pasukan Bali.
Belanda kembali hadir di Bali dan melakukan penyerangan kepada warga Bali
tapi saat itu warga Bali sudah memiliki persiapan yang cukup untuk menyerang balik
ke Belanda. Maka dari itu pada saat itu warga Bali bisa menculik beberapa pasukan
yang tidak ikut berperang lalu membunuh banyak pasukan yang ada di sana. Panglima
perang dari Belanda pun memutuskan untuk kembali ke Batavia.  Sebelum Perang
Bali yang ketiga terjadi seorang jenderal Belanda dipanggil ke pesisir Sumatera Barat,
lalu dia mendapatkan kesempatan untuk melakukan inspeksi ke Bali. Ia menggunakan
kesempatan ini untuk kembali menyerang Bali dan mempersiapkan ribuan pasukan
yang sudah siap berperang untuk segera menyerang Bali. Jenderal tersebut pergi ke
Bali lalu ke bagian Buleleng dan juga ke Singaraja tapi tidak mendapat banyak
perlawanan. Esoknya diadakan perundingan untuk menjaga kerajaan Bali namun
gagal dilakukan. Karena hal itu Jenderal tersebut menyiapkan serangan untuk Bali.
Mereka melakukan penyerangan tidak resmi yang membuat beberapa daerah terpencil
jatuh dan akhirnya pada pagi hari orang-orang Jagaraga sadar bahwa mereka sudah
terkepung oleh pasukan Belanda. Hal itu membuat banyak orang panik dan pasukan
Bali yang kabur. Belanda tidak mau mengulangi kesalahannya yang lama yaitu
melakukan ekspedisi menggunakan jalur darat.
Jadi Belanda menggunakan Jalur laut dia juga sudah berteman dengan
tetangga Bali yaitu Lombok.  Lombok dengan senang hati menyerang kerajaan
Karangasem. Karena itu adalah musuh lama mereka. akhirnya kerajaan Bali pun jatuh
dan raja Buleleng dengan I Gusti Ketut Jelantik terbunuh. setelah itu Raja
Karangasem melakukan ritual bunuh diri. Saat Belanda ingin menyerang Klungkung,
pasukan mereka terkena wabah penyakit yang pada saat itu merajalela di sana.
Banyak korban berjatuhan akibat wabah itu. Akhirnya belanda tidak bisa melakukan

5
serangan mematikan di sana. Belanda terpaksa kembali ke kapal dan bertemu dengan
pasukan orang bali yang berasal dari banyak tempat.
Pada 8 Mei, Belanda pergi ke Kusamba dan bisa dengan mudah mengambil
alih tempat tersebut. Lalu paginya, Belanda melanjutkan perjalanannya untuk
mengambil alih bagian bali lainnya. Namun rencana mereka gagal karena warga Bali
menyerang untuk menyelamatkan kampung itu. Jenderal Belanda yang memimpin
penyerangan ke kampung di Bali mengalami luka di pahanya dan perlu diamputasi.
Setelah diamputasi, nyawanya tidak bisa tertolong lagi dan dia meninggal. Setelah
jenderal tersebut meninggal, seorang panglima diangkat dan datang untuk
mengadakan perundingan. Namun berakhir dengan gagal dan warga Bali meminta
untuk bagian yang telah diambil alih dikembalikan. Lalu akhirnya tanggal 12 Juli,
kesepakatan tercapai.

B. Ekspedisi Militer Nusa Tenggara


Sekitar 8 ribu prajurit bergerak menuju Praya, Lombok Tengah, pada 25 Agustus
1891. Mereka para serdadu dari Bali yang ditugaskan di Mataram. Kala itu, wilayah
Mataram – yang kini menjadi ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) – telah
diduduki orang-orang Bali dari Kerajaan Karangasem. Misi yang diusung ribuan tentara
Bali-Mataram ke Praya adalah memadamkan perlawanan yang dikobarkan orang-orang
Sasak. Praya merupakan wilayah milik Kerajaan Selaparang yang saat itu sudah
memeluk Islam, demikian pula dengan sebagian besar orang Suku Sasak di sana.
Hingga akhirnya, terjadilah peperangan antara Bali-Mataram dengan orang-orang
Sasak dan Kerajaan Selaparang di Lombok. Perseteruan berlangsung hingga 1894,
diwarnai campur-tangan Belanda yang memang sudah sejak lama ingin menaklukkan
Bali dan pulau-pulau di sekitarnya.
1. Perlawanan Muslim-Sasak
Orang-orang muslim-Sasak sebenarnya telah beberapa kali melakukan
perlawanan terhadap Mataram yang dipimpin Anak Agung Gde Ngurah dari
Karangasem (Keat Gin Ooi, Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor
Wat to East Timor, hal. 790). Pemerintahan orang-orang Bali di Mataram berpusat di
Cakranegara. Sebelum 1891 itu, terjadi dua kali upaya perlawanan Suku Sasak untuk
menggoyang kemapanan pemerintahan Bali di Mataram yakni pada 1855 dan 1871
(Lesley Reader & Lucy Ridout, Bali and Lombok, 2002:494). Orang-orang Sasak
yang merupakan suku asli di Lombok merasa ditindas penguasa dari dari Bali. Orang

6
Sasak di Lombok sudah memeluk Islam sejak abad 15. Islam diperkirakan dibawa
orang Jawa tak lama setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Memasuki abad 16,
pengaruh Islam kian kuat seiring kedatangan orang-orang dari Sulawesi Selatan yang
menjadikan Selaparang sebagai kerajaan Islam (Ide Anak Agung Gde Agung, Bali
pada Abad XIX, 1989:103).
Pada pertengahan abad ke-17, datanglah serombongan orang dari pulau
tetangga, yakni dari Kerajaan Karangasem. Mereka berhasil mengalahkan orang-
orang Sulawesi Selatan yang bermukim di Lombok, termasuk di Mataram. Pada
1740, Mataram berhasil diduduki oleh orang-orang Bali yang lalu mendirikan
pemerintahan di wilayah itu. Erni Budiwanti (2000:9) dalam buku berjudul Islam
Sasak: Wetu Telu versus Waktu Lima menyebutkan bahwa pemerintahan orang-
orang Bali di Mataram sebenarnya sudah memperlihatkan kearifan dan toleransi yang
besar terhadap penduduk lokal. Mereka membiarkan penduduk setempat tetap
memeluk dan mempraktikkan ajaran Islam. Akan tetapi, orang-orang Sasak tetap
merasa tidak puas.
Sebelum terjadi perang besar yang dimulai pada 1891 itu, mereka sempat
beberapa kali melancarkan perlawanan walau masih dalam skala kecil. Salah satu
penyebab utama perlawanan orang-orang Sasak adalah karena penguasa Bali-
Mataram memobilisasi mereka untuk menyerang Kerajaan Klungkung di Bali.
Orang-orang Bali yang berkedudukan di Mataram rupanya berambisi ingin
memperluas dan memperkuat pengaruhnya di Pulau Dewata, dan itu dapat
diwujudkan jika Klungkung bisa dikalahkan (Djoko Dwinanto, Bara Api di Tanah
Lombok, 2001:47).

2. Belanda Masuk Gelanggang


Pasukan Bali-Mataram ternyata mengalami kesulitan untuk memadamkan
perlawanan orang-orang Sasak pada 1891. Mengerahkan 8 ribu prajurit dirasa belum
cukup sehingga dikirimkanlah pasukan tambahan dalam dua gelombang. Masing-
masing berkekuatan 3 ribu dan 1.200 tentara terlatih (Pieter ter Keurs, Colonial
Collections Revisited, 2007:190).
Setidaknya selama 2 tahun lebih sejak serangan pertama, orang-orang Sasak
masih mampu merepotkan pasukan Bali-Mataram. Namun, memasuki 1894, posisi
mereka mulai terdesak karena Bali-Mataram punya perlengkapan perang yang lebih
canggih. Dalam situasi sulit itu, orang-orang muslim-Sasak terpaksa meminta

7
bantuan Belanda. Mereka mengirim utusan guna meminta bantuan pada 20 Februari
1894. Belanda sendiri sudah lama terlibat masalah dengan kerajaan-kerajaan lokal di
Bali, terutama dalam urusan hukum tawan-karang.
Belanda juga melihat potensi besar untuk mengalahkan Bali. Awalnya, misi
utamanya memang bukan untuk menduduki pulau itu karena situasinya terlalu rumit.
Belanda hanya ingin mengikat Bali agar tidak dikuasai bangsa Barat lainnya (M.C.
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 2008:294). Salah satu hal yang membuat
Belanda cemas adalah Inggris. Beberapa kerajaan lokal di Bali diketahui telah
menjalin relasi dagang dengan Inggris yang kemudian berhasil dihentikan Belanda
pada 1843 (Sartono Kartodirjo, Sejarah Perlawanan-perlawanan Terhadap
Kolonialisme, 1973:208).
Belanda saat itu bisa memaksakan perjanjian dengan sejumlah kerajaan di Bali
meskipun nantinya hubungan mereka renggang lagi. Permohonan bantuan dari orang-
orang Sasak pada 1894 memberi kans bagi Belanda untuk memasuki gelanggang
perang. Situasi ini sebenarnya menguntungkan Belanda karena ada peluang untuk
tidak sekadar menundukkan pasukan Mataram yang berafiliasi langsung dengan
kekuatan utama di Bali, melainkan juga menguasai wilayah Bali dan Lombok
sekaligus. Mula-mula, Belanda tidak menyerang Bali-Mataram yang sedang
bersengketa dengan orang-orang Sasak di Lombok secara langsung. Taktik awal
yang dilakukan adalah mengganggu alur impor senjata dari Singapura dengan tujuan
agar kekuatan lawan melemah. Senjata dan perlengkapan perang inilah yang
membuat armada militer Bali-Mataram lebih unggul dari pasukan Sasak.

3. Belanda Memenangkan Perang


Kendati diblokade selama beberapa bulan, Bali-Mataram tidak mudah
menyerah. Belanda pun hilang kesabaran dan mempersiapkan armada tempur untuk
menyerbu Lombok. Pada 11 Juli 1894, Belanda akhirnya mengirimkan ekspedisi
militer yang dipimpin Mayor Jenderal Petrus van Ham. Belanda tak main-main. Dari
Batavia, tiga kapal perang dikirimkan menuju Lombok, yakni Prins Hendrik,
Koningin Emma, dan Tromp. Ketiga kapal itu mengangkut ribuan pasukan, terdiri
dari 107 orang perwira, 1.320 tentara Eropa, 948 tentara pribumi, ditambah 386 ekor
kuda (Wouter Cool, With the Dutch in the East: An Outline of the Military
Operations in Lombock 1894, 2006:305).

8
Timpangnya kekuatan membuat kubu Bali-Mataram tidak mau meladeni
Belanda secara frontal. Strategi yang diterapkan adalah menghindari pertempuran
terbuka. Pada 25 Agustus 1894, pasukan Bali-Mataram melakukan penyergapan ke
kamp militer Belanda. Penyerangan mendadak ini cukup berhasil, lebih dari 500
orang dari pihak Belanda tewas, termasuk Mayor Jenderal Petrus van Ham. Belanda
yang kehilangan hampir separuh kekuatannya tidak langsung membalas. Dengan
sabar mereka bertahan di pesisir sambil menunggu bala bantuan datang dari Batavia.
Pasukan bantuan pun tiba di bawah komando Mayor Jenderal Jacobus Augustinus
Vetter. Kali ini, lebih dari 1.000 tentara disertakan, ditambah berbagai persenjataan
mutakhir termasuk puluhan meriam. Pada 8 November 1894, dengan perencanaan
yang matang, Belanda menyerbu pusat pemerintahan Bali-Mataram di Cakranegara.
Meriam-meriam ditembakkan yang membuat Istana Cakranegara hancur-lebur.
Korban berjatuhan, sekitar 2 ribu orang dari pihak Bali-Mataram tewas, sedangkan
Belanda hanya kehilangan 166 orang (J. Stephen Lansing, Priests and Programmers:
Technologies of Power in the Engineered Landscape of Bali, 2009:20).

4. Bali-Lombok Akhirnya Takluk


Setelah Cakranegara jatuh, Belanda segera mengalihkan sasaran ke Kerajaan
Karangasem di Bali. Butuh waktu selama tiga pekan untuk menaklukkan kerajaan
itu. Menjelang akhir November 1894, Karangasem pun dikuasai. Ribuan orang Bali
tewas, sebagian di antaranya ditahan, namun banyak pula yang memilih melakukan
puputan, menggelar perlawanan sampai mati. Ini merupakan kemenangan besar bagi
Belanda. Hampir semua aset kekayaan di Lombok dirampas, termasuk 230 kilogram
emas, 7 ribu kilogram perak, juga berbagai macam perhiasan dalam jumlah besar
(Keurs, 2007:190).
Namun yang lebih penting, Belanda berhasil menguasai wilayah Lombok
sekaligus menaklukkan Kerajaan Karangasem. Sejak saat itu hingga memasuki abad
ke-20, satu per satu kerajaan di Bali dikuasai Belanda. Setelah Karangasem,
menyusul Bangli, Gianyar, Tabanan, dan Klungkung. Sedangkan Buleleng dan
Jembrana sudah terlebih dulu ditundukkan (Supratikno Raharjo & Agus Aris
Munandar, Sejarah Kebudayaan Bali, 1998:44). Kekuasaan Belanda di Bali dan
Lombok baru berakhir seiring masuknya Jepang ke Indonesia pada 1942.

C. Perlawanan Rakyat Sulawesi

9
1. Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi tanahnya sangatlah subur, hasil panen tiap tahun selalu baik
tidak ada kendala. Pada musim kemarau, daerah Sulawesi masih mengalami
pergerakan angin muson timur yang membawa awan dengan kandungan air cukup
tinggi. Hal ini berdampak pada curah hujan yang stabil meski kondisinya terjadi di
musim kemarau.
Kestabilan hasil panen daerah Sulawesi sejak dahulu kala menarik minat
bangsa barat. Bangsa barat seperti Belanda menginginkan kekuasaan di tanah
Sulawesi dikarenakan kesuburan tanah tersebut. Penjajahan tentunya menuai
penolakan dari rakyat Sulawesi.Bersama dengan bangsawan kerajaan, rakyat
Sulawesi melakukan perlawanan terhadap para penjajah.
2. Perlawanan Rakyat Sulawesi
Perlawanan rakyat adalah cara masyarakat menolak pemerintahan Hindia
Belanda pada masa penjajahan. Perlawanan bisa dilakukan dengan cara kooperatif.
Namun selama ini perlawanan yang dilakukan oleh rakyat selalu terjadi
menggunakan kekerasan.Pemuda hingga orang tua kaum laki-laki pada masa
tersebut dikerahkan tenaganya untuk melindungi daerah jajahan. Perjuangan ini
semata-mata untuk membersihkan tanah Sulawesi dari jajahan Belanda.
Makassar adalah ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Kota tersebut sekarang ini
menjadi yang terbesar di Pulau Sulawesi. Kota yang menjadi pusat perdagangan
tersebut menuai banyak sejarah. Berawalnya pusat perdagangan tersebut dimulai
pada masa pemerintahan Inggris di Provinsi Sulawesi Selatan.Inggris memiliki
niatan untuk membeli rempah-rempah di Makassar dengan harga murah dan dijual
ke Eropa dengan nilai tukar yang tinggi.
Berakhirnya kedudukan Inggris dengan pulangnya mereka ke tanah asal
membuat Belanda ingin menguasai Makassar. Maksud dan niat Belanda tidak hanya
melakukan urusan perdagangan. Tentu saja untuk mengeruk kekayaan alam Pulau
Sulawesi.Hadirnya Belanda di tanah Sulawesi hanya diakui oleh Kerajaan Gowa.
Sementara Kerajaan Soppeng dan Wajo tidak ingin mengakui kedudukan Belanda,
tetap menganggap mereka sebagai bangsa asing.Belanda akhirnya mengundang para
raja dari Kerajaan Soppeng dan Wajo untuk menilik kembali perjanjian Bongaya
yang dibuat oleh Inggris pada tahun 1667.
Isi perjanjian Bongaya adalah bangsa barat berhak mengambil hasil bumi di
tanah Sulawesi dengan syarat penukaran sejumlah alat tukar yang sesuai. Kerajaan

10
yang menolak kedudukan Belanda menganggap nilai tukar yang ditawarkan Belanda
tidak sesuai dengan harga hasil panen. Akibat penolakan tersebut, Belanda
menyerang kerajaan Tanette pada tahun 1824. Kerajaan Tanette adalah kerajaan
kecil yang berada di utara Kota Makassar, sekarang daerah tersebut dikenal dengan
nama Kabupaten Marros. Penyerangan tersebut dimenangkan oleh Belanda.
Kerajaan Tanette kekurangan jumlah personil dan kemampuan berperang mereka
masih sederhana.
Penguasaan Belanda atas Kerajaan Tanette menurut mereka bukan merupakan
suatu pencapaian yang besar. Mereka menginginkan kekuasaan atas Provinsi
Kalimantan Selatan seutuhnya. Belanda akhirnya melakukan perluasan kekuasaan
dengan cara menyerang kerajaan Suppa.Perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat
Suppa sungguh luar biasa. Rakyat Suppa sudah dipersiapkan selama bertahun-tahun
untuk menghadapi serangan dari Belanda.Kala itu, hampir seluruh pemuda laki-laki
di Suppa mampu menggunakan senjata laras panjang dengan baik, mampu
menguasai seni bela diri senjata tajam, dan dapat mengkoordinasi serangan perang
dengan baik.
Tentara Belanda menuai kekalahan atas serangan pertamanya ke Kerajaan
Suppa. Bukan Belanda namanya jika saat menyerang lalu kalah dan akhirnya diam
saja. Mereka berniat untuk melakukan serangan yang kedua. Serangan kedua dari
Belanda dipersiapkan secara matang. Belanda meminta bala bantuan personil tentara
yang berada di Pulau Jawa. Tak hanya tambahan armada perang dari tentara
Belanda, bantuan juga didapatkan dari Kerajaan Gowa dan Sidenreng.
Kerajaan Gowa dan Sidenreng memang telah lama bersekutu dengan Belanda
sejak perjanjian Bongaya. Belanda hanya membayar hasil panen yang sesuai dengan
harga pada kedua kerajaan tersebut. Hal itu memanglah taktik Belanda agar meraih
sekutu, dan nantinya dapat membantu Belanda dalam menguasai kerajaan lainnya.
Bantuan bala tentara, kerajaan Gowa dan Sidenreng, memperkuat serangan Belanda
yang kedua terhadap Kerajaan Suppa.
Dengan ini Kerajaan Suppa menuai kekalahan karena kekurangan jumlah
pasukan perang. Belanda akhirnya menduduki pemerintahan atas Kerajaan Suppa.
Oktober 1824, Kerajaan Bone yang sudah mempersiapkan pasukan secara matang
menginginkan Belanda pergi dari tanah Sulawesi Selatan. Penyerangan ini dimulai
dari pos-pos Belanda yang berada di bekas Kerajaan Tanette. Kerajaan Bone
menyerang pos Belanda pada malam hari. Belanda menuai kekalahan dan Kerajaan

11
Tanette kembali bersinar lagi. Kerajaan Tanette memutuskan untuk bekerja sama
dengan Kerajaan Bone.Kerajaan Bone makin kuat akibat adanya tambahan personil
perang. Kerajaan Bone memiliki niat untuk membantu kerajaan lain dan bersatu
untuk mengusir penjajah. Merasa tersudutkan, akhirnya Belanda meminta bala
bantuan dari Batavia. Tentara Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Van
Geen membawa bala tentara yang berjumlah 10.000. Jumlah tersebut tentunya
sangat kuat. Kekuatan tersebut semakin bertambah kuat mengingat Belanda
mempunyai senjata perang yang paling mutakhir kala itu. Van Geen menyerang
berbagai tempat-tempat di Sulawesi Selatan.
Kekuatan Belanda bertambah kuat lagi saat Raja Tanette malah berpaling
memihak Belanda dan turut membantu menyerang Kerajaan Bone. Akhirnya
kekuatan Kerajaan Bone melemah. Belanda kembali menguasai daerah Sulawesi
Selatan. Setiap manusia mempunyai rasa yang tidak pernah puas. Begitu pula
dengan Belanda, meski telah menguasai daerah Sulawesi Selatan, mereka ingin
menduduki kekuasaan di setiap belahan Sulawesi. Daerah jajahan mereka diperluas
hingga daerah Sulawesi Tenggara.
Kerajaan yang berkuasa di Provinsi Sulawesi Tenggara kala itu tidak
mempersiapkan pasukan perang dengan baik. Meski melakukan perlawanan,
Kerajaan Konawe akhirnya jatuh ke tangan Belanda.Perluasan daerah kekuasaan
dilakukan oleh Belanda lagi, mereka menyerang Kerajaan Buton. Buton secara
topografi adalah daerah kepulauan kecil. Masyarakat disana sangat mahir dalam
berenang di laut lepas.Tidak terbiasanya tentara Belanda melakukan peperangan di
pesisir pantai, akhirnya serangan Belanda atas Kerajaan Buton sia-sia. Pertempuran
tersebut dimenangkan oleh Kerajaan Buton.
Belanda tidak menyerah dalam melakukan perluasan kekuasaan. Kali ini yang
jadi incarannya adalah Kerajaan Kolaka. Penyerangan ini kembali melibatkan
Jenderal Mayor Van Geen yang memang terbukti teknik berperangnya
handal.Perlawanan masyarakat Konawe berujung kegagalan. Belanda berhasil
menduduki Kerajaan Konawe. Dan pada akhirnya Belanda berhenti untuk
memperluas daerah jajahan.

D. Perlawanan Rakyat Papua

12
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan tanggal 17 Agustus
1945, seluruh pemuda dan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke
mengumandangkan pekik “Merdeka” dan bangkit melawan penjajahan Belanda dan sisa-
sisa tentara Jepang. Setelah Perang Dunia II, Belanda berusaha menguasai kembali
wilayah di Nusantara dengan membentuk Pemerintahan Hindia Belanda (NICA) dan
didukung oleh kekuatan angkatan perang, KNIL, serta dibantu oleh tentara sekutu.
Memasuki tahun 1946, pergolakan pemuda dan seluruh masyarakat Indonesia
melawan tentara Belanda merata di seluruh wilayah Nusantara, yaitu dari Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku dan Irian. Namun, pemerintah RI
merasa tidak cukup memiliki tenaga dan sumber daya untuk memimpin dan
mengkoordinasikan serta membela seluruh kekuatan pergerakan dan perlawanan di
wilayah Nusantara, sehingga akhirnya Pemerintah RI memutuskan mempertahankan
wilayah Proklamasi hanya sebatas daerah Sumatera dan Jawa saja.
Dengan adanya kebijakan politik dan strategi perang tersebut, otomatis perjuangan
para pemuda dan masyarakat di wilayah Papua tidak terpantau dan tidak
terkoordinasikan dengan Pemerintah RI di Jawa. Padahal pada tahun 1946 tersebut di
Tanah Papua terjadi perlawanan yang cukup hebat terhadap kolonialisme dan upaya
pendudukan kembali oleh Pemerintah dan Tentara Belanda. Perlawanan tersebut tercatat
terjadi di dua kota, yaitu di Merauke dan Hollandia (Jayapura sekarang).
Pada tanggal 14 Maret 1946 di Merauke terjadi pertempuran hebat antara para
pemuda Papua melawan tentara kolonial Belanda. Para pemuda Papua tersebut
merupakan mantan Heiho yang telah dididik ilmu kemiliteran oleh Jepang dan telah
mengetahui tentang kemerdekaan RI melalui berita radio yang disampaikan oleh
Pemerintah RI. Rasa kebangsaan mereka timbul dan bertekad untuk melawan penjajahan
serta merebut kemerdekaan yang selama ini diidam-idamkannya. Dengan berbekal rasa
nasionalisme, semangat pantang menyerah, serta ditunjang oleh pengalaman kemiliteran,
para pemuda Papua di Merauke melakukan perlawanan militer terhadap tentara kolonial
Belanda yang berusaha kembali menjajah Tanah Papua. Pertempuran hebat pun
berlangsung di kota Merauke dan sekitarnya serta membuat keadaan di kota Merauke
cukup mencekam selama tiga hari. Meskipun hanya bersenjatakan seadanya, para
pemuda Papua di Merauke berhasil membuat kesulitan pada tentara kolonial Belanda
yang bersenjatakan lengkap. Akhirnya, tentara kolonial Belanda berhasil menggagalkan
upaya dari para pemuda Papua, dan sebagian besar pemuda Papua tersebut gugur sebagai
kusuma bangsa serta sebagian kecil lainnya hilang tak tentu rimbanya.

13
Perjuangan dan perlawanan para pemuda dan masyarakat Papua di Hollandia
(Jayapura sekarang) tergolong lebih sistematis dan terencana. Pada akhir tahun 1945
terjadi pertempuran antara pejuang Papua yang rata-rata berasal dari Digul dengan
tentara kolonial Belanda yang dipimpin oleh Sunggoro. Tentara kolonial Belanda
berhasil mematahkan perlawanan pejuang Papua tersebut dan menangkap Sunggoro.
Walaupun Sunggoro sudah meringkuk dalam penjara Hollandia dan sebagian besar
pejuang Digul serta teman-temannya memilih berjuang di daerah RI namun pergolakan
rakyat Irian tidak terhenti. Sunggoro dengan S. Papare, Martin Indey dan lain-lainnya
mempersiapkan perlawanan untuk yang kedua kalinya terhadap Belanda. Pimpinan
umum tetap pada Sunggoro, sehingga markasnya berada di dalam penjara. Betapapun
ketatnya penjagaan di penjara, pasukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda dapat
juga dipersiapkan bahkan ada beberapa penjaga penjara yang turut serta dalam pasukan
perlawanan tersebut.Sebagai Panglima ditunjuk Penggoncang Alam, seorang pejuang
asal Minangkabau, sedangkan Martin Indey berhasil mempengaruhi sebagian besar
anggota “Batalyon Papua” yang dikepalai oleh Kapten de Bruin. Batalyon Papua tersebut
adalah pasukan yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda di mana personelnya terdiri dari
orang asli Papua dengan tujuan untuk dijadikan pasukan penggempur guna menyerang
Pemerintah RI.
Rakyat Papua menghormati dan menjunjung tinggi pemimpin-pemimpin patriotik –
nasionalis Indonesia berkat adanya sosialisasi dan upaya yang dilakukan oleh Martin
Indey, Papare, Rumkoren, dan lain-lain. Lebih kurang tigaperempat dari jumlah anggota
Polisi turut serta dalam pasukan perlawanan. Sekolah Polisi pun sudah mendukung
perjuangan yang akan dilakukan pasukan perlawanan. Di kalangan tentara Belanda
sendiri (KNIL) ada lebih kurang 30 orang pemuda Menado yang bersedia turut serta.
Dengan teliti diaturlah persiapan untuk melucuti KNIL, menangkap pembesar-pembesar
Pemerintah Belanda dan menduduki stasiun radio. Pimpinan umum, Sunggoro, sudah
memutuskan akan melakukan perlawanan terhadap Belanda pada tanggal 17 Juli 1946.
Peluru-peluru sudah dibagikan dan pemuka-pemuka adat Papua serta pemuka
masyarakat sudah diberitahu.
Namun, Belanda berhasil mencium adanya persiapan perlawanan terhadap
kekuasaannya dan dilakukanlah razia secara besar-besaran. Akibatnya, terjadilah insiden-
insiden perlawanan oleh para pemuda dan masyarakat Papua dalam skala yang kecil dan
terbatas. Rencana perlawanan dan insiden tersebut dapat dipatahkan oleh Belanda.
Banyak pejuang yang ditangkap. Belanda bertindak pula terhadap “Batalyon Papua”,

14
meskipun Batalyon tersebut sudah sangat berjasa terhadap Belanda maupun tentara
sekutu dalam membebaskan Irian dari pendudukan Jepang. Tetapi kini mereka dianggap
paling berbahaya oleh pemerintahan Belanda (NICA).
Selanjutnya Belanda melakukan pembersihan di dalam alat-alat kekuasaannya, yang
terbukti memiliki orientasi untuk berjuang bagi kemerdekaan dan keutuhan wilayah RI.
Hanya KNIL-lah yang saat itu menjadi tulang punggung kekuasaan Belanda di Tanah
Papua. Pamongpraja dan Swapraja Irian pun terbukti tetap menyokong gerakan
kemerdekaan Indonesia. S. Papare dianggap Belanda berbahaya bila berada di Hollandia.
Oleh Residen van Eekhout ia kemudian dipindahkan ke Serui untuk berpraktek sebagai
dokter. Pada saat yang hampir bersamaan, Belanda mengasingkan rombongan Gubernur
Ratulangi ke Serui, dan kejadian ini meninggikan moril pejuang-pejuang Irian di daerah
Serui karena memperoleh bantuan pemikiran dari tokoh-tokoh pejuang yang
berpengaruh.
Betapapun Belanda sangat mengucilkan S. Papare dan Gubernur Ratulangi namun
melalui Gereja maupun melalui para pemuda pejuang Papua maka dapat terbina
hubungan antara Papare dkk dengan rombongan Gubernur Ratulangi, sehingga dapat
diatur rencana dan petunjuk-petunjuk politik dalam perjuangan untuk meraih
kemerdekaan dari Pemerintahan Belanda.

E. Perlawanan Rakyat Kalimantan


1. Perlawanan Rakyat Kalimantan Barat terhadap Belanda
Perlawanan rakyat Kalimantan Barat dimulai ketika pada tahun 1840-an,
Belanda berusaha untuk menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan kecil di
sekitar Sungai Kapuas. Salah satunya Kerajaan Sintang yang hendak melakukan
suksesi karena rajanya merasa sudah tua. Belanda turut mencampuri urusan
kerajaan dengan menganggap Pangeran Ratu, patih kerajaan pantas menjadi raja.
Hal ini didasarkan pada keadaan Panembahan Kusumanegara yang masih muda.
Meski usul tersebut ditolak, Belanda dapat memperbaharui perjanjian dagang pada
tahun 1855. Perjanjian ini merugikan punggawa kerajaan karena menghapus
banyak keuntungan bangsawan untuk diberikan kepada Belanda. Hal ini memicu
ketidakpuasan di kalangan bangsawan Kerajaan Sintang, sementara raja tidak
merasa terganggu karena dikompensasi oleh Belanda.
Patih kerajaan, Pangeran Ratu mengajak beberapa bangsawan lain yaitu
Pangeran Kuning, Pangeran Anom, dan Pangeran Muda untuk bertemu membahas

15
permasalahan ini. Kesimpulan yang dicapai adalah akan diadakannya mobilisasi
pengikut untuk menghadapi Belanda. Ketegangan pertama terjadi pada Oktober
1856 ketika Letnan Dua J.E. Sachse dibunuh oleh sekawanan orang. Kejadian ini
memicu perhatian Pejabat Residen Borneo Barat, Letkol W.E. Kroesen yang
kemudian hadir ke Sintang untuk bertemu Pangeran Ratu. Namun hal ini tidak
berhasil meredakan keadaan karena Pangeran Ratu telah mengundurkan diri dari
jabatan patih dan bersiap dengan pengikutnya. Sementara itu Panembahan
Kusumanegara tidak mampu mengendalikan keadaan, menyingkir dari ibukota.
Pertempuran tinggal menunggu waktu untuk pecah antara rakyat melawan
Belanda.
Pada tanggal 12 November 1856, pasukan Dayak dan Melayu berjumlah 2.500
orang bersiap menyerbu benteng Belanda di Sintang yang dijaga oleh 146 serdadu
dan 3 meriam. Belanda juga mendatangkan kapal penjelajah bermeriam untuk
berjaga di pelabuhan. Penyerangan ini dipimpin oleh Pangeran Prabu dan Haji
Muhamad Saleh. Namun karena perbedaan teknologi senjata, benteng tidak
tertembus dan penyerang mengundurkan diri ke hutan-hutan. Bangsawan
penentang Belanda ini mengubah strategi dengan menguasai jalur perdagangan ke
Sintang, sehingga barang-barang tidak masuk ke sana.
Belanda kemudian memperkuat armada perangnya dan melakukan penyisiran
ke wilayah pertahanan lawan. Kediaman Pangeran Kuning dan Pangeran Prabu
diluluhlantakkan, kekalahan ini membuat Pangeran Ratu menyerahkan diri. Ia
diadili kemudian dibuang ke Jawa, hal ini belum menyurutkan semangat
bangsawan lain untuk melawan. Namun pada akhirnya perlawanan ini surut
karena kematian pemimpin-pemimpinnya yang sudah lanjut
usia. Kroesen mengultimatum untuk menghentikan perlawanan sebelum dibabat
habis. Ade Unut, putra Pangeran Muda dan cucu Pangeran Anom hadir untuk
bernegosiasi. Namun ia dan keluarganya ditangkap sehingga perlawanan dapat
diakhiri.

2. Perlawanan Rakyat Kalimantan Selatan terhadap Belanda


Perlawanan terhadap Belanda di Kalimantan Selatan terpusat di Banjarmasin,
kerajaan kaya di pesisir selatan. Banjarmasin merupakan penghasil lada, rotan,
damar, emas, dan intan sehingga menarik perhatian bangsa Eropa. Pada tahin
1734, dijalin hubungan dagang antara Belanda dan Sultan Tahlilillah. Belanda

16
memulai pergerakan politiknya dengan membantu Pangeran
Nata menyingkirkan Pangeran Amir untuk menjadi Sultan. Ketika naik tahta,
Pangeran Nata harus menyerahkan seluruh wilayah Banjarmasin. Sebagian
diambil penuh oleh Belanda, sebagian dipegang Sultan namun hanya sebagai
pinjaman. Perjanjian ini terus diperbaharui setiap penguasa baru naik tahta, dan
semakin mengecilkan pengaruh kerajaan.
Pada tahun 1857 terjadi kekacauan di keraton karena Sultan Adam hendak
menjadikan Prabu Anom menjadi Sultan. Belanda menolak, dan kemudian
mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai sultan. Usulan untuk
menjadikan Prabu Anom sebagai mangkubumi pun ditolak, selain itu ditolak pula
usul untuk menjadikan Pangeran Hidayat sebagai Raja Muda. Belanda dianggap
telah melampaui batas, dan di sisi lain Pangeran Tamjidillah tidak disukai
karena bukan putra bangsawan, mendukung Belanda, dan menghina Islam. Posisi
Tamjidillah juga hanya dimanfaatkan Belanda. Ketika ia dianggap sebagai
penyebab kericuhan di Banjarmasin, Belanda mencopotnya dan mengambil alih
kekuasaan.
Kemarahan rakyat telah memuncak, Pangeran Hidayat pun kini mendekat
kepada rakyat. Pangeran Hidayat, dibantu oleh Pangeran Antasari dan banyak
bangsawan lainnya mulai melakukan penyerangan terhadap pos-pos bahkan
benteng Belanda. Perlawanan meluas ke berbagai daerah ketika Belanda
menghapus kerajaan dan memasukkannya ke dalam kekuasaan Pemerintah
Kolonial. Kepala Daerah dan ulama banyak yang memilih berjuang bersama
rakyat dan menanggalkan kesetiaan kepada Belanda. Perlawanan terjadi secara
sporadic dan berpindah-pindah, sehingga menyulitkan Belanda. Pangeran Antasari
memang memegang kuasa tinggi dalam perlawanan, namun usaha memberontak
di banyak wilayah lain juga terjadi.
Perlawanan rakyat Kalimantan Selatan berjalan dalam dua fase. Fase ofensif
(1859-1863), di mana rakyat banyak melakukan serangan kepada Belanda.
Kemudian fase defensif (1863-1905), di mana perlawanan terus muncul dan
mengganggu Belanda. Perlawanan defensif ini terjadi setelah Pangeran Antasari
wafat pada 1 Oktober 1862. Kedudukan Belanda terus menguat di Banjarmasin
karena telah lepas dari pengaruh kerajaan, sehingga pemberontakan dapat
dipadamkan sepenuhnya pada tahun 1905.

17
3. Perlawanan Rakyat Kalimantan terhadap Pendudukan Jepang
Pulau Kalimantan adalah titik pertama pendaratan Jepang di Nusantara.
Mengingat pertahanan Belanda yang kurang kuat, dan sumber utama minyak bumi
dan batu bara. Jepang mendarat di Tanjung Kodok, pada 22 Januari 1942 dan
secara cepat menguasai banyak wilayah. Hal ini tentunya memicu perlawanan
rakyat yang menolak diperlakukan sewenang-wenang oleh Jepang.
Perlawanan yang terkenal terhadap Jepang adalah Perang Dayak Desa, yang
dipimpin oleh Pang Suma di daerah Kalimantan Barat. Hal ini diakibatkan oleh
kekacauan pada perusahaan kayu Jepang. Kekacauan ini berujung pada
peperangan yang berlangsung ke desa-desa pedalaman sejak April-Agustus 1944,
dan terus berlanjut sampai tahun 1945. Perlawanan ini bertujuan untuk mengakhiri
kesewenang-wenangan perusahaan Jepang yang mempekerjakan orang Dayak
secara tidak manusiawi.
Peristiwa penting lain di Kalimantan adalah Peristiwa Mandor, terjadi pada
23 April 1943. Jepang melakukan semacam show of force dengan menyisir
seluruh kalangan bangsawan, pemuka adat, sultan, dan orang-orang penting
lainnya  Mereka ditangkap, hanya beberapa yang dilepas kembali, sebagian
lainnya dipenjara dan dibunuh. Perlawanan rakyat di desa-desa ini terus
berlangsung karena berita kemerdekaan Indonesia belum tiba, dan Jepang masih
berusaha mempertahankan kekuasaanya di Kalimantan. Perlawanan berdarah
semacam ini terus terjadi sampai Jepang hengkang dari Indonesia sesuai hasil
Perjanjian San Fransisco pada tahun 1945.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

18
Pada tahun 1846-1850, Belanda sempat melancarkan serangan ke Kerajaan
Buleleng di Bali demi melancarkan misinya menguasai daerah Bali Utara. Berikut ini
merupakan pembahasan ringkas dari Mata Mata Politik mengenai Bali dari I, II,
sampai III. Perang Bali I ialah ekspedisi militer pertama pada tahun 1846 oleh
Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger ke kerajaan Buleleng yang terletak di Bali.
Pasukan ini dipimpin oleh Van Den Bosch yang pertama pergi ke Besuki lalu menuju
ke Buleleng. Esoknya pasukan tersebut turun ke daratan yang dihadang oleh warga
Bali tapi mereka gagal untuk menahan pasukan Belanda dan berujung pada pasukan
tersebut masuk hingga persawahan warga Bali. Setelah kota Singaraja diambil alih
oleh pasukan Belanda, kerajaan Karangasem dan Buleleng akhirnya pergi untuk
menyerahkan diri dan mereka meminta seluruh warga Bali kembali ke tempat
tinggalnya masing-masing.
Sekitar 8 ribu prajurit bergerak menuju Praya, Lombok Tengah, pada 25
Agustus 1891. Mereka para serdadu dari Bali yang ditugaskan di Mataram. Kala itu,
wilayah Mataram – yang kini menjadi ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
– telah diduduki orang-orang Bali dari Kerajaan Karangasem. Misi yang diusung
ribuan tentara Bali-Mataram ke Praya adalah memadamkan perlawanan yang
dikobarkan orang-orang Sasak. Praya merupakan wilayah milik Kerajaan Selaparang
yang saat itu sudah memeluk Islam, demikian pula dengan sebagian besar orang
Suku Sasak di sana.
Perlawanan rakyat adalah cara masyarakat menolak pemerintahan Hindia
Belanda pada masa penjajahan. Perlawanan bisa dilakukan dengan cara kooperatif.
Namun selama ini perlawanan yang dilakukan oleh rakyat selalu terjadi
menggunakan kekerasan.Pemuda hingga orang tua kaum laki-laki pada masa tersebut
dikerahkan tenaganya untuk melindungi daerah jajahan. Perjuangan ini semata-mata
untuk membersihkan tanah Sulawesi,Papua, dan Kalimantan dari jajahan Belanda.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga apa yang telah disajikan akan
memberikan ilmu dan informasi. Selanjutnya demi kesempurnaan makalah ini kami
memohon saran dan kritik guna memperbaiki dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.studiobelajar.com/perlawanan-rakyat-kalimantan/

19
https://www.faktadaerah.com/2019/08/perlawanan-rakyat-sulawesi.html
https://id.scribd.com/document/376066518/Perlawanan-Rakyat-Papua-Terhadap-
Penjajah
https://www.matamatapolitik.com/sejarah/perang-bali
https://tirto.id/perang-bali-vs-lombok-yang-berkuasa-malah-belanda-cve

20

Anda mungkin juga menyukai